Muaris, 2006. Bagian yang dapat dimakan BDD-nya sangat tinggi, yaitu 100 menyebabkan kandungan protein ikan teri cukup tinggi
dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Selain itu, protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorpsi. Daging ikan mempunyai serat-serat protein
yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam Soenardi, 2004.
Tabel 3 . Komposisi kimia ikan teri kering, basah, dan bubuk
per 100 gram bahan No.
Komponen Ikan teri
segar Ikan teri
kering Teri bubuk
1 Kalori kkal
77 331
277 2
Protein gram 1
68.7 60
3 Lemak gram
1 4.2
2.3 4
Karbohidrat gram 1.8
5 Air gram
80 16.7
15 6
Kalsium mg 500
2381 1209
7 Fosfor mg
500 1500
1225 8
Besi mg 1
23.4 3
9 Asam askorbat mg
10 Thiamin mg
0.05 0.1
0.1 11
Vitamin A IU 47
62 92
12 Bagian yang dapat
dimakan 100
100 100
Sumber : Departemen Kesehatan 2005
2. Tepung Ikan Teri
Tepung ikan merupakan produk pengawetan ikan dengan cara pengeringan yang dilanjutkan dengan penepungan. Tepung ikan dapat
didefinisikan sebagai produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan Anonim, 2008a. Sedangkan menurut Tutuarima
2007, tepung ikan merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau
seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan.
Gambar 3. Tepung ikan
Menurut Tutuarima 2007, bahan baku tepung ikan yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi tiga kategori:
1. Ikan yang ditangkap dan dijual dengan tujuan diolah menjadi
tepung ikan ikan untuk industri misalnya ikan ”anchovy” ikan kecil di Peru, ikan ”anchovy” dan ”pilchard” di Afrika Selatan,
ikan ”hering” ikan haring dan ”capelin” di Norwegia dan Denmark, dan ikan ”menhaden” di Amerika.
2. ”By-catch”, atau ikan hasil samping penangkapan.
3. Jeroan dan limbah ikan dari pengolahan ikan.
Tepung ikan teri dibuat dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari atau dengan api, kemudian digiling hingga halus dan lembut.
Sedangkan untuk mendapatkan tepung ikan yang baik harus dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : pencucian ikan, penggilingan awal yang
bertujuan untuk menghancurkan jaringan ikan, lalu dilakukan tahap pemasakan. Tahap ini dilakukan dengan cara pengukusan, kemudian
dilakukan pengepresan, setelah itu dikeringkan. Setelah kering digililng hingga diperoleh tepung ikan yang halus dan baik Muaris, 2006.
Produk lain yang hampir menyerupai tepung ikan adalah Konsentrat Protein Ikan KPI. KPI didefinisikan sebagai suatu produk
untuk konsumsi manusia yang dibuat dari ikan utuh atau hewan air lainnya, atau bagian dari hewan air, dengan cara menghilangkan sebagian
besar lemak dan airnya, sehingga diperoleh kandungan protein yang tinggi dari bahan baku asalnya Aminev, 2007. KPI merupakan produk yang
tidak hanya kaya akan protein, tetapi juga mengandung mineral dan protein.
Konsentrat protein ikan dapat dikelompokkan atas tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Tipe A dan B adalah konsentrat yang memiliki kadar
lemak lebih rendah dari 3, sedangkan tipe C memiliki kadar lemak yang melebihi 3 hingga 10. Berdasarkan hal tersebut bubuk daging lumat
ikan termasuk pada tipe C, sedangkan bubuk konsentrat, isolat dan isolat termodifikasi termasuk pada tipe A atau B Huda et. al.,2008.
C. Teknologi Instanisasi
Produk instan dapat diartikan sebagai produk yang secara cepat dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia 2008 makanan instan merupakan jenis makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. Penyajiannya dapat dengan
menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera. Pada dasarnya untuk membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar
airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya. Salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan produk
instan adalah pati. Pati yang digunakan sebagai bahan baku adalah pati yang telah mengalami gelatinisasi dan dikeringkan. Meskipun pati tersebut tidak
dapat kembali lagi ke sifat-sifat asalnya sebelum gelatinisasi, pati kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar
Winarno, 2002. Sifat inilah yang digunakan pada pembuatan produk instan agar produk instan yang dihasilkan dapat menyerap air kembali dengan
mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi. Produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan
sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat
Pamularsih, 2006. Pemasakan bertujuan agar terjadi gelatinisasi dan pengembangan granula pati. Sedangkan pengeringan dilakukan agar struktur
produk bersifat porous. Struktur porous ini harus dihasilkan setelah pengeringan sehingga akan memudahkan air untuk meresap kembali ke dalam
produk saat direhidrasi Satyagraha, 2005.
Perubahan tekstur akibat pengeringan pada bahan pangan yang padat sangat penting untuk diperhatikan karena dapat merusak mutu produk.
Kehilangan tekstur pada bahan pangan tersebut dapat disebabkan karena gelatinisasi pati, kristalisasi selulosa dan perubahan kelembaban yang terpusat
selama pengeringan. Kegosongan, keretakan, dan kerusakan permanen lainnya akan mengakibatkan penampakan makanan menjadi berkerut dan lebih kecil
Fellow, 2001 Proses instan sempurna tampak dari kejadian berikut: pertama,
bubukbutiran yang terkena media basahair akan menjadi basah dan beberapa saat kemudian akan tenggelam. Setelah itu, bubukbutiran segera larut atau
terdispersi merata dalam mediumnya. Tetapi kenyataannya hanya satu proses yang sempurna yaitu pembasahannya bagus tetapi tidak sempurna terdispersi.
Dalam hal demikian biasanya yang menjadi pilihan utama adalah yang mudah terbasahi karena dispersi mudah dibantu dengan pengadukan Satyagraha,
2005.
D. Penganekaragaman Pangan
Salah satu langkah kebijaksanaan pangan dan gizi yang terdapat dalam Repelita VI adalah konsumsi pangan atau Diversifikasi Konsumsi Pangan.
Dalam Almatsier 2001 dikatakan bahwa penganekaragaman pangan adalah upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk. Penganekaragaman pangan sangat
penting untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis bahan pangan, misalnya beras. Tingkat kebutuhan terhadap beras dan jumlah produksi yang
tersedia tahun 2001-2004 dapat dilihat pada Tabel 4. Pemanfaatan sumber daya alam yang beraneka ragam jenis tentunya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Menurut Hardinsyah et. al., 2001 menyatakan bahwa tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk
peningkatan mutu gizi konsumsi pangan dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan.
Tabel 4. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 dalam ton Tahun
Kebutuhan Produksi tersedia
Defisit impor
2001 32.771.264
30.283.326 2.487.920
2002 33.073.152
30.586.159 2.486.993
2003 33.372.463
30.892.021 2.480.442
2004 33.669.384
31.200.941 2.468.443
Sumber : Departemen Pertanian, 2005
Menurut Soenardi 2002, penganekaragaman pangan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan mempunyai konsekuensi tersedianya
beragam pangan secara cukup, baik dari segi jumlah maupun mutu. Selain itu, harus merata dalam pendistribusian, harga terjangkau, dan aman dikonsumsi
oleh masyarakat. Adanya penganekaragaman pangan ini memunculkan pemikiran untuk mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan
lainnya yang juga berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Beberapa produk makanan yang mungkin dapat menggantikan beras
antara lain singkong, ubi jalar, talas, dan umbi-umbian lain. Bahan pangan ini masih belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk konsumsi masyarakat. Kendala
yang dihadapi antara lain tidak tahan lama sehingga harus diolah terlebih dahulu untuk memperpanjang umur simpannya. Selain itu, adanya persepsi
masyarakat yang menyebutkan bila mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras dianggap belum makan dan kurang bergengsi.
Mengubah kebiasaan mengonsumsi nasi dengan makanan lain tidaklah mudah bila hanya mengganti nasi diganti dengan bahan lain sementara lauk
pauknya tetap seperti untuk menemani nasi Soenardi, 2002. Hal tersebut tentunya akan ditolak masyarakat karena berdasarkan kebiasaan, lauk pauk
tersebut lebih terasa enak bila dikonsumsi bersama dengan nasi. namun bila bahan pangan tersebut diolah menjadi bentuk lain meskipun campurannya
menggunakan selera tradisional atau yang telah mengena di lidah akan mudah diterima karena merupakan resep baru dengan selera baru.
Untuk mengukur keberhasilan upaya diversifikasi pangan di bidang penyediaan dan konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Pada dasarnya,
tingkat keanekaragaman pangan mencerminkan perimbangan komposisi antar jenis dan kelompok pangan. Oleh karena itu, salah satu parameter yang dapat