Pembuatan Produk Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour Sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif

(1)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

SHOFIA KUSUMA DEWI

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SHOFIA KUSUMA DEWI F24104012

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SHOFIA KUSUMA DEWI F24104012

Dilahirkan pada tanggal 17 Februari1986 di Bogor Tanggal lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, Agustus 2008

Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SHOFIA KUSUMA DEWI. F24104012. Pembuatan Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Alternatif Pengganti Nasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, Msi.


(4)

ABSTRAK

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Tingginya kebutuhan Indonesia terhadap beras sebagai makanan pokok cukup memprihatinkan, jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan pemerintah harus mengimpor dari negara lain. Padahal, selain beras masih banyak tanaman sumber karbohidrat lain yang tumbuh subur di Indonesia, salah satunya singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta crantz). Kandungan karbohidrat singkong mendekati beras, singkong mampu tumbuh di lahan yang kurang subur, dan produktivitasnya tinggi. Melihat potensinya, singkong dapat dijadikan sebagai alternatif bahan makanan pokok alternatif.

Akan tetapi, hingga saat ini pemanfaatan singkong terbatas sebagai bahan baku tapioka dan makanan tradisional. Selain itu, singkong masih dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong inferior. Oleh karena itulah, perlu dilakukan pengembangan produk makanan baru berbasis fermented cassava flour dengan penambahan tepung ikan teri, berupa nasi instan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Tepung ikan teri ditambahkan untuk meningkatkan kadar protein. Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan sumber protein lain. Hasil akhir yang diinginkan adalah tahan lama, mutu organoleptik dan nilai gizi yang baik, waktu rehidrasi yang singkat (penyajian cepat), serta mudah dalam pembuatannya

Penelitian dilakukan 3 tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan analisis formula terpilih. Penelitian pendahuluan merupakan tahap persiapan bahan baku, yaitu pembuatan tepung ikan teri dan tepung singkong fermentasi. Rendemen masing-masing sebesar 28.84% dan 14.91%. Penelitian utama berupa penentuan metode yang akan digunakan dalam pembuatan nasi singkong instan. SOP yang dihasilkan adalah pencampuran, penghabluran, pembutiran, penyortiran, penyangraian, pengukusan, penyangraian, perebusan, dan pengeringan. Nasi singkong tersebut dibuat dalam 5 formulasi dengan perbandingan tepung singkong : tepung ikan teri 100:0 (F0), 97.5:2.5 (F1), 95:5 (F2), 92.5:7.5 (F3), dan 90:10 (F4). Sedangkan tahapan terakhir, yaitu analisis formulasi terpilih berupa analisis proksimat, kadar serat kasar, daya cerna pati, aktivitas air, analisis nilai energi, daya serap air dan waktu rehidrasi.

Hasil uji organoleptik dan uji pembobotan menunjukkan F1 (tepung singkong : tepung ikan teri 97.5 : 2.5) sebagai formulasi yang paling disukai oleh panelis. Penampakan produk nasi singkong instan sebelum direhidrasi yaitu warnanya coklat transparan, bentuknya bulat kurang sempurna, seragam, dan teksturnya keras, renyah, serta permukaannya agak halus. Sedangkan penampakan setelah direhidrasi dengan cara diseduh air panas selama 5 menit yaitu bentuknya bulat sempurna seperti bola dan tidak hancur, warnanya coklat transparan, dan teksturnya agak lembek, kenyal, tidak ada spot utih di tengahnya, tidak berasa tepung, dan permukaannya halus. Hasil analisis kimia dan fisik pada formulasi terpilih (F1) adalah kadar air 9.08%, kadar abu 0.81%, kadar lemak 0.78%, kadar protein 1.69%, kadar karbohidrat 87.64%, kadar serat kasar 2.98%, Aw 0.616, dan daya cerna pati 26.77%, nilai energi 364.38%, daya serap air 177.83%, dan waktu rehidrasi 5 menit.


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Shofia Kusuma Dewi yang dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1986 di Bogor. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan Fathul Mudjib dan Surti Zaujiyah. Penulis menempuh pendidikan awal di TK Tunas Wijaya Bogor (1991-1992), kemudian menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Sasana Wiyata I Bogor sejak tahun 1992 hingga tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis masuk ke SLTP Negeri 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2001. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di Kabupaten Madiun, yaitu di SMA Negeri 1 Geger Madiun pada tahun 2004.

Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, yang diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan KOPMA IPB selama tahun 2004-2005. Selain itu, penulis aktif dalam kepanitiaan “ Ice Cream Campus Fair KOPMA IPB 2004” tahun 2004, “Seminar Nasional Bussines on Saturday” tahun 2005, “Masa Perkenalan Fakultas FATETA” tahun 2006, dan “Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR)” tahun 2006.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian, penulis melakukan tugas akhir berupa penelitian. Penelitian tersebut berjudul “Pembuatan Produk Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif” di bawah bimbingan Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pembuatan Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku. Kata dan perbuatan tak kan cukup membalas segala kasih sayang, pengorbanan, kerja keras, doa dan semua yang telah diberikan. Ibu, terima kasih telah melahirkan dan mengajarkan arti kibijaksanaan dan ketegasan. Bapak, terimakasih telah membesarkanku serta mengajarkan arti kesabaran dan ketenangan. Kalian berdua, terima kasih telah membuatku menjadi pribadi seperti ini. You’re the best parents.

2. Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc, selaku dosen pembimbing yang selama 3 tahun ini telah memberikan pengarahan, nasehat, saran, motivasi, kritik dan saran yang membangun.

3. Ir. Arif Hartoyo, Msi dan Elvira Syamsir, S.TP, Msi selaku dosen penguji. 4. Kakak-adikku, Mas Apung & Mbak Ning, Mas Zakiy, Luthfi, Hanif, Pipit,

Mbak Dewi, atas keceriaan, canda dan tawanya. Kalian pulalah motivator dan pembangkit semangatku untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Keluarga Pakpuh Uri & Bude En, dan keluarga Pak Nur & Bulek Min, atas segala doa dan bantuannya selama penulis tinggal di Bogor.

6. Sepupu-sepupuku, D’ Rully (my assistant, makasih ya bu buat

semuanya), D’ Asep, Mas Danang, Mas Didin, Mas Fadil, Mas Dino, Mbak Ana-Ayu, dll canda tawa kalian membuatku jadi gila ^_^

7. Teman-teman Penghuni kostan WJ: Yusi, Astri, Hasti, Riski, Reriel, Sherly, Elmi, Vivin dan semua yang penulis tak sanggup menuliskannya satu


(8)

persatu, kalianlah keluarga keduaku di Kota Hujan ini. Especially buat Ulil & Ratna, terima kasih mau menjadi tong sampahku, suka duka, tangis dan tawa telah kita lewati bersama selama 3 tahun terakhir, maafkan bila banyak penganiayaan ^_^ (peace !!)

8. Teman-teman satu bimbingan, Gina & Sigit, perjuangan kita yang sesungguhnya tidak berakhir sampai disini, perjalanan kita masih panjang. Semangat ya!!!

9. Ofa, Faried, dan Qia, makasih ya atas IRNnya..

10. Cici dan Qia, sahabatku dari awal perkuliahan, yang satu aktivis, satunya ladi scientist. Makasih atas kepercayaan yang telah kalian berikan..

11. Teman-teman ITP’41 yang pernah satu kelompok: Dila, Ame, Novi, Sucen, Shinta, Jendy, Ecy, Tomi, Chabib, Nanang, Sofiyan, Bina, dll... Banyak kenangan selama praktikum di ITP yang tidak mudah untuk dilupakan. 12. Teman-teman di Lab. Pengolahan (L2): Prita, Novi, Bina, Dyah, Nona,

M’Lina, Ary, Dikin, Sherly, Titin..maaf ya kalo alat-alat dan bahan2nya sering dipinjem dan diminta. Bersama kalian Lab L2 jadi seru ☺

13. Teman-teman selama KKN 2007 di Desa Petir : Ety, Odhe, K’ Dani, dan K’ Irwan, serta adik-adik bimbingan di desa Petir. Sebulan lebih kita bersama, penuh perjuangan, kerja keras, pengorbanan, canda-tawa dan tangis, seru dan tak terlupakan! ☺ membuat kita saling mengenal lebih dalam...

14. Teman-Laboran-laboran di lab ITP: Bu Antin, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Narya, dan Pak Rojak. Terima kasih atas bantuannya selama melakukan penelitian di Lab.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 21 Agustus 2008 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan ...3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

A. Singkong (Manihot esculenta) ...4

1. Singkong secara Umum ...4

2. Fermented Cassava Flour...7

B. Ikan Teri (Stolephorus sp.)...8

1. Ikan Teri secara Umum...8

2. Tepung Ikan Teri...10

C. Teknologi Instanisasi ...12

D. Penganekaragaman Pangan...13

III. METODOLOGI PENELITIAN...16

A. Bahan dan Alat...16

B. Metode ...16

1. Penelitian Pendahuluan ...16

a. Pembuatan Fermented Cassava Flour...16

b. Pembuatan Tepung Ikan Teri...17

2. Penelitian Utama ...17

a. Pembuatan Nasi Singkong Mentah ...17

b. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong Instan...19

3. Analisis ...20

a. Kadar air, metode oven ...20


(10)

c. Kadar Protein, metode mikro Kjehldal ...20

d. Kadar Lemak, metode Sokhlet...21

e. Kadar Karbohidrat ...22

f. Analisis Nilai energi ...22

g. Aktifitas air ...22

h. Daya cerna pati in vitro...22

i. Kadar serat kasar...23

j. Daya serap air ...23

k. Waktu rehidrasi ...23

l. Uji organoleptik ...23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...25

A. Pembuatan Tepung Fermented Cassava Flour...25

B. Pembuatan Tepung Ikan Teri...27

C. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong ...28

D. Penentuan Formulasi Terbaik ...35

1. Warna ...36

2. Aroma ...37

3. Tekstur ...39

4. Rasa...40

E. Analisis Formulasi Terbaik...42

1. Kadar air...42

2. Kadar Abu ...43

3. Kadar Protein ...44

4. Kadar Lemak...44

5. Kadar Karbohidrat ...45

6. Daya cerna pati in vitro...45

7. Analisis Nilai energi ...46

8. Kadar serat kasar...46

9. Daya serap air...47

10.Aktifitas air ... 47


(11)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

SHOFIA KUSUMA DEWI

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SHOFIA KUSUMA DEWI F24104012

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN PRODUK NASI SINGKONG INSTAN BERBASIS FERMENTED CASSAVA FLOUR SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK ALTERNATIF

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SHOFIA KUSUMA DEWI F24104012

Dilahirkan pada tanggal 17 Februari1986 di Bogor Tanggal lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, Agustus 2008

Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SHOFIA KUSUMA DEWI. F24104012. Pembuatan Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Alternatif Pengganti Nasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, Msi.


(14)

ABSTRAK

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Tingginya kebutuhan Indonesia terhadap beras sebagai makanan pokok cukup memprihatinkan, jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan pemerintah harus mengimpor dari negara lain. Padahal, selain beras masih banyak tanaman sumber karbohidrat lain yang tumbuh subur di Indonesia, salah satunya singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta crantz). Kandungan karbohidrat singkong mendekati beras, singkong mampu tumbuh di lahan yang kurang subur, dan produktivitasnya tinggi. Melihat potensinya, singkong dapat dijadikan sebagai alternatif bahan makanan pokok alternatif.

Akan tetapi, hingga saat ini pemanfaatan singkong terbatas sebagai bahan baku tapioka dan makanan tradisional. Selain itu, singkong masih dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong inferior. Oleh karena itulah, perlu dilakukan pengembangan produk makanan baru berbasis fermented cassava flour dengan penambahan tepung ikan teri, berupa nasi instan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Tepung ikan teri ditambahkan untuk meningkatkan kadar protein. Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan sumber protein lain. Hasil akhir yang diinginkan adalah tahan lama, mutu organoleptik dan nilai gizi yang baik, waktu rehidrasi yang singkat (penyajian cepat), serta mudah dalam pembuatannya

Penelitian dilakukan 3 tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan analisis formula terpilih. Penelitian pendahuluan merupakan tahap persiapan bahan baku, yaitu pembuatan tepung ikan teri dan tepung singkong fermentasi. Rendemen masing-masing sebesar 28.84% dan 14.91%. Penelitian utama berupa penentuan metode yang akan digunakan dalam pembuatan nasi singkong instan. SOP yang dihasilkan adalah pencampuran, penghabluran, pembutiran, penyortiran, penyangraian, pengukusan, penyangraian, perebusan, dan pengeringan. Nasi singkong tersebut dibuat dalam 5 formulasi dengan perbandingan tepung singkong : tepung ikan teri 100:0 (F0), 97.5:2.5 (F1), 95:5 (F2), 92.5:7.5 (F3), dan 90:10 (F4). Sedangkan tahapan terakhir, yaitu analisis formulasi terpilih berupa analisis proksimat, kadar serat kasar, daya cerna pati, aktivitas air, analisis nilai energi, daya serap air dan waktu rehidrasi.

Hasil uji organoleptik dan uji pembobotan menunjukkan F1 (tepung singkong : tepung ikan teri 97.5 : 2.5) sebagai formulasi yang paling disukai oleh panelis. Penampakan produk nasi singkong instan sebelum direhidrasi yaitu warnanya coklat transparan, bentuknya bulat kurang sempurna, seragam, dan teksturnya keras, renyah, serta permukaannya agak halus. Sedangkan penampakan setelah direhidrasi dengan cara diseduh air panas selama 5 menit yaitu bentuknya bulat sempurna seperti bola dan tidak hancur, warnanya coklat transparan, dan teksturnya agak lembek, kenyal, tidak ada spot utih di tengahnya, tidak berasa tepung, dan permukaannya halus. Hasil analisis kimia dan fisik pada formulasi terpilih (F1) adalah kadar air 9.08%, kadar abu 0.81%, kadar lemak 0.78%, kadar protein 1.69%, kadar karbohidrat 87.64%, kadar serat kasar 2.98%, Aw 0.616, dan daya cerna pati 26.77%, nilai energi 364.38%, daya serap air 177.83%, dan waktu rehidrasi 5 menit.


(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Shofia Kusuma Dewi yang dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1986 di Bogor. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan Fathul Mudjib dan Surti Zaujiyah. Penulis menempuh pendidikan awal di TK Tunas Wijaya Bogor (1991-1992), kemudian menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Sasana Wiyata I Bogor sejak tahun 1992 hingga tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis masuk ke SLTP Negeri 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2001. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di Kabupaten Madiun, yaitu di SMA Negeri 1 Geger Madiun pada tahun 2004.

Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, yang diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan KOPMA IPB selama tahun 2004-2005. Selain itu, penulis aktif dalam kepanitiaan “ Ice Cream Campus Fair KOPMA IPB 2004” tahun 2004, “Seminar Nasional Bussines on Saturday” tahun 2005, “Masa Perkenalan Fakultas FATETA” tahun 2006, dan “Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR)” tahun 2006.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian, penulis melakukan tugas akhir berupa penelitian. Penelitian tersebut berjudul “Pembuatan Produk Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif” di bawah bimbingan Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pembuatan Nasi Singkong Instan Berbasis Fermented Cassava Flour sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku. Kata dan perbuatan tak kan cukup membalas segala kasih sayang, pengorbanan, kerja keras, doa dan semua yang telah diberikan. Ibu, terima kasih telah melahirkan dan mengajarkan arti kibijaksanaan dan ketegasan. Bapak, terimakasih telah membesarkanku serta mengajarkan arti kesabaran dan ketenangan. Kalian berdua, terima kasih telah membuatku menjadi pribadi seperti ini. You’re the best parents.

2. Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc, selaku dosen pembimbing yang selama 3 tahun ini telah memberikan pengarahan, nasehat, saran, motivasi, kritik dan saran yang membangun.

3. Ir. Arif Hartoyo, Msi dan Elvira Syamsir, S.TP, Msi selaku dosen penguji. 4. Kakak-adikku, Mas Apung & Mbak Ning, Mas Zakiy, Luthfi, Hanif, Pipit,

Mbak Dewi, atas keceriaan, canda dan tawanya. Kalian pulalah motivator dan pembangkit semangatku untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Keluarga Pakpuh Uri & Bude En, dan keluarga Pak Nur & Bulek Min, atas segala doa dan bantuannya selama penulis tinggal di Bogor.

6. Sepupu-sepupuku, D’ Rully (my assistant, makasih ya bu buat

semuanya), D’ Asep, Mas Danang, Mas Didin, Mas Fadil, Mas Dino, Mbak Ana-Ayu, dll canda tawa kalian membuatku jadi gila ^_^

7. Teman-teman Penghuni kostan WJ: Yusi, Astri, Hasti, Riski, Reriel, Sherly, Elmi, Vivin dan semua yang penulis tak sanggup menuliskannya satu


(18)

persatu, kalianlah keluarga keduaku di Kota Hujan ini. Especially buat Ulil & Ratna, terima kasih mau menjadi tong sampahku, suka duka, tangis dan tawa telah kita lewati bersama selama 3 tahun terakhir, maafkan bila banyak penganiayaan ^_^ (peace !!)

8. Teman-teman satu bimbingan, Gina & Sigit, perjuangan kita yang sesungguhnya tidak berakhir sampai disini, perjalanan kita masih panjang. Semangat ya!!!

9. Ofa, Faried, dan Qia, makasih ya atas IRNnya..

10. Cici dan Qia, sahabatku dari awal perkuliahan, yang satu aktivis, satunya ladi scientist. Makasih atas kepercayaan yang telah kalian berikan..

11. Teman-teman ITP’41 yang pernah satu kelompok: Dila, Ame, Novi, Sucen, Shinta, Jendy, Ecy, Tomi, Chabib, Nanang, Sofiyan, Bina, dll... Banyak kenangan selama praktikum di ITP yang tidak mudah untuk dilupakan. 12. Teman-teman di Lab. Pengolahan (L2): Prita, Novi, Bina, Dyah, Nona,

M’Lina, Ary, Dikin, Sherly, Titin..maaf ya kalo alat-alat dan bahan2nya sering dipinjem dan diminta. Bersama kalian Lab L2 jadi seru ☺

13. Teman-teman selama KKN 2007 di Desa Petir : Ety, Odhe, K’ Dani, dan K’ Irwan, serta adik-adik bimbingan di desa Petir. Sebulan lebih kita bersama, penuh perjuangan, kerja keras, pengorbanan, canda-tawa dan tangis, seru dan tak terlupakan! ☺ membuat kita saling mengenal lebih dalam...

14. Teman-Laboran-laboran di lab ITP: Bu Antin, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Narya, dan Pak Rojak. Terima kasih atas bantuannya selama melakukan penelitian di Lab.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 21 Agustus 2008 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan ...3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

A. Singkong (Manihot esculenta) ...4

1. Singkong secara Umum ...4

2. Fermented Cassava Flour...7

B. Ikan Teri (Stolephorus sp.)...8

1. Ikan Teri secara Umum...8

2. Tepung Ikan Teri...10

C. Teknologi Instanisasi ...12

D. Penganekaragaman Pangan...13

III. METODOLOGI PENELITIAN...16

A. Bahan dan Alat...16

B. Metode ...16

1. Penelitian Pendahuluan ...16

a. Pembuatan Fermented Cassava Flour...16

b. Pembuatan Tepung Ikan Teri...17

2. Penelitian Utama ...17

a. Pembuatan Nasi Singkong Mentah ...17

b. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong Instan...19

3. Analisis ...20

a. Kadar air, metode oven ...20


(20)

c. Kadar Protein, metode mikro Kjehldal ...20

d. Kadar Lemak, metode Sokhlet...21

e. Kadar Karbohidrat ...22

f. Analisis Nilai energi ...22

g. Aktifitas air ...22

h. Daya cerna pati in vitro...22

i. Kadar serat kasar...23

j. Daya serap air ...23

k. Waktu rehidrasi ...23

l. Uji organoleptik ...23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...25

A. Pembuatan Tepung Fermented Cassava Flour...25

B. Pembuatan Tepung Ikan Teri...27

C. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong ...28

D. Penentuan Formulasi Terbaik ...35

1. Warna ...36

2. Aroma ...37

3. Tekstur ...39

4. Rasa...40

E. Analisis Formulasi Terbaik...42

1. Kadar air...42

2. Kadar Abu ...43

3. Kadar Protein ...44

4. Kadar Lemak...44

5. Kadar Karbohidrat ...45

6. Daya cerna pati in vitro...45

7. Analisis Nilai energi ...46

8. Kadar serat kasar...46

9. Daya serap air...47

10.Aktifitas air ... 47


(21)

V. KESIMPULAN DAN SARAN...49

A. Kesimpulan ...49

B. Saran ...49

DAFTAR PUSTAKA ...50


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimia singkong (per 100 gram bahan) ...5 Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 (dalam ton).) ...6 Tabel 3. Komposisi kimia ikan teri kering, basah, dan bubuk (per 100 gram

bahan)...10 Tabel 4. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 (dalam ton) ...14 Tabel 5. Hasil analisis proksimat Fermented cassava flour...26 Tabel 6. Rendemen fermented cassava flour...27 Tabel 7. Rendemen tepung ikan ...28 Tabel 8. Formulasi nasi singkong instan ...29 Tabel 9. Data hasil uji organoleptik nasi singkong instan...36 Tabel 10. Hasil analisis proksimat produk nasi singkong instan, beras, dan mie kering ...42


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Singkong (Manihot esculenta crantz.) ...4 Gambar 2 . Ikan teri (Stolephorus commersonii) kering dan segar...9 Gambar 3. Tepung ikan ...11 Gambar 5. Diagram alir pembuatan fermented cassava flour...17 Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ikan teri ...18 Gambar 7. Diagram alir pembuatan nasi singkong instan mentah...18 Gambar 8. Diagram alir penentuan metode pembuatan nasi singkong instan ...19 Gambar 9. Nasi singkong hasil pembutiran ...31 Gambar 10. Nasi singkong hasil penyangraian (Nasi singkong mentah)...31 Gambar 11. Nasi singkong instan (a) sebelum rehidrasi,

dan (b) setelah rehidrasi ...34 Gambar 12. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter warna ...37 Gambar 13. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter warna ...38 Gambar 14. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter tekstur ...39 Gambar 15. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter rasa ...40 Gambar 16. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter rasa dengan


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. SOP pembuatan nasi singkong instan...55 Lampiran 2. Produk akhir setelah pemasakan, pengeringan, dan setelah

direhidrasi dengan air panas...56 Lampiran 3. Produk akhir setelah pemasakan dan pengeringan sebelum

direhidrasi ...57 Lampiran 4. Kuisioner pada uji organoleptik ...58 Lampiran 5. Jawaban pertanyaan pendahuluan...59 Lampiran 6. Hasil uji organoleptik terhadap parameter warna dan aroma ...60 Lampiran 7. Hasil uji organoleptik terhadap parameter rasa dan tekstur...61 Lampiran 8. Hasil uji organoleptik terhadap parameter rasa tanpa lauk dan rasa

dengan penambahan lauk ...62 Lampiran 9: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter warna pada nasi

singkong instan ...63 Lampiran 10: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter aroma pada

nasi singkong instan ...64 Lampiran 11 : Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter rasa pada nasi

singkong instan ...65 Lampiran 12 : Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter tekstur pada

nasi singkong instan ...66 Lampiran 13: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter rasa dengan


(25)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan pangan sepertinya tidak pernah lepas dari kehidupan bangsa Indonesia, terutama petani yang merupakan masyarakat mayoritas Indonesia. Salah satu masalah pangan yang ada di Indonesia adalah ketergantungan masyarakat Indonesia akan komoditi bahan pangan tertentu, diantaranya beras dan gandum (terigu). Data Departemen Pertanian 2005 menunjukkan bahwa pada tahun 2001 sampai 2004 tingkat kebutuhan beras Indonesia meningkat dari 32.771.264 ton sampai 33.669.384 ton, sedangkan produksi yang tersedia hanya 30.283.326 ton sampai 31.200.941 ton (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum bisa mencukupi kebutuhan pangan pokok rakyatnya sehingga pemerintah harus mengimpor dari negara lain. Peningkatan jumlah penduduk yang tajam setiap tahunnya dan telah mengakarnya istilah “belum makan kalau tidak makan nasi” menyebabkan masalah ini semakin memprihatinkan. Pada akhirnya kondisi ini dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional menjadi rapuh.

Menurut Undang Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, merata, serta terjangkau. Bahan pangan yang dimaksud adalah bahan pangan pokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok itu antara lain bisa diperoleh dari beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, garut, dan sebagainya.

Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap beras, gandum, dan bahan impor lain diperlukan suatu upaya dengan mencari alternatif bahan pangan lainnya dari sumber-sumber lokal Indonesia, salah satunya dengan cara diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai macam bahan pangan

indigenous. Salah satunya adalah singkong yang nilai kalorinya mendekati nilai kalori pada beras.


(26)

Potensi keberadaan singkong di Indonesia cukup besar. Singkong dapat tumbuh di tanah yang kurang subur sekalipun dengan perawatan yang tidak terlalu rumit. Saat ini ada sekitar 1.2 juta Ha areal penanaman singkong. Menurut data BPS 2006 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi singkong pada tahun 2001-2006, yaitu berkisar antara 16.913.104 ton sampai 19.907.304 ton (Tabel 2).

Menurut Dewanti et. al., (2002), singkong adalah bahan pangan terpenting ke-4 setelah beras, jagung, dan kedelai. Selain itu, singkong juga sebagai bahan makanan pokok terbanyak ke-3 setelah padi dan jagung. Indonesia adalah negara pengekspor singkong terbesar kedua setelah Thailand. Hal ini merupakan potensi singkong yang cukup bagus untuk menggantikan beras dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan Indonesia. Namun, hingga saat ini pengolahan singkong yang dianggap sebagai pangan inferior hanya sebatas pangan substitusi karbohidrat ataupun hanya diolah secara minimal menjadi pangan langsung jadi.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan sumber bahan pangan lain. Ikan mengandung protein yang berkualitas tinggi. Protein dalam ikan tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. Selain itu, protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorpsi. Daging ikan mempunyai serat-serat protein yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam (Soenardi, 2004). Ikan juga merupaka salah satu sumber asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentanoic acid/EPA, Docosapentanoic acid/DHA), yodium, selenium, fluoride, zat besi, magnesium, zink, taurin, dan coenzyme

10 (Anonim, 2007).

Oleh karena itu diperlukan suatu inovasi teknologi yang dapat menjawab tantangan untuk mengolah bahan pangan yang kurang populer ini, serta meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu faktor yang sangat penting dalam menyukseskan progran penganekaragaman pangan adalah melaksanakan product development yang memiliki sifat sangat praktis, tersedia dalam segala ukuran, kalau digunakan tidak bersisa, dan mudah diperoleh (Supriadi, 2007). Bentuk pangan yang siap olah dan siap santap


(27)

merupakan pilihan terbaik. Teknologi yang dicoba dalam penelitian ini adalah teknologi inovatif pembuatan produk pangan berupa nasi singkong instan berbasis fermented cassava flour dengan penambahan tepung ikan teri.

II. Tujuan

Tujuan dari pengembangan teknologi yang diterapkan pada umbi singkong ini adalah menghasilkan produk pangan baru berupa nasi singkong instan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Hasil akhir yang diinginkan adalah tahan lama, mutu organoleptik dan nilai gizi yang baik, waktu rehidrasi yang singkat (penyajian cepat), serta mudah dalam pembuatannya.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Singkong (Manihot esculanta)

1. Singkong Secara Umum

Ubi kayu atau singkong termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-devisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculanta Crantz

dengan berbagai varietas. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat cadangan makanan (Anonim, 2006). Berdasarkan kandungan HCN-nya, singkong terbagi menjadi dua jenis, yaitu singkong pahit (Manihot palmata) dan singkong manis (Manihot aipii). Kandungan sianogen pada singkong diakibatkan oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya (Westby, 2002). Umbi singkong memiliki bentuk bulat memanjang, dan daging umbi mengandung pati. Setiap tanaman dapat menghasilkan 5-10 umbi (Anonim, 2006). Komposisi kimia singkong disajikan pada Tabel 1.

Gambar 1. Umbi singkong (Manihot esculenta crantz.)

Ubi kayu (umbi segar) umumnya diolah menjadi olahan pangan dan olahan non-pangan (Budiyanto dan Suhardiyanto, 2002). Umbi singkong selain direbus, dikukus atau digoreng untuk konsumsi dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, kimia, farmasi, dan tekstil. Selain umbi, batang dan daun singkong juga dapat dimanfaatkan. Daunnya yang masih muda banyak mengandung vitamin A sehingga baik untuk


(29)

hidangan sayur, sedangkan daunnya dapat dipakai untuk bahan bakar atau sebagai stek tanaman baru dan pagar rumah.

Tabel 1. Komposisi kimia singkong (per 100 gram bahan)

No. Komponen Singkong Singkong Kuning

1 Kalori (kkal) 146 157.0

2 Protein (gram) 0.8 0.8

3 Lemak (gram) 0.3 0.3

4 Karbohidart (gram) 4.7 37.9

5 Air (gram) 62.5 60.0

6 Kalsium (mg) 33.0 33.0

7 Fosfor (mg) 40.0 40.0

8 Besi (mg) 0.7 0.7

9 Asam askorbat (mg) 30.0 30.0

10 Thiamin (mg) 0.06 0.06

11 Vitamin A (IU) 0.0 385

12 Bagian yang dapat dimakan (%) 75.0 75.0 Sumber : Departemn Kesehatan (2005)

Menurut Budiyanto (2008), beberapa kelebihan tanaman singkong diantaranya sangat mudah didapat, karena singkong sangat mudah ditanam di Indonesia. Ditambahkan pula oleh Sawega (2007), produktivitas singkong juga cukup tinggi yaitu 12,2 ton/ha, sedangkan padi 3,8 ton/ha dan gandum 1,8 ton/ha. Selain itu, dari data BPS 2006, tingkat produksi singkong terus meningkat sejak tahun 2001-2006, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Singkong juga memiliki daya adaptasi lingkungan yang cukup tinggi, karena itu dapat tumbuh di semua propinsi di Indonesia. Budidayanya mudah karena dapat tumbuh di tanah yang relatif tidak subur, serta tidak memerlukan banyak pupuk atau pestisida. Kandungan utama ubi kayu adalah karbohidrat sebagai komponen terpenting dalam sumber kalori, dimana karbohidratnya mengandung pati sebanyak 64-75 %. Sedangkan patinya mengandung amilosa sebanyak 17-20 % (Hafsah, 2003)


(30)

Menurut Noordia (2005), ubi kayu memproduksi glukosida sianogenik (linamarin), yang secara enzimatis dirusak selama perusakan sel menghasilkan sianida. Racun sianogenik harus dikurangi sampai sekecil-kecilnya karena apabila dikonsumsi dapat menyebabkan tubuh manusia kekurangan yodium dan protein. Fermentasi adalah salah satu metode untuk mendetoksifikasi ubi kayu yang dapat meningkatkan nutrisi dan mutu organoleptiknya. Selain fermentasi, metode lain yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah glukosiada sianogenik tersebut adalah dengan cara penyucian, perendaman, pemasakan, dan pengeringan (Anwar, 2004).

Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 (dalam ton)

Tahun Produksi

2002 16.913.104

2003 18.523.810

2004 19.424.707

2005 19.321.183

2006* 19.907.304

(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006)

Walaupun ubi kayu mengandung racun yang membahayakan, namun ubi kayu telah dikonsumsi secara umum tanpa adanya efek keracunan yang berarti. Hal ini dikarenakan metode pengolahan tradisional mampu mengurangi kandungan sianida umbi hingga batas yang tidak membahayakan. Proses pengolahan tersebut adalah perendaman, pengeringan, perebusan, fermentasi dan kombinasi dari proses-proses tersebut. Perendaman yang diikuti dengan perebusan dapat menghilangkan seluruh sianida bebas karena proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun (Astawan, 2004)

Pada beberapa daerah di Indonesia, melimpahnya singkong di pasaran diatasi dengan cara pengawetan melalui metode pengeringan. Di pulau Jawa dikenal dengan nama gaplek. Gaplek adalah umbi akar ketela pohon terkupas yang telah dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan


(31)

dengan sinar matahari (dijemur) atau buatan. Produk ini ditumbuk halus menjadi tepung dan diproses halus, antara lain sebagai panganan pengganti nasi. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur produk ini populer dengan nama

tiwul. Seringkali, karena faktor cuaca singkong tidak kering dengan baik sehingga ditumbuhi sejenis jamur yang menyebabkan singkong tersebut kehitaman. Meskipun jenis ini bermutu rendah, justru hal ini disukai oleh sebagian masyarakat karena dianggap menjadikan singkong bercita rasa khas. Produk hasil olahan singkong yang berjamur ini dikenal sebagai

gatot dan menjadi makanan populer untuk sarapan. Selain dijemur, singkong juga difermentasi untuk dijadikan tapai atau dibuat tapioka (endapan pati singkong yang dikeringkan).

2. Fermented Cassava Flour

Fermentasi merupakan proses yang penting, terutama di negara-negara Afrika. Terdapat tiga tipe fermentasi utama yang dikenal, yaitu fermentasi parutan umbi, fermentasi umbi dengan perendaman, dan fermentasi kapang pada umbi yang ditumpuk (Westby, 2002).

Fermentasi parutan umbi singkong umumnya banyak dilakukan di daerah Afrika Barat. Ciri khasnya adalah parutan umbi singkong difermentasi dalam karung selama 3-5 hari sehingga terjadi fermentasi asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi penurunan pH hingga 4.0. Kultur starter hanya ada di Cote d’Ivoire. Kultur ini ditambahkan selama pemarutan, tujuannya untuk membuat jadi lebih lembut. Walaupun kemungkinan banyak mikroorganime yang terlibat di dalamnya, yang dominan adalah bakteri asam laktat.

Fermentasi umbi singkong dengan perendaman banyak diterapkan di daerah Sierra Leone sampai Tanzania. Jenis produk yang dihasilkan berupa pasta basah dan tepung kering. Umbi singkong direndam dalam air dengan atau tanpa pengupasan selama 3-5 hari. Fermentasi menyebabkan umbi mejadi lebih lunak. Pada awal fermentasi, ada banyak mikroorganisme, diantaranya Bacillus spp., Leuconostos spp., Klebsiella spp., Corynebacterium ispp., Lactobacillus spp., Aspergillus spp.,


(32)

Candida spp., dan Geotrichum spp. Namun, pada akhir fermentasi, yang mendominasi adalah bakteri asam laktat dan khamir. Aroma khas yang tercium merupakan aroma butirat yang dihasilkan Clostridium (Westby, 2002).

Fermentasi umbi yang ditumpuk diproduksi di Tanzania, Uganda dan Mozambiq. Fermentasi jenis ini dilakukan dengan menumpuk umbi yang sudah dikupas dan dibiarkan agar terjadi fermentasi secara alami (spontan). Mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi ini antara lain

Rhizopus spp., Mucor spp., Penicillium spp., dan fusarium spp. (Westby, 2002).

Subagio (2006) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan menghasilkan asam-asam organik yang kemudian bercampur dalam irisan singkong. Hal ini mengakibatkan ketika tepung singkong diolah akan menghasilkan aroma dan rasa khas sehingga dapat menutupi aroma dan rasa singkong yang kurang disukai.

B. Ikan Teri (Stolephorus sp)

1. Ikan Teri Secara Umum

Ikan dari marga Stolephorus biasa dikenal dengan nama ikan teri. Ikan teri (Stolephorus Spp) merupakan salah satu ikan favorit karena mulai dari kepala, daging sampai tulangnya dapat langsung dikonsumsi. Ikan teri sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai lauk makan sehari-hari karena mudah diperoleh dan dapat dimasak untuk berbagai menu. Di Indonesia, jenis ikan teri sedikitnya ada 9 jenis. Diantaranya adalah


(33)

yang mempunyai ukuran tubuh kecil sekitar 4-5 cm. Tetapi ada pula yang berukuran besar, misalnya Stolephorus commersonii dan Stolephorus indicus yang dikenal sebagai teri kasar atau teri gelagah dengan panjang mencapai 10 cm (Retnowati, 2004).

Ikan teri termasuk ke dalam phylum vertebrata, dengan kelas

Actinoterrygii, famili engraulidae, genus stolephorus dan spesies S. commersonii. Ciri-ciri ikan teri adalah badan silindris, bagian perut membulat, kepala pendek, moncong nampak jelas dan runcing, anal sirip dubur sedikit dibelakang dan warna tubuh pucat (Anonim, 2008b).

Gambar 2 . Ikan teri (Stolephorus commersonii) kering dan segar

Sebagian besar ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria dengan bergerombol biasanya sampai ratusan atau ribuan individu (Wiyati, 2004). Makanannya terdiri dari berbagai jenis plankton, meskipun komposisinya tidak selalu sama untuk jenis-jenis teri yang berbeda. Teri mempunyai daerah sebaran yang luas di seluruh perairan pantai Indonesia, melebar ke utara sampai tanjung Benggala, Philipina, dan ke selatan sampai Queensland (Australia), juga ke barat sampai Afrika Timur (Retnowati, 2004).

Ikan teri termasuk dalam famili Engraulidae dan biasanya merupakan hasil sampingan dari nelayan. Namun potensi gizinya sungguh luar biasa. Teri merupakan bahan pangan yang kaya akan kalsium, baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kandungan asam lemaknya penting untuk merangasang pertumbuhan otak. Kadar selenium yang dikandungnya dapat membantu metabolisme vitamin C dan E sebagai antioksidan. Di samping mengandung protein tinggi tepung ikan teri juga mengandung kalsium tinggi serta kandungan vitamin B kompleks


(34)

(Muaris, 2006). Bagian yang dapat dimakan (BDD-nya) sangat tinggi, yaitu 100% menyebabkan kandungan protein ikan teri cukup tinggi dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Selain itu, protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorpsi. Daging ikan mempunyai serat-serat protein yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam (Soenardi, 2004).

Tabel 3. Komposisi kimia ikan teri kering, basah, dan bubuk (per 100 gram bahan)

No. Komponen Ikan teri

segar

Ikan teri

kering Teri bubuk

1 Kalori (kkal) 77 331 277

2 Protein (gram) 1 68.7 60

3 Lemak (gram) 1 4.2 2.3

4 Karbohidrat (gram) 0 0 1.8

5 Air (gram) 80 16.7 15

6 Kalsium (mg) 500 2381 1209

7 Fosfor (mg) 500 1500 1225

8 Besi (mg) 1 23.4 3

9 Asam askorbat (mg) 0 0 0

10 Thiamin (mg) 0.05 0.1 0.1

11 Vitamin A (IU) 47 62 92

12 Bagian yang dapat

dimakan (%) 100 100 100

Sumber : Departemen Kesehatan (2005)

2. Tepung Ikan Teri

Tepung ikan merupakan produk pengawetan ikan dengan cara pengeringan yang dilanjutkan dengan penepungan. Tepung ikan dapat didefinisikan sebagai produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan (Anonim, 2008a). Sedangkan menurut Tutuarima (2007), tepung ikan merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan.


(35)

Gambar 3. Tepung ikan

Menurut Tutuarima (2007), bahan baku tepung ikan yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi tiga kategori:

1. Ikan yang ditangkap dan dijual dengan tujuan diolah menjadi tepung ikan (ikan untuk industri) misalnya ikan ”anchovy” (ikan kecil) di Peru, ikan ”anchovy” dan ”pilchard” di Afrika Selatan, ikan ”hering” (ikan haring) dan ”capelin” di Norwegia dan Denmark, dan ikan ”menhaden” di Amerika.

2. ”By-catch”, atau ikan hasil samping penangkapan. 3. Jeroan dan limbah ikan dari pengolahan ikan.

Tepung ikan teri dibuat dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari atau dengan api, kemudian digiling hingga halus dan lembut. Sedangkan untuk mendapatkan tepung ikan yang baik harus dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : pencucian ikan, penggilingan awal yang bertujuan untuk menghancurkan jaringan ikan, lalu dilakukan tahap pemasakan. Tahap ini dilakukan dengan cara pengukusan, kemudian dilakukan pengepresan, setelah itu dikeringkan. Setelah kering digililng hingga diperoleh tepung ikan yang halus dan baik (Muaris, 2006).

Produk lain yang hampir menyerupai tepung ikan adalah Konsentrat Protein Ikan (KPI). KPI didefinisikan sebagai suatu produk untuk konsumsi manusia yang dibuat dari ikan utuh atau hewan air lainnya, atau bagian dari hewan air, dengan cara menghilangkan sebagian besar lemak dan airnya, sehingga diperoleh kandungan protein yang tinggi dari bahan baku asalnya (Aminev, 2007). KPI merupakan produk yang tidak hanya kaya akan protein, tetapi juga mengandung mineral dan protein.


(36)

Konsentrat protein ikan dapat dikelompokkan atas tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Tipe A dan B adalah konsentrat yang memiliki kadar lemak lebih rendah dari 3%, sedangkan tipe C memiliki kadar lemak yang melebihi 3% hingga 10%. Berdasarkan hal tersebut bubuk daging lumat ikan termasuk pada tipe C, sedangkan bubuk konsentrat, isolat dan isolat termodifikasi termasuk pada tipe A atau B (Huda et. al.,2008).

C. Teknologi Instanisasi

Produk instan dapat diartikan sebagai produk yang secara cepat dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) makanan instan merupakan jenis makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. Penyajiannya dapat dengan menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera. Pada dasarnya untuk membuat makanan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya.

Salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan produk instan adalah pati. Pati yang digunakan sebagai bahan baku adalah pati yang telah mengalami gelatinisasi dan dikeringkan. Meskipun pati tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifat asalnya sebelum gelatinisasi, pati kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar (Winarno, 2002). Sifat inilah yang digunakan pada pembuatan produk instan agar produk instan yang dihasilkan dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi.

Produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan sehingga dapat diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi menggunakan air panas selama beberapa saat (Pamularsih, 2006). Pemasakan bertujuan agar terjadi gelatinisasi dan pengembangan granula pati. Sedangkan pengeringan dilakukan agar struktur produk bersifat porous. Struktur porous ini harus dihasilkan setelah pengeringan sehingga akan memudahkan air untuk meresap kembali ke dalam produk saat direhidrasi (Satyagraha, 2005).


(37)

Perubahan tekstur akibat pengeringan pada bahan pangan yang padat sangat penting untuk diperhatikan karena dapat merusak mutu produk. Kehilangan tekstur pada bahan pangan tersebut dapat disebabkan karena gelatinisasi pati, kristalisasi selulosa dan perubahan kelembaban yang terpusat selama pengeringan. Kegosongan, keretakan, dan kerusakan permanen lainnya akan mengakibatkan penampakan makanan menjadi berkerut dan lebih kecil (Fellow, 2001)

Proses instan sempurna tampak dari kejadian berikut: pertama, bubuk/butiran yang terkena media basah/air akan menjadi basah dan beberapa saat kemudian akan tenggelam. Setelah itu, bubuk/butiran segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya. Tetapi kenyataannya hanya satu proses yang sempurna yaitu pembasahannya bagus tetapi tidak sempurna terdispersi. Dalam hal demikian biasanya yang menjadi pilihan utama adalah yang mudah terbasahi karena dispersi mudah dibantu dengan pengadukan (Satyagraha, 2005).

D. Penganekaragaman Pangan

Salah satu langkah kebijaksanaan pangan dan gizi yang terdapat dalam Repelita VI adalah konsumsi pangan atau Diversifikasi Konsumsi Pangan. Dalam Almatsier (2001) dikatakan bahwa penganekaragaman pangan adalah upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk. Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis bahan pangan, misalnya beras. Tingkat kebutuhan terhadap beras dan jumlah produksi yang tersedia tahun 2001-2004 dapat dilihat pada Tabel 4. Pemanfaatan sumber daya alam yang beraneka ragam jenis tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Hardinsyah et. al., (2001) menyatakan bahwa tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk peningkatan mutu gizi konsumsi pangan dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan.


(38)

Tabel 4. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 (dalam ton) Tahun Kebutuhan Produksi tersedia Defisit (impor)

2001 32.771.264 30.283.326 2.487.920

2002 33.073.152 30.586.159 2.486.993

2003 33.372.463 30.892.021 2.480.442

2004 33.669.384 31.200.941 2.468.443

(Sumber : Departemen Pertanian, 2005)

Menurut Soenardi (2002), penganekaragaman pangan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan mempunyai konsekuensi tersedianya beragam pangan secara cukup, baik dari segi jumlah maupun mutu. Selain itu, harus merata dalam pendistribusian, harga terjangkau, dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Adanya penganekaragaman pangan ini memunculkan pemikiran untuk mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan lainnya yang juga berfungsi sebagai sumber karbohidrat.

Beberapa produk makanan yang mungkin dapat menggantikan beras antara lain singkong, ubi jalar, talas, dan umbi-umbian lain. Bahan pangan ini masih belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk konsumsi masyarakat. Kendala yang dihadapi antara lain tidak tahan lama sehingga harus diolah terlebih dahulu untuk memperpanjang umur simpannya. Selain itu, adanya persepsi masyarakat yang menyebutkan bila mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras dianggap belum makan dan kurang bergengsi.

Mengubah kebiasaan mengonsumsi nasi dengan makanan lain tidaklah mudah bila hanya mengganti nasi diganti dengan bahan lain sementara lauk pauknya tetap seperti untuk menemani nasi (Soenardi, 2002). Hal tersebut tentunya akan ditolak masyarakat karena berdasarkan kebiasaan, lauk pauk tersebut lebih terasa enak bila dikonsumsi bersama dengan nasi. namun bila bahan pangan tersebut diolah menjadi bentuk lain meskipun campurannya menggunakan selera tradisional atau yang telah mengena di lidah akan mudah diterima karena merupakan resep baru dengan selera baru.

Untuk mengukur keberhasilan upaya diversifikasi pangan di bidang penyediaan dan konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Pada dasarnya, tingkat keanekaragaman pangan mencerminkan perimbangan komposisi antar jenis dan kelompok pangan. Oleh karena itu, salah satu parameter yang dapat


(39)

dipakai untuk menilai tingkat keanekaragaman pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). Pola Pangan harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern

adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi/kelompok pangan (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. PPH merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi (Hardinsyah et. al.,, 2001).


(40)

III. METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah umbi singkong yang dibeli dari penjual di pasar, ikan teri segar yang dibeli di pasar, gula pasir, garam, CMC, soda kue, dan air. Bahan-bahan untuk analisis kimia, fisik, dan organoleptik, seperti K2SO4, aquades, HSO4, larutan NaOh-Na2S2O3, H3BO3, HCl, heksana,

dan enzim α-amilase.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian pembuatan nasi singkong instan ini adalah mesin pembutir, baskom, sendok, ayakan 6, 8, 10, dan 20 mesh, kain saring, panci, wajan, kompor, oven pengering, Willey Mill, dan plastik. Alat-alat untuk analisis kimia dan fisik antara lain aw-meter, botol

penyemprot, hotplate, gelas piala, tabung reaksi, sudip, pipet, dan peralatan lain untuk analisis proksimat dan uji organoleptik.

B. Metode

1. Penelitian Pendahuluan

a. Pembuatan fermented cassava flour

Tahapan-tahapan dalam pembuatan fermented cassava flour

diawali dengan pemilihan bahan baku berupa singkong yang masih segar dan tidak busuk, dengan diameter berkisar 3-6 cm. Singkong tersebut dikupas dan dicuci hingga bersih, kemudian dilakukan pengirisan. Setelah itu, irisan singkong tadi difermentasi. Fermentasi dilakukan dengan cara direndam larutan garam 2.5% selama 24 - 48 jam dalam wadah tertutup rapat, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pengering bersuhu 70 oC selama 12 jam. Untuk menjadikannya sebagai tepung, singkong yang telah kering tersebut digiling menggunakan Willey mill dengan ayakan 60 mesh. Diagram alir pembuatan fermented cassava flour dapat dilihat pada Gambar 5.


(41)

Gambar 5. Diagram alir pembuatan fermented cassava flour

b. Pembuatan tepung ikan teri

Tepung ikan teri dibuat dari ikan teri yang masih segar, tidak berbau tajam, tidak berlendir, masih utuh dan teksturnya tidak lembek/hancur bila ditekan. Tahap pencucian dilakukan sebelum ikan teri tersebut dikukus selama 30 menit. Ikan teri yang telah matang kemudiian dikeringkan menggunakan Cabinet dryer bersuhu 80oC sekitar 5 jam, dan akhirnya digiling menggunakan Willey Mill dengan ayakan 60 mesh. Diagram alir pembuatan tepung ikan teri dapat dilihat pada Gambar 6.

2. Penelitian Utama

a. Pembuatan nasi singkong mentah (beras singkong)

Nasi singkong instan dibuat dari fermented cassava flour

dengan ditambahkan tepung ikan teri dan bahan-bahan lain, yaitu soda kue, garam, gula, CMC, dan air. Tepung fermented cassava flour dan tepung ikan teri dipergunakan sebagai basis formulasi. Jumlah

bahan-singkong

pengupasan

pencucian

pengirisan setebal ±1 cm

perendaman dalam larutan garam 2,5 % selama 24-48 jam

penirisan

pengeringan dengan oven bersuhu 70oC selama 12 jam

penggilingan dengan Willey mill 60 mesh


(42)

bahan lain dihitung sebagai persentase dari basis formulasi. Jumlah bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Setelah semua bahan tercampur rata, dilakukan penghabluran menggunakan ayakan 10 mesh. Kemudian disortir dengan ayakan 6 dan 8 mesh dan disangrai selama 5-6 menit. Diagram alir pembuatan nasi singkong instan mentah (beras singkong) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ikan teri

Pencampuran

(rasio fermented cassava flour dan tepung ikan teri

100:0, 97.5:2.5, 95:5, 92.5:7.5, 95:10)

Penghabluran dengan ayakan 10 mesh

Pembutiran

Penyortiran dengan ayakan 6-8 mesh

Penyangraian selama 5-6 menit

Pendinginan (diangin-anginkan)

NASI SINGKONG MENTAH (BERAS SINGKONG)

Gambar 7. Diagram alir pembuatan nasi singkong instan mentah ikan teri segar

pencucian hingga bersih

pengukusan selama 30 menit

pengeringan dengan Cabinet dryer 80 oCselama 5 jam

penggiling dengan Willey mill 60 mesh

tepung ikan teri

Air ¾ bagian disemprotkan Air ¼ bagian tepung singkong tepung ikan teri gula, garam,


(43)

b. Penentuan metode pembuatan nasi singkong instan

Pembuatan nasi singkong instan dilakukan dengan tahapan pemasakan dan pengeringan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis yang dilakukan untuk menentukan metode terbaik adalah dengan melihat produk akhir secara sensori (subyektif). Parameter-parameter yang diamati adalah bentuk, warna,/penampakan, dan tekstur produk sebelum dan setelah direhidrasi.

Metode pemasakan

Metode pemasakan nasi singkong yang terdiri dari tiga macam, yaitu pengukusan selama 30 menit dan perebusan selama 30 menit, dan kombinasi keduanya. Perlakuan kombinasi waktunya ditentukan secara trial and error hingga produk matang, yaitu sampai tidak terlihat spot putih di bagian tengah produk nasi singkong.

Metode pengeringan

Nasi singkong dikeringkan dengan menggunakan ketiga metode tersebut, yaitu pengeringan dengan oven pengering, penyangraian, dan kombinasi keduanya. Waktu pengeringan ditentukan secara trial and error (hingga produk terlihat kering).

Gambar 8. Diagram alir penentuan metode pembuatan nasi singkong instan


(44)

3. Analisis

a. Kadar air, metode oven (AOAC, 1995)

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3-4 gram contoh dimasukan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105oC selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir. % 100 ) ( X contoh awal berat contoh akhir berat contoh awal berat air

Kadar = −

b. Kadar Abu, metode tanur (AOAC,1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

% 100 X contoh berat abu berat abu Kadar =

c. Kadar Protein, metode mikro Kjehldal (AOAC, 1995)

Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 + 0,1 gram K2SO4, 40 +

10 ml H2O, dan 2,0 + 0,1 ml H2SO4. Kemudian contoh dididihkan

sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air kemudian air


(45)

cuciannnya dimasukan ke dalam alat destilasi. Dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH – Na2S2O3.

Di bawah kondensor diletakkan Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah

0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer diencerkan sampai 50 ml lalu

dititrasi dengan HCl 0,02 % sampai terjadi perubahan warna menjadi abu. % 100 007 . 14 ) ( % X Contoh mg X HCl N X blanko HCL ml contoh HCl ml

N = −

25 , 6 % Pr

% otein= N X

d. Kadar Lemak, Metode Sokhlet (AOAC, 1995)

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi sokhlet. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dikeringkan (sisa kadar air) dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut di masukan ke dalam alat ekstraksi sokhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak ditimbang. Berat lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut :

% 100 ) ( ) ( % X g contoh berat g lemak berat lemak =


(46)

e. Kadar Karbohidrat

Perhitrungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by different dengan persamaan :

Kadar karbohidrat = 100% - ( % air + % abu + % protein + % lemak + % serat)

f. Analisis Nilai energi

Penentuan niali energi makanan melelui perhitungan dapat dilakuakan dengan menggunakan faktor Atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi faal makanan tersebut.

Nilai energi bahan pangan = faktor Atwater x kandungan gizi bahan pangan

Energi (kkal)= (4 kalori/g x kandungan karbohidrat) + (9 kalori/g kandungan lemak) +

(4 kalori/g x kandungan protein)

g. Aktifitas air

Pengukuran aw nasi singkong instan dilakukan dengan

menggunakan alat aw meter. Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam

alat yang telah dikalibrasi, kemudian dilakukan pembacaan nilai aw

yang ditunjukkan pada layar pembacaan.

h. Daya cerna pati in vitro (Muchtadi, 1989)

Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim alpha-amilasse. Kemudian maltosa diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalsiliat. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase terhadap pati murni (soluble starch).

% 100 enzimatis reaksi

setelah murni

pati maltosa kadar

enzimatis reaksi

setelah sampel

maltosa kadar

pati cerna


(47)

i. Kadar serat kasar (Muchtadi, 1989)

Tahap penetapan kadar serat kasar terdiri dari pemisahan lemak dari sampel dengan cara soxlethasi, ekstraksi dengan asam (H2SO4 1,25%) dan dengan basa (NaOH 3,25%) masing-masing selama 30 menit. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan penyaringan. Tahap selanjutnya adalah pemisahan abu dan silikat dengan cara pencucian kertas saring yang berisi serat berturut-turut dengan K2SO4 10%, air mendidih dan 15 ml alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven 105 oC selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Residu dipijarkan dalam mufle furnace selama 4 jam, sisa pijar ditimbang sebagai abu.

j. Daya serap air

Sejumlah sampel ditimbang beratnya kemudian direndam dalam air hangat selama 5 menit, diangkat dan ditiriskan. Sampel tersebut kemudian ditimbang kembali. Daya serap air ditentukan dengan persamaan:

A = bobot sampel sebelum perendaman (g) B = bobot sampel setelah perendaman (g)

k. Waktu rehidrasi

Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam sejumlah air panas dengan perbandingan air : produk sebanyak 4:1. Kemudian dihitung waktunya pada saat butiran nasi telah teridrasi sempurna (tidak ada spot putih di tengan butiran nasi). Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur yang homogen.

% 100 A

A -B air serap


(48)

l. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap produk. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap formulasi produk yang dibuat. Skala yang digunakan adalah skala 1(sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka) dengan nilai 4 sebagai rasa antara (netral). Parameter yang diuji adalah warna, aroma, rasa, teksur, dan rasa dengan penambahan lauk.


(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama merupakan penelitian pendahuluan, tahapan kedua berupa penelitian utama, dan tahapan ketiga berupa analisis untuk formulasi terpilih. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan bahan baku dalam pembuatan produk nasi singkong instan, yakni meliputi pembuatan fermented cassava flour dan tepung ikan teri. Penelitian utama dilakukan untuk membuat SOP pembuatan nasi singkong instan.

A. Pembuatan Tepung Fermented Cassava Flour

Singkong atau ubi kayu yang digunakan dalam pembuatan fermented cassava flour adalah singkong yang berwarna putih. Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan singkong dengan kualitas baik, yaitu dagingnya berwarna putih, dan tidak busuk. Singkong tersebut dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih, kemudian diiris-iris dengan ketebalan sekitar 1 cm. Pengirisan dilakukan untuk memperluas bidang permukaan sehingga lebih banyak permukaan umbi yang kontak langsung dengan larutan garam ketika difermentasi.

Perendaman dalam larutan garam 2.5% dilakukan selama 24 - 48 jam dalam kondisi tertutup rapat (anaerobik). Penambahan garam dilakukan karena fermentasi yang terjadi adalah fermentasi spontan dimana mikroba yang memfermentasi umbi singkong tidak dapat dikontrol, dikhawatirkan bakteri-bakteri patogen ikut terlibat di dalamnya. Larutan garam mengakibatkan tekanan osmotik pada sel mikroorganisme menjadi turun karena air terserap keluar sehingga sel kekurangan air dan selanjutnya sel akan mati (Nurhidayati, 2003). Oleh karena itulah, larutan garam berperan sebagai media selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang umumnya tidak dapat hidup dalam keadaan kadar garam yang tinggi, namun mendukung pertumbuhan BAL.

Subagio (2006) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi


(50)

pembebasan granula pati. Selanjutnya granula pati tersebut akan dihidrolisis oleh mikroba (BAL) menghasilkan asam-asam organik yang kemudian bercampur dalam irisan singkong.

Perendaman ini menghasilkan umbi singkong yang lebih lunak dan lentur, sedikit beraroma asam khas fermentasi, larutan garam perendamnya menjadi lebih keruh dan sedikit berbusa. Lunaknya umbi singkong terjadi karena aktivitas enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong. Sedangkan keruhnya air perendam disebabkan keluarnya granula pati. Rahman (2007) melaporkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka semakin banyak sel singkong yang pecah sehingga pembebasan granula pati semakin meningkat.

Umbi singkong yang telah terfermentasi kemudian ditiriskan untuk selanjutnya dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu ± 70 oC selama 12 jam. Namun, selain dengan oven, pengeringan juga dapat dilakukan secara alami, yaitu dengan menjemurnya di bawah sinar matahari selama 3-4 hari. Singkong yang telah kering berwarna putih terang dengan beberapa bagian berwarna kecoklatan, lunak tetapi mudah dipatahkan, dan tidak berbau singkong lagi. Menurut Subagio (2006), hal ini terjadi karena asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi bercampur dengan irisan umbi singkong, sehingga rasa dan aroma singkong tertutupi.

Parameter kering dilihat secara subyektif, yaitu bila irisan umbi singkong dapat dipatahkan. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa fermented cassava flour mempunyai kadar air sebanyak 7.72 %, kadar abu 0.94 %, kadar lemak 0.98%, kadar protein 1%, dan kadar karbohidrat sebesar 89.36 % (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil analisis proksimat Fermented cassava flour

Komponen Keterangan (% bb)

Air 7.72

Abu 0.94

Protein 0.98

Lemak 1.0


(51)

Fermented cassava flour atau tepung singkong fermentasi diperoleh dengan menggiling irisan umbi singkong yang telah kering tadi menggunakan mesin penggiling Willey mill dan disaring dengan ayakan 60 mesh. Bahan baku yang digunakan adalah singkong segar sebanyak 10 kg. Setelah direndam kemudian dikeringkan, diperoleh bobot singkong kering sebesar 2,9157 kg. Tepung yang dihasilkan sebanyak 2,8838 kg sehingga rendemen yang diperoleh sebesar 28.84 % (Tabel 6). Rendemen cukup rendah karena bahan baku (singkong segar) masih mengandung air sebanyak 62.5% (Departemen Kesehatan, 2005) sehingga ketika dikeringkan bobotnya pun menyusut lebih dari setengahnya. Disamping itu, pembuangan kulit singkong pun menjadi salah satu sebab rendemen menjadi rendah.

Tabel 6. Rendemen fermented cassava flour

Keterangan Bobot (gram) Rendemen (%)

Umbi singkong segar 1000 100

Singkong kering 2915,7 29,16

fermented cassava flour 2883,8 28,83

B. Pembuatan Tepung Ikan Teri

Tepung ikan teri dibuat dari ikan teri yang masih segar dengan ciri-ciri tubuhnya masih utuh, tidak berbau busuk, tidak berlendir, dan tidak berwarna kecoklatan. Tahapan awal adalah pencucian ikan teri dari kotoran-kotoran yang mungkin terbawa, kemudian dilakukan pemasakan dengan cara pengukusan selama 30 menit. Pengukusan/pemasakan ikan dilakukan agar protein terkoagulasi, sehingga air dan minyak dapat dikeluarkan. Pemasakan merupakan tahapan yang kritis dalam pengolahan tepung ikan. Apabila pengukusan kurang matang dan tidak merata maka cairan (air dan minyak) sulit dikeluarkan. Begitu juga bila tertalu matang, maka ikan akan menjadi bubur dan sulit untuk mengeluarkan cairan (Tutuarima, 2007).

Setelah itu ikan teri dikeringkan dengan Cabinet dryer yang bersuhu 80oC selama 5 jam. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan air yang ada dalam ikan karena penggilingan hanya dapat dilakukan pada bahan yang telah kering. Ikan teri kering kemudian digiling dengan menggunakan Willey mill


(52)

Tepung ikan yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan masih beraroma ikan. Aroma ikan ini diantaranya berasal dari kerusakan protein dan oksidasi lemak, pertumbuhan mikroorganisme, dan pemecahan TMAO (Trimethylamineoxyde) menjadi TMA (Trimethylamine). Berawal dari 3 kg ikan teri segar, menghasilkan ikan teri kering sebanyak 462.5 gram, dan hasil akhir berupa tepung ikan sebanyak 447.3 gram. Rendemen yang diperoleh sebesar 14.91 % seperti yang terlihar pada Tabel 7.

Tabel 7. Rendemen tepung ikan

Keterangan Bobot (gram) Rendemen (%)

Ikan Teri Segar 3000 100

Ikan Teri kering 462,5 15,42

Tepung Ikan Teri 447,3 14,91

C. Penentuan Metode Pembuatan Nasi Singkong

Penelitian utama meliputi pembuatan nasi singkong instan yang dapat direhidrasi maksimal selama 5 menit dengan cara diseduh air panas dan penentuan formulasi yang terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah tepung ikan teri dan tepung singkong fermentasi yang telah dibuat sebelumnya, serta bahan-bahan tambahan lain seperti gula, garam, CMC, soda kue, dan air. Berdasarkan jumlah penambahan tepung ikan teri yang ditambahkan, nasi singkong instan terbagi menjadi 5 formulasi. Masing-masing formulasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Garam dapur dan gula berfungsi untuk memberi cita rasa. Soda kue berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan dan membuat tekstur menjadi lebih porous sehingga dapat mempercepat proses rehidrasi. CMC selain dapat mengembangkan adonan, mampu mengikat pati sehingga tekstur butiran nasi menjadi lebih kompak dan tidak mudah hancur saat pemasakan.

Formulasi 0 (100:0), yaitu formulasi yang tidak ditambahkan tepung ikan teri berfungsi sebagai kontrol. Formulasi 1 dibuat dengan tujuan nasi singkong instan yang dibuat akan berfungsi sebagai pengganti nasi. Berdasarkan DKBM, kandungan protein pada nasi adalah sebesar 2.1 % dan kandungan protein pada tepung ikan teri tawar (tidak asin) sebesar 68.7 % (Departemen Kesehatan,2005). Dengan ini, diharapkan kandungan protein


(53)

pada nasi singkong instan akan mendekati protein nasi. Formulasi 4 dibuat untuk menyetarakan kandungan protein nasi singkong instan dengan kadar protein pada beras, yaitu sebesar 6-7 %. Oleh karena itu, untuk mencapai kesetaraan dengan kadar protein nasi dan beras, perlu ditambahkan tepung ikan sebanyak 2.5 % sampai 10 %. Sedangkan formulasi 3 dan 4 dibuat unuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap jumlah penambahan tepung ikan teri pada produk nasi singkong instan.

Tabel 8. Formulasi nasi singkong instan

Proses pembuatan nasi singkong instan diawali dengan mencampur semua bahan hingga homogen dengan cara mengocoknya dalam kantung plastik selama beberapa menit. Sebelum ditambahkan air, bahan-bahan kering tersebut diayak lagi dengan ayakan tepung agar benar-benar tercampur dan tidak ada bahan yang masih menggumpal. Jumlah air yang ditambahkan sebanyak 50% - 60% dari bahan kering. Bahan yang ditambahkan air adalah hanya sekitar satu per empat bagian saja. Bagian sisanya digunakan untuk tahap pembutiran.

Penambahan air harus tepat karena akan sangat mempengaruhi produk akhir. Bila air yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan yang terbentuk menjadi lengket pada alat-alat (ayakan dan mesin pembutir). Lengketnya adonan akan menghambat proses penghabluran dan pembutiran, dan juga akan menyebabkan rendeman menjadi rendah. Solusinya adalah dengan penambahan bahan kering lagi hingga diperoleh adonan yang tidak lengket. Akan tetapi, bila air yang ditambahkan terlalu sedikit akan menyebabkan adonan yang terbentuk tidak menyatu sehingga saat penghabluran,

butiran-Formula BAHAN

1 2 3 4 5

Fermented cassava flour 100 97.5 95 92.5 90

Tepung ikan teri 0 2.5 5 7.5 10

Air (%) 60 60 60 60 60

Garam (%) 1 1 1 1 1

Gula (%) 5 5 5 5 5

Baking Powder (%) 0.3 o.3 0.3 0.3 0.3


(1)

Lampiran 8.

Hasil uji organoleptik terhadap parameter rasa tanpa lauk dan rasa

dengan penambahan lauk

rasa

rasa setelah ditambah lauk

nama

F0

F1

F2

F3

F4

F0

F1

F2

F3

F4

qia

5

6

3

5

5

5

6

5

5

5

aldilla

2

3

3

3

4

4

5

4

5

6

cici

4

4

2

4

5

6

5

6

5

5

nanang

4

5

4

4

3

5

6

5

5

5

ame

2

4

4

5

5

7

7

7

6

6

edy

4

5

5

5

4

6

6

5

4

5

ety

5

5

2

2

2

6

6

5

6

6

aris

4

4

4

2

3

5

5

5

4

4

erma

6

5

4

3

3

6

5

4

3

3

dhieta

5

5

4

3

3

5

7

5

6

5

christin

2

2

3

4

5

6

5

4

5

4

mega

4

2

6

3

2

6

6

6

6

6

septi

5

3

3

2

2

6

5

5

5

5

fitri

6

6

2

4

4

6

6

6

4

4

catrien

2

3

3

3

2

6

6

6

6

6

dyah

6

6

4

5

2

6

6

5

5

3

wardi

6

5

4

4

5

6

6

4

5

5

yoga

6

6

5

6

3

6

6

5

6

5

chabib

5

4

3

2

2

6

6

5

6

4

risma

4

4

4

4

2

5

5

5

5

3

novia

5

6

6

6

5

6

6

6

6

6

melissa

4

5

5

5

3

6

5

6

5

5

dikin

6

7

5

5

4

6

7

5

5

5

abigail

4

5

5

5

3

2

5

3

6

5

rina H

3

6

2

1

5

4

6

3

2

5

Jumlah

109

116

95

95

86

138

144

125

126

121

Rata-rata

4.36 4.64 3.80 3.80 3.44 5.52 5.76 5.00 5.04 4.84


(2)

Lampiran 9

: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter warna pada nasi

singkong instan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 2243,808(a) 29 77,373 86,177 ,000 panelis 43,568 24 1,815 2,022 ,009 sampel 184,208 4 46,052 51,292 ,000

Error 86,192 96 ,898

Total 2330,000 125

a R Squared = ,963 (Adjusted R Squared = ,952)

skor

Duncan

Subset

sampel N 1 2 3 4

formula 4 25 2,28

formula 3 25 3,16

formula 2 25 3,92

formula 0 25 5,36

formula 1 25 5,36

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,898.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000. b Alpha = ,05.


(3)

Lampiran 10

: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter aroma pada

nasi singkong instan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 2050,512(a) 29 70,707 45,408 ,000 sampel 25,312 4 6,328 4,064 ,004 panelis 72,912 24 3,038 1,951 ,012

Error 149,488 96 1,557

Total 2200,000 125

a R Squared = ,932 (Adjusted R Squared = ,912)

skor

Duncan

Subset

sampel N 1 2 3

formula 4 25 3,32

formula 3 25 3,72 3,72 formula 2 25 3,80 3,80 formula 0 25 4,36 4,36

formula 1 25 4,56

Sig. ,204 ,089 ,572

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,557.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000. b Alpha = ,05.


(4)

Lampiran 11

: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter rasa pada nasi

singkong instan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 2116,608(a) 29 72,986 56,784 ,000 sampel 22,208 4 5,552 4,320 ,003 panelis 78,368 24 3,265 2,540 ,001

Error 123,392 96 1,285

Total 2240,000 125

a R Squared = ,945 (Adjusted R Squared = ,928)

skor

Duncan

Subset

sampel N 1 2 3

formula 4 25 3,48

formula 2 25 3,80 3,80 formula 3 25 3,80 3,80 formula 0 25 4,36 4,36

formula 1 25 4,64

Sig. ,352 ,102 ,385

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,285.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000. b Alpha = ,05.


(5)

Lampiran 12

: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter tekstur pada

nasi singkong instan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 2807,648(a) 29 96,815 135,977 ,000 sampel 21,248 4 5,312 7,461 ,000 panelis 76,608 24 3,192 4,483 ,000

Error 68,352 96 ,712

Total 2876,000 125

a R Squared = ,976 (Adjusted R Squared = ,969)

skor

Duncan

Subset

sampel N 1 2

formula 4 25 4,04 formula 2 25 4,32 formula 1 25 4,84 formula 3 25 4,92 formula 0 25 5,16

Sig. ,244 ,210

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,712.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000. b Alpha = ,05.


(6)

Lampiran 13

: Hasil ANOVA dan uji Duncan terhadap parameter rasa dengan

penambahan lauk pada nasi singkong instan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 3483,552(a) 29 120,122 204,290 ,000 sampel 15,152 4 3,788 6,442 ,000 panelis 46,672 24 1,945 3,307 ,000

Error 56,448 96 ,588

Total 3540,000 125

a R Squared = ,984 (Adjusted R Squared = ,979)

skor

Duncan

Subset

sampel N 1 2

formula 4 25 4,84 formula 2 25 5,00 formula 3 25 5,04 formula 0 25 5,52 formula 1 25 5,76

Sig. ,390 ,271

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,588.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25,000. b Alpha = ,05.