Respon Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda

(1)

KELEMBABAN BERBEDA

RAIDINAL ALIFFAHRANA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RAIDINAL ALIFFAHRANA. Respon Pertumbuhan Jamur Tiram Putih ( ) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda. Dibimbing oleh IMPRON.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah salah satu jamur yang populer dibudidayakan dengan menggunakan teknologi kontrol iklim mikro yang dilakukan di rumah jamur (kumbung), di dataran tinggi, misalnya di Pandan Sari (437mdpl), maupun di dataran rendah, misal di Kukupu (169mdpl). Berdasarkan pengamatan selama 88 hari di Pandan Sari, diperoleh data suhu rata-rata di kumbung inkubasi terukur sebesar 27.4oC, sedangkan suhu rata-rata di rumah jamur budidaya terukur sebesar 26,7oC. Kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terhitung sebesar 87% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya terhitung sebesar 88%. Berdasarkan pengamatan selama 70 hari di Kukupu, diperoleh data suhu rata-rata di kumbung inkubasi terukur sebesar 28,5oC, sedangkan suhu rata-rata di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 27,7oC. Kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terhitung sebesar 82%, sedangkan di dalam kumbung budidaya terhitung sebesar 86%. Heat unit fase miselium di Pandan Sari terhitung sebesar 974,6 derajat hari, sedangkan heat unit di Kukupu terhitung sebesar 907,0 derajat hari. Heat unit fase pembentukkan tubuh buah di Pandan Sari terhitung sebesar 652,9 derajat hari, sedangkan heat unit di Kukupu terhitung sebesar 494,3derajat hari. Perbedaan nilai heat unit yang cukup tinggi (koefisien variasi 6,9% untuk fase miselium dan 24,3% untuk fase pembentukkan tubuh buah) pada kedua lokasi disebabkan oleh pengamatan yang dilakukan setiap tujuh hari sehingga nilai heat unit kehilangan resolusinya. Suhu rata-rata harian di Kukupu yang lebih tinggi daripada di Pandan Sari yang menyebabkan perkembangan jamur tiram di Kukupu lebih cepat daripada di Pandan Sari. Perkembangan jamur tiram yang lebih cepat di Kukupu mengakibatkan bobot rata-ratanya lebih ringan dibandingkan dengan jamur tiram yang dibudidayakan di Pandan Sari


(3)

) in Two Different Temperature and Humidity Conditions. Supervised by IMPRON. White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is one of the popular mushroom that is cultivated by using the micro-climate control technology which is made in the mushroom house (kumbung), in the highlands, such as the one in Pandan Sari (437mdpl), and also like the one in the lowlands such as in Kukupu (169mdpl). Based on the observations that was held for 88 days in Pandan Sari, the average temperature measured in the incubating house was 27.4oC, while the average temperature measured in the cultivation house was 26.7oC. The relative humidity recorded in the incubation house was around 87% while the relative humidity recorded in the cultivation house was around 88%. Based on the 70-days observations in Kukupu, the average temperature measured in incubating house was 28.5°C, while the average temperature measured in the cultivation was 27.7oC. The relative humidity recorded in the incubation house was around 82%, while the relative humidity recorded in the cultivation house was around 86%. The accounted mycelial phase`s heat unit in Pandan Sari were 974.6 degree days, while the accounted heat units in Kukupu were 907.0 degree days. The accounted heat units of fruiting body formation phases in Pandan Sari were 652.9 degree days, while the accounted heat units in Kukupu were 494.3 degree days. The differences of heat unit value is quite high (6.9% coefficient of variation in mycelium phase and 24.3% in fruiting body formation phase) at both locations due to the observations that was held for every seven days so that the measured heat unit lost its resolution. The average daily temperature in Kukupu is higher than in Pandan Sari, this leads to faster development of oyster mushrooms in Kukupu rather than the ones in Pandan Sari. Faster development of oyster mushrooms in Kukupu resulted in lighter average weight than the ones cultivated in Pandan Sari Keywords: heat unit, oyster mushrooms, mushroom house, the mycelium


(4)

KELEMBABAN BERBEDA

RAIDINAL ALIFFAHRANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Mayor Meteorologi Terapan

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

NIM

: G24060656

Disetujui

Pembimbing

Dr. Ir, Impron, M.Agr.Sc.

NIP. 19630315 199512 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.

NIP. 19600305 198703 2 002


(6)

skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan April 2011 dengan judul “Respon Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Dua Kondisi Suhu dan Kelembaban Berbeda”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Impron, M.Agr.Sc yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan semangat kepada penulis sehingga selesailah penelitian ini. Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Ramadin dan Bapak Haji Ahmad selaku petani jamur tiram di Kukupu dan Pandan Sari yang telah memberikan izin penggunaan lokasi untuk penelitian ini. 2. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass.Dipl atas semua dukungan semangatnya sejak awal

penelitian ini dimulai.

3. Bapak Muhammad Taufik, S.Si atas semua koreksinya terhadap penelitian ini.

4. Keluarga besar VISION Education and Personality Consultant. Tim guru dan siswa-siswa VISIONer yang sangat penulis sayangi.

5. Saudaraku Andri Hamidi selalu penasihat statistika penelitian ini.

6. Pravitha Widyastana yang selalu sabar memberikan semangat dan dukungan saat penulis menghadapi permasalahan.

7. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ayahanda Edi Haryadi, SE yang selalu sabar memberikan semangat dan Ibunda Alm. Siti Maryanti yang selalu memberikan semangat paling luar biasa walaupun sudah tidak bersama lagi.

8. Adik-adik tercinta yang sudah memberikan semangat dan dukungan luar biasa.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan. Namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2012 Raidinal Aliffahrana NRP: G24060656


(7)

Siti Maryanti dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikannya di TK Nugraha Bogor dan lulus pada tahun 1994. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SD Pengadilan II Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus dari SMP Negeri 5 Bogor pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Bogor dan lulus SMA pada tahun 2006. Penulis kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi. Penulis pernah menjadi komandan asrama TPB-IPB pada tahun 2006-2007, siswa angkatan I Leadership and Entrepreneurship School BEM-KM IPB pada tahun 2007-2008, Kepala Departemen Pengembangan Sumberdaya Anggota Kopma IPB 2008-2010. Penulis juga berprofesi sebagai guru, motivator dan pemilik lembaga pendidikan dan pengembangan kepribadian VISION (VISION Education and Personality Consultant) sejak tahun 2005.


(8)

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Tiram ... 1

2.1.1 Morfologi dan fisiologi jamur tiram ... 1

2.1.2 Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram ... 2

2.1.3 Kandungan gizi jamur tiram ... 2

2.1.4 Syarat tumbuh ... 3

2.2 Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram ... 3

2.2.1 Suhu udara ... 3

2.2.2 Kelembaban relatif (RH) ... 3

2.2.3 Intensitas cahaya ... 4

2.2.4 Sirkulasi udara ... 4

2.3 Kumbung Jamur/ Rumah Jamur ... 4

2.4 Heat Unit ... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2 Bahan dan Peralatan ... 5

3.2.1 Bahan ... 5

3.2.2 Peralatan ... 5

3.3 Metode Penelitian ... 5

3.3.1 Pengambilan data ... 5

3.3.2 Analisa data penelitian ... 5

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian ... 7

4.1.1 Karakteristik lingkungan ... 7

4.1.2 Karakteristik kumbung jamur tiram ... 7

4.2 Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Periode Penelitian ... 8

4.2.1 Suhu dan kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi ... 8

4.2.2 Suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung pada kedua lokasi ... 9

4.2.3 Suhu dan kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung pada setiap lokasi ... 10

4.3 Kondisi Lingkungan Kumbung dan Pertumbuhan Jamur Tiram ... 12

4.3.1 Suhu ... 13

4.3.2 Kelembaban relatif ... 13

4.4 Heat Unit ... 13

4.5 Pertumbuhan Jamur Tiram ... 14

4.5.1 Persentase tutupan miselium ... 14


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 16 LAMPIRAN ... 18


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Nilai heat unit jamur tiram... 14 2. Bobot hasil panen pertama ... 15


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Siklus hidup Basidiomycetes ... 2

2. Jamur tiram putih ... 2

3. Termometer bola kering dan termometer bola basah ... 4

4. Kumbung inkubasi Pandan Sari ... 7

5. Kumbung budidaya Pandan Sari ... 7

6. Kumbung inkubasi Kukupu ... 7

7. Kumbung budidaya Pandan Sari ... 7

8. Suhu rata-rata harian lingkungan ... 8

9. RH rata-rata harian lingkungan ... 8

10. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi ... 9

11. Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi ... 9

12. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya ... 10

13. Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung budidaya ... 10

14. Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari ... 10

15. Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari ... 10

16. Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari ... 11

17. Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari ... 11

18. Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu ... 11

19. Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu ... 12

20. Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu ... 12

21. Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu ... 12

22. Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Pandan Sari ... 15


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Pandan Sari... 18

2. Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Kukupu ... 20

3. Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Pandan Sari ... 22

4. Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Kukupu ... 23

5. Suhu dan kelembaban relatif kumbung Budidaya di Pandan Sari ... 24

6. Suhu dan kelembaban relatif kumbung Budidaya di Kukupu... 25

7. Data pengukuran suhu jam 08.00-16.00 di Kumbung Inkubasi Pandan Sari. ... 26

8. Data pengukuran suhu jam 08.00-16.00 di Kumbung Budidaya Pandan Sari ... 35

9. Data pengukuran suhu jam 08.00-16.00 di Kumbung Inkubasi Kukupu ... 42

10. Data pengukuran suhu jam 08.00-16.00 di Kumbung Budidaya Kukupu ... 50

11. Pengukuran sampel tutupan miselium di Pandan Sari ... 55

12. Pengukuran sampel tutupan miselium di Kukupu ... 55

13. Bobot panen pertama di Pandan Sari ... 56

14. Bobot panen pertama di Kukupu ... 58

15. Heat unit jamur tiram di Pandan Sari. ... 61

16. Heat unit jamur tiram di Kukupu ... 62

17. Tabel kalibrasi suhu dan kelembaban relatif ... 64

18. Data pengamatan malam hari untuk kalibrasi suhu diurnal ... 64

19. Uji t dua sampel. ... 65


(13)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jamur merupakan komoditas pertanian yang sejak lama diminati di berbagai negara. Negara-negara seperti Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Perancis dikenal sebagai negara penghasil jamur (Saskiawan dan Sastraatmadja 1992). Teknis budidaya yang tidak terlalu sulit dan kandungan nutrisi yang tinggi pada jamur membuat budidaya jamur menjadi salah satu usaha yang menjanjikan keuntungan (Chazali dan Pratiwi 2009).

Jamur tiram (Pleurotus sp) merupakan spesies jamur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pertama kali dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1900 dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajorcaju) pada tahun 1974 (Gunawan 2000). Budidaya jamur tiram umumnya memanfaatkan limbah organik dari sisa-sisa tumbuhan seperti serbuk gergaji, kapas, atau kayu-kayu yang telah lapuk sehingga dapat dikatakan bahwa budidaya jamur tiram merupakan usaha pemanfaatan limbah (Naiola 1993).

Jamur tiram di alam biasanya tumbuh di bawah naungan kanopi dan hidup di batang kayu yang telah lapuk (Wartaka 2006). Lingkungan alami jamur tiram berada di daerah dataran tinggi. Budidaya jamur tiram yang dilakukan secara modern, biasanya dilakukan di dalam rumah jamur/ kumbung. Kumbung dibuat untuk mengendalikan kondisi iklim mikro di dalamnya. Kumbung dapat menjaga suhu dan kelembaban serta melindungi jamur dari radiasi matahari yang dapat menghambat pertumbuhan tubuh buah (Trubus 2010).

Secara fisiologi, pertumbuhan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Perencanaan dan pemilihan lokasi yang memiliki karakteristik iklim mikro yang tepat menjadi penting agar kualitas dan kuantitas produksi jamur tiram terjaga (Parjimo dan Andoko 2007). Pemilihan lokasi budidaya akan berpengaruh terhadap usaha pengendalian iklim mikro di dalam kumbung. Pada awalnya, jamur tiram memang diusahakan di daerah dengan kondisi iklim mikro yang bersuhu rendah dengan kelembaban relatif yang tinggi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, jamur tiram bisa dibudidayakan di daerah yang memiliki kondisi suhu yang lebih hangat dan kelembaban relatif yang rendah (Trubus 2010). Pada kondisi lingkungan dengan iklim

mikro yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram, kumbung yang dibangun harus memiliki bentuk yang dapat memberikan kondisi iklim mikro yang sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram (Trubus 2010). Menurut Suriawiria 2002, penyiraman bagian dalam kumbung secara rutin dan mengaturan sirkulasi udara di dalam kumbung juga dapat mendukung terkendalinya kondisi iklim mikro agar sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. 1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisa perbedaan suhu dan

kelembaban di dalam dan di luar kumbung inkubasi dan kumbung budidaya jamur tiram putih.

2. Menghitung jumlah satuan panas (heat unit) pada setiap fase pertumbuhan jamur tiram putih.

3. Menganalisa pengaruh perbedaan suhu dan kelembaban terhadap laju pertumbuhan dan produktsi jamur tiram putih.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Tiram

2.1.1 Morfologi dan fisiologi jamur tiram

Jamur tidak memiliki klorofil dan bersifat saprofitik atau parasitik. Jamur yang bersifat saprofitik hidup pada sisa makhluk lain yang telah mati, misalnya pada tumpukan sampah, batang kayu, atau serbuk gergaji. Sedangkan jamur yang bersifat parasitik hidup menumpang pada jasad makhluk hidup lain dan biasanya menjadi penyebab penyakit (Suriawiria 2002). Jamur tiram termasuk ke dalam kelas jamur basidiomycetes atau jamur yang memiliki tubuh buah. Berikut ini adalah taksonomi jamur tiram (Parjimo dan Andoko 2007) :

Kingdom : Fungi

Divisi : Amastigomycota Sub-divisi : Basidiomycotae Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Agaricaeae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus sp

Jamur tiram termasuk jamur yang memiliki tubuh buah. Jamur tiram memiliki tudung jamur yang berbentuk agak bulat, lonjong dan melengkung menyerupai cangkang tiram. Diameter tudung sekitar 3–15 cm (Parjimo dan Andoko, 2007).


(14)

Gambar 1 Siklus hidup Basidiomycetes (Sumber : wikispaces.psu.edu 2012

).

Parjimo dan Andoko (2007) menyebutkan bahwa batang jamur tiram tidak tepat berada di bawah tudung tetapi agak menyamping. Tubuh buah pada jamur tiram tidak bersifat tunggal tetapi membentuk rumpun dan memiliki banyak percabangan. Saat tubuh buah sudah tua, daging buah akan menjadi liat dan keras.

Gambar 2 Jamur tiram putih (Sumber : dokumentasi pribadi).

2.1.2 Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram

Jamur tiram merupakan jamur tingkat tinggi yang mengalami siklus hidup. Setiap siklus hidup memiliki bentuk yang berbeda. Suriawiria (2002) menjelaskan tahap-tahap siklus hidup jamur tiram adalah sebagai berikut :

1.Spora

Spora merupakan bibit jamur yang berasal dari tubuh buah jamur dewasa. Berbentuk serbuk dan akan membentuk serat-serat halus seperti kapas yang disebut miselium.

2.Miselium

Miselium terbentuk dari spora yang tumbuh pada keadaan lingkungan yang mendukung. Pertumbuhan miselium meliputi dua tahap yaitu miselium primer dan miselium sekunder.

3.Primordial

Primordial adalah fase diantara miselium dan tubuh buah dewasa. Primordial berbentuk seperti bintik-bintik kecil yang muncul dari miselium. Bentuk primordia juga disebut pin head.

4.Tubuh buah dewasa

Tubuh buah dewasa berbentuk seperti payung bulat dan agak mirip cangkang tiram. Tubuh buah dewasa memiliki kemampuan untuk menghasilkan spora.

2.1.3 Kandungan gizi jamur tiram Jamur tiram termasuk komoditas yang tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sehingga aman untuk dikonsumsi. Menurut Patil et al. (2010), jamur tiram merupakan sumber protein, mineral (Ca, P, Fe, K, dan Na), vitamin C, dan B kompleks (tiamin, riboflavin, asam folat dan niasin). Nutrisi pada jamur tiram bahkan dianggap setara dengan obat-obatan. Jamur tiram mengandung kalium dan natrium yang membuatnya menjadi makanan ideal bagi pasien yang menderita hipertensi dan penyakit jantung.

Shah et al (2004) menjelaskan bahwa selain sebagai bahan makanan, jamur tiram juga digunakan sebagai pelengkap proses pengobatan yaitu sebagai antikanker, antikolesterol, dan antitumor bahkan juga


(15)

digunakan untuk melawan diabetes. Menurut Chazali dan Pratiwi (2009), jamur tiram memiliki manfaat yang baik bagi tubuh, diantaranya :

1. Jamur tiram mengandung sembilan asam amino esensial yang baik bagi tubuh.

2. Jamur tiram dapat digunakan sebagai suplemen untuk diet karena mengandung lignoselulosa yang baik bagi pencernaan.

3. Jamur tiram baik digunakan sebagai makanan alternatif karena kandungan gizinya tinggi dan rendah kolesterol. 4. Kandungan senyawa pluran dalam

jamur tiram berkhasiat sebagai antitumor dan antioksidan.

2.1.4 Syarat tumbuh

Syarat tumbuh jamur tiram memiliki beberapa parameter yaitu suhu udara, kelembaban relatif, cahaya dan sirkulasi udara. Parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap fase atau tingkatan (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Kondisi lingkungan bagi pertumbuhan jamur tiram (Pleurotus sp.) berbeda bergantung pada fase yang sedang berlangsung. Pada fase miselium suhu yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingkan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah (Parjimo dan Andoko 2007).

Jamur tiram cocok dibudidayakan di dataran tinggi. Lokasi yang bisa digunakan untuk budidaya jamur tiram terletak pada ketinggian 300-1200 mdpl dan yang paling baik adalah pada ketinggian 700 mdpl. Kemiringan lokasi juga tidak melampaui 45o dan dikelilingi kawasan hijau (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2008). Namun, dengan teknologi yang tepat, jamur tiram juga dapat tumbuh di dataran rendah (Trubus 2010). 2.2 Pengaruh Kondisi Lingkungan

Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Kondisi lingkungan merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan jamur tiram. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram adalah suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan sirkulasi udara (Wartaka 2006).

2.2.1 Suhu udara

Suhu udara menggambarkan energi kinetik molekul-molekul udara (Ahrens 2007). Menurut tanuwijaya (1993 dalam Swarinoto dan Sugiyono 2011), keadaan suhu udara pada suatu tempat dipengaruhi oleh

lama penyinaran matahari, kemiringan sinar matahari, keadaan awan dan jenis tutupan permukaan.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman membutuhkan suhu yang sesuai berdasarkan kondisi fenologinya. Kecepatan pertumbuhan tanaman meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Namun, kondisi ini bukanlah tanpa batas. Kondisi fenologi tanaman mempunyai batas suhu yang dapat ditoleransi. Saat melewati suhu maksimum yang dapat ditoleransi, pertumbuhan tanaman akan menurun bahkan akan mencapai titik nol (Seeman et al 1979).

Menurut Iqbal et al (2005), fase miselium, jamur tiram yang dibudidayakan pada medium serbuk kayu dapat tumbuh pada suhu 22-28oC. Menurut Susilawati dan Budi Raharjo (2010), untuk mempercepat pertumbuhan miselium, suhu kumbung inkubasi harus dipertahankan sebesar 25-33oC. Menurut Suriawiria (2002), pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah dibutuhkan suhu 21-27oC.

2.2.2 Kelembaban relatif (RH)

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung di atmosfer. Besarnya tergantung dari masuknya uap air ke dalam atmosfer karena adanya penguapan dari air yang ada di lautan, danau, sungai, maupun dari air tanah. Disamping itu juga terjadi penguapan yang berasal dari tumbuhan yaitu proses evapotranspirasi. Sedangkan banyaknya air di dalam udara bergantung pada beberapa faktor, yaitu ketersediaan air, sumber uap, suhu udara, tekanan udara, dan angin (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007 dalam Swarinoto dan Sugiyono 2011).

Jumlah kandungan uap air di udara diukur menggunakan higrometer atau menggunakan psikrometer. Pengukuran dengan metode psikrometer menggunakan termometer bola basah disamping menggunakan termometer bola kering. Mengukur kelembaban relatif menggunakan psikrometer lebih mudah dilakukan karena tidak memerlukan kalibrasi (McIlveen 1986).

Kebutuhan jamur tiram terhadap kelembaban relatif dipengaruhi oleh fase pertumbuhannya. Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008), jamur tiram membutuhkan kelembaban relatif sebesar 60-70% pada fase miselium. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah, jamur tiram membutuhkan kelembaban relatif sebesar 80-90% (Parjimo dan Andoko 2007). Berbeda dengan tanaman pada umumnya


(16)

yang dominan mendapatkan sumber air dari mediumnya, jamur tiram memperoleh sumber air dari kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif udara rendah jamur tiram akan menjadi kering dan keriput. Hal ini bisa berdampak langsung pada bobot panen jamur tiram.

Gambar 3 Termometer bola kering dan termometer bola basah (Sumber : dokumentasi pribadi).

Pengendalian kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dilakukan dengan proses penyiraman. Penyiraman dilakukan saat nilai kelembaban relatif mengalami penurunan. Kondisi iklim mikro lingkungan kurang sesuai bisa menyebabkan terjadinya penurunan nilai kelembaban relatif. Jamur tiram yang dibudidayakan di daerah dengan kelembaban relatif rendah memerlukan penyiraman yang lebih sering dibandingkan yang tumbuh di daerah lembab.

2.2.3 Intensitas cahaya

Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo (2008), pertumbuhan miselium jamur tiram akan lebih cepat pada kondisi gelap sehingga kumbung inkubasi dikondisikan memiliki intensitas cahaya yang rendah. Fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram membutuhkan cahaya sebanyak 60-70%. Cahaya yang dibutuhkan jamur tiram bukanlah cahaya dari sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan pertumbuhan jamur tiram melambat bahkan mati.

2.2.4 Sirkulasi udara

Sirkulasi udara berkaitan dengan distribusi suhu di dalam kumbung. Menurut Gusdorf et al. (2006), sirkulasi udara didefinisikan sebagai aliran udara di dalam gedung atau ruangan. Sirkulasi udara diatur dengan membuka pintu atau jendela kumbung. Dinding kumbung yang terbuat

dari bilik bambu juga memiliki peranan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kumbung. Sirkulasi udara membantu distribusi suhu dan kelembaban relatif sehingga kondisi lingkungan di dalam kumbung menjadi sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram.

2.3 Kumbung Jamur/ Rumah Jamur Habitat asli jamur tiram adalah hutan di daerah pegunungan yang sejuk. Mengacu pada kondisi habitat aslinya, daerah yang paling ideal untuk budidaya jamur tiram adalah dataran menengah sampai dataran tinggi. Namun, hal tersebut bukan menjadi kendala jika mampu melakukan modifikasi lingkungan. Modifikasi kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban dilakukan di dalam kumbung jamur/ rumah jamur (Trubus 2010).

Kumbung jamur/ rumah jamur dibangun untuk menjaga kondisi lingkungan di dalamnya. Kumbung jamur dibedakan menjadi dua, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase miselium, sedangkan kumbung budidaya digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah (Trubus 2010).

Kumbung inkubasi dibangun untuk mempertahankan suhu agar tetap hangat sedangkan kumbung budidaya dibangun untuk mengendalikan suhu agar tetap rendah dan kelembaban tinggi dengan cara melakukan penyiraman pada lantai dan dindingnya serta melakukan pengaturan sirkulasi udara (Khonga 2003). Menurut Trubus (2010), konstruksi kumbung jamur perlu memperhatikan kondisi iklim mikro di lingkungan sekitarnya. Kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang tinggi perlu memiliki ventilasi yang lebih banyak dibandingkan kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Ventilasi akan mendukung sirkulasi yang baik sehingga suhu dapat dikontrol dengan mudah. 2.4 Heat Unit

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan fase tanaman secara praktis dan mudah adalah dengan metode heat unit (Iwata 1979). Miller et al. (2001) mengatakan bahwa perbedaan suhu akan menentukan perbedaan lamanya suatu fase pada tanaman. Satuan heat unit adalah derajat hari atau degree days.


(17)

Ismal (1981) menjelaskan bahwa metode ini merupakan pendekatan antara agronomi dan klimatologi dengan cara melihat hubungan suhu rata-rata harian dengan suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Saxena dan Rai (1994), dalam Nair (1994), suhu dasar jamur tiram adalah 10oC. Dibawah suhu 10oC, jamur tiram tidak bisa mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu pada bulan April–Juli 2011 di Desa Pandan Sari Gadog Ciawi, Kabupaten Bogor dan pada bulan September–November 2011 di Desa Kukupu, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola kering, termometer bola basah, penggaris, alat tulis, timbangan, kamera digital, Global Positioning System (GPS), seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft office dan MINITAB 14.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bibit F2 jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang sudah dikemas di dalam 200 baglog steril.

3.2.3 Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t dua sampel. Uji t dua sampel digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi dua sampel yang dibandingkan. Pada penelitian ini, sampel yang dibandingkan meliputi : suhu dan kelembaban di luar dan di dalam kumbung pada kedua lokasi dan bobot panen.

Pada uji t dua sampel, nilai P-Value digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi pada kedua sampel. Perbedaan kondisi yang diuji meliputi : P-Value lebih rendah dari 1% artinya nilai tengah kedua populasi sangat berbeda nyata, P-Value antara 1-5% artinya nilai tengah kedua populasi berbeda nyata, P-Value diatas 5% artinya nilai tengah kedua populasi tidak berbeda nyata.

3.3 Metoda Penelitian 3.3.1 Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan di lapangan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Desa Pandan Sari Gadog, Kabupaten Bogor dan tahap kedua dilakukan di Desa Kukupu, Kota Bogor. Pengambilan dua tahap dilokasi yang berbeda bertujuan untuk memperoleh kondisi suhu dan kelembaban yang sangat berbeda.

Data pertumbuhan jamur tiram yang diukur dilapangan, meliputi: data persentase penutupan miselium, dan bobot panen. Data persentase penutupan miselium diukur setiap tujuh hari selama masa inkubasi dan data bobot panen pertama diukur setelah sampel dipanen pada masa budidaya.

Unsur cuaca yang diukur di lapangan adalah suhu bola kering dan suhu bola basah. Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan setiap pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Pengukuran suhu bola kering dan bola basah dilakukan di luar kumbung dan di dalam kumbung.

3.3.2 Analisa data penelitian

a. Pertumbuhan miselium jamur tiram putih

Pertumbuhan miselium jamur tiram putih diukur menggunakan penggaris. Data hasil pengukuran di konversi ke dalam bentuk persentase. Konversi ke dalam bentuk persentase dilakukan karena ukuran baglog jamur yang berbeda-beda. Persentase tutupan miselium jamur pada baglog diperoleh dengan menggunakan rumus :

mise ium tin i mise iumTin i ba o Kondisi tutupan miselium yang diamati adalah pada saat kurang dari 25%, 25%, 50%, 75 %, dan 100%. Saat tutupan miselium mencapai 100%, baglog jamur dipindahkan ke kumbung budidaya.

b. Suhu udara

Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan di luar dan di dalam kumbung pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Pengukuran dilakukan di dalam kumbung inkubasi maupun kumbung budidaya. Suhu bola kering digunakan sebagai nilai suhu udara.

Penentuan rumus suhu rata-rata ditentukan dengan pengukuran suhu minimum dan maksimum diurnal pada hari-hari tertentu sebagai sampel sehingga pada


(18)

hari tersebut dapat ditentukan rumus suhu rata-rata :

T rata-rata = Tmax + Tmin 2

Berdasarkan kalibrasi, nilai suhu rata-rata harian dapat didekati menggunakan rumus:

T rata-rata = ((2*T8)+T12+T16) 4

Suhu udara di luar dan di dalam kumbung dianalisa menggunakan uji t dua sampel untuk menentukan perbedaannya.

c. Kelembaban relatif

Nilai kelembaban relatif diduga dengan menggunakan data hasil pengukuran suhu udara dan suhu bola basah di lapangan. Menurut Ahrens (2007) Nilai kelembaban relatif diperoleh menggunakan rumus :

RH = {ea/es(TBK)}*100% Dimana :

ea = es(TBB)-(0,66*(TBK-TBB)) es(TBK) = 6,1078* EXP(17,139*TBK/

(TBK+237,3))

es(TBB) = 6,1078* EXP(17,139*TBB/ (TBB+237,3))

Keterangan :

es : Tekanan uap air jenuh ea : Tekanan uap air aktual TBK : Suhu bola kering (oC) TBB : Suhu bola basah (oC)

Perbedaan nilai kelembaban di kedua lokasi kemudian dianalisa menggunakan uji t dua sampel.

d. Bobot panen

Bobot panen diukur menggunakan timbangan dengan nilai ketepatan 10 gram. Bobot panen yang ditimbang yaitu pada panen pertama. Data bobot panen pada kedua lokasi kemudian diolah menggunakan uji t dua sampel untuk menentukan perbedaannya. e. Heat unit

Data heat unit dihitung untuk setiap fase pertumbuhan jamur tiram putih, yaitu fase miselium, dan fase pembentukkan tubuh buah. Data yang digunakan untuk menghitung besaran heat unit adalah data suhu rata-rata harian dan data suhu dasar (temperature base) jamur tiram. Nilai suhu

dasar jamur tiram yang digunakan adalah 10oC. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai heat unit adalah :

Heat unit = Tmean – Tbase

Sementara untuk menduga akumulasi heat unit pada tanaman pada setiap fase digunakan rumus :

i

Akumulasi heat unit =

HU n=1 Keterangan :

HU : Heat unit tanaman hari ke-i Tmean : Suhu udara rata-rata harian Tbase : Suhu dasar tanaman (10oC)

(Saxena dan Rai 1994 dalam Nair 1994)

n : Hari ke-i i : 1, 2, 3, 4, .. f. Koefisien variasi (CV)

Nilai koefisien variasi yang dicari adalah nilai koefisien variasi lamanya fase pertumbuhan dan heat unit. Koefisien variasi digunakan untuk mencari korelasi antara lamanya fase dengan nilai heat unit. Nilai koefisien variasi dicari menggunakan rumus :

CVHU = (HUPS-HUKP) x 100% HUPS

CVLF = (LFPS-LFKP) x 100% LFPS

Keterangan :

CVHU : Koefisien variasi heat unit

CVLF : Koefisien variasi lama fase

HUPS : Heat unit di Pandan Sari

HUKP : Heat unit di Kukupu

LFPS : Lama fase di Pandan Sari


(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, karakteristik lokasi penelitian ditinjau berdasarkan dua aspek, yaitu kondisi karakteristik lingkungan dan kondisi karakteristik kumbung jamur tiram.

4.1.1 Karakteristik lingkungan

Lokasi penelitian pertama terletak di Jalan Raya Puncak Gadog, tepatnya di desa Pandan Sari Ciawi Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada 6,650o LS dan 106,862o BT dengan ketinggian 437 mdpl. Desa Pandan Sari terletak di bagian timur Kabupaten Bogor. Desa Pandan Sari merupakan desa pertanian yang didominasi oleh pertanian jamur tiram dan padi. Lokasi ini berada di DAS Ciliwung dan diapit oleh saluran-saluran irigasi.

Lokasi penelitian kedua terletak di Kelurahan Cibadak, tepatnya di desa Kukupu Tanah Sareal Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kota Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada koordinat 6,544o LS dan 106,776o BT dengan ketinggian 169 mdpl. Desa Kukupu terletak di bagian utara Kota Bogor dan diapit oleh perumahan Tamansari Persada dan Bukit Cimanggu City.

4.1.2 Karakteristik kumbung jamur tiram

Pada lokasi penelitian di Desa Pandan Sari, kumbung inkubasi berukuran panjang 15 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 8 meter. Dinding kumbung inkubasi tidak ditutupi sehingga terkena paparan kondisi lingkungan di luar secara langsung. Kumbung inkubasi Pandan Sari memiliki kapasitas penyimpanan 60.000 baglog. Kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kumbung inkubasi Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi).

Kumbung budidaya di Pandan Sari memiliki ukuran panjang 20 meter, lebar 10 meter dan tinggi 8 meter. Kumbung budidaya Pandan Sari sudah dilengkapi dengan dinding berventilasi. Kumbung budidaya Pandan Sari memiliki kapasitas 35.000 baglog. Kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). Pada lokasi penelitian kedua, yaitu di Desa Kukupu, kumbung inkubasi berukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 7 meter. Kumbung inkubasi di Kukupu tertutup rapat oleh bilik bambu dengan ventilasi sedikit. Kapasitas penyimpanan kumbung inkubasi Kukupu adalah sebanyak 50.000 baglog. Kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kumbung inkubasi Kukupu (Sumber : dokumentasi pribadi). Kumbung budidaya Kukupu memiliki ukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter dan tinggi 7 meter. Kumbung budidaya Kukupu dilengkapi ventilasi pada dindingnya. Kumbung budidaya Kukupu memiliki kapasitas sebanyak 25.000 baglog. Kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 7.


(20)

Gambar 7 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). 4.2 Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama

Periode Penelitian

4.2.1 Suhu dan kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi Berdasarkan pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah yang dilakukan pada kedua lokasi menunjukkan suhu udara rata-rata selama 88 hari pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terukur sebesar 27,4oC, sedangkan suhu udara rata-rata di desa Kukupu selama 70 hari pada tanggal 18 September hingga 26 November terukur sebesar 29,6oC. Berdasarkan uji t dua sampel pada nilai rata-rata suhu harian di kedua lokasi, kondisi suhu lingkungan sangat berbeda. Kelembaban relatif rata-rata pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terhitung sebesar 87%, sedangkan kelembaban relatif pada tanggal 18 September hingga 26 November 2011 terhitung sebesar 81%. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan pada data kelembaban relatif kedua lokasi, kondisi kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi sangat berbeda.

Pada pengambilan data pertama di Pandan Sari mulai bulan April-Juli, nilai suhu udara rata-rata harian cenderung lebih rendah. Suhu udara yang lebih rendah disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di Pandan Sari saat periode pengambilan data. Selain itu, suhu udara yang lebih rendah juga dipengaruhi jenis tutupan lahan di Pandan Sari yang masih di dominasi oleh sawah dan badan air (sungai, saluran irigasi, dan kolam), sementara di Kukupu, jenis tutupan lahan yang dominan adalah lahan terbangun dengan sedikit jenis tutupan badan air. Nilai kelembaban yang tinggi juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Letak Pandan Sari lebih tinggi daripada Kukupu sehingga

tekanan udaranya menjadi lebih rendah. Tekanan udara yang lebih rendah memungkinkan air untuk lebih mudah menguap. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi pada kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8 Suhu rata-rata harian lingkungan.

Gambar 9 RH rata-rata harian lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Pandan Sari cenderung naik. Kondisi ini disebabkan oleh waktu tanamnya yang jatuh pada awal musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih rendah dibandingkan di akhir waktu tanam. Sedangkan, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Kukupu cenderung turun. Hal ini disebabkan oleh waktu tanamnya jatuh pada akhir musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih tinggi dibandingkan di akhir waktu tanam.


(21)

4.2.2Suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung pada kedua lokasi

Kumbung jamur dibangun dengan tujuan menjaga kondisi iklim mikro di dalamnya dari kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. Berdasarkan kebutuhan syarat lingkungan yang berbeda pada setiap fase jamur tiram, kumbung jamur tiram dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk jamur tiram pada fase miselium dan kumbung budidaya digunakan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah. Kumbung inkubasi dibangun untuk memberikan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan miselium. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh dan tidak terlalu membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pada kumbung inkubasi juga tidak diberikan perlakuan khusus.

Kondisi suhu pada kumbung inkubasi di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung inkubasi di Kukupu. Suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari sebesar 27,4oC sedangkan nilai suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 28,5oC. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi di Pandan Sari sebesar 87% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 82%. Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu sangat berbeda. Nilai suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi pandan Sari lebih rendah disebabkan oleh ukuran kumbung yang lebih besar dibandingkan dengan kumbung inkubasi di Kukupu. Disekitar kumbung inkubasi Pandan Sari juga terdapat saluran irigasi sehingga kelembabannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Konstruksi dinding kumbung di Pandan Sari juga kurang tertutup sehingga kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terpapar oleh pengaruh lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Kondisi suhu pada kumbung budidaya di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung budidaya di Kukupu. Suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari yang terukur sebesar 26,7oC sedangkan di dalam

kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 27,7oC. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari terukur sebesar 88% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 86%.

Gambar 10 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi.

Gambar 11 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi.

Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu di dalam kumbung budidaya kedua lokasi sangat berbeda, sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan Kukupu tidak berbeda. Kondisi kelembaban relatif kedua lokasi tidak berbeda karena adanya perlakuan penyiraman sehingga kelembaban dapat dikendalikan. Kumbung budidaya di Kukupu diberikan penyiraman 2-3 kali sehari, sementara kumbung budidaya Pandan Sari hanya diberikan penyiraman 1-2 kali sehari. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan


(22)

Kukupu dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya.

Gambar 13 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung budidaya.

4.2.3 Suhu dan kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung pada setiap lokasi

Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Suhu rata-rata harian di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 27,4 oC. Hal tersebut juga terjadi pada uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi. Kondisi kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari juga tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan

dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 87%. Kumbung inkubasi Pandan Sari tidak dilengkapi oleh dinding yang rapat sehingga terpapar oleh kondisi lingkungan. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh. Suhu lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi yang kurang hangat menyebabkan laju pertumbuhan miselium terhambat sehingga di Pandan Sari membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tutupan miselium sebesar 100%. Pada fase miselium, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh bagi pertumbuhan miselium karena miselium tumbuh di dalam baglog. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Gambar 14 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari.

. .

4.3 Pertumbuhan Jamur Tiram

Gambar 15 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari.


(23)

Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari sangat berbeda. Suhu lingkungan terukur sebesar 27,4 oC dan suhu di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 26,8oC.

Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 87% dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 88%. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya berbeda nyata.

Perbedaan kondisi suhu dan kelembaban antara lingkungan dengan kumbung budidaya disebabkan oleh Kumbung budidaya Pandan Sari dapat menahan paparan kondisi iklim lingkungan. Selain itu, perbedaan kondisi iklim mikro tersebut juga disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman kumbung dan pengaturan sirkulasi melalui jendela dan pintu kumbung. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

Gambar 16 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari.

Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu sangat berbeda. Suhu rata-rata harian lingkungan di Kukupu

saat masa inkubasi terukur sebesar 29,6oC dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi terukur sebesar 28,5oC. Suhu di dalam kumbung inkubasi lebih rendah disebabkan oleh adanya sirkulasi udara dari dinding kumbung dan ketinggian atap kumbung yang memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik.

Gambar 17 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Uji t dua sampel juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Berdasarkan uji t dua sampel, dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 81% sementara kelembaban relatif di dalam kumbung terukur sebesar 82%. Kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya penyiraman di dalam kumbung inkubasi sehingga kelembaban relatifnya akan cederung mengikuti lingkungannya. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19.

Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Suhu rata-rata harian lingkungan terukur sebesar 29,6oC dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 27,7oC. Perbedaan kondisi suhu ini disebabkan oleh adanya ventilasi, bentuk kumbung yang tinggi, pengaturan jarak rak baglog dan adanya penyiraman.


(24)

Gambar 18 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu.

Gambar 19 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu.

Gambar 20 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu.

Sementara itu, uji t juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Kelembaban relatif lingkungan pada masa budidaya di Kukupu terukur sebesar 81% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 86%.

Kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya lebih tinggi disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kumbung mampu untuk memberikan kondisi iklim mikro yang berbeda dengan kondisi iklim mikro lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.

Gambar 21 Kelembaban relatif rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu. 4.3 Kondisi Lingkungan Kumbung dan

Pertumbuhan Jamur Tiram

Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam kumbung. Pada fase miselium, kondisi lingkungan pada kumbung inkubasi yang paling mempengaruhi, sedangkan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, kondisi lingkungan pada kumbung budidayalah yang paling mempengaruhi. Unsur-unsur lingkungan yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram adalah suhu udara dan kelembaban relatif.


(25)

4.3.1 Suhu

Laju metabolisme pada jamur tiram dipengaruhi oleh suhu sehingga suhu akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan. Jamur tiram sebagai makhluk hidup saprofitik yang menguraikan selulosa, akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat saat fase miselium pada suhu yang lebih hangat. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi Kukupu menyebabkan laju pertumbuhan miselium lebih cepat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Pada gambar 21 dan gambar 22 dijelaskan tentang lamanya masa inkubasi di Pandan Sari dan Kukupu. Masa inkubasi di Pandan Sari adalah 56 hari sedangkan masa inkubasi di Kukupu adalah 49 hari. Pada masa inkubasi, target yang paling utama adalah kecepatan pertumbuhan miselium jamur tiram, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi di dalam kumbung inkubasi Kukupu lebih baik dibandingkan dengan kondisi kumbung inkubasi Pandan Sari.

Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah, jamur tiram memiliki perbedaan kebutuhan panas dengan saat fase miselium. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di kumbung budidaya Kukupu, suhunya lebih hangat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Hal ini menyebabkan jamur tiram menjadi matang sebelum memasuki ukuran yang dikehendaki. Di dalam kumbung budidaya Kukupu, jamur tiram sudah harus dipanen saat ukurannya belum mencapai target yang diinginkan. Suhu yang lebih hangat di Kukupu menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih cepat. Suhu yang lebih rendah terukur di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Pandan Sari menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih lambat. Masa panen di Pandan Sari memang lebih lama dibandingkan dengan Kukupu namun ukuran tubuh buah yang terbentuk sesuai dengan yang yang diharapkan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi kumbung budidaya di Pandan Sari lebih sesuai untuk fase primordial dan pembentukkan tubuh buah.

Tubuh buah jamur tiram di kumbung budidaya Kukupu harus dipanen lebih cepat karena suhu yang lebih tinggi menyebabkan tubuh buah menjadi matang lebih cepat. Jika tidak dipanen maka jamur akan tua dan rasa jamur akan menjadi pahit.

4.3.2 Kelembaban relatif

Pada pertumbuhan jamur tiram, kelembaban relatif menjadi salah satu faktor penting terutama saat pembentukkan tubuh buah. Salah satu kandungan utama tubuh buah pada jamur tiram adalah air. Pada fase miselium yang terjadi di kumbung inkubasi, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh karena miselium tumbuh di dalam baglog plastik yang tidak mengalami kontak secara langsung dengan udara. Pada fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram juga menyerap air dari kelembaban udara. Semakin tinggi nilai kelembaban maka semakin besar ukuran tubuh buah jamur tiram yang terbentuk. Kelebihan kandungan air pada tubuh buah jamur tiram dapat menurunkan kualitas jamur tiram sehingga harga jamur tiram dipasaran saat musim hujan atau saat kelembaban terlalu hampir dipastikan jatuh. Kondisi ini memerlukan pengendalian faktor kelembaban relatif yang baik.

4.4 Heat unit

Nilai heat unit jamur tiram mengalami perbedaan yang besar pada fase miselium dengan fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Pada fase miselium yang terjadi di dalam kumbung inkubasi, nilai heat unit yang diterima oleh jamur tiram lebih besar dibandingkan pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya. Hal ini disebabkan oleh fase miselium pada jamur tiram membutuhkan panas lebih banyak dibandingkan pada saat fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Kebutuhan panas yang lebih besar ini menyebabkan kumbung inkubasi dikondisikan lebih hangat dibandingkan dengan kumbung budidaya. Pada pengukuran di kedua lokasi, heat unit di Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan heat unit di Kukupu pada jumlah hari yang sama. Hal ini disebabkan oleh suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Kukupu. Nilai heat unit jamur tiram pada dua lokasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui nilai koefisien variasi untuk lama fase dan heat unit. Nilai koefisien variasi lama fase miselium terhitung sebesar 12,5% sedangkan koefisien variasi heat unit miselium terhitung sebesar 6,9%. Tabel 1


(26)

Tabel 1 Nilai heat unit jamur tiram. Lokasi Ketinggian

(mdpl)

T Rata-rata (oC) Lama fase (hari) Heat unit (degree days) Inkubasi Budidaya Miselium Tubuh

buah Miselium

Tubuh buah Pandan

Sari 437 27,4 26,8 56 39 974,6 652,9

Kukupu 169 28,5 27,7 49 28 907,0 494,3

Variasi 12,5 28,2 6,9 24,3

juga menunjukkan nilai koefisien variasi untuk lama fase tubuh buah yaitu sebesar 28,2% sedangkan nilai koefisien variasi heat unit fase tubuh buah terhitung sebesar 24,3%. Nilai koefisien variasi lama fase dan nilai koefisien heat unit pada setiap fase mengalami kesalahan sehingga terjadi perbedaan nilai yang besar. Nilai koefisien lama fase menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien heat unit pada setiap fase. Kesalahan tersebut terjadi pada metode pengamatan sampel. Pengamatan yang dilakukan saat penelitian, dilakukan setiap minggu. Seharusnya, pengamatan fenologi tanaman dilakukan dalam durasi harian sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang diamati memiliki resolusi yang lebih tajam. Pada pengamatan fenologi yang dilakukan secara harian, nilai koefisien variasi lama fase dan koefisien variasi heat unit tidak akan mengalami perbedaan yang besar.

Kondisi suhu rata-rata harian di Kukupu yang lebih tinggi menyebabkan jamur tiram mengalami perkembangan yang lebih cepat daripada di Pandan Sari. Perkembangan pada jamur tiram membutuhkan sejumlah panas yang dapat dihitung dengan konsep heat unit. Semakin tinggi nilai suhu rata-rata harian maka perkembangan jamur tiram akan semakin cepat. Namun perkembangan yang cepat akan berakibat pada pertumbuhan jamur tiram yang kurang sempurna. Jamur tiram menjadi lebih cepat matang sebelum memasuki ukuran yang diharapkan.

4.5 Pertumbuhan Jamur Tiram 4.5.1 Persentase tutupan miselium Fase miselium pada jamur berlangsung di dalam kumbung inkubasi. Pada kedua lokasi, kondisi kumbung inkubasi memiliki suhu rata-rata harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi kumbung budidaya. Sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi lebih rendah dibandingkan dengan di dalam kumbung budidaya. Hal ini disebabkan pada kumbung inkubasi tidak ada perlakuan untuk

mengontrol kondisi suhu dan kelembaban. Kondisi suhu yang hangat cocok untuk merangsang pertumbuhan miselium jamur tiram.

Berdasarkan sampling pada minggu pertama yang dilakukan tujuh hari setelah baglog di produksi dan diletakkan di kumbung inkubasi, persentase tutupan miselium di Pandan Sari lebih banyak pada nilai kurang dari 25% yaitu sebanyak 66 sampel dan sebanyak 34 sampel sudah mencakup 25% tutupan miselium. Sampling pertama yang dilakukan di Kukupu menunjukkan hasil yang lebih cepat sebanyak 59 sampel memiliki persentase tutupan miselium kurang dari 25%, 32 sampel memiliki tutupan 25%, dan sebanyak sembilan sampel sudah mencapai tutupan 50%.

Berdasarkan Gambar 22 dan Gambar 23 , laju persentase tutupan miselium yang paling cepat terjadi di Kukupu. Di Pandan Sari, semua sampel baru dipindahkan ke kumbung budidaya setelah delapan minggu di dalam kumbung inkubasi. Sedangkan di Kukupu, seluruh sampel sudah dipindahkan ke kumbung budidaya setelah tujuh minggu. Pemindahan sampel dilakukan setelah penutupan miselium 100% pada permukaan baglog.

4.5.2 Pembentukkan tubuh buah dan produksi jamur tiram

Pembentukkan tubuh buah terjadi di dalam kumbung budidaya. Kumbung budidaya mengalami modifikasi lingkungan melalui beberapa perlakuan, yaitu penyiraman dan pengaturan sirkulasi udara sehinggan kondisinya berbeda dengan kumbung inkubasi yang rata-rata suhunya lebih hangat dan kelembabannya lebih rendah.

Bila suhu terlalu tinggi dan kelembaban rendah, tubuh buah jamur bisa menguning dan mengalami kekurangan bobot. Suhu juga berpengaruh pada laju pembentukkan tubuh buah. Pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya Kukupu lebih cepat


(27)

dibandingkan dengan pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Penimbangan bobot panen sampel dilakukan menggunakan timbangan dengan akurasi 10 gram. Bobot panen yang ditimbang adalah bobot panen pertama seluruh sampel yang telah dipindahkan ke dalam kumbung budidaya pada kedua lokasi. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data bobot panen di kedua

lokasi, kondisi bobot panen kedua lokasi sangat berbeda. Bobot rata-rata panen pertama di Pandan sari sebesar 214 gram/log sedangkan bobot rata-rata panen pertama di Kukupu sebesar 189 gram/log. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi iklim mikro kumbung budidaya Pandan Sari lebih mendukung untuk menghasilkan tubuh buah jamur tiram yang lebih baik daripada di dalam kumbung budidaya Kukupu.

Gambar 22 Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Pandan Sari.

Gambar 23 Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Kukupu. Tabel 2 Bobot hasil panen pertama.

Lokasi Jumlah Sampel Bobot Rata-rata (gram/log) Bobot Total (gram)

Pandan Sari 93 214 19870


(28)

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Suhu rata-rata harian lingkungan di Pandan Sari terukur sebesar 27,4oC, sedangkan di Kukupu terukur sebesar 29,4oC. Kelembaban relatif lingkungan di Pandan Sari terhitung sebesar 87%, sedangkan di Kukupu terhitung sebesar 81%. Fase miselium di Pandan Sari berlangsung selama 56 hari sedangkan di Kukupu berlangsung selama 49 hari. Suhu rata-rata di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari terukur sebesar 27,4oC, sedangkan di dalam kumbung inkubasi Kukupu terukur sebesar 28,5oC. Kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari terhitung sebesar 87%, sedangkan di dalam kumbung inkubasi Kukupu terhitung sebesar 82%. Fase pembentukan tubuh buah di Pandan Sari berlangsung selama 39 hari, sedangkan di Kukupu berlangsung selama 28 hari. Hal ini disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya kedua lokasi sangat berbeda. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Pandan Sari terukur sebesar 26,8oC, sedangkan di Kukupu terukur sebesar 27,7oC. Kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Pandan Sari terhitung sebesar 88%, sedangkan di Kukupu terhitung sebesar 86%. Nilai heat unit pada fase miselium di Pandan sari terhitung sebesar 974,6 derajat hari, sedangkan di Kukupu terhitung sebesar 907,0 derajat hari. Nilai heat unit pada fase tubuh buah di Pandan Sari terhitung sebesar 652,9 derajat hari, sedangkan di Kukupu terhitung sebesar 494,3 derajat hari. Perbedaan nilai heat unit pada kedua lokasi terjadi karena hilangnya resolusi akibat pengamatan yang tidak dilakukan setiap hari.

Hasil produksi jamur tiram di Pandan Sari lebih baik daripada di Kukupu. Bobot rata-rata panen pertama di Pandan Sari sebesar 214 gram/log. Sedangkan bobot rata-rata panen pertama di Kukupu hanya sebesar 189 gram/log. Hal ini disebabkan oleh waktu tumbuh jamur tiram. Jamur tiram yang tumbuh lebih cepat memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan yang lebih lama tumbuhnya.

5.2 Saran

Melakukan analisa pengaruh cuaca terhadap pertumbuhan jamur tiram pada lokasi yang sama dengan periode yang berbeda serta pengukuran intensitas cahaya di dalam kumbung dapat memberikan hasil

yang lebih baik. Pengukuran laju penutupan miselium pun sebaiknya dilakukan setiap hari agar memperoleh resolusi pengamatan fenologi yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens CD. 2007. Meteorology Today. Belmont: Thomson Brooks/Cole. Chazali S, Pratiwi PS. 2009. Usaha Jamur

Tiram Skala Rumah Tangga. Bogor: Penebar Swadaya.

Gunawan AW. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya. Gusdorf J, Szadkowski F, Simpson C,

Swinton MC, Hwang TJ. 2006. Modified Air Circulation: Energy Saving and Indoor Air Quality. Prosiding Konferensi ACEEE Summer Study on Energy Pacific Grove CA. 13-18 Agustus 2006. Hlm 1-12.

Iqbal M, Rauf A, Sheikh MI. 2005. Yield Performance of Oyster Mushroom on Different Substrates. International Journal of agriculture & biology. Vol. 7 No. 6.

Ismal G. 1981. Penggunaan Metode Satuan Panas Untuk Menentukan Umur Jagung (Zea mays) [Tesis]. Bogor: FPS-IPB.

Iwata F. 1979. Heat Unit Concept Of Crop Maturity. New Delhi: Oxford & IBH Publishing co.

Khonga EB. 2003. Highlights of Oyster Mushroom (Pleurotus sp) Production Reasearch In Botswana. UNISWA Journal of Agriculture. Vol. 12 : 45-52.

McIlveen R. 1986. Basic Meteorologi a Physical Outline. Workingham : Van Nostrand Reinhold (UK) co. Ltd.

Miller P, Lanier W, Brandt S. 2011. Using Growing Degree Days to Predict Plant Stages. Montana State University

Nair MC. 1994. Advance in Mushroom Biotechnology. Scientific Publ India. p. 40-51.

Naiola E. 1993. Budidaya Jamur Merang dan Jamur Tiram Putih Pada Pekarangan di Daerah DAS Cisadane. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH. 14 Juni 1993. Hlm 1-6.

Parjimo, Andoko A. 2007. Budidaya Jamur (Jamur Kuping, Jamur Tiram, dan


(29)

Jamur Merang). Jakarta: Agromedia Pustaka.

Patil SS, Ahmed SA, Telang SM, Baig MMV. 2010. The Nutritional Value of Pleurotus ostreatus (JACQ:FR) kumm Cultivated On Different Lignocellulosic Agrowastes. Innovative Romanian Food Biotechnology. Vol. 7 : 66-76. Saskiawan I, Sastraatmadja DD. 1992. Usaha

Pengembangan Budidaya Jamur Tiram Di Provinsi Bengkulu. Bogor: Balitbang Mikrobiologi Puslitbang Biologi-LIPI.

Seemann J, Chirkov YI, Lomas J, dan Primault B. 1979. Agrometeorology. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Shah ZA, Ashraf M, Ishtiaq CM. 2004. Comparative Study on Cultivation and Yield Performance of Oyster Mushroom (Pleurotus Ostreatus) on Different Substrates (Wheat straw, Leaves, Saw Dust). Pakistan Journal of Nutrition 3 (3): 158-160.

Suriawiria U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius.

Susilawati, Raharjo B. 2010. Budidaya Jamur Tiram (Pleourotus ostreatus) yang Ramah Lingkungan. Palembang : Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH. BPTP.

Swarinoto YS, Sugiyono. 2011. Pemanfaatan Suhu Udara dan Kelembaban Udara Dalam Persamaan Regresi Untuk Simulasi Prediksi Total Hujan Bulanan Di Bandar Lampung. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 12 no 3 : 271-281.

Redaksi Trubus. 2010. Jamur Tiram Dua Alam. Jakarta: PT Trubus Swadaya. Wartaka. 2006. Studi Pertumbuhan Beberapa

Isolat Jamur Tiram (Pleurotus Sp) Pada Berbagai Media Berlignin [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan-IPB.

Widyastuti N, Tjokrokusumo D. 2008. Aspek Lingkungan Sebagai Faktor Penentu Keberhasilan Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus sp). Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 9. No. 3 : 287-293.


(30)

Lampiran 1 Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Pandan Sari.

Hari ke Dry wet Max Min es(TBK) es(TBB) ea RH (%)

1 27,8 26,5 30,0 26,0 36,7 34,2 33,3 91

2 26,5 25,0 30,0 24,0 34,2 31,3 30,3 89

3 27,0 25,8 31,0 26,0 35,2 32,7 31,9 91

4 26,5 25,0 31,0 24,0 34,2 31,3 30,3 89

5 27,0 26,3 31,0 27,0 35,2 33,7 33,2 94

6 28,3 26,3 32,0 25,0 37,8 33,7 32,4 86

7 28,3 26,5 32,0 26,0 37,8 34,2 33,0 87

8 27,5 26,0 31,0 26,0 36,2 33,2 32,2 89

9 27,8 26,5 31,0 27,0 36,7 34,2 33,3 91

10 27,5 26,3 30,0 25,0 36,2 33,7 32,8 91

11 26,8 24,5 31,0 25,0 34,7 30,4 28,9 83

12 27,0 25,8 31,0 26,0 35,2 32,7 31,9 91

13 27,8 26,8 30,0 27,0 36,7 34,7 34,0 93

14 24,5 23,5 28,0 24,0 30,4 28,6 28,0 92

15 29,3 27,5 33,0 28,0 40,1 36,2 35,1 88

16 25,3 24,3 28,0 25,0 31,7 29,9 29,3 92

17 27,3 26,0 31,0 26,0 35,7 33,2 32,4 91

18 29,5 27,8 33,0 28,0 40,6 36,7 35,6 88

19 26,5 25,0 31,0 25,0 34,2 31,3 30,3 89

20 26,0 25,0 27,0 24,0 33,2 31,3 30,6 92

21 26,8 24,8 33,0 25,0 34,7 30,8 29,5 85

22 27,4 25,5 31,0 25,0 36,0 32,2 31,0 86

23 27,5 25,5 31,0 24,0 36,2 32,2 30,9 85

24 29,3 26,5 35,0 26,0 40,1 34,2 32,4 81

25 24,5 23,3 26,0 24,0 30,4 28,2 27,4 90

26 28,3 26,0 33,0 27,0 37,8 33,2 31,7 84

27 28,2 26,1 33,0 27,0 37,7 33,3 31,9 85

28 28,1 26,0 32,0 27,0 37,5 33,2 31,8 85

29 28,1 26,3 34,0 26,0 37,4 33,7 32,5 87

30 28,0 26,3 34,0 26,0 37,3 33,7 32,5 87

31 28,5 26,8 34,0 26,0 38,4 34,7 33,5 87

32 27,3 25,5 32,0 24,0 35,7 32,2 31,1 87

33 28,0 25,8 34,0 26,0 37,3 32,7 31,2 84

34 27,0 24,8 33,0 25,0 35,2 30,8 29,3 83

35 27,6 25,8 33,0 25,0 36,5 32,7 31,5 86

36 28,3 26,0 34,0 26,0 37,8 33,2 31,7 84

37 28,0 26,5 34,0 26,0 37,3 34,2 33,2 89

38 27,3 25,8 32,0 24,0 35,7 32,7 31,7 89

39 26,8 25,0 34,0 25,0 34,7 31,3 30,1 87

40 28,0 26,3 32,0 26,0 37,3 33,7 32,5 87

41 27,8 26,0 32,0 25,0 36,7 33,2 32,0 87


(31)

Lampiran 1 Lanjutan.

43 27,1 25,5 32,0 25,0 35,4 32,2 31,1 88

44 27,8 25,8 33,0 25,0 36,7 32,7 31,4 85

45 27,5 26,0 0,0 0,0 36,2 33,2 32,2 89

46 27,3 25,3 31,0 26,0 35,7 31,7 30,4 85

47 27,3 26,0 32,0 25,0 35,7 33,2 32,4 91

48 27,4 26,4 33,0 25,0 36,1 33,9 33,2 92

49 27,6 26,3 33,0 26,0 36,5 33,7 32,8 90

50 27,8 26,3 32,0 26,0 36,7 33,7 32,7 89

51 27,5 25,8 31,0 26,0 36,2 32,7 31,5 87

52 27,8 25,8 31,0 26,0 36,7 32,7 31,4 85

53 26,8 25,5 31,0 25,0 34,7 32,2 31,4 91

54 28,5 26,3 33,0 27,0 38,4 33,7 32,2 84

55 26,8 25,0 32,0 25,0 34,7 31,3 30,1 87

56 27,6 26,1 33,0 25,0 36,5 33,4 32,4 89

57 28,8 26,5 33,0 25,0 38,9 34,2 32,7 84

58 28,0 26,3 32,0 27,0 37,3 33,7 32,5 87

59 27,0 25,5 33,0 26,0 35,2 32,2 31,2 89

60 28,3 26,0 33,0 24,0 37,8 33,2 31,7 84

61 27,8 25,3 34,0 26,0 36,7 31,7 30,1 82

62 28,3 26,5 33,0 25,0 37,8 34,2 33,0 87

63 27,0 25,3 31,0 27,0 35,2 31,7 30,6 87

64 27,8 25,3 34,0 24,0 36,7 31,7 30,1 82

65 27,5 25,3 33,0 25,0 36,2 31,7 30,3 84

66 27,5 25,0 34,0 25,0 36,2 31,3 29,6 82

67 27,8 25,8 33,0 24,0 36,7 32,7 31,4 85

68 26,5 24,8 34,0 25,0 34,2 30,8 29,7 87

69 27,0 25,8 31,0 24,0 35,2 32,7 31,9 91

70 27,0 25,8 33,0 25,0 35,2 32,7 31,9 91

71 28,3 26,3 34,0 25,0 37,8 33,7 32,4 86

72 28,0 26,5 32,0 26,0 37,3 34,2 33,2 89

73 27,5 25,5 33,0 24,0 36,2 32,2 30,9 85

74 27,8 25,5 32,0 26,0 36,7 32,2 30,7 84

75 27,5 25,8 33,0 25,0 36,2 32,7 31,5 87

76 28,0 25,3 33,0 26,0 37,3 31,7 29,9 80

77 27,6 25,3 33,0 26,0 36,5 31,7 30,2 83

78 27,5 25,0 33,0 25,0 36,2 31,3 29,6 82

79 26,5 24,0 32,0 22,0 34,2 29,5 27,8 81

80 27,0 25,5 33,0 24,0 35,2 32,2 31,2 89

81 25,8 24,0 31,0 24,0 32,7 29,5 28,3 87

82 26,6 24,9 32,0 24,0 34,4 31,1 29,9 87

83 25,8 24,0 31,0 24,0 32,7 29,5 28,3 87

84 26,6 24,4 32,0 24,0 34,4 30,1 28,7 83


(32)

Lampiran 1 Lanjutan.

86 27,3 24,6 33,0 25,0 35,8 30,5 28,7 80

87 27,9 25,5 33,0 26,0 37,0 32,2 30,7 83

88 27,4 26,2 32,0 25,0 36,0 33,6 32,8 91

Rata-rata 27,4 25,6 31,7 25,1 36,1 32,5 31,3 87

Lampiran 2 Suhu dan kelembaban relatif lingkungan di Kukupu.

Hari ke Dry wet Max Min es(TBK) es(TBB) ea RH (%)

1 29,8 26,3 34,0 27,0 41,2 33,7 31,4 76

2 30,3 27,0 35,0 27,0 42,4 35,2 33,0 78

3 30,0 26,8 36,0 27,0 41,8 34,7 32,5 78

4 29,8 26,5 35,0 26,0 41,2 34,2 32,0 78

5 30,3 27,0 37,0 27,0 42,4 35,2 33,0 78

6 30,0 27,3 36,0 27,0 41,8 35,7 33,9 81

7 30,3 27,0 35,0 27,0 42,4 35,2 33,0 78

8 30,3 26,6 35,0 27,0 42,4 34,4 32,0 76

9 30,3 26,3 36,0 27,0 42,4 33,7 31,0 73

10 30,3 26,3 36,0 27,0 42,4 33,7 31,0 73

11 29,8 26,6 35,0 27,0 41,2 34,4 32,4 78

12 29,5 26,5 35,0 27,0 40,6 34,2 32,2 79

13 29,5 26,1 35,0 27,0 40,6 33,4 31,2 77

14 30,3 26,3 37,0 27,0 42,4 33,7 31,0 73

15 30,0 25,5 34,0 28,0 41,8 32,2 29,3 70

16 32,3 28,5 36,0 30,0 47,5 38,4 35,9 76

17 29,5 26,5 36,0 26,0 40,6 34,2 32,2 79

18 30,5 28,5 35,0 28,0 43,0 38,4 37,0 86

19 31,3 27,3 36,0 28,0 44,9 35,7 33,1 74

20 30,8 27,8 35,0 29,0 43,6 36,7 34,8 80

21 26,8 25,5 29,0 26,0 34,7 32,2 31,4 91

22 29,3 26,3 34,0 27,0 40,1 33,7 31,7 79

23 29,8 26,9 36,0 28,0 41,2 34,9 33,0 80

24 30,3 27,3 37,0 28,0 42,4 35,7 33,7 79

25 30,3 26,5 35,0 27,0 42,4 34,2 31,7 75

26 30,5 27,0 35,0 28,0 43,0 35,2 32,9 76

27 30,0 25,3 37,0 26,0 41,8 31,7 28,6 68

28 30,0 27,0 36,0 27,0 41,8 35,2 33,2 79

29 30,3 28,0 35,0 28,0 42,4 37,3 35,8 84

30 30,5 27,8 37,0 28,0 43,0 36,7 34,9 81

31 31,0 27,0 37,0 28,0 44,2 35,2 32,5 74

32 29,5 27,3 34,0 27,0 40,6 35,7 34,2 84

33 27,8 26,5 31,0 27,0 36,7 34,2 33,3 91

34 27,5 26,3 31,0 26,0 36,2 33,7 32,8 91


(33)

Lampiran 2 Lanjutan.

36 28,3 26,8 32,0 27,0 37,8 34,7 33,7 89

37 31,3 28,3 37,0 29,0 44,9 37,8 35,8 80

38 30,5 27,8 37,0 28,0 43,0 36,7 34,9 81

39 30,0 27,3 36,0 27,0 41,8 35,7 33,9 81

40 28,8 26,8 32,0 27,0 38,9 34,7 33,3 86

41 30,3 26,5 37,0 27,0 42,4 34,2 31,7 75

42 29,3 27,0 35,0 27,0 40,1 35,2 33,7 84

43 30,3 27,0 36,0 28,0 42,4 35,2 33,0 78

44 29,8 27,3 34,0 27,0 41,2 35,7 34,0 83

45 29,8 27,3 35,0 27,0 41,2 35,7 34,0 83

46 28,8 26,8 35,0 26,0 38,9 34,7 33,3 86

47 29,0 26,5 36,0 26,0 39,5 34,2 32,5 82

48 28,3 26,8 33,0 26,0 37,8 34,7 33,7 89

49 30,8 28,3 37,0 28,0 43,6 37,8 36,2 83

50 29,3 26,3 35,0 27,0 40,1 33,7 31,7 79

51 30,0 26,5 36,0 27,0 41,8 34,2 31,9 76

52 29,5 26,0 37,0 26,0 40,6 33,2 30,9 76

53 29,5 26,3 34,0 27,0 40,6 33,7 31,5 78

54 29,8 28,5 33,0 28,0 41,2 38,4 37,5 91

55 29,0 26,0 34,0 27,0 39,5 33,2 31,2 79

56 29,8 26,5 35,0 27,0 41,2 34,2 32,0 78

57 28,5 26,0 34,0 26,0 38,4 33,2 31,5 82

58 29,3 26,5 34,0 27,0 40,1 34,2 32,4 81

59 28,3 25,8 35,0 25,0 37,8 32,7 31,0 82

60 28,8 26,0 34,0 26,0 38,9 33,2 31,4 81

61 29,3 27,8 35,0 28,0 40,1 36,7 35,8 89

62 29,3 26,8 35,0 27,0 40,1 34,7 33,0 82

63 28,5 25,8 34,0 26,0 38,4 32,7 30,9 80

64 28,8 26,5 35,0 26,0 38,9 34,2 32,7 84

65 29,0 27,5 31,0 28,0 39,5 36,2 35,2 89

66 28,3 26,8 32,0 27,0 37,8 34,7 33,7 89

67 28,8 26,5 32,0 27,0 38,9 34,2 32,7 84

68 29,8 26,5 36,0 27,0 41,2 34,2 32,0 78

69 28,3 26,5 32,0 26,0 37,8 34,2 33,0 87

70 27,8 26,0 32,0 26,0 36,7 33,2 32,0 87


(34)

Lampiran 3 Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Pandan Sari.

Hari ke Dry Wet Max Min es(TBK) es(TBB) ea RH (%)

1 28,3 26,5 29,0 26,0 37,8 34,2 33,0 87

2 26,3 24,8 29,0 25,0 33,7 30,8 29,8 89

3 27,8 26,3 30,0 27,0 36,7 33,7 32,7 89

4 27,3 26,0 30,0 26,0 35,7 33,2 32,4 91

5 27,0 26,5 30,0 28,0 35,2 34,2 33,8 96

6 28,0 26,8 31,0 28,0 37,3 34,7 33,8 91

7 27,5 26,3 31,0 28,0 36,2 33,7 32,8 91

8 28,0 26,8 30,0 28,0 37,3 34,7 33,8 91

9 27,3 26,3 30,0 26,0 35,7 33,7 33,0 92

10 27,8 26,0 30,0 28,0 36,7 33,2 32,0 87

11 27,3 26,0 26,0 30,0 35,7 33,2 32,4 91

12 27,0 26,0 29,0 26,0 35,2 33,2 32,5 92

13 27,5 25,8 28,0 27,0 36,2 32,7 31,5 87

14 25,8 23,8 28,0 25,0 32,7 29,0 27,7 85

15 28,8 26,8 31,0 28,0 38,9 34,7 33,3 86

16 26,3 24,8 28,0 26,0 33,7 30,8 29,8 89

17 27,5 25,8 30,0 26,0 36,2 32,7 31,5 87

18 28,5 26,0 31,0 27,0 38,4 33,2 31,5 82

19 26,3 24,8 29,0 25,0 33,7 30,8 29,8 89

20 26,3 24,8 27,0 26,0 33,7 30,8 29,8 89

21 27,5 25,5 30,0 27,0 36,2 32,2 30,9 85

22 27,5 26,3 30,0 27,0 36,2 33,7 32,8 91

23 27,5 25,5 30,0 26,0 36,2 32,2 30,9 85

24 29,0 26,5 31,0 27,0 39,5 34,2 32,5 82

25 25,5 24,3 27,0 25,0 32,2 29,9 29,1 90

26 27,8 26,3 30,0 27,0 36,7 33,7 32,7 89

27 28,0 26,2 30,0 27,0 37,3 33,5 32,4 87

28 28,3 26,1 31,0 27,0 37,8 33,4 32,0 85

29 28,5 26,3 31,0 27,0 38,4 33,7 32,2 84

30 28,8 26,5 32,0 27,0 38,9 34,2 32,7 84

31 28,8 26,3 31,0 27,0 38,9 33,7 32,0 82

32 28,3 25,8 31,0 26,0 37,8 32,7 31,0 82

33 27,8 25,8 32,0 26,0 36,7 32,7 31,4 85

34 27,8 25,0 31,0 26,0 36,7 31,3 29,5 80

35 27,9 25,1 31,0 26,0 37,0 31,5 29,7 80

36 28,0 25,3 31,0 27,0 37,3 31,7 29,9 80

37 27,3 25,5 31,0 26,0 35,7 32,2 31,1 87

38 26,8 24,8 29,0 25,0 34,7 30,8 29,5 85

39 27,3 25,0 30,0 26,0 35,7 31,3 29,8 83

40 27,5 25,5 30,0 26,0 36,2 32,2 30,9 85

41 27,0 25,3 31,0 25,0 35,2 31,7 30,6 87


(35)

Lampiran 3 Lanjutan.

43 27,0 25,3 30,0 26,0 35,2 31,7 30,6 87

44 27,0 24,8 31,0 25,0 35,2 30,8 29,3 83

45 27,8 26,2 0,0 0,0 36,7 33,6 32,5 89

46 27,0 25,8 29,0 25,0 35,2 32,8 32,0 91

47 26,8 25,3 30,0 25,0 34,7 31,7 30,8 89

48 26,8 25,4 30,0 25,0 34,7 32,1 31,2 90

49 27,0 25,5 31,0 26,0 35,2 32,2 31,2 89

50 27,8 26,3 31,0 26,0 36,7 33,7 32,7 89

51 26,8 25,5 30,0 26,0 34,7 32,2 31,4 91

52 27,3 25,3 30,0 26,0 35,7 31,7 30,4 85

53 26,8 24,8 30,0 25,0 34,7 30,8 29,5 85

54 27,5 25,3 32,0 26,0 36,2 31,7 30,3 84

55 26,8 25,0 30,0 25,0 34,7 31,3 30,1 87

56 27,3 25,5 31,0 26,0 35,7 32,2 31,1 87

Rata-rata 27,4 25,6 29,5 25,8 36,0 32,5 31,3 87

Lampiran 4 Suhu dan kelembaban relatif kumbung inkubasi di Kukupu.

Hari ke Dry Wet Max Min es(TBK) es(TBB) ea RH (%)

1 28,5 25,5 33,0 26,0 38,4 32,2 30,2 79

2 28,8 26,3 34,0 26,0 38,9 33,7 32,0 82

3 28,1 26,0 34,0 26,0 37,5 33,2 31,8 85

4 28,0 26,0 33,0 26,0 37,3 33,2 31,9 85

5 28,5 26,0 35,0 26,0 38,4 33,2 31,5 82

6 28,5 26,3 34,0 26,0 38,4 33,7 32,2 84

7 28,8 26,3 34,0 26,0 38,9 33,7 32,0 82

8 28,5 26,0 34,0 26,0 38,4 33,2 31,5 82

9 28,8 26,0 34,0 26,0 38,9 33,2 31,4 81

10 28,5 26,0 34,0 26,0 38,4 33,2 31,5 82

11 29,0 25,8 32,0 27,0 39,5 32,7 30,6 77

12 28,0 25,5 31,0 26,0 37,3 32,2 30,6 82

13 28,0 25,5 33,0 26,0 37,3 32,2 30,6 82

14 28,5 25,5 34,0 26,0 38,4 32,2 30,2 79

15 28,8 24,8 32,0 27,0 38,9 30,8 28,2 72

16 29,8 26,5 34,0 28,0 41,2 34,2 32,0 78

17 29,0 26,0 33,0 27,0 39,5 33,2 31,2 79

18 28,8 26,3 33,0 27,0 38,9 33,7 32,0 82

19 29,5 25,8 33,0 27,0 40,6 32,7 30,2 74

20 28,5 25,3 32,0 27,0 38,4 31,7 29,6 77

21 27,3 25,8 28,0 27,0 35,7 32,7 31,7 89

22 28,0 25,5 32,0 26,0 37,3 32,2 30,6 82


(36)

Lampiran 4 Lanjutan.

24 29,0 26,3 34,0 27,0 39,5 33,7 31,9 81

25 29,0 26,0 33,0 27,0 39,5 33,2 31,2 79

26 28,8 26,0 33,0 27,0 38,9 33,2 31,4 81

27 29,0 26,0 34,0 27,0 39,5 33,2 31,2 79

28 28,0 25,3 34,0 26,0 37,3 31,7 29,9 80

29 28,3 26,0 33,0 27,0 37,8 33,2 31,7 84

30 28,8 26,0 32,0 27,0 38,9 33,2 31,4 81

31 29,3 26,0 34,0 27,0 40,1 33,2 31,0 77

32 28,5 26,3 31,0 27,0 38,4 33,7 32,2 84

33 27,3 25,5 29,0 27,0 35,7 32,2 31,1 87

34 27,5 25,5 29,0 27,0 36,2 32,2 30,9 85

35 27,5 25,5 29,0 27,0 36,2 32,2 30,9 85

36 27,5 25,3 30,0 27,0 36,2 31,7 30,3 84

37 29,5 26,8 34,0 28,0 40,6 34,7 32,9 81

38 29,0 26,3 34,0 27,0 39,5 33,7 31,9 81

39 28,8 26,0 33,0 27,0 38,9 33,2 31,4 81

40 27,8 25,8 29,0 27,0 36,7 32,7 31,4 85

41 28,5 25,5 34,0 26,0 38,4 32,2 30,2 79

42 28,3 25,8 33,0 27,0 37,8 32,7 31,0 82

43 29,0 26,3 34,0 27,0 39,5 33,7 31,9 81

44 28,8 26,5 33,0 27,0 38,9 34,2 32,7 84

45 29,0 26,5 34,0 27,0 39,5 34,2 32,5 82

46 28,3 25,8 32,0 27,0 37,8 32,7 31,0 82

47 28,8 26,5 34,0 27,0 38,9 34,2 32,7 84

48 28,0 26,3 31,0 27,0 37,3 33,7 32,5 87

49 29,3 26,5 34,0 27,0 40,1 34,2 32,4 81

Rata-rata 28,5 25,9 32,7 26,7 38,4 33,0 31,3 82

Lampiran 5 Suhu dan kelembaban relatif kumbung Budidaya di Pandan Sari.

Hari ke Dry Wet Max Min es(TBK) es(TBB) ea RH (%)

50 26,8 25,3 29,0 26,0 34,7 31,7 30,8 89

51 26,8 25,3 28,0 26,0 34,7 31,7 30,8 89

52 26,5 24,5 28,0 26,0 34,2 30,4 29,1 85

53 27,3 25,5 28,0 25,0 35,7 32,2 31,1 87

54 26,8 25,3 29,0 26,0 34,7 31,7 30,8 89

55 26,5 25,0 30,0 25,0 34,2 31,3 30,3 89

56 27,0 25,3 28,0 26,0 35,2 31,7 30,6 87

57 26,8 25,3 29,0 26,0 34,7 31,7 30,8 89

58 26,8 25,5 29,0 25,0 34,7 32,2 31,4 91

59 26,5 25,5 30,0 25,0 34,2 32,2 31,6 92

60 27,3 25,3 29,0 25,0 35,7 31,7 30,4 85


(1)

Two-Sample T-Test and CI: T Budidaya Pandan Sari; T Budidaya Kukupu

Two-sample T for T Budidaya Pandan Sari vs T Budidaya Kukupu

N Mean StDev SE Mean T Budidaya Panda 39 26,764 0,454 0,073 T Budidaya Kukup 28 27,679 0,502 0,095

Difference = mu (T Budidaya Pandan Sari) - mu (T Budidaya Kukupu) Estimate for difference: -0,914469

95% CI for difference: (-1,154112; -0,674826)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -7,65 P-Value = 0,000 DF = 54

Two-Sample T-Test and CI: RH Budidaya Pandan Sari; RH Budidaya

Kukupu

Two-sample T for RH Budidaya Pandan Sari vs RH Budidaya Kukupu N Mean StDev SE Mean

RH Budidaya Pand 39 88,38 3,01 0,48 RH Budidaya Kuku 28 85,86 2,82 0,53

Difference = mu (RH Budidaya Pandan Sari) - mu (RH Budidaya Kukupu) Estimate for difference: 2,52747

95% CI for difference: (1,08982; 3,96513)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3,52 P-Value = 0,001 DF = 60

Two-Sample T-Test and CI: T Lingkungan Pandan Sari; T Inkubasi Pandan

Sari

Two-sample T for T Ligkungan Pandan Sari vs T Inkubasi Pandan Sari N Mean StDev SE Mean

T Ligkungan Pand 88 27,427 0,872 0,093 T Inkubasi Panda 56 27,432 0,746 0,10

Difference = mu (T Ligkungan Pandan Sari) - mu (T Inkubasi Pandan Sari) Estimate for difference: -0,004870

95% CI for difference: (-0,274592; 0,264851)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,04 P-Value = 0,972 DF = 129

Two-Sample T-Test and CI: T Ligkungan Pandan Sari; T Budidaya Pandan

Sari

Two-sample T for T Ligkungan Pandan Sari vs T Budidaya Pandan Sari N Mean StDev SE Mean

T Ligkungan Pand 88 27,427 0,872 0,093 T Budidaya Panda 39 26,764 0,454 0,073

Difference = mu (T Ligkungan Pandan Sari) - mu (T Budidaya Pandan Sari) Estimate for difference: 0,663170

95% CI for difference: (0,429601; 0,896739)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,62 P-Value = 0,000 DF = 121


(2)

Two-Sample T-Test and CI: RH Lingkungan Pandan Sari; RH Inkubasi

Pandan Sari

Two-sample T for RH Lingkungan Pandan Sari vs RH Inkubasi Pandan Sari N Mean StDev SE Mean

RH Lingkungan Pa 88 86,95 3,29 0,35 RH Inkubasi Pand 56 86,96 3,47 0,46

Difference = mu (RH Lingkungan Pandan Sari) - mu (RH Inkubasi Pandan Sari)

Estimate for difference: -0,009740

95% CI for difference: (-1,163095; 1,143615)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,02 P-Value = 0,987 DF = 112

Two-Sample T-Test and CI: RH Lingkungan Pandan Sari; RH Budidaya

Pandan Sari

Two-sample T for RH Lingkungan Pandan Sari vs RH Budidaya Pandan Sari N Mean StDev SE Mean

RH Lingkungan Pa 88 86,95 3,29 0,35 RH Budidaya Pand 39 88,38 3,01 0,48

Difference = mu (RH Lingkungan Pandan Sari) - mu (RH Budidaya Pandan Sari)

Estimate for difference: -1,43007

95% CI for difference: (-2,61581; -0,24433)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,40 P-Value = 0,019 DF = 79

Two-Sample T-Test and CI: T Lingkungan Kukupu; T Inkubasi Kukupu

Two-sample T for T Lingkungan Kukupu vs T Inkubasi Kukupu

N Mean StDev SE Mean T Lingkungan Kuk 70 29,593 0,975 0,12 T Inkubasi Kukup 49 28,529 0,580 0,083

Difference = mu (T Lingkungan Kukupu) - mu (T Inkubasi Kukupu) Estimate for difference: 1,06429

95% CI for difference: (0,78112; 1,34746)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 7,45 P-Value = 0,000 DF = 114

Two-Sample T-Test and CI: T Lingkungan Kukupu; T Budidaya Kukupu

Two-sample T for T Lingkungan Kukupu vs T Budidaya Kukupu

N Mean StDev SE Mean T Lingkungan Kuk 70 29,593 0,975 0,12 T Budidaya Kukup 28 27,679 0,502 0,095

Difference = mu (T Lingkungan Kukupu) - mu (T Budidaya Kukupu) Estimate for difference: 1,91429

95% CI for difference: (1,61574; 2,21283)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 12,74 P-Value = 0,000 DF = 89


(3)

Two-Sample T-Test and CI: RH Lingkungan Kukupu; RH Inkubasi Kukupu

Two-sample T for RH Lingkungan Kukupu vs RH Inkubasi Kukupu

N Mean StDev SE Mean RH Lingkungan Ku 70 80,80 5,34 0,64 RH Inkubasi Kuku 49 81,59 3,18 0,45

Difference = mu (RH Lingkungan Kukupu) - mu (RH Inkubasi Kukupu) Estimate for difference: -0,791837

95% CI for difference: (-2,343394; 0,759720)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,01 P-Value = 0,314 DF = 114

Two-Sample T-Test and CI: RH Lingkungan Kukupu; RH Budidaya Kukupu

Two-sample T for RH Lingkungan Kukupu vs RH Budidaya Kukupu

N Mean StDev SE Mean RH Lingkungan Ku 70 80,80 5,34 0,64 RH Budidaya Kuku 28 85,86 2,82 0,53

Difference = mu (RH Lingkungan Kukupu) - mu (RH Budidaya Kukupu) Estimate for difference: -5,05714

95% CI for difference: (-6,71010; -3,40419)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -6,08 P-Value = 0,000 DF = 88


(4)

Lampiran 20 Foto-foto kegiatan.

Kumbung inkubasi Kukupu Termometer bola kering dan bola basah

Baglog sampel Baglog yang terkontaminasi jamur oncom

Termometer bola kering dan bola basah Lingkungan budidaya Kukupu


(5)

Tutupan miselium 25% Tutupan miselium 50% Tutupan miselium 75%

Kumbung budidaya Kukupu Tutupan miselium 100%

Di dalam kumbung budidaya Kukupu


(6)

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIFITAS JAMUR TIRAM PUTIH(Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA TANAM Pertumbuhan Dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Ampas Kopi Dan Daun Pisang Kering Yang Berbeda.

0 2 14

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIFITAS JAMUR TIRAM PUTIH(Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA TANAM Pertumbuhan Dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Ampas Kopi Dan Daun Pisang Kering Yang Berbeda.

0 2 16

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

0 3 14

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Jantung Pisang Yang Berbeda.

0 2 15

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Jantung Pisang Yang Berbeda.

0 3 15

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Kulit Pisang Yang Berbeda.

0 0 16

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus ) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Kulit Pisang Yang Berbeda.

0 1 13

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 4 15

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 3 15