perumahan yang padat, kurang pengetahuan dan personal hygiene yang buruk. Stigma sosial muncul karena kerusakan fisik yang ditimbulkan. Walaupun saat
ini informasi ilmiah tentang penyakit kusta mudah di dapatkan stigma sosial masih tertanam di pikiran masyarakat, hal ini membuat penderita cenderung
menyembunyikan tanda-tanda awal penyakit dan mendapat pengobatan yang terlambat padahal kusta dapat segera lebih cepat disembuhkan Kumar,2001 .
Kusta dan kemiskinan adalah dua hal yang saling berhubungan dan telah lama mempengaruhi satu sama lain, namun sulit untuk didemonstrasikan pada
tingkat individu bahkan nasional. Perbaikan sosial ekonomi adalah hal penting dalam perawatan pasien, banyak penderita yang tersingkirkan oleh
lingkungannya setelah terdiagnosa kusta, stigmasisasi berlanjut dan hal ini harus diperangi dengan menggunakan metode pendekatan masyarakat Diana
N.Jlackwood,2005
B. Landasan Teori
Dalam kehidupan sosial mantan penderita kusta, penulis menggunakan teori Interaksionisme Simbolik George H Mead. Teori ini memberi
pemahaman tentang apa yang dibuat dan dibangun dalam sebuah percakapan, makna yang muncul dalam percakapan dan bagaimana simbol-simbol diartikan
melalui interaksi. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian
isyarat berupa simbol maka dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Manusia mampu membayangkan dirinya secara sadar tindakanya dari kacamata orang lain, hal ini menyebabkan manusia dapat membentuk
perilakunya secara sengaja dengan maksud menghadirkan respon tertentu dari pihak lain.
Asumsi dasar teori ini yang pertama adalah pentingnya makna bagi perilaku manusia. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan
makna yang diberikan orang lain kepada mereka. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia. Asumsi dasar yang kedua adalah pentingnya mengenai
konsep diri. Asumsi dasar yang terakhir adalah hubungan antara individu dengan masyarakat. Hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat,
dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya tapi pada akhirnya tiap individulah yang menentukan pilihan yang ada dalam hubungan
di masyarakat.
Dalam hal ini, penderita kusta memiliki kemampuan menempatkan diri sendiri dalam kedudukan sebagai orang lain, bertindak sebagaimana
masyarakat sekitar bertindak dan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat mantan penderita kusta. Penderita kusta sama seperti individu lainya dalam hal
berpikir namun mereka memiliki kekurangan fisik sehingga menghambat proses interaksi, konsep diri dan percaya diri dalam kehidupan sosial padahal
kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. Kendala yang dialami mereka berinteraksi adalah rasa malu tidak percaya diri akibat kekurangan fisik
yang mereka miliki.
Korelasi antara teori dan topik penelitian adalah melihat penderita kusta sebagai subjek yang berinteraksi dengan sesama mantan penderita kusta namun
ketika mantan penderita kusta bertemu dengan orang yang normal mereka menjadi objek oleh karena interaksi simbolik tersebut. Mantan penderita kusta
hidup dan bersosialisasi di dalam panti terkadang akses untuk berbaur ke luar terbatas. Panti merupakan dunia kecil bagi mantan penderita kusta untuk dapat
bertahan hidup. Kehidupan sosial mantan penderita kusta dengan mengandalkan suatu interaksi yang menggunakan bahasa, isyarat dan berbagai
simbol lain
dan melalui
simbol itu
peneliti bisa
mendefinisi, menginterprestasikan, menganalisis, dan memperlakukan dengan humanis
sesuai dengan kehidupan yang ada. Teori ini memiliki cara pandang yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri dan diri sosial.
C. Kerangka Berpikir