Bahan dan Alat Pembuatan Tepung Fermented Cassava Flour

bahan lain dihitung sebagai persentase dari basis formulasi. Jumlah bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Setelah semua bahan tercampur rata, dilakukan penghabluran menggunakan ayakan 10 mesh. Kemudian disortir dengan ayakan 6 dan 8 mesh dan disangrai selama 5-6 menit. Diagram alir pembuatan nasi singkong instan mentah beras singkong dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ikan teri Pencampuran rasio fermented cassava flour dan tepung ikan teri 100:0, 97.5:2.5, 95:5, 92.5:7.5, 95:10 Penghabluran dengan ayakan 10 mesh Pembutiran Penyortiran dengan ayakan 6-8 mesh Penyangraian selama 5-6 menit Pendinginan diangin-anginkan NASI SINGKONG MENTAH BERAS SINGKONG Gambar 7. Diagram alir pembuatan nasi singkong instan mentah ikan teri segar pencucian hingga bersih pengukusan selama 30 menit pengeringan dengan Cabinet dryer 80 o Cselama 5 jam penggiling dengan Willey mill 60 mesh tepung ikan teri Air ¾ bagian disemprotkan Air ¼ bagian tepung singkong tepung ikan teri gula, garam, CMC, soda kue

b. Penentuan metode pembuatan nasi singkong instan

Pembuatan nasi singkong instan dilakukan dengan tahapan pemasakan dan pengeringan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis yang dilakukan untuk menentukan metode terbaik adalah dengan melihat produk akhir secara sensori subyektif. Parameter- parameter yang diamati adalah bentuk, warna,penampakan, dan tekstur produk sebelum dan setelah direhidrasi. • Metode pemasakan Metode pemasakan nasi singkong yang terdiri dari tiga macam, yaitu pengukusan selama 30 menit dan perebusan selama 30 menit, dan kombinasi keduanya. Perlakuan kombinasi waktunya ditentukan secara trial and error hingga produk matang, yaitu sampai tidak terlihat spot putih di bagian tengah produk nasi singkong. • Metode pengeringan Nasi singkong dikeringkan dengan menggunakan ketiga metode tersebut, yaitu pengeringan dengan oven pengering, penyangraian, dan kombinasi keduanya. Waktu pengeringan ditentukan secara trial and error hingga produk terlihat kering. Gambar 8. Diagram alir penentuan metode pembuatan nasi singkong instan

3. Analisis

a. Kadar air, metode oven AOAC, 1995

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3-4 gram contoh dimasukan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100- 105 o C selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir. 100 X contoh awal berat contoh akhir berat contoh awal berat air Kadar − =

b. Kadar Abu, metode tanur AOAC,1995

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600 o C sampai berwarna putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. 100 X contoh berat abu berat abu Kadar =

c. Kadar Protein, metode mikro Kjehldal AOAC, 1995

Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 + 0,1 gram K 2 SO 4 , 40 + 10 ml H 2 O, dan 2,0 + 0,1 ml H 2 SO 4 . Kemudian contoh dididihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air kemudian air cuciannnya dimasukan ke dalam alat destilasi. Dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH – Na 2 S 2 O 3 . Di bawah kondensor diletakkan Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0,2 dalam alkohol. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3 BO 3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0,02 sampai terjadi perubahan warna menjadi abu. 100 007 . 14 X Contoh mg X HCl N X blanko HCL ml contoh HCl ml N − = 25 , 6 Pr X N otein =

d. Kadar Lemak, Metode Sokhlet AOAC, 1995

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi sokhlet. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dikeringkan sisa kadar air dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut di masukan ke dalam alat ekstraksi sokhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C hingga mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak ditimbang. Berat lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut : 100 X g contoh berat g lemak berat lemak =

e. Kadar Karbohidrat

Perhitrungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by different dengan persamaan : Kadar karbohidrat = 100 - air + abu + protein + lemak + serat

f. Analisis Nilai energi

Penentuan niali energi makanan melelui perhitungan dapat dilakuakan dengan menggunakan faktor Atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi faal makanan tersebut. Nilai energi bahan pangan = faktor Atwater x kandungan gizi bahan pangan Energi kkal= 4 kalorig x kandungan karbohidrat + 9 kalorig kandungan lemak + 4 kalorig x kandungan protein

g. Aktifitas air

Pengukuran a w nasi singkong instan dilakukan dengan menggunakan alat a w meter. Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam alat yang telah dikalibrasi, kemudian dilakukan pembacaan nilai a w yang ditunjukkan pada layar pembacaan.

h. Daya cerna pati in vitro Muchtadi, 1989

Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim alpha-amilasse. Kemudian maltosa diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalsiliat. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase terhadap pati murni soluble starch. 100 enzimatis reaksi setelah murni pati maltosa kadar enzimatis reaksi setelah sampel maltosa kadar pati cerna Daya x =

i. Kadar serat kasar Muchtadi, 1989

Tahap penetapan kadar serat kasar terdiri dari pemisahan lemak dari sampel dengan cara soxlethasi, ekstraksi dengan asam H2SO4 1,25 dan dengan basa NaOH 3,25 masing-masing selama 30 menit. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan penyaringan. Tahap selanjutnya adalah pemisahan abu dan silikat dengan cara pencucian kertas saring yang berisi serat berturut-turut dengan K2SO4 10, air mendidih dan 15 ml alkohol 95. Kertas saring dikeringkan dalam oven 105 o C selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Residu dipijarkan dalam mufle furnace selama 4 jam, sisa pijar ditimbang sebagai abu.

j. Daya serap air

Sejumlah sampel ditimbang beratnya kemudian direndam dalam air hangat selama 5 menit, diangkat dan ditiriskan. Sampel tersebut kemudian ditimbang kembali. Daya serap air ditentukan dengan persamaan: A = bobot sampel sebelum perendaman g B = bobot sampel setelah perendaman g

k. Waktu rehidrasi

Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam sejumlah air panas dengan perbandingan air : produk sebanyak 4:1. Kemudian dihitung waktunya pada saat butiran nasi telah teridrasi sempurna tidak ada spot putih di tengan butiran nasi. Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur yang homogen. 100 A A - B air serap Daya x =

l. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap produk. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap formulasi produk yang dibuat. Skala yang digunakan adalah skala 1sangat tidak suka sampai 7 sangat suka dengan nilai 4 sebagai rasa antara netral. Parameter yang diuji adalah warna, aroma, rasa, teksur, dan rasa dengan penambahan lauk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama merupakan penelitian pendahuluan, tahapan kedua berupa penelitian utama, dan tahapan ketiga berupa analisis untuk formulasi terpilih. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan bahan baku dalam pembuatan produk nasi singkong instan, yakni meliputi pembuatan fermented cassava flour dan tepung ikan teri. Penelitian utama dilakukan untuk membuat SOP pembuatan nasi singkong instan.

A. Pembuatan Tepung Fermented Cassava Flour

Singkong atau ubi kayu yang digunakan dalam pembuatan fermented cassava flour adalah singkong yang berwarna putih. Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan singkong dengan kualitas baik, yaitu dagingnya berwarna putih, dan tidak busuk. Singkong tersebut dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih, kemudian diiris-iris dengan ketebalan sekitar 1 cm. Pengirisan dilakukan untuk memperluas bidang permukaan sehingga lebih banyak permukaan umbi yang kontak langsung dengan larutan garam ketika difermentasi. Perendaman dalam larutan garam 2.5 dilakukan selama 24 - 48 jam dalam kondisi tertutup rapat anaerobik. Penambahan garam dilakukan karena fermentasi yang terjadi adalah fermentasi spontan dimana mikroba yang memfermentasi umbi singkong tidak dapat dikontrol, dikhawatirkan bakteri-bakteri patogen ikut terlibat di dalamnya. Larutan garam mengakibatkan tekanan osmotik pada sel mikroorganisme menjadi turun karena air terserap keluar sehingga sel kekurangan air dan selanjutnya sel akan mati Nurhidayati, 2003. Oleh karena itulah, larutan garam berperan sebagai media selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang umumnya tidak dapat hidup dalam keadaan kadar garam yang tinggi, namun mendukung pertumbuhan BAL. Subagio 2006 melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Selanjutnya granula pati tersebut akan dihidrolisis oleh mikroba BAL menghasilkan asam-asam organik yang kemudian bercampur dalam irisan singkong. Perendaman ini menghasilkan umbi singkong yang lebih lunak dan lentur, sedikit beraroma asam khas fermentasi, larutan garam perendamnya menjadi lebih keruh dan sedikit berbusa. Lunaknya umbi singkong terjadi karena aktivitas enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong. Sedangkan keruhnya air perendam disebabkan keluarnya granula pati. Rahman 2007 melaporkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka semakin banyak sel singkong yang pecah sehingga pembebasan granula pati semakin meningkat. Umbi singkong yang telah terfermentasi kemudian ditiriskan untuk selanjutnya dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu ± 70 o C selama 12 jam. Namun, selain dengan oven, pengeringan juga dapat dilakukan secara alami, yaitu dengan menjemurnya di bawah sinar matahari selama 3-4 hari. Singkong yang telah kering berwarna putih terang dengan beberapa bagian berwarna kecoklatan, lunak tetapi mudah dipatahkan, dan tidak berbau singkong lagi. Menurut Subagio 2006, hal ini terjadi karena asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi bercampur dengan irisan umbi singkong, sehingga rasa dan aroma singkong tertutupi. Parameter kering dilihat secara subyektif, yaitu bila irisan umbi singkong dapat dipatahkan. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa fermented cassava flour mempunyai kadar air sebanyak 7.72 , kadar abu 0.94 , kadar lemak 0.98, kadar protein 1, dan kadar karbohidrat sebesar 89.36 Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis proksimat Fermented cassava flour Komponen Keterangan bb Air 7.72 Abu 0.94 Protein 0.98 Lemak 1.0 Karbohidrat 89.36 Fermented cassava flour atau tepung singkong fermentasi diperoleh dengan menggiling irisan umbi singkong yang telah kering tadi menggunakan mesin penggiling Willey mill dan disaring dengan ayakan 60 mesh. Bahan baku yang digunakan adalah singkong segar sebanyak 10 kg. Setelah direndam kemudian dikeringkan, diperoleh bobot singkong kering sebesar 2,9157 kg. Tepung yang dihasilkan sebanyak 2,8838 kg sehingga rendemen yang diperoleh sebesar 28.84 Tabel 6. Rendemen cukup rendah karena bahan baku singkong segar masih mengandung air sebanyak 62.5 Departemen Kesehatan, 2005 sehingga ketika dikeringkan bobotnya pun menyusut lebih dari setengahnya. Disamping itu, pembuangan kulit singkong pun menjadi salah satu sebab rendemen menjadi rendah. Tabel 6. Rendemen fermented cassava flour Keterangan Bobot gram Rendemen Umbi singkong segar 1000 100 Singkong kering 2915,7 29,16 fermented cassava flour 2883,8 28,83 B. Pembuatan Tepung Ikan Teri Tepung ikan teri dibuat dari ikan teri yang masih segar dengan ciri-ciri tubuhnya masih utuh, tidak berbau busuk, tidak berlendir, dan tidak berwarna kecoklatan. Tahapan awal adalah pencucian ikan teri dari kotoran-kotoran yang mungkin terbawa, kemudian dilakukan pemasakan dengan cara pengukusan selama 30 menit. Pengukusanpemasakan ikan dilakukan agar protein terkoagulasi, sehingga air dan minyak dapat dikeluarkan. Pemasakan merupakan tahapan yang kritis dalam pengolahan tepung ikan. Apabila pengukusan kurang matang dan tidak merata maka cairan air dan minyak sulit dikeluarkan. Begitu juga bila tertalu matang, maka ikan akan menjadi bubur dan sulit untuk mengeluarkan cairan Tutuarima, 2007. Setelah itu ikan teri dikeringkan dengan Cabinet dryer yang bersuhu 80 o C selama 5 jam. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan air yang ada dalam ikan karena penggilingan hanya dapat dilakukan pada bahan yang telah kering. Ikan teri kering kemudian digiling dengan menggunakan Willey mill dan disaring dengan ayakan 60 mesh. Tepung ikan yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan masih beraroma ikan. Aroma ikan ini diantaranya berasal dari kerusakan protein dan oksidasi lemak, pertumbuhan mikroorganisme, dan pemecahan TMAO Trimethylamineoxyde menjadi TMA Trimethylamine. Berawal dari 3 kg ikan teri segar, menghasilkan ikan teri kering sebanyak 462.5 gram, dan hasil akhir berupa tepung ikan sebanyak 447.3 gram. Rendemen yang diperoleh sebesar 14.91 seperti yang terlihar pada Tabel 7. Tabel 7. Rendemen tepung ikan Keterangan Bobot gram Rendemen Ikan Teri Segar 3000 100 Ikan Teri kering 462,5 15,42 Tepung Ikan Teri 447,3 14,91 C. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong Penelitian utama meliputi pembuatan nasi singkong instan yang dapat direhidrasi maksimal selama 5 menit dengan cara diseduh air panas dan penentuan formulasi yang terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah tepung ikan teri dan tepung singkong fermentasi yang telah dibuat sebelumnya, serta bahan-bahan tambahan lain seperti gula, garam, CMC, soda kue, dan air. Berdasarkan jumlah penambahan tepung ikan teri yang ditambahkan, nasi singkong instan terbagi menjadi 5 formulasi. Masing-masing formulasi dapat dilihat pada Tabel 8. Garam dapur dan gula berfungsi untuk memberi cita rasa. Soda kue berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan dan membuat tekstur menjadi lebih porous sehingga dapat mempercepat proses rehidrasi. CMC selain dapat mengembangkan adonan, mampu mengikat pati sehingga tekstur butiran nasi menjadi lebih kompak dan tidak mudah hancur saat pemasakan. Formulasi 0 100:0, yaitu formulasi yang tidak ditambahkan tepung ikan teri berfungsi sebagai kontrol. Formulasi 1 dibuat dengan tujuan nasi singkong instan yang dibuat akan berfungsi sebagai pengganti nasi. Berdasarkan DKBM, kandungan protein pada nasi adalah sebesar 2.1 dan kandungan protein pada tepung ikan teri tawar tidak asin sebesar 68.7 Departemen Kesehatan,2005. Dengan ini, diharapkan kandungan protein pada nasi singkong instan akan mendekati protein nasi. Formulasi 4 dibuat untuk menyetarakan kandungan protein nasi singkong instan dengan kadar protein pada beras, yaitu sebesar 6-7 . Oleh karena itu, untuk mencapai kesetaraan dengan kadar protein nasi dan beras, perlu ditambahkan tepung ikan sebanyak 2.5 sampai 10 . Sedangkan formulasi 3 dan 4 dibuat unuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap jumlah penambahan tepung ikan teri pada produk nasi singkong instan. Tabel 8. Formulasi nasi singkong instan Proses pembuatan nasi singkong instan diawali dengan mencampur semua bahan hingga homogen dengan cara mengocoknya dalam kantung plastik selama beberapa menit. Sebelum ditambahkan air, bahan-bahan kering tersebut diayak lagi dengan ayakan tepung agar benar-benar tercampur dan tidak ada bahan yang masih menggumpal. Jumlah air yang ditambahkan sebanyak 50 - 60 dari bahan kering. Bahan yang ditambahkan air adalah hanya sekitar satu per empat bagian saja. Bagian sisanya digunakan untuk tahap pembutiran. Penambahan air harus tepat karena akan sangat mempengaruhi produk akhir. Bila air yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan yang terbentuk menjadi lengket pada alat-alat ayakan dan mesin pembutir. Lengketnya adonan akan menghambat proses penghabluran dan pembutiran, dan juga akan menyebabkan rendeman menjadi rendah. Solusinya adalah dengan penambahan bahan kering lagi hingga diperoleh adonan yang tidak lengket. Akan tetapi, bila air yang ditambahkan terlalu sedikit akan menyebabkan adonan yang terbentuk tidak menyatu sehingga saat penghabluran, butiran- Formula BAHAN 1 2 3 4 5 Fermented cassava flour 100 97.5 95 92.5 90 Tepung ikan teri 2.5 5 7.5 10 Air 60 60 60 60 60 Garam 1 1 1 1 1 Gula 5 5 5 5 5 Baking Powder 0.3 o.3 0.3 0.3 0.3 CMC 1 1 1 1 1 butiran yang terbentuk berukuran kecil atau bahkan hancur kembali seperti tepung. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses pembuatan karena adonan sulit membentuk butiran-butiran dan akan banyak tepung yang terbuang, rendemen pun menjadi rendah. Solusinya adalah dengan menambahkan sedikit air dan melakukan penghabluran ulang. Penghabluran adalah proses perubahan ukuran danatau perubahan bentuk, tanpa adanya perubahan kimia Mohamed, 2006. Tujuan dari proses penghabluran ini adalah menghancurkan adonan tepung akibat penambahan air menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Penghabluran dilakukan dengan menggunakan ayakan 10 mesh. Bila digunakan ayakan 8 mesh, hasil penghabluran cukup besar sehingga produk akhir pun menjadi berukuran besar 6 mesh. Hasil penghabluran berupa butiran-butiran adonan yang belum rata bentuknya dan belum seragam ukurannya. Tahap selanjutnya adalah pembutiran yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana adalah dengan memasukkan hasil penghabluran ke dalam wadah yang beralas bulat. Wadah tersebut kemudian diputar secara horizontal sehingga butiran-butiran saling bertumbukan dan membentuk bulatan. Cara yang lebih mudah adalah dengan menggunakan mesin pembutir yang berbentuk silinder yang dapat diputar pada porosnya Pamularsih, 2006. Pembutiran dilakukan untuk merapikan bentuk nasi singkong instan agar menjadi bulat sempurna seperti bola. Produk hasil penghabluran yang berukuran antara 10 dan 20 mesh ditambahkan bahan kering yang tersisa sambil menyemprotkan air ke permukaan butiran nasi. Penyemprotan ini dilakukan untuk membasahkan permukaan butiran, agar bahan kering yang ditambahkan dapat menempel menutupi permukaan butiran. Tahap ini dilakukan terus menerus hingga diperoleh butiran nasi yang seragam dengan ukuran antara 6 dan 8 mesh. Butiran-butiran yang berukuran besar 6 mesh dihancurkan lagi dihablur dan kemudian dilakukan pembutiran ulang hingga ukurannya mencapai 8 mesh Gambar 9. Gambar 9. Nasi singkong hasil pembutiran Hasil pembutiran kemudian disangrai selama 5 - 6 menit hingga kering. Penyangraian dilakukan agar nasi singkong menjadi kering dengan tekstur yang porous dan permukaan nasi singkong menjadi tergelatinisasi. Tergelatinisasinya permukaan nasi singkong mengakibatkan bagian dalam butiran terlapisi oleh lapisan tipis pati di bagian luar. Waktu penyangraian disesuaikan dengan jumlah panas dan ukuran butiran. Makin besar api atau makin tinggi suhunya, waktu yang digunakan semakin singkat, begitu pula sebaliknya Pamularsih, 2006. Bila api yang digunakan terlalu besar suhu terlalu tinggi, hasil penyangraian menjadi terlalu kering, retak, dan sebagian pecahhancur. Sedangkan bila apinya terlalu kecil suhu terlalu rendah, maka lapisan terluar butir-butir nasi singkong instan tidak tergelatinisi yang mengakibatkan bagian dalamnya tidak terlapisi dengan sempurna, sehingga pada saat pemasakan, kemungkinan produk hancur sangat besar. Gambar 10. Nasi singkong hasil penyangraian Nasi singkong mentah Jenis api suhu dan waktu penyangraian yang digunakan dalam penelitian ini adalah api sedang selama 5-6 menit sampai butiran kering. Hasil penyangraian berupa butiran-butiran nasi yang kering bagian luarnya, berwarna sedikit kuning kecoklatan. Bila butiran ini dipecah, bagian dalam masih berupa tepung mentah kering mudah hancur. Sampai tahapan ini diperoleh produk nasi singkong yang masih mentah atau dengan kata lain masih berupa beras singkong Gambar 10. Nasi singkong mentah ini kemudian harus dimatangkan dan dikeringkan agar menjadi nasi singkong instan. Metode pematangan yang digunakan adalah pengukusan dan perebusan, sedangkan metode pengeringan yang digunakan adalah penyangraian dan pengeringan dengan oven. Metode pemasakan berupa perebusan dan pengukusan dipilih agar mudah diterapkan mulai dari skala industri hingga skala rumah tangga. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Pamularsih 2006 tentang pembuatan sagu mutiara instan, hanya saja teknologi yang digunakan tidak dapat diterapkan pada skala rumah tangga. Teknologi tersebut berupa pemasakan dengan menggunakan retort. Demikian juga dengan metode pengeringan, yaitu menggunakan oven vakum, sebelum dikeringkan produk tersebut harus dibekukan terlebih dahulu dengan freezer kemudian dithawing dengan microwave.Teknologi tersebut dirasa sulit untuk diterapkan dalam skala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan harian. Oleh karena itulan, metode yang diterapkan dalam penelitian ini berupa pengukusan, perebusan, penyanraian, dan pengeringan menggunakan oven yang hampir seluruh alatnnya telah dimiliki oleh setiap keluarga. Keempat metode tersebut pengukusan, perebusan, pengeringan dengan oven, dan penyangraian ditentukan berdasarkan trial and error. Penentuan metode terpilih dilihat dari produk akhir yang sesuai dengan yang diharapkan. Produk akhir yang diharapkan adalah teksturnya kompak, waktu rehidrasinya cepat, bentuknya bulat sempurna, dan warnanya seragam. Metode pemasakan yang pertama adalah pengukusan. Sama halnya dengan memasak nasi, pengukusan beras singkong dilakukan selama 30 menit. Pengukusan adalah pemasakan dengan menggunakan uap air mendidih. Pengukusan merupakan tahapan yang dilakukan dengan tujuan mematangkan beras singkong. Hasil pengukusan berupa butiran-butiran yang masih utuh dan sebagian besar saling terpisah, bagian luarnya berwarna putih kecoklatan, kering dan masih mentah, kenyal, serta beberapa butir menyatu akibat distribusi uap air yang kurang merata. Akan tetapi bila ditekan hingga pecah, bagian dalam terlihat seperti tepung yang menggumpal. Hal ini terjadi karena uap air panas hanya mengenai bagian permukaan produk. Akibatnya, bagian yang tergelatinisasi hanya bagian luarnya saja, sedangkan bagian dalam masih mentah. Nasi singkong mentah yang dikukus kemudian dikeringkan, baik secara disangrai, dioven, maupun kombinasi keduanya, ketiganya menunjukkan hasil akhir setelah direhidrasi dengan air panas teksturnya lembek dan masih terasa tepungnya Lampiran 2 dan 3. Terhadap nasi singkong mentah yang direbus, tidak dilakukan penyangraian, karena hasil perebusan sangat basah, lengket, dan hancur sehingga tidak mungkin disangrai. Hal ini terjadi karena peng--an beras singkong nasi singkong mentah belum sempurna. Pada saat perebusan, butiran-butiran nasi singkong pecah dan tepungnya yang belum tergelatinisasi keluar berhamburan menyebabkan air perebusnya menjadi kental akibat tepung yang keluar. Produk yang direbus hanya langsung dioven, dan hasilnya produk yang belum direhidrasi berbentuk tidak beraturan, sangat keras, tetapi warnanya coklat transparan dan seragam Lampiran 2 dan 3. Butiran nasi singkong tersebut menjadi transparan terjadi translusi karena indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak akibat terserapnya air saat gelatinisasi itu mendekati indeks refraksi air Winarno, 2005. Mengacu pada hasil sebelum dan sesudah rehidrasi Lampiran 2 dan 3, kedua metode pemasakan tersebut belum dapat menghasilkan produk akhir yang diharapkan. Oleh karena itu, metode kombinasi dilakukan, yaitu setelah pengukusan selama 30 menit, kemudian langsung direbus hingga matang ± 5 menit dan dioven pada suhu 70 o C sampai kering 4 jam. Akan tetapi setelah direbus, nasi singkong masih saling menempel, bentuk tidak bulat sempurna, sebagian hancur, air perebus menjadi kental, sehingga rendemen menjadi rendah. Akhirnya, dicoba dilakukan penyangraian terlebih dahulu sebelum perebusan, dengan harapan tidak saling menempel dan rendemen meningkat. Hasil akhir lebih bagus daripada yang tanpa perlakuan penyangraian, yaitu butiran tidak hancur saat direbus Lampiran 2 dan 3. Setelah direbus, nasi singkong matang tersebut dikeringkan dengan oven selam 4 jam. Hasil setelah dioven sebelum rehidrasi berupa butiran yang tidak bulat sempurna, berwarna seragam coklat transparan, dan teksturnya keras, renyah, dengan permukaan yang agak halus. Sedangkan produk akhir yang telah direhidrasi dengan air panas selama 5 menit memperlihatkan warna coklat transparan, dengan bentuk seperti bola utuh, dan teksturnya agak lembek, kenyal, tidak ada spot putih, tidak berasa tepung, dan permukaannya halus. Ketika proses pengukusan, dilakukan pengecekan terhadap tekstur nasi singkong saat menit ke-10, 15, dan 20. Hasil pengukusan pada menit ke-15, 20, dan 30 tidak memperlihatkan perbedaan yang tajam, secara subyektif hasilnya tak jauh berbeda. Oleh karena itu, agar lebih efisien penggunaan waktu dan energi diputuskan akan digunakan pengukusan selama 15 menit untuk SOP nasi singkong instan. SOP dapat dilihat pada Lampiran 1. a b Gambar 11. Nasi singkong instan a sebelum rehidrasi, dan b setelah rehidrasi Penyangraian setelah pengukusan akan melapisi permukaan nasi singkong sehingga bagian dalam hasil pengukusan yang belum tergelatinisasi sempurna tidak akan menghambur keluar pada saat direbus. Produk yang telah dikukus permukaannya basah akibat uap air. Uap air tersebut cukup untuk menggelatinisasi permukaan produk saat penyangraian sehingga lapisannya lebih kompak. Lapisan ini mencegah berhamburnya partikel tepung singkong saat perebusan yang dapat menggelatinisasi semua patinya, sehingga bentuknya dapat dipertahankan tetap bulat. Adanya penyangraian akan membuat tekstur nasi instan lebih porous, karena panas yang tinggi membuat partikel-partikel air dalam nasi singkong menguap dengan cepat dan meninggalkan rongga-rongga udara. Selanjutnya ditiriskan dan direndam air dingin selama 2 menit. Perendaman ini dilakukan agar butiran-butiran nasi matang yang lengket dapat saling memisah sehingga saat dioven butiran-butiran nasi tidak saling menempel satu sama lain. Kemudian dilakukan tahap akhir, yaitu pengeringan nasi singkong matang. Pengeringan dengan oven akan membuat nasi singkong kering secara merata. Nasi singkong tersebut ditata dalam loyang agar tidak saling bertumpuk, kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 65-75 o C selama 4-5 jam. Hasilnya berupa butiran yang sudah tidak bulat sempurna dengan warna coklat. Warna coklat ini diduga muncul karena browning akibat reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi akibat reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dan gugus amina primer. Rendemen rata-rata yang diperoleh sekitar 55-59 .

D. Penentuan Formulasi Terbaik

Nasi singkong instan yang telah dibuat sebanyak 5 formulasi kemudian diujikan penerimaannya kepada 25 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan uji organoleptik menggunakan metode hedonik dengan 7 skala. Skala 1 menunjukkan sangat tidak suka, skala 2 tidak suka, skala 3 agak tidak suka, skala 4 netral, skala 5 agak suka, skala 6 suka, dan skala 7 yang menunjukkan sangat suka. Penilaian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera, yaitu indera penglihat, pendengar, pencicip, dan pembau. Melalui uji organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis konsumen terhadap produk tersebut. Parameter yang diujikan adalah rasa, tekstur, aroma, warna, dan rasa dengan penambahan lauk pada produk nasi singkong instan yang telah direhidrasi dengan iar panas selama 5 menit. Parameter rasa dilakukan dua macam penyajian, dengan lauk dan tanpa lauk. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat peneriman konsumen terhadap nasi singkong instan sebagai pengganti makanan pokok. Sebagai makanan utama atau makanan pokok, nasi singkong instan disajikan sebagaimana layaknya memakan nasi, yaitu dikombinasikan dengan penambahan lauk pauk. Lauk yang ditambahkan berupa irisan telur dadar. Selain menilai tingkat penerimaan terhadap parameter warna, aroma, rasa, dan tektur, panelis juga memberikan masukan bahwa persepsi panelis terhadap nasi adalah berbentuk lonjong dan berwarna putih. Sedangkan nasi singkong instan sendiri masih berbentuk bulat seperti bola dengan warna agak kecoklatan dan teksturnya sedikit lebih lembek daripada nasi. Nasi singkong instan ini bentuknya masih menyerupai produk sagu mutiara. Tabel 9. Data hasil uji organoleptik nasi singkong instan Formula 6 Parameter F0 F1 F2 F3 F4 Rata-rata Warna 5,36 d 5,36 d 3,92 c 3,16 b 2,28 a 4,02 Aroma 4,36 bc 4,56 c 3,80 ab 3,72 ab 3,32 a 3,95 Rasa 4,36 bc 4,64 c 3,80 ab 3,80 ab 3,44 a 4,01 Tekstur 5,16 b 4,84 b 4,32 a 4,92 b 4,04 a 4,66 Penambahan lauk 5,52 b 5,76 b 5,00 a 5,04 a 4,84 a 5,23 Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap nasi singkong instan yang disajikan tanpa penambahan lauk adalah 4.01 netral, sedangkan bila dikonsumsi dengan menggunakan lauk berupa telur dadar adalah 5.23 agak suka. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa konsumen panelis lebih menyukai produk nasi singkong yang dikonsumsi dengan menggunakan lauk pauk. Hal tersebut cukup wajar mengingat dalam pengonsumsian nasi itu sendiri pasti ada yang ”menemani”, sangat jarang orang yang hanya memakan nasi tanpa lauk. Demikian juga halnya pada pengonsumsian nasi singkong instan.

1. Warna

Warna merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual faktor warna kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter warna dapat dilihat pada Gambar 12. 5,36 d 5,36 d 3,92 c 3,16 b 2,28 a 1 2 3 4 5 6 F0 F1 F2 F3 F4 K e su k a a n p a n e li s Formulasi WARNA Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05 Gambar 12. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter warna Rataan nilai kesukaan panelis terhadap produk nasi singkong instan berkisar antara 2.28 tidak suka sampai 5.36 agak suka dengan rata-rata 4.02 netral. Formulasi yang paling disukai oleh panelis adalah F0 dan F1. Perbedaan warna ini disebabkan oleh adanya penambahan tepung ikan teri yang berwarna kecoklatan. Semakin tinggi penambahan tepung ikan teri, maka semakin gelap coklat pula nasi singkong instannya. Oleh karena umumnya panelis lebih menyukai produk dengan warna yang lebih terang, maka tingkat penerimaannya lebih tinggi yang berwarna terang dibandingkan dengan produk yang berwarna lebih gelap.

2. Aroma

Salah satu pengujian kesukaan makanan dapat dilakukan dengan pengujian aroma, aroma suatu makanan dapat dinilai dari indera pembau. Aroma dari suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya zat atau