Menurut Noordia 2005, ubi kayu memproduksi glukosida sianogenik linamarin, yang secara enzimatis dirusak selama perusakan
sel menghasilkan sianida. Racun sianogenik harus dikurangi sampai sekecil-kecilnya karena apabila dikonsumsi dapat menyebabkan tubuh
manusia kekurangan yodium dan protein. Fermentasi adalah salah satu metode untuk mendetoksifikasi ubi kayu yang dapat meningkatkan nutrisi
dan mutu organoleptiknya. Selain fermentasi, metode lain yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah glukosiada sianogenik tersebut
adalah dengan cara penyucian, perendaman, pemasakan, dan pengeringan Anwar, 2004.
Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 dalam ton
Tahun Produksi
2002 16.913.104
2003 18.523.810
2004 19.424.707
2005 19.321.183
2006 19.907.304
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006
Walaupun ubi kayu mengandung racun yang membahayakan, namun ubi kayu telah dikonsumsi secara umum tanpa adanya efek
keracunan yang berarti. Hal ini dikarenakan metode pengolahan tradisional mampu mengurangi kandungan sianida umbi hingga batas yang
tidak membahayakan. Proses pengolahan tersebut adalah perendaman, pengeringan, perebusan, fermentasi dan kombinasi dari proses-proses
tersebut. Perendaman yang diikuti dengan perebusan dapat menghilangkan seluruh sianida bebas karena proses pencucian dalam air mengalir dan
pemanasan yang cukup sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun Astawan, 2004
Pada beberapa daerah di Indonesia, melimpahnya singkong di pasaran diatasi dengan cara pengawetan melalui metode pengeringan. Di
pulau Jawa dikenal dengan nama gaplek. Gaplek adalah umbi akar ketela pohon terkupas yang telah dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan
dengan sinar matahari dijemur atau buatan. Produk ini ditumbuk halus menjadi tepung dan diproses halus, antara lain sebagai panganan pengganti
nasi. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur produk ini populer dengan nama tiwul. Seringkali, karena faktor cuaca singkong tidak kering dengan baik
sehingga ditumbuhi sejenis jamur yang menyebabkan singkong tersebut kehitaman. Meskipun jenis ini bermutu rendah, justru hal ini disukai oleh
sebagian masyarakat karena dianggap menjadikan singkong bercita rasa khas. Produk hasil olahan singkong yang berjamur ini dikenal sebagai
gatot dan menjadi makanan populer untuk sarapan. Selain dijemur, singkong juga difermentasi untuk dijadikan tapai atau dibuat tapioka
endapan pati singkong yang dikeringkan.
2. Fermented Cassava Flour
Fermentasi merupakan proses yang penting, terutama di negara- negara Afrika. Terdapat tiga tipe fermentasi utama yang dikenal, yaitu
fermentasi parutan umbi, fermentasi umbi dengan perendaman, dan fermentasi kapang pada umbi yang ditumpuk Westby, 2002.
Fermentasi parutan umbi singkong umumnya banyak dilakukan di daerah Afrika Barat. Ciri khasnya adalah parutan umbi singkong
difermentasi dalam karung selama 3-5 hari sehingga terjadi fermentasi asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi penurunan pH hingga 4.0. Kultur
starter hanya ada di Cote d’Ivoire. Kultur ini ditambahkan selama pemarutan, tujuannya untuk membuat jadi lebih lembut. Walaupun
kemungkinan banyak mikroorganime yang terlibat di dalamnya, yang dominan adalah bakteri asam laktat.
Fermentasi umbi singkong dengan perendaman banyak diterapkan di daerah Sierra Leone sampai Tanzania. Jenis produk yang dihasilkan
berupa pasta basah dan tepung kering. Umbi singkong direndam dalam air dengan atau tanpa pengupasan selama 3-5 hari. Fermentasi menyebabkan
umbi mejadi lebih lunak. Pada awal fermentasi, ada banyak mikroorganisme, diantaranya Bacillus spp., Leuconostos spp., Klebsiella
spp., Corynebacterium ispp., Lactobacillus spp., Aspergillus spp.,
Candida spp., dan Geotrichum spp. Namun, pada akhir fermentasi, yang mendominasi adalah bakteri asam laktat dan khamir. Aroma khas yang
tercium merupakan aroma butirat yang dihasilkan Clostridium Westby, 2002.
Fermentasi umbi yang ditumpuk diproduksi di Tanzania, Uganda dan Mozambiq. Fermentasi jenis ini dilakukan dengan menumpuk umbi
yang sudah dikupas dan dibiarkan agar terjadi fermentasi secara alami spontan. Mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi ini antara lain
Rhizopus spp., Mucor spp., Penicillium spp., dan fusarium spp. Westby, 2002.
Subagio 2006 melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Proses pembebasan granula pati ini akan
menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan
melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan menghasilkan asam-asam organik yang kemudian bercampur dalam irisan singkong. Hal ini
mengakibatkan ketika tepung singkong diolah akan menghasilkan aroma dan rasa khas sehingga dapat menutupi aroma dan rasa singkong yang
kurang disukai.
B. Ikan Teri Stolephorus sp
1. Ikan Teri Secara Umum
Ikan dari marga Stolephorus biasa dikenal dengan nama ikan teri. Ikan teri Stolephorus Spp merupakan salah satu ikan favorit karena mulai
dari kepala, daging sampai tulangnya dapat langsung dikonsumsi. Ikan teri sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai lauk makan sehari-
hari karena mudah diperoleh dan dapat dimasak untuk berbagai menu. Di Indonesia, jenis ikan teri sedikitnya ada 9 jenis. Diantaranya adalah
Stolephorus heterolobus, Stolephorus insularis, Stolephorus zollingeri
yang mempunyai ukuran tubuh kecil sekitar 4-5 cm. Tetapi ada pula yang berukuran besar, misalnya Stolephorus commersonii dan Stolephorus
indicus yang dikenal sebagai teri kasar atau teri gelagah dengan panjang mencapai 10 cm Retnowati, 2004.
Ikan teri termasuk ke dalam phylum vertebrata, dengan kelas Actinoterrygii, famili engraulidae, genus stolephorus dan spesies S.
commersonii. Ciri-ciri ikan teri adalah badan silindris, bagian perut membulat, kepala pendek, moncong nampak jelas dan runcing, anal sirip
dubur sedikit dibelakang dan warna tubuh pucat Anonim, 2008b.
Gambar 2 .
Ikan teri Stolephorus commersonii kering dan segar
Sebagian besar ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria dengan bergerombol biasanya sampai ratusan atau
ribuan individu Wiyati, 2004. Makanannya terdiri dari berbagai jenis plankton, meskipun komposisinya tidak selalu sama untuk jenis-jenis teri
yang berbeda. Teri mempunyai daerah sebaran yang luas di seluruh perairan pantai Indonesia, melebar ke utara sampai tanjung Benggala,
Philipina, dan ke selatan sampai Queensland Australia, juga ke barat sampai Afrika Timur Retnowati, 2004.
Ikan teri termasuk dalam famili Engraulidae dan biasanya merupakan hasil sampingan dari nelayan. Namun potensi gizinya sungguh
luar biasa. Teri merupakan bahan pangan yang kaya akan kalsium, baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kandungan asam lemaknya penting
untuk merangasang
pertumbuhan otak.
Kadar selenium
yang dikandungnya dapat membantu metabolisme vitamin C dan E sebagai
antioksidan. Di samping mengandung protein tinggi tepung ikan teri juga mengandung kalsium tinggi serta kandungan vitamin B kompleks
Muaris, 2006. Bagian yang dapat dimakan BDD-nya sangat tinggi, yaitu 100 menyebabkan kandungan protein ikan teri cukup tinggi
dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Selain itu, protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorpsi. Daging ikan mempunyai serat-serat protein
yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam Soenardi, 2004.
Tabel 3 . Komposisi kimia ikan teri kering, basah, dan bubuk
per 100 gram bahan No.
Komponen Ikan teri
segar Ikan teri
kering Teri bubuk
1 Kalori kkal
77 331
277 2
Protein gram 1
68.7 60
3 Lemak gram
1 4.2
2.3 4
Karbohidrat gram 1.8
5 Air gram
80 16.7
15 6
Kalsium mg 500
2381 1209
7 Fosfor mg
500 1500
1225 8
Besi mg 1
23.4 3
9 Asam askorbat mg
10 Thiamin mg
0.05 0.1
0.1 11
Vitamin A IU 47
62 92
12 Bagian yang dapat
dimakan 100
100 100
Sumber : Departemen Kesehatan 2005
2. Tepung Ikan Teri
Tepung ikan merupakan produk pengawetan ikan dengan cara pengeringan yang dilanjutkan dengan penepungan. Tepung ikan dapat
didefinisikan sebagai produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan Anonim, 2008a. Sedangkan menurut Tutuarima
2007, tepung ikan merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau
seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan.