Gambar 3. Mantan penderita kusta sedang masak bersama menyiapkan jamuan untuk tamu dari Surabaya yang akan berkunjung
Sumber : Dokumen christi tahun 2013
1. Interaksi Sosial Sesama Mantan Penderita Kusta di WIRESKAT
Subjek mengaku ketika menderita kusta, subjek merasa kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal. Subjek merasa serba tidak enak
jika berkumpul dengan tetangga-tetangga di sekitar rumah subjek. Sehari-hari subjek menjadi lebih sering berada di rumah. Awal berada di Wisma
Rehabilitasi Sosial Katolik WIRESKAT Blora, subjek mengaku merasa nyaman karena disana subjek dapat diterima dengan baik oleh warga panti
lainya. Subjek mengaku memiliki hubungan yang baik dengan sesama mantan penderita kusta yang tinggal di panti tersebut. Selain bila ada tamu yang datang
berkunjung ke panti merasa tidak di beda-bedakan sehingga subjek tidak merasakan apa-apa. Subjek juga memiliki hubungan yang baik dengan
pengurus panti. Hal ini di buktikan dengan wawancara dengan Bapak Muhaijir 65 tahun sebagai berikut :
“Saya mba, di sini ya ada yang Islam, soalnya Romo itu gak membeda-bedakan soal agama yang penting disini waras dan
sembuh. Entah itu yang sakit Islam apa Kristen disini yang penting kumpul rukun. Rumah ya tinggal nempati mbak.” wawancara pada
tanggal 03 Juni 2013
Salah satu bentuk kerukunan yang ditunjukan di panti ini adalah ketika merayakan kegiatan keagamaan seperti Idul Fitri dan Natal. Ketika Hari Raya
Idul fitri bagi yang beragama Nasrani berkunjung ke rumah mereka yang beragama Islam. Begitu pula sebaliknya. Disini juga terdapat pernikahan antara
mantan penderita kusta dan seorang perempuan yang tidak menderita kusta. Pernikahan ini di lakukan di WIRESKAT dengan prosesi pernikahan secara
agama Islam karena kedua mempelai adalah Muslim. Dalam hal seperti ini Romo tidak membeda-bedakan asal maupun agama dari warga WIRESKAT
karena misi dari panti ini adalah memanusiakan manusia agar menjadi leih baik dan dapat berbaur seperti pada umumnya.
Pernikahan unik juga terjadi antara Solikul yaitu mantan penderita kusta dengan istrinya Siti Wati. Solikul dulu tinggal di WIRESKAT namun karena
menikah dan keluarga sang istri menerima keadaan Solikul akhirnya ia diterima dan bertempat tinggal di keluarga istri dan sekarang sudah menetap di
rumah sang istri.Selain proses interaksi tersebut terdapat juga interaski yang bersifat disasosiatif yang mengarah pada konflik dan perpecahan. Seperti yang
di utip dari wawancara bersama saudara Hendro 24 tahun sebagai berikut : “Pokoknya di sini dipesen Romo harus rukun-rukun, nanti kalo
tukaran ya dikeluarkan Romo. Dulu pernah kejadian gun sama mar do tukaran mau bacok-bacokan, terus gun keluar yo mar juga keluar. Itu
gara-gara hape bel-belan, kaya pacaran. Sing salah yo gunaryo, gunaryo sudah punya istri terus bel-belan sama perempuan. Tapi mar
nya ngomong sama mas gun ngehina aku, terus gun e gak nerimano terus jotos-jotosan. Terus mar itu masuk rumah cari belati, terus
disidang sama romo terus suruh keluar. Terus suruh pulang kerumahnya sendiri-sendiri, umpamanya mau kembali lagi ke sini ya
sudah gak boleh dek. Kalo tukaran ya romo ya takut nu, ora kurangen opo-opo ora ngeleh kok do tukaran, ono opo
” wawancara pada tanggal 04 Juni 2013
Dari pernyataan tersebut interaksi mereka di sana terjadi karena dua hal yaitu asosiatif dan disasosiatif. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif yaitu
yang mengarah pada bentuk asosiasi serta memiliki tiga dimensi yaitu kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Interaksi yang bersifat disasosiatif yaitu
mengarah ke bentuk pertentangan dan juga memiliki tiga dimensi persaingan, kontroversi serta Konflik. Banyak faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan bentuk tubuh seseorang Karp dan Yoels, 2007. Yang menjadi permasalahan adalah
mantan penderita
kusta merupakan
penderita yang
memiliki ketidaksempurnaan dalam fisik namun mereka merupakan individu yang perlu
berinteraksi dengan individu lainya.
2. Interaksi terhadap warga sekitar