PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI TELUR AYAM RAS DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI TELUR AYAM RAS DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Asih Mityas Lestari

Telur ayam ras merupakan salah satu sumber protein hewani penting. Oleh karena itu, ketersediannya di suatu masyarakat perlu diproyeksikan untuk beberapa tahun. Di Provinsi Lampung, pemerintah daerah memproyeksikan produksi telur ayam ras ini hanya untuk satu tahun. Hal ini menyebabkan produksi telur ayam ras maupun ketersediannya tidak diketahui untuk jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memproyeksikan produksi telur ayam ras dan untuk memproyeksikan konsumsi telur ayam ras. Kedua proyeksi tersebut dibandingkan untuk mengetahui ketersediannya. Proyeksi ini diestimasi menggunakan metode kuadrat terkecil dengan data time series tahun 2000-2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk rata-rata (PR) sebesar 16,75 kg/ekor/tahun. Akan tetapi, selama terjadinya wabah flu burung (2003-2007), PR mengalami penurunan menjadi 15,99 kg/ekor/tahun. Produksi telur ayam ras tahun 2013 sebesar 51,39 ribu ton dan rata-rata pertumbuhan adalah 3,64% per tahun. Sementara itu, konsumsi telur ayam ras Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 51,33 ribu ton dan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,48% per tahun. Oleh karena pertumbuhan produksi lebih besar dari pada pertumbuhan konsumsi, produksi telur ayam ras akan lebih besar dari konsumsi mulai tahun 2026.


(2)

ABSTRACT

PROJECTION OF PRODUCTION AND CONSUMPTION OF CHICKEN EGGS IN LAMPUNG PROVINCE

By

Asih Mityas Lestari

Chicken eggs is one of the important animal protein resources. Consequently, its availability in a society has to be predicted for several years. In Lampung Province, the local government forecasts the chicken eggs production only for one year. It causes the production of chicken eggs, as well as its availability, is unknown for a long term. Therefore, the aims of this study are to project the production and to project the consumption of the chicken eggs. Both projections are compared in order to know its sufficiency. They were predicted by using the ordinary least square method with the time series data 2000-2013. The results showed that the average product (AP) was 16.75 kgs/chicken/year. However, during the epidemic of the avian infulenza (2003-2007), the AP had been decreasing, i.e. 15.99 kgs/chicken/year. The chicken eggs production in 2013 was 51.39 thousand tons and the average growth rate was 3.64% per year. Meanwhile, the chicken eggs consumption of Lampung Province in 2013 was 51.33 thousand tons and the average growth rate was 2.48% per year. Since the growth rate of production is higher than the growth rate of consumption, the production will be larger than the consumption starting in 2026.


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 6 Februari 1992, sebagai anak ke-tiga dari tiga bersaudara yang merupakan puteri dari Bapak H. Pamito Utomo, S.H. dan Ibu Hj.Astina Guswani, S.Pd. Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Taruna Jaya Bandar Lampung diselesaikan pada 1998. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar Bandar Lampung hingga 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 19 Bandar Lampung diselesaikan pada 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Bandar Lampung diselesaikan pada 2010.

Pada 2010, penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menempuh pendidikan, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Dosen mata kuliah Usaha Perkebunan pada 2014. Penulis juga pernah menjadi tenaga surveyor Bank Indonesia periode Januari-Maret 2014. Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan keorganisasian kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) sebagai anggota bidang II (Kaderisasi) periode 2011/2012.


(6)

viii

SANWACANA

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillaahirobbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proyeksi Produksi dan Konsumsi Telur Ayam Ras di Provinsi Lampung”. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad SAW, juga kepada keluarga, dan para sahabatnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, dari awal hingga akhir, terdapat banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Agus Hudoyo, M. Sc. dan Ir. Eka Kasymir, M. Si. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, ilmu,

bimbingan, dukungan dan semangat kepada penulis. Terima kasih atas bimbingan, saran, serta nasehat dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.P. selaku pembahas yang telah memberikan kritik, nasehat dan saran demi perbaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S. selaku Pembimbing Akademik atas motivasi dan dukungannya selama kuliah dan dalam penulisan skripsi.


(7)

ix

selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

5. Pemimpin dan staf Fakultas Pertanian dan Universitas Lampung atas semua bantuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

6. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Pamito Utomo, S.H. dan Ibunda Hj.Astina Guswani, S.Pd. sebagai orang tua yang senantiasa dengan kesabaran telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungan, baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Saudara-saudara ku Shinta Mityas Ningrum, S.T.P., Hegar Mityas Abadi, S.T. dan Suseno yang juga turut memberi dukungan moral dan tenaga.

7. Debby Kuncoro Wibowo, S.P. terimakasih untuk semua bantuan, waktu, dukungan moril dan semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat tercinta: Maulina Tunjungsari, Fitri Kusumawati, Marcela

Yuniati, Ova Lestari, Tania Oktrisa, dan Tri Yunita Sari. Terimakasih atas kerjasama, bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman seperjuangan: Tri Yunita Sari dan Hasni Novi Jannati. Terimakasih atas bantuan, saran, kritik dan dukungan moril kepada penulis.

10.Seluruh teman-teman Agribisnis angkatan 2010, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009 serta adik-adik angkatan 2011, terimakasih atas bantuan dan dukungan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.


(8)

x

diberikan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

12.Seluruh staff Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Niken Sukma Andarini (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) terimakasih atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

13.Nicko dan Ricky Ardian (CV. Langlang Buana) yang telah membantu pembuatan peta dalam penulisan skripsi ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT melimpahkan balasan atas kebaikan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, serta semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.

Bandar Lampung, April 2015


(9)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Teori Produksi ... 6

2. Teori Konsumsi ... 10

3. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kerangka Pemikiran ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 20

A. Batasan Operasional dan Jenis Data ... 20

1. Batasan Operasional ... 20

2. Jenis Data ... 22

B. Prosedur Penelitian ... 22

1. Proyeksi Produksi ... 22

2. Proyeksi Konsumsi ... 24

C. Sumber Data ... 27

D. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

E. Metode Analisis Data ... 27

1. Proyeksi Produksi ... 28

2. Proyeksi Konsumsi ... 31

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 35

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung ... 35

B. Keadaan Penduduk Provinsi Lampung ... 36


(10)

xii

D. Perkembangan Peternakan Ayam Petelur …... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Produksi Telur Ayam Ras ... 54

1. Perkembangan Produksi ... 54

2. Proyeksi Produksi ... 59

B. Konsumsi Telur Ayam Ras ... 68

1. Perkembangan Konsumsi ... 68

2. Proyeksi Konsumsi ... 74

C. Perbandingan Proyeksi Produksi dan Konsumsi ... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(11)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata konsumsi telur di Indonesia ... 3

2. Perkembangan harga eceran telur ayam ... 3

3. Perkembangan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan ... 36

4. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk ... 37

5. Penduduk menurut jenis kegiatan utama di Provinsi Lampung ... 38

6. Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha ... 39

7. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 41 8. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung ... 42

9. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 45 10. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung ... 47 11. Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 48 12. Populasi ayam ras petelur dan produksi telur ayam ras menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013 ... 50 13. Perkembangan produksi telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur di Provinsi Lampung ... 55 14. Model A dan B produksi telur ayam ras ... 61


(12)

xiv

16. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 66

17. Rata-rata konsumsi telur ayam ras penduduk Indonesia ... 70

18. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras dan Penduduk di Provinsi Lampung ... 71 19. Model 1 dan 2 konsumsi telur ayam ras ... 76

20. Model 3 dan 4 konsumsi telur ayam ras ... 77

21 Proyeksi penduduk Provinsi Lampung ... 79

22. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung (ribu ton) ... 80

23. Perkembangan proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 83 24. Perbandingan proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 84 25. Populasi dan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 95 26. Variabel Model A (Model Linear) produksi telur ayam ras ... 96

27. Regresi Model A (Model Linear) produksi telur ayam ras ... 97

28. Hasil uji Durbin-Watson Model A produksi telur ayam ras ... 98

29. Variabel Model B (Model Logaritma natural) produksi telur ayam ras 100 30. Regresi Model B (Model Logaritma natural) produksi telur ayam ras 101

31. Hasil uji Durbin-Watson Model B produksi telur ayam ras ... 102

32 Hasil Runs Test Model B produksi telur ayam ras ... 103

33. Variabel model populasi ayam ras petelur ... 104

34. Regresi model populasi ayam ras petelur ... 105

35. Proyeksi populasi ayam ras petelur ... 106

36. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 107 37. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa telur di Indonesia

periode 2000-2013 ...


(13)

xv

38. Konsumsi rata-rata per kapita setahun telur ayam Provinsi Lampung periode 2000-2013 ...

108

39. Jumlah penduduk Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 109

40. Konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 110

41. Pendapatan per kapita Provinsi Lampung periode 2000-2013 ... 111

42. Variabel Model 1 (Model Linear) konsumsi telur ayam ras ... 112

43. Regresi Model 1 konsumsi telur ayam ras ... 113

44. Variabel Model 3 (Model Linear) konsumsi telur ayam ras ... 115

45. Regresi Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 115

46. Hasil uji Durbin-Watson Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 116

47. Hasil Runs Test Model 3 konsumsi telur ayam ras ... 117

48. Variabel Model 2 (Model Logaritma natural) konsumsi telur ayam ras ... 118 49. Regresi Model 2 konsumsi telur ayam ras ... 119

50. Variabel Model 4 (Model Logaritma natural) konsumsi telur ayam ras ... 121 51. Regresi Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 121

52. Hasil uji Durbin-Watson Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 122

53. Hasil Runs Test Model 4 konsumsi telur ayam ras ... 123

54. Interpolasi proyeksi penduduk Provinsi Lampung ... 124

55. Proyeksi konsumsi telur ayam ras Provinsi Lampung periode 2014-2028 ... 125 56 Tabel Durbin-Watson ... 126


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam

ras di Provinsi Lampung ...

19

2. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras ... 24

3. Prosedur penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras ... 26

4. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2000-2013 ... 43

5. Peta sebaran produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung ... 52

6. Perkembangan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 56 7. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 67 8. Perkembangan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2000-2013 ... 72 9. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 81 10. Perbandingan proyeksi produksi dan proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung tahun 2014-2024 ... 85 11. Posisi koefisien Durbin Watson Model A produksi telur ayam ras ... 99

12. Posisi koefisien Durbin Watson Model B produksi telur ayam ras ... 103

13. Posisi koefisien Durbin Watson Model 3 konsumsi telur ayam ras .... 116


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perekonomian Provinsi Lampung mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu indikator yang dapat dilihat yaitu laju pertumbuhan ekonomi pada 2012 sebesar 6,48% (BPS, 2013). Selain itu, rata-rata

pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 sebesar 6,23% per tahun (BPS 2013, diolah).

Perkembangan perekonomian ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan daya beli penduduk Provinsi Lampung. Selanjutnya, peningkatan

kesejahteraan mengakibatkan meningkatnya konsumsi pangan penduduk. Pada 2012, PDRB yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga adalah sebesar 52% terhadap total PDRB dengan peningkatan sebesar 0,71 persen dari tahun sebelumnya (BPS, 2013). Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk Provinsi Lampung juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsumsi pangan. Jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2012 meningkat hingga mencapai 7,88 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,24 persen per tahun (BPS, 2013).


(16)

Tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan (Sediaoetama, 2008). Secara umum, zat gizi yang dibutuhkan setiap orang tediri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Protein mempunyai peranan penting bagi tubuh. Fungsi protein yang utama yaitu sebagai zat pembangun tubuh. Protein dapat berasal dari hewan dan tumbuhan (nabati). Protein hewani memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan protein nabati. Hal ini karena protein hewani mengandung sembilan asam amino yang diperlukan tubuh. Zat ini terkandung dalam daging, telur dan susu (Sediaoetama, 2008).

Telur yang umumnya dikonsumsi merupakan telur ayam. Sumber utama telur ayam yang dikonsumsi masyarakat berasal dari peternakan ayam ras petelur. Hal ini sebagaimana data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi telur ayam ras di Indonesia periode 2009 hingga 2013 adalah sekitar 6 kg/tahun. Jumlah ini sangat besar bila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi telur itik dan telur ayam kampung yang hanya sekitar 0,2 kg/tahunpada periode 2009-2013. Tabel rata-rata konsumsi telur di Indonesia terdapat pada Tabel 1.


(17)

Tabel 1. Rata-rata konsumsi telur di Indonesia (kg/kapita/tahun)

Tahun Telur

Ayam Ras Ayam Kampung Telur Itik

2009 5,840 0,183 0,215

2010 6,726 0,185 0,188

2011 6,622 0,187 0,211

2012 6,518 0,138 0,164

2013 6,153 0,130 0,137

Rata-rata 6,372 0,165 0,183

Sumber: Susenas 2007-2013 dan BPS

Telur ayam ras merupakan jenis pangan yang ketersediaannya cukup stabil di setiap wilayah. Hal ini selanjutnya berdampak pada harga telur ayam ras yang relatif terjangkau. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya yang harganya lebih tinggi bila dibandingkan dengan telur ayam ras. Berikut merupakan perkembangan harga eceran telur ayam.

Tabel 2. Perkembangan harga eceran telur ayam Tahun Harga/kg

(Rupiah)

% Kenaikan

Desember 2009 12.794 -

Desember 2010 14.050 9,82 Desember 2011 15.319 9,03 Desember 2012 16.123 5,25 Desember 2013 16.785 4,11

Sumber : BPS, 2013 (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, perkembangan harga eceran telur ayam periode 2009 hingga 2013 cukup stabil. Kenaikan rata-rata harga telur per tahun sebesar Rp.997,00 per tahun, sedangkan kenaikan rata-rata harga daging sapi mencapai Rp.7.132,00 per tahun. Selain itu, selisih kenaikan harga telur pada periode 2012 hingga 2013 mengalami perlambatan yaitu sebesar 5,25 persen dan 4,11 persen.


(18)

Oleh karena itu, ketersediaan terhadap telur ayam ras perlu diprediksikan di setiap wilayah. Secara umum, ketersediaan pangan ditopang oleh produksi domestik dan impor. Di Provinsi Lampung, pemerintah daerah melakukan proyeksi terhadap produksi telur ayam ras. Namun, proyeksi yang dilakukan merupakan proyeksi untuk jangka waktu satu tahun. Hal ini mengakibatkan produksi maupun ketersedian telur ayam ras tidak diketahui dalam jangka panjang. Berdasarkan uraian sebelumnya maka permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu:

1. Berapa proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung di waktu yang akan datang (15 tahun)?

2. Apakah produksi mencukupi konsumsi terhadap telur ayam ras di waktu yang akan datang (15 tahun)?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memproyeksikan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014-2028.

2. Memproyeksikan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014-2028.

3. Mengetahui kecukupan produksi terhadap tingkat konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung


(19)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. pemerintah Provinsi Lampung sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan guna mengantisipasi ketersediaan telur ayam ras di waktu yang akan datang,

2. investor dan pengusaha sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan usaha peternakan ayam ras petelur di Provinsi Lampung, 3. peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi dalam mengembangkan


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Produksi

Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk menghasilkan telur ayam ras dengan menggunakan kombinasi faktor-faktor produksi tertentu.

Faktor produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi pada dasarnya terdiri dari berbagai macam sesuai dengan kegiatan produksi. Hubungan antara faktor produksi (input) terhadap hasil produksi (output) dinyatakan dalam fungsi produksi, yang dimana secara matematis fungsi produksi menurut Mubyarto (1989) dituliskan sebagai berikut:

Y = f (x1, x2,…..xn) (2.1) Keterangan:

Y : hasil produksi fisik x1, x2,...xn : faktor – faktor produksi


(21)

Selanjutnya, faktor produksi yang secara umum digunakan dalam proses produksi dinyatakan dalam fungsi produksi seperti berikut (Sukirno, 2002).

Q = f (K,L,R,T) (2.2) Keterangan:

K : jumlah stok modal L : jumlah tenaga kerja R : sumber daya alam T : tingkat teknologi

Q : jumlah produksi yang dihasilkan

Faktor sumber daya alam merupakan faktor produksi yang disediakan oleh alam. Dalam penelitian ini faktor produksi tanah adalah besarnya lahan yang digunakan peternak untuk mengembangkan usaha ternak ayam ras petelur.

Faktor tenaga kerja memiliki peran sebagai pelaku di suatu usaha. Tenaga kerja dalam usaha ternak ayam ras petelur ini meliputi sejumlah buruh yang ada untuk melaksanakan proses produksi telur ayam ras berdasarkan keahlian dan tingkat pendidikan yang dimiliki.

Modal merupakan faktor yang dimiliki oleh seseorang berkeinginan membangun dan mengembangkan usaha. Modal digunakan untuk membeli faktor-faktor produksi, perlengkapan dan peralatan yang membantu proses produksi. Dalam penelitian ini faktor produksi modal meliputi bibit ayam (DOC), pakan, vitamin dan obat, peralatan perawatan, sewa lahan dll.


(22)

Faktor teknologi dalaam hal ini juga berpengaruh proses produksi suatu usaha. Perkembangan teknologi secara khusus dapat membantu proses produksi maupun meningkatkan produksi. Selain itu, setiap produsen akan berusaha selalu menggunakan faktor-faktor produksi maupun metode produksi yang efisien guna mengoptimalkan hasil. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini juga memgidentifikasi adanya faktor teknologi dalam proyeksi produksi.

Berkaitan dengan hal itu, dalam penelitian ini variabel terikat berupa produksi telur ayam ras (y) dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Variabel bebas dalam pendugaan produksi telur ayam ras berupa populasi ayam ras petelur (x1), luas lahan/kandang (x2), pakan (x3), bibit ayam (x4), obat-obatan (x5), tenaga kerja (x6) dan teknologi (x7). Bila hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut dituliskan dalam fungsi matematika maka:

y = f (x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7) (2.3) Hubungan antara faktor-faktor produksi tersebut dengan produksi telur ayam ras dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam suatu fungsi produksi yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel terikat dan variabel bebas) (Soekartawi, 2003). Selain variabel terikat dan variabel bebas, dalam fungsi produksi Cobb-Douglas juga terdapat intersep (a) dan koefisien regresi (b) yang akan mempengaruhi besarnya produksi telur. Misalnya, bila produksi telur


(23)

ayam ras dipengaruhi oleh variabel populasi ayam ras petelur (x1) sehingga secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti

persamaan berikut.

y=ax1b1 (2.4) Selanjutnya, untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.4) maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Jadi, logaritma dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut.

log y = log a + b1 log x1 (2.5) Selanjutnya, dalam kegiatan produksi telur, peternak sebagai pembuat keputusan produksi selalu mengupayakan kegiatan produksi yang efisien. Efisiensi merupakan hasil perbadingan antara output fisik dengan input fisik. Menurut Soekartawi (2003), efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi seperti ini akan terjadi apabila peternak mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input (faktor produksi) sama dengan harga input (P) atau dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2003).

NPMx = Px atau (2.6) NPMx/Px = 1

Dalam produksi telur ayam ras, kondisi ini dianggap berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi. Namun,


(24)

dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px dan yang sering terjadi menurut Soekartawi (2003) adalah sebagai berikut. 1. (NPMx/Px)>1 ; artinya bahwa penggunaan input x belum efisien.

Untuk mencapai tingkat efisien maka input harus ditambah. 2. (NPMx/Px)<1 ; artinya penggunaan input x tidak efisien.

Untuk mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi. 2. Teori Konsumsi

Titik pangkal dan tujuan akhir dari seluruh kegiatan ekonomi adalah konsumsi. Berkaitan dengan komoditas telur, konsumsi telur ayam ras merupakan kegiatan pembelian dan penggunaan telur ayam ras baik untuk individu maupun rumah tangga.

Seperti halnya produksi suatu telur ayam ras, konsumsi telur ayam ras juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi telur ayam ras juga dapat merujuk dari faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas lain. Menurut Lipsey (1991), jumlah yang diminta suatu komoditas dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu:

1. Harga komoditas yang bersangkutan 2. Harga komoditas yang erat kaitannya 3. Pendapatan rata-rata rumah tangga 4. Selera

5. Distribusi pendapatan diantara rumah tangga 6. Jumlah penduduk


(25)

Faktor selera dalam hal ini dimasukkan karena juga mempengaruhi pola konsumsi seseorang terhadap telur ayam ras. Selanjutnya, faktor harga barang penganti maupun barang pelengkap dari komoditas telur ayam ras (non telur) erat kaitannya dengan tingkat kepuasan atau utilitas.

Kepuasan atau utilitas didefinisikan sebagai kepuasan yang diterima seseorang akibat aktivitas yang dilakukannya, yang dalam hal ini adalah kegiatan konsumi. Selain itu, tujuan setiap individu dalam mengkonsumsi sejumlah barang adalah memaksimumkan kepuasan yang didapat. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan utilitas menurut Nicholson (2008). Misalnya pada kasus telur ayam ras, seseorang akan memaksimumkan kepuasan (U) dalam mengkonsumsi telur ayam ras (xT) dengan

dipengaruhi kombinasi beberapa komoditas lain (xNT) seperti daging ayam, daging sapi, tempe, tahu ataupun beras (non telur). Jadi, bila konsumen memaksimumkan kepuasan (U) dalam mengkonsumsi telur ayam ras (xT) terhadap komoditas non telur, maka hubungan matematis kepuasan maksimum dapat dituliskan sebagai berikut.

Utility = U (xT, xNT) (2.7) Selanjutnya, untuk memaksimumkan kepuasan akan konsumsi telur ayam ras, seseorang dibatasi oleh pendapatan (I) yang dimiliki. Dengan kata lain, untuk mengkonsumsi sejumlah telur ayam ras (xT) dengan harga telur (pT) yang dikombinasikan dengan konsumsi barang lain berupa non telur (xNT), maka persamaan tersebur dapat dituliskan dengan pertidaksamaan berikut.


(26)

I = pTxT + pNTxNT atau (2.8) I - pTxT + pNTxNT = 0

Berdasarkan metode pengembangan untuk memaksimumkan suatu fungsi yang dibatasi maka persamaan (2.8) dapat disusun dengan menggunakan persamaan Lagrangian yang dapat dituliskan sebagai berikut.

L

= U (xT, xNT) + (I - pTxT + pNTxNT) (2.9)

Untuk maksimumkan fungsi di atas maka masing-masing bagian dari fungsi diturunkan dengan xT, xNT, dan .

�£ �xT

=

�xT

pT = 0, �£

�xNT

=

�xNT

pNT = 0, �£

�λ = � − � − � = 0 (2.10)

Persamaan tersebut dapat dituliskan kembali dengan variasi lain, yaitu :

�U/��

�U/��

=

(2.11)

Selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa perbandingan antara marjinal utulitas dari dua barang (xT dan xNT) merupakan (marginal rate of

substitution) diantara dua barang tersebut. Oleh sebab itu, kondisi optimal utilitas dari dua barang yang dibatasi oleh pendapatan adalah sebagai berikut.


(27)

Persamaan (2.12) menggambarkan kombinasi konsumsi telur ayam ras (xT) dengan harga sebesar PT terhadap barang non telur (xNT) dengan harga sebesar PNT yang memberikan kepuasan yang sama. Barang non telur dapat berupa barang substitusi maupun komplementer dari telur ayam ras. Berkaitan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini variabel terikat berupa konsumsi telur ayam ras (C) dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Variabel bebas dalam pendugaan model konsumsi telur ayam ras berupa harga telur, harga barang non telur (PNT) yaitu harga barang substitusi dan harga barang komplementer, pendapatan per kapita (I), jumlah penduduk (N), selera (s), dan distribusi pendapatan (Is). Bila hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat di atas dituliskan dalam fungsi matematika maka :

C = f (PT, PNT, I, N, s, Is) (2.13) 3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang diambil sebagai bahan kajian merupakan penelitian tentang proyeksi, analisis produksi dan permintaan. Penelitian yang dilakukan oleh Suci (2011) mengenai proyeksi permintaan daging ayam ras menggunakan analisis trend dengan metode Linear Least Square. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan daging ayam ras di Kota Surakarta dalam proyeksi terdiri dari harga daging ayam, harga daging sapi, harga telur ayam ras, harga beras, jumlah penduduk dan pendapatan per kapita. Proyeksi permintaan daging ayam ras di Kota


(28)

Surakarta periode 2010 hingga 2015 mengalami peningkatan permintaan daging ayam ras.

Metode proyeksi yang serupa juga digunakan oleh Ningtyas (2010) dalam penelitiannya mengenai proyeksi produksi kedelai. Berdasarkan

penelitiannya, metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda serta analisis trend. Selain proyeksi produksi kedelai, dengan menggunakan metode ini dapat diketahui pula hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Hasil penelitian berupa proyeksi produksi kedelai di Indonesia periode 2009-2014 adalah menurun. Selain itu, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai di Indonesia adalah luas panen dan tenaga kerja (Ningtyas, 2010).

Selain menggunakan least square method, proyeksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Squares). Metode proyeksi ini digunakan dalam penelitian proyeksi produksi dan

permintaan jagung, pakan dan daging ayam ras oleh Ketut Kariyasa (2004). Metode ini memungkinkan, masing-masing persamaan saling berhubungan dengan persamaan yang lain. Hasil penelitian dengan menggunakan metode ini yaitu proyeksi permintaan jagung dan daging ayam lebih besar dari produksi, sedangkan proyeksi produksi pakan lebih besar dari proyeksi permintaan.

Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras ini berkaitan dengan variabel produksi dan konsumsi komoditas lain yang serupa. Wardhani (2012) melakukan penelitian


(29)

mengenai analisis efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging. Metode yang digunakan adalah metode fungsi produksi frontier stokastik dan analisis R/C ratio. Hasil penelitiannya menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usaha peternakan ayam ras pedaging adalah pakan, bibit ayam atau DOC, tenaga kerja, obat-obatan, tingkat pendidikan dan listrik. Hasil penelitian ini mendukung variabel-variabel yang berpengaruh dalam produksi peternakan ayam ras. Variabel-variabel yang dimaksudkan seperti pakan, bibit ayam atau DOC, tenaga kerja dan obat-obatan.

Namun demikian, variabel bibit ayam atau DOC dalam penelitian ini disesuaikan menjadi jumlah populasi ayam ras petelur. Hal ini juga sebagaimana Sitompul (2014) yang menggunakan variabel populasi ayam ras petelur dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran telur ayam ras di Provinsi Sumatera Utara.

Selain itu, untuk proyeksi konsumsi variabel yang berpengaruh didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hastang (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Hastang (2011) berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras. Metode analisis yang digunakan adalah regresi lienear berganda. Hasil penelitian yang dilakukannya yaitu pendapatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras sedangkan jumlah keluarga dan harga telur ayam ras tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras jika dilihat secara parsial, tetapi secara bersama-sama


(30)

memberikan pengaruh secara signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini variabel pendapatan dan jumlah keluarga dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi konsumsi telur. Namun demikian, variabel jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini disesuaikan menjadi variabel jumlah penduduk. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah alat analisis yang digunakan. Metode analisis tersebut berupa Linear Least Square yaitu regresi linear berganda serta analisis trend. Identifikasi variabel yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu dilihat dari variabel pakan, bibit ayam, tenaga kerja, obat-obatan, jumlah penduduk, harga telur, harga komoditas non telur (harga daging ayam, daging sapi dan harga beras), pendapatan dan jumlah penduduk. Meskipun variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian adalah variabel populasi ayam ras petelur, jumlah penduduk dan pendapatan. Kelebihan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini memproyeksikan antara produksi dan konsumsi. Selanjutnya hasil proyeksi ini akan dibandingkan diantara keduanya guna memberikan gambaran mengenai kecukupan telur ayam ras di Provinsi Lampung. Di sisi lain, penelitian sebelumnya hanya melakukan proyeksi pada satu sisi saja. Meskipun terdapat penelitian terkait dengan proyeksi pada dua sisi, tidak dilakukan perbandingan keduanya. Hal ini tidak memberikan gambaran pasti terhadap kondisi komoditas terkait di masa yang akan datang.


(31)

Di sisi lain, kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak memasukkan semua variabel bebas yang mempengaruhi proyeksi produksi maupun konsumsi. Variabel bebas yang dimasukkan adalah variabel populasi ayam ras petelur untuk proyeksi produksi telur ayam ras dan variabel jumlah penduduk serta pendapatan per kapita Provinsi Lampung untuk proyeksi konsumsi. Harga faktor-faktor produksi, harga telur dan harga barang-barang non telur tidak dimasukkan dalam penelitian ini dikarenakan data harga tidak tersedia dari 2000 hingga 2013. Selain itu bila tetap dimasukkan model akan bias.

B. Kerangka Pemikiran

Telur merupakan salah satu komoditas yang dalam perkembangannya cukup stabil serta memiliki permintaan yang cukup tinggi. Terlebih lagi telur merupakan komoditas yang berpotensi sebagai sumber protein hewani pengganti daging sapi maupun daging ayam.

Pada hakikatnya, produksi dan konsumsi merupakan kegiatan ekonomi yang berkenaan dengan barang dan jasa yang dalam hal ini adalah komoditas telur ayam ras. Produksi erat kaitannya dengan proses menghasilkan telur ayam ras, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi telur ayam ras baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam ras terdiri dari populasi ayam ras petelur, luas lahan (kandang), harga pakan, harga bibit ayam, harga obat-obatan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Di sisi lain, konsumsi merupakan kegiatan


(32)

oleh faktor-faktor seperti pendapatan, harga barang itu sendiri, harga barang pengganti (substitusi), harga barang pelengkap (komplementer), penduduk selera dan distribusi pendapatan.

Selanjutnya, dari masing-masing faktor yang mempengaruhi produksi maupun konsumsi dilakukan suatu proyeksi terhadap masing-masing kegiatan ekonomi. Metode yang digunakan dalam proyeksi produksi dan konsumsi ini dengan menggunakan metode peramalan secara kuantitatif yaitu metode ekonometrika. Proses peramalan dengan menggunakan metode tersebut akan diketahui

bagaimana perkembangan produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung untuk waktu yang akan datang serta bagaimana kecukupan produksi memenuhi tingkat konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung. Berikut merupakan kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung yang disajikan pada Gambar 1.


(33)

Gambar 2. Kerangka pemikiran proyeksi produksi dan konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

19

Proyeksi Produksi

Produksi (y)

Faktor Produksi

Populasi ayam petelur

Luas lahan/kandang Pakan Bibit ayam Obat-obatan Tenaga kerja Teknologi

Konsumsi (C)

Faktor Konsumsi

Harga Barang Harga Barang Substitusi

Harga Barang Komplementer

Selera

Distribusi Pendapatan Pendapatan Jumlah Penduduk

Proyeksi Konsumsi

Tercukupi : y > C


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Batasan Operasional dan Jenis data

1. Batasan Operasional

Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan metode-metode tertentu.

Produksi telur ayam ras adalah kegiatan menghasilkan telur ayam ras dari ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

Telur ayam ras adalah salah satu sumber protein hewani yang dihasilkan oleh ayam ras petelur.

Ayam ras petelur adalah jenis ayam yang mampu menghasilkan telur ayam ras dengan perlakuan-perlakuan tertentu.

Proyeksi produksi telur ayam ras adalah peramalan jumlah produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung pada waktu yang akan datang dan


(35)

Faktor-faktor produksi telur ayam ras adalah variabel-variabel yang mempengaruhi produksi telur ayam ras saat ini maupun dalam jangka panjang.

Populasi ayam ras petelur adalah jumlah seluruh ayam ras petelur di

Provinsi Lampung yang mampu menghasilkan telur ayam ras dalam satuan ekor.

Wabah flu burung (AI) adalah suatu penyakit yang menyerang ayam ras petelur dengan penyebaran yang meluas pada banyak daerah dan angka kematian yang tinggi.

Konsumsi telur ayam ras adalah kegiatan membeli dan menghabiskan telur ayam ras dalam satuan kg/kapita/tahun.

Proyeksi konsumsi telur ayam ras adalah peramalan jumlah konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung pada waktu yang akan datang dan

dipengaruhi oleh faktor konsumsi dalam satuan ribu ton.

Faktor-faktor konsumsi telur ayam ras adalah variabel-variabel yang mempengaruhi konsumsi telur ayam ras saat ini maupun dalam jangka panjang.

Penduduk adalah jumlah total individu hidup yang bertempat tinggal di Provinsi Lampung dalam satuan juta jiwa.


(36)

Pendapatan adalah sejumlah nilai keseluruhan yang secara umum diterima individu di Provinsi Lampung setiap tahunnya dengan satuan juta rupiah per kapita per tahun.

2. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan data primer yang menjadi data pelengkap dalam penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu data time series periode 2000 sampai 2013. Data yang dibutuhkan meliputi data produksi telur (y), populasi ayam petelur (x), konsumsi telur (C), PDRB (I) dan jumlah penduduk Provinsi Lampung (N).

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada dasarnya sama dengan penelitian lainnya, yaitu memilih dan merumuskan masalah, memilih subyek dan instrument

pengukuran, memilih desain penelitian, melaksanakan prosedur, menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan.

1. Proyeksi Produksi

Proyeksi produksi telur ayam ras dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Data yang dibutuhkan dalam proyeksi produksi ini adalah data produksi telur ayam


(37)

ras dan populasi ayam ras petelur di Provinsi Lampung. Jenis data tersebut berupa data time series dari 2000 hingga 2013.

Selanjutnya, data yang telah tersedia diolah untuk menentukan model empiris produksi telur ayam ras. Model empiris yang akan dicari berupa Model Linear dan Model Logaritma natural/Ln. Hal ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan model yang akan dipilih agar hasil proyeksi yang dilakukan lebih realisitis dan memenuhi persyaratan estimasi model secara ekonometrika.

Tahapan berikutnya yang dilakukan adalah memproyeksikan variabel bebas (populasi ayam ras petelur). Proyeksi populasi ayam ras petelur ini terlebih dahulu harus ditentukan model empirisnya. Proyeksi ini dilakukan dengan menggunakan metode time series yaitu analisis trend linear. Variabel bebas yang digunakan adalah variabel waktu. Sementara, variabel terikatnya adalah populasi ayam ras petelur. Jika model estimasi telah didapatkan, maka proyeksi populasi ayam ras petelur dapat dilakukan untuk periode 2014 hingga 2028.

Tahap selanjutnya adalah melakukan proyeksi produksi telur ayam ras. Proyeksi produksi telur ayam ras menggunakan data populasi ayam ras petelur periode 2014 sampai 2028 sebagai variabel bebas. Selain itu, variabel boneka juga dimasukkan pada pendugaan model produksi, meliputi variabel boneka wabah flu burung. Selanjutnya, proyeksi produksi dilakukan dengan menggunakan model empiris yang dipilih.


(38)

Hasil proyeksi produksi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi produksi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi produksi tersebut. Nilai ini akan digunakan dalam penentuan kondisi produksi terhadap tingkat konsumsi pada waktu yang akan datang. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Prosedur penelitian proyeksi produksi telur ayam ras

2. Proyeksi Konsumsi

Proyeksi konsumsi telur ayam ras dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Data yang dibutuhkan dalam proyeksi konsumsi adalah data konsumsi telur ayam ras, jumlah penduduk dan PDRB Provinsi Lampung data time series dari 2000 hingga 2013. Tahapan berikutnya yang dilakukan adalah pengolahan data

1. Pengumpulan data

- Data time series produksi telur ayam ras dan populasi ayam ras petelur (data sekunder)

3. Proyeksi populasi ayam ras petelur (x)

= + 1 + 2 +�1

2. Pengolahan data untuk menentukan model empiris :

ln = + 1ln + 2 +�1

4. Proyeksi produksi telur ayam ras (y)


(39)

yang diperlukan. Data yang diolah mencakup perhitungan nilai PDRB menjadi pendapatan per kapita.

Data yang telah tersedia diolah kembali untuk menentukan model empiris konsumsi telur ayam ras berupa bentuk linear dan logaritma natural. Hal ini dilakukan untuk mengetahui serta membandingkan model yang akan dipilih agar hasil proyeksi yang dilakukan lebih realisitis dan memenuhi persyaratan estimasi model secara ekonometrika.

Tahapan berikutnya adalah memproyeksikan variabel bebas. Proyeksi variabel bebas berupa proyeksi pendapatan per kapita dan penduduk Provinsi Lampung. Proyeksi pendapatan per kapita dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung pendapatan per kapita menggunakan data PDRB Provinsi Lampung periode 2000 hingga 2013. Proyeksi pendapatan per kapita ini terlebih dahulu harus ditentukan model empirisnya dengan menggunakan metode time series yaitu analisis trend linear. Variabel bebas yang digunakan adalah variabel waktu, sedangkan variabel terikatnya adalah pendapatan per kapita (I). Jika model estimasi telah didapatkan, maka proyeksi pendapatan per kapita dapat dilakukan untuk periode 2014 hingga 2028.

Tahapan selanjutnya yaitu menentukan proyeksi jumlah penduduk Provinsi Lampung. Proyeksi penduduk ini telah dilakukan oleh instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik. Namun demikian, hasil proyeksi jumlah penduduk berupa data berkala 5 tahunan. Oleh sebab itu dalam hal


(40)

ini penulis akan melakukan interpolasi untuk mencari jumlah penduduk periode 2014 hingga 2028.

Tahap selanjutnya adalah melakukan proyeksi konsumsi telur ayam ras dengan menggunakan data pendapatan per kapita dan jumlah penduduk periode 2014 sampai 2028 sebagai variabel bebas. Selanjutnya, proyeksi konsumsi dilakukan dengan menggunakan model empiris yang dipilih. Hasil proyeksi konsumsi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi konsumsi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi tersebut. Prosedur

penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Prosedur penelitian proyeksi konsumsi telur ayam ras

1. Pengumpulan data time series (data sekunder) - Data konsumsi telur ayam ras (kg/kapita/tahun) - Data jumlah penduduk (jiwa/tahun)

- Data PDRB (rupiah/tahun)

3. Pengolahan data PDRB menjadi pendapatan per kapita

� = + 1 ln� + 2 ln� +�3

3. Pengolahan data untuk menentukan model empiris :

= + 1�+ 2�+�3

7. Perhitungan batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi 4. Proyeksi pendapatan per kapita (I)

5. Proyeksi jumlah penduduk (N) 6. Proyeksi konsumsi telur ayam ras (C)


(41)

C. Sumber Data

Data sekunder berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, instansi-instansi terkait, serta referensi lain yang relevan dengan penelitian ini. Selain itu, data pelengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer hasil wawancara kepada peternak, distributor bibit ayam, pakan dan obat-obatan.

D. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Lingkup penelitian ini adalah wilayah Provinsi Lampung dengan lokasi penelitian sebagai tempat pengambilan data, yaitu Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Dinas Peternakan Provinsi Lampung. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2014. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data, asumsi pembuatan definisi yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi telur ayam, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan penelitian dalam bentuk akhir berupa skripsi.

E. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah metode ekonometrika. Data produksi maupun konsumsi akan dianalisis secara kuantitatif. Menurut Supranto (2010) metode ekonometrika merupakan gabungan penggunaan matematis dan statistik. Teori ekonomi sering


(42)

mengukur hubungan antara variabel ekonomi yang dirumuskan secara

matematis dan untuk menguji validitas teori ekonomi didasarkan data empiris. Model produksi maupun konsumsi menggunakan regresi berganda yang

diduga dengan metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Metode ini memungkinkan dilakukannya pendugaan terhadap parameter-parameter yang berkaitan. Pendugaan model dengan menggunakan data time-series

memungkinkan terjadinya pelanggaran asumsi klasik yaitu gejala autokorelasi dan multikolinearitas.

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Selain itu, multikolinearitas merupakan hubungan linear diantara bebarapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Gujarati, 2003). Namun demikian, Uji Autokorelasi dan Multikolinearitas terlampir.

1. Proyeksi Produksi

Jumlah produksi telur ayam secara umum memiliki banyak faktor-faktor yang mempengaruhi seperti populasi ayam ras petelur, luas lahan

(kandang), pakan, bibit ayam, obat-obatan, tenaga kerja, dan teknologi. Namun demikian, untuk memproyeksikan produksi telur ayam ras variabel bebas yang dibutuhkan hanya terdiri dari populasi ayam ras petelur. Faktor-faktor produksi lain tidak dimasukkan dalam model persamaan karena data untuk variabel pakan, bibit ayam dan obat-obatan tidak tersedia dalam skala provinsi dan untuk periode 2000-2013. Di sisi lain,


(43)

bila variabel luas lahan (kandang) dimasukkan dalam persamaan model regresi maka akan mengakibatkan terjadi multikolinearitas.

Multikolinearitas ini terjadi karena data mengenai lahan (kandang) proporsional terhadap populasi ayam petelur.

Selanjutnya, dalam produksi telur ayam ras dimungkinkan terjadi wabah flu burung yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi telur ayam ras. Hal ini sebagaimana Ilham (2010) bahwa di Provinsi Lampung wabah flu burung telah menyebabkan penurunan produksi telur ayam ras sebesar 6,2% dibandingkan saat sebelum terjadinya wabah yaitu pada 2002. Oleh sebab itu, variabel bebas yang dapat dimasukkan dalam model adalah variabel populasi ayam petelur dan variabel boneka wabah flu burunga. Selanjutnya, untuk memudahkan proyeksi produksi maka persamaan yang digunakan dari hasil turunan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut.

= + 1 + 2 +�1 atau (3.1) ln = + 1ln + 2 +�1 (3.2)

Keterangan:

, : intercept

1, 2, 1, 2 ∶ penduga koefisien regresi

y : jumlah produksi telur ayam (ribu ton) x : populasi ayam petelur (juta ekor) D : variabel boneka (wabah flu burung) u1 : faktor kesalahan stokhastik

Selanjutnya, untuk melakukan proyeksi populasi ayam petelur menggunakan analisis time-series model trend linear. Dalam hal ini, variabel terikatnya adalah populasi ayam ras petelur, sedangkan variabel


(44)

bebasnya adalah waktu (T = 1, 2,...,14). Koefisien dari variabel bebas waktu adalah laju pertumbuhan populasi ayam ras petelur. Model estimasi untuk proyeksi populasi ayam ras petelur terdapat pada Persamaan 3.3. = + �+�2 (3.3) Keterangan :

: intercept

: penduga koefisien regresi

xn : populasi ayam peterlur tahun n (juta ekor) T : waktu (T = 1,2,...,14)

u2 : faktor kesalahan stokhastik

Persamaan (3.3) digunakan untuk menentukan besarnya populasi ayam ras petelur periode 2014 hingga 2028. Nilai ini digunakan untuk menentukan nilai proyeksi produksi telur ayam ras. Selanjutnya, proyeksi produksi menggunakan model empiris yang dipilih. Proyeksi produksi telur ayam ras menggunakan data populasi ayam ras petelur periode 2014 hingga 2028 sebagai variabel bebas.

Hasil proyeksi produksi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi produksi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi produksi dengan menggunakan perhitungan pendugaan interval untuk rata-rata. Batas atas merupakan nilai maksimum dari proyeksi produksi. Sebaliknya, batas bawah menunjukkan nilai minimum dari proyeksi produksi.

Perhitungan nilai batas atas dipengaruhi oleh nilai t-hitung dan standard error hasil. Kedua komponen ini merupakan hasil regesi pada model estimasi. Hasil perkalian antara keduanya disebut dengan margin error.


(45)

Nilai batas atas merupakan hasil penjumlahan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Sebaliknya, nilai batas bawah merupakan hasil pengurangan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Rumus perhitungan pendugaan interval rata-rata adalah sebagai berikut (Supranto, 2001).

yi-t/2 s

n < <yi+t∝/2 s

n (3.4) Selanjutnya, Persamaan 3.4 yang digunakan untuk proyeksi produksi telur ayam ras terdapat pada persamaan (3.5).

Batas atas dan batas bawah = yi± (t hitung × standard error) (3.5)

Keterangan :

yi : proyeksi produksi tahun i 2. Proyeksi Konsumsi

Konsumsi telur ayam di Provinsi Lampung baik saat ini maupun di masa yang akan datang secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendapatan, harga barang itu sendiri, harga barang pengganti (substitusi), harga barang pelengkap (komplementer), penduduk, selera dan distribusi pendapatan. Namun demikian, untuk memproyeksikan konsumsi telur ayam variabel bebas yang dibutuhkan hanya terdiri dari pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Hal ini karena data untuk harga barang itu sendiri, harga barang pengganti (substitusi), harga barang pelengkap (komplementer), dan selera tidak tersedia dalam skala provinsi dan untuk periode 2000-2013. Selain itu terdapat pula faktor yang tidak dapat diukur seperti faktor selera.


(46)

Oleh sebab itu, variabel bebas yang dapat dimasukkan dalam model proyeksi konsumsi adalah variabel pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Selanjutnya, untuk memudahkan proyeksi konsumsi maka bentuk persamaan yang digunakan terdapat pada persamaan (3.6) dan (3.7).

C=d+e1I+e2N+u3 (3.6) ln C =f+m1ln I +m2ln N+u3 (3.7)

Keterangan :

Ln : Logaritma natural

, : intercept

1, 2, 1, 2 : penduga koefisien regresi

C : konsumsi telur ayam (ribu ton)

I : pendapatan per kapita (rupiah/kapita/tahun) N : jumlah penduduk (juta jiwa/tahun)

u3 : faktor kesalahan stokhastik

Namun demikian, sebelum melakukan regresi persamaan konsumsi, data yang diperlukan adalah data time-series pendapatan per kapita. Variabel pendapatan per kapita untuk proyeksi konsumsi dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

In=PDRBn Nn

(3.8)

Keterangan :

n : tahun n

In : pendapatan per kapita Nn: jumlah penduduk

Selanjutnya, untuk melakukan proyeksi pendapatan menggunakan analisis time-series. Model time-series yang digunakan adalah trend linear. Dalam hal ini, variabel terikatnya adalah pendapatan per kapita, sedangkan


(47)

variabel bebasnya adalah waktu (T = 1, 2,...,14). Pada model ini, koefisien dari variabel bebas waktu adalah laju pertumbuhan pendapatan.

Persamaan matematis proyeksi pendapatan terdapat pada Persamaan (3.9). In=j+kT+u4 (3.9) Keterangan :

: intercept

: penduga keofisien regresi

In : pendapatan per kapita tahun n (juta rupiah/kapita/tahun) T : waktu (T = 1,2,...,14)

u4 : faktor kesalahan stokhastik

Proyeksi konsumsi telur ayam ras menggunakan data pendapatan per kapita dan jumlah penduduk periode 2014 sampai 2028 sebagai variabel bebas. Selanjutnya, proyeksi konsumsi dilakukan dengan menggunakan model empiris yang dipilih.

Hasil proyeksi konsumsi yang didapat merupakan nilai rata-rata proyeksi konsumsi periode 2014 hingga 2028. Oleh sebab itu, ditentukan pula nilai batas bawah dan batas atas proyeksi konsumsi dengan menggunakan rumus pendugaan interval rata-rata . Batas atas merupakan nilai

maksimum dari proyeksi produksi. Sebaliknya, batas bawah menunjukkan nilai minimum dari proyeksi produksi.

Perhitungan nilai batas atas dipengaruhi oleh nilai t-hitung dan standard error hasil. Kedua komponen ini merupakan hasil regesi pada model estimasi. Hasil perkalian antara keduanya disebut dengan margin error. Nilai batas atas merupakan hasil penjumlahan antara nilai rata-rata


(48)

merupakan hasil pengurangan antara nilai rata-rata proyeksi produksi dengan margin error. Rumus pendugaan interval proyeksi konsumsi adalah sebagai berikut (Supranto, 2001).

Ci-t/2 s

n < <Ci+t∝/2 s

n (3.10)

Selanjutnya, Persamaan 3.10 yang digunakan untuk proyeksi produksi telur ayam ras terdapat pada persamaan (3.11).

Batas atas dan batas bawah = Ci± (t hitung × standard error) (3.11)

Keterangan :


(49)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung

Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km2 (1,81 persen dari wilayah Indonesia). Provinsi ini terdiri atas 13 kabupaten dan 2 kota. Wilayah administrasi

terluas adalah Kabupaten Lampung Timur dengan luas 0,53 juta km2, sedangkan Kota Metro menjadi wilayah terkecil dengan luas 0,006 juta km2.

Pemekaran wilayah Provinsi Lampung berlangsung periode 1991 hingga 2012. Pemekaran wilayah administrasi pertama membentuk Kabupaten Lampung Barat sebagai hasil pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Utara. Pemekaran wilayah administrasi Provinsi Lampung yang terbaru pada 2012. Pemekaran wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2012 membentuk Kabupaten Pesisir Barat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut secara resmi jumlah Kabupaten di Provinsi Lampung menjadi 12 kabupaten. Hal ini mengakibatkan terbentuknya wilayah

administrasi kecamatan dan desa/kelurahan yang baru. Tabel perkembangan wilayah administrasi Provinsi Lampung terdapat pada Tabel 3.


(50)

Tabel 3. Perkembangan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi Lampung

Wilayah Administrasi

Tahun

2010 2011 2012 2013

Kabupaten 12 12 12 12

Kota 2 2 2 2

Kecamatan 206 214 225 225 Desa/Kelurahan 2.463 2.463 2.576 2.585 Sumber : Lampung Dalam Angka

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa pemekaran wilayah kecamatan terjadi pada 2011 dan 2012. Penambahan wilayah kecamatan di Provinsi Lampung pada 2012 terjadi seiring dengan terbentuknya kabupaten baru yaitu

Kabupaten Pesisir Barat. Jumlah kecamatan baru yang terbentuk pada Kabupaten Pesisir Barat sebanyak 11 kecamatan. Seperti halnya pemekaran wilayah administrasi kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Provinsi Lampung juga mulai bertambah sejak 2012. Penambahan wilayah desa pada 2012 dan 2013 berturut-turut sebanyak 113 dan 9 desa/kelurahan.

B. Keadaan Penduduk Provinsi Lampung

Penduduk Provinsi Lampung pada 2013 mencapai 7,88 juta jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 105,43. Sementara, tingkat kepadatan penduduk

Lampung pada 2013 telah mencapai 229 jiwa/km2. Namun demikian, tingkat kepadatan penduduk Provinsi Lampung ini masih tidak merata. Hal tersebut terlihat dari tingkat kepadatan penduduk di kota yang lebih tinggi

dibandingkan tingkat kepadatan penduduk di kabupaten. Berikut merupakan tabel luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk provinsi lampung menurut kabupaten/kota.


(51)

Tabel 4. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota periode 2013

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (juta jiwa)

Luas Wilayah (ribu km2)

Kepadatan Penduduk (jiwa per km2)

1 Lampung Barat 0,29 2,14 135,51

2 Tanggamus 0,56 3,02 185,43

3 Lampung Selatan 0,95 0,70 1.357,14

4 Lampung Timur 0,99 5,33 185,74

5 Lampung Tengah 1,21 3,80 318,42

6 Lampung Utara 0,60 2,73 219,78

7 Way Kanan 0,42 3,92 107,14

8 Tulang Bawang 0,42 3,47 121,04

9 Pesawaran 0,42 2,24 187,50

10 Pringsewu 0,38 0,63 603,17

11 Mesuji 0,19 2,18 87,16

12 Tulang Bawang

Barat 0,26 1,20 216,67

13 Pesisir Barat 0,15 2,91 51,55

14 Bandar Lampung 0,94 0,30 3.133,33

15 Metro 0,15 0,06 2.500,00

Lampung 7,93 34,62 229,06

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 4, tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung dan Kota Metro pada 2013 masing-masing mencapai 3.133 dan 2.500 jiwa per kilometer persegi. Tingginya angka kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung berkaitan erat dengan statusnya sebagai ibu kota Provinsi

Lampung. Hal ini berarti bahwa pusat perekonomian dan pemerintahan barada di Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung maupun Kota Metro memiliki infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan dengan kabupaten lain. Selain itu, Kota Metro maupun Kota Bandar Lampung juga menjadi pusat pendidikan di Provinsi Lampung. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang untuk menetap di wilayah tersebut.


(52)

Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk di kabupaten masih berada di bawah 1.500 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Pesisir Barat pada 2013 baru mencapai sekitar 51 jiwa per kilometer persegi. Hal tersebut karena kabupaten ini merupakan hasil pemekaran wilayah kabupaten lain pada 2012.

Jumlah penduduk di Provinsi Lampung ini berkaitan pula dengan

ketenagakerjaan. Penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Provinsi Lampung pada 2013 berjumlah 5,67 juta jiwa yang terdiri dari jumlah angkatan kerja 3,68 juta jiwa dan bukan angkatan kerja 1,99 juta jiwa (Tabel 5). Penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja merupakan golongan penduduk yang berada pada usia produktif baik yang sedang bekerja maupun mencari kerja. Tabel 5. Penduduk menurut jenis kegiatan utama di Provinsi Lampung tahun

2010-2013

Unit Kerja

Tahun

2010 2011 2012 2013 Angkatan Kerja (juta jiwa)

1. Bekerja 2. Pengangguran 3,96 3,74 0,22 3,63 3,40 0,23 3,72 3,53 0,19 3,68 3,47 0,21

Bukan Angkatan Kerja (juta jiwa) 1,87 1,91 1,88 1,99

Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 68 65 66 65

Persentase Tingkat Pengangguran 6 6 5 6

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata persentase jumlah penduduk Provinsi

Lampung yang bekerja periode 2010 hingga 2013 mencapai 94% dari jumlah angkatan kerja. Sebaliknya, rata-rata persentase pengangguran periode 2010 hingga 2013 sebesar 6% dari jumlah angkatan kerja. Di sisi lain, rata-rata


(53)

persentase jumlah penduduk bukan angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja periode 2010 hingga 2013 adalah sebesar 33%.

Berdasarkan Tabel 5, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif. Namun demikian, secara umum tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Provinsi Lampung sudah mencapai lebih dari 50 persen. Sementara itu, tingkat pengangguran di Provinsi Lampung periode 2010 hingga 2013 sekitar 5 sampai dengan 6 persen dari total penduduk Provinsi Lampung.

Jumlah angkatan kerja yang termasuk dalam golongan sedang bekerja menyebar pada sembilan lapangan usaha. Sebaran penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung periode 2013

No. Unit Kerja Jumlah Penduduk

(Juta Jiwa) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,79

2. Pertambangan dan Penggalian 0,01

3. Industri Pengolahan 0,29

4. Listrik dan Air Bersih 0,01

5. Bangunan 0,15

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,60

7. Angkutan dan Komunikasi 0,12

8. Keuangan, Persewaaan dan Jasa 0,05

9. Jasa-jasa 0,45

Total 3,47

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel 6, diketahui jumlah penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.


(54)

Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut mencapai 52% atau 1,79 juta jiwa.

Selanjutnya, secara berurutan dominasi jumlah penduduk yang bekerja berada pada sektor perdagangan, restoran dan hotel serta sektor jasa-jasa lainnya. Sementara itu, lapangan usaha yang memiliki jumlah terendah penduduk yang bekerja adalah sektor listrik dan air bersih serta pertambangan dan penggalian.

C. Perekonomian Wilayah

Perekonomian Provinsi Lampung ditentukan berdasarkan beberapa indikator. Salah satu indikator yang digunakan adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan total nilai tambah yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan positif nilai PDRB di semua sektor mendukung pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, aktivitas ekonomi ini digolongkan menjadi beberapa sektor. Perekonomian Provinsi lampung masih didominasi oleh empat sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan/Hotel/ Restoran dan Transportasi/Komunikasi. Sebaliknya, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih memberikan kontribusi terhadap total PDRB Provinsi Lampung kurang dari lima triliun rupiah. Berikut PDRB Provinsi Lampung menurut lapangan usaha.


(55)

Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung periode 2013 (triliun rupiah)

Lapangan Usaha PDRB

Pertanian

Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan 58,42 30,84 9,40 6,74 0,79 10,64

Pertambangan dan Penggalian 3,36

Industri Pengolahan 25,52

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,91

Bangunan/Konstruksi 5,19

Perdagangan, Hotel, Restoran 26,20

Pengangkutan dan Telekomunikasi 19,34

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 10,23

Jasa-Jasa 15,24

Total PDRB 164,39

Sumber: Lampung Dalam Angka, 2014

Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar terhadap total PDRB Provinsi Lampung dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada 2013, sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar yaitu 58,42 triliun atau sekitar 36% dari total PDRB (Tabel 7). Subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 19% atau 30,84 triliun.

Sebaliknya, subsektor kehutanan memberikan kontribusi terendah pada sektor pertanian. Meskipun subsektor peternakan tidak memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Lampung, perkembangan subsektor ini

cenderung stabil selama tiga tahun terakhir bila dibandingkan subsektor lain. Tabel 7 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran

memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap total PDRB. Besarnya kontribusi yang diberikan adalah sebesar 26,20 triliun. Namun demikian, sektor pengolahan juga memberikan kontribusi yang besarnya hampir sama


(56)

dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Besarnya kontribusi yang diberikan sektor ini pada 2013 adalah sebesar 25,52 triliun. Di sisi lain, kontribusi PDRB terendah pada 2013 yaitu dari sektor listrik, gas dan air bersih. Besarnya kontribusi yang diberikan hanya sebesar 0,91 triliun. Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengetahui perekonomian

Provinsi Lampung adalah perkembangan PDRB. Peninjauan nilai PDRB ini tidak hanya berdasarkan harga berlaku, tetapi juga berdasarkan harga konstan. Tabel perkembangan PDRB di Provinsi Lampung terdapat pada Tabel 8 dan visualisasi perkembangan PDRB Provinsi Lampung terdapat pada Gambar 4.

Tabel 8. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung (rupiah)

Tahun

PDRB ADH Berlaku PDRB ADH Konstan 2000 Pertumbuhan Ekonomi (%) Total (Triliun) Per Kapita (Juta) Total (Triliun) Per Kapita (Juta)

2000 23,20 3,48 23,20 3,48

2001 25,43 3,78 24,04 3,58 3,61

2002 27,94 4,12 25,28 3,72 5,17

2003 32,36 4,72 26,90 3,93 6,40

2004 36,07 5,22 28,26 4,09 5,07

2005 40,91 5,86 29,40 4,21 4,02

2006 49,19 6,82 30,86 4,28 4,98

2007 60,92 8,36 32,69 4,49 5,94

2008 73,72 9,97 34,44 4,66 5,35

2009 87,84 11,72 36,22 4,83 5,16

2010 108,40 14,27 38,39 5,05 5,99

2011 127,91 16,63 40,86 5,31 6,43

2012 144,64 18,62 43,53 5,60 6,53

2013 164,39 20,86 46,12 5,85 5,97


(57)

Gambar 4. Perkembangan PDRB Provinsi Lampung tahun 2000-2013

15,000,000 35,000,000 55,000,000 75,000,000 95,000,000 115,000,000 135,000,000 155,000,000 175,000,000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Ju

ta

R

u

p

iah

Tahun

Perkembangan PDRB Provinsi Lampung

PDRB ADH Berlaku PDRB ADH Konstan 2000


(58)

Berdasarkan Tabel 8, PDRB Provinsi Lampung baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan mengalami pertumbuhan yang positif periode 2000 hingga 2013. Rata-rata pertumbuhan PDRB periode 2000 hingga 2013 yaitu sebesar 5,43%. Pertumbuhan perekonomian Provinsi Lampung masih menduduki urutan ke-11 dari seluruh provinsi di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nilai PDRB di Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari periode 2000 hingga 2013. Namun demikian, kenaikan nilai PDRB ini masih belum merata antar wilayah. Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah memiliki kontribusi besar

terhadap nilai PDRB Provinsi. Pada 2013, nilai PDRB Kota Bandar lampung dan Kabupaten Lampung Tengah atas dasar harga berlaku mencapai lebih dari 20 triliun pada 2013 (Tabel 9).

Namun demikian, Kabupaten Lampung Utara dan Mesuji memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB terbesar dari 2000 hingga 2013 (Tabel 9). Di sisi lain, rata-rata pertumbuhan PDRB terendah berada pada Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yaitu kurang dari 10%. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan PDRB periode 2000 hingga 2013 kabupaten lain berada pada kisaran rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung. Hal ini dimana persentase rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung sekitar 16,3%. Tabel nilai PDRB atas dasar harga berlaku menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung terdapat pada Tabel 9.


(59)

Tabel 9. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung periode 2000-2013 (triliun rupiah)

Kabupaten/Kota Tahun

Rata-Rata Pertumbuhan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

Lampung Barat 1,04 1,05 1,12 1,19 1,27 1,36 1,49 1,89 2,25 2,55 2,83 3,40 2,54 2,83 8,75

Tanggamus 2,13 2,42 2,68 2,99 3,31 3,63 4,06 4,79 3,62 4,19 4,81 5,57 6,53 7,90 11,25

Lampung Selatan

3,38 3,75 4,28 4,80 5,19 5,79 6,82 6,35 7,53 8,91 10,21 11,63 13,82 15,64 12,71

Lampung Timur

2,73 3,22 4,01 4,57 4,98 5,89 6,46 7,16 8,17 8,96 10,45 11,85 13,38 14,91 14,03

Lampung Tengah

3,58 4,12 4,51 5,13 5,79 6,47 7,64 9,19 11,09 13,64 16,65 19,36 22,35 25,02 16,79

Lampung Utara

1,51 2,22 2,41 2,74 3,03 3,46 3,83 4,86 5,58 6,61 8,15 10,39 12,61 14,41 21,06

Way Kanan

0,73 1,00 1,08 1,17 1,3 1,45 1,58 1,93 2,19 2,54 3,01 3,49 4,41 4,58 18,20

TulangBawang

2,06 3,34 3,79 4,22 4,62 5,39 6,49 7,92 10,19 4,76 5,68 6,50 7,71 9,12 16,42

Pesawaran * * * * * * * 2,77 3,34 4,12 5,05 5,90 6,79 7,69 18,61

Pringsewu * * * * * * * * * 2,54 2,99 3,45 3,94 4,47 15,19

Mesuji

* * * * * * * * * 2,61 3,22 3,95 4,64 5,41 20,03

Tulang Bawang

Barat * * * * * * * * * 2,59 2,94 3,22 3,68 4,22 13,00

Pesisir Barat * * * * * * * * * * * * 1,27 1,39 9,45

Bandar Lampung 4,83 4,26 4,78 5,51 6,09 6,79 8,01 10,53 13,63 17,07 19,44 22,31 25,53 29,14 15,87

Metro 0,29 0,37 0,42 0,48 0,52 0,58 0,65 0,76 0,87 1,02 1,16 1,32 1,50 1,71 14,70

Provinsi 23,2 25,74 29,06 32,36 36,02 40,91 48,75 60,92 73,72 88,93 108,4 127,91 144,64 164,39 16,35

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)


(60)

Meskipun nilai PDRB atas dasar harga berlaku mengalami pertumbuhan yang positif, perekonomian Provinsi Lampung mengalami pertumbuhan yang melambat pada 2013. Periode 2013, perekonomian Provinsi Lampung tumbuh sebesar 5,97 persen (Tabel 10). Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya tumbuh 5,78 persen.

Perekonomian Provinsi Lampung ini terlihat dari nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 yang dicapai. Nilai PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota terdapat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10, PDRB Provinsi Lampung periode 2000 hingga 2013 mengalami pertumbuhan yang positif. Rata-rata laju pertumbuhan tiap kabupaten/kota sebesar 5,30%. Pertumbuhan nilai PDRB terbesar berada pada Kabupaten Tulang Bawang yaitu 8,98%. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Barat terendah adalah Kabupaten Lampung Barat (1,51%). Namun demikian, rendahnya pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Barat ini tidak diketahui secara pasti terkait dengan faktor yang menyebabkan penurunan laju pertumbuhan. Secara umum, Provinsi Lampung mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif periode 2000 hingga 2013.


(61)

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung (triliun rupiah)

Kabupaten/Kota Tahun

Rata-Rata Pertumbuhan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

Lampung Barat 1,04 1 1,04 1,07 1,13 1,17 1,2 1,29 1,35 1,43 1,51 1,58 1,14 1,19 1,51

Tanggamus 2,13 2,3 2,44 2,54 2,68 2,81 2,97 3,11 2,1 2,22 2,35 2,5 2,68 2,89 3,03

Lampung Selatan

3,38 3,56 3,69 3,83 3,99 4,16 4,37 3,72 3,91 4,11 4,35 4,61 4,91 5,2 3,53

Lampung Timur

2,73 2,88 3,35 3,57 3,54 3,54 3,59 3,75 3,95 4,11 4,33 4,59 4,82 5,06 4,93

Lampung Tengah

3,58 3,79 3,97 4,19 4,45 4,68 4,95 5,26 5,55 5,88 6,23 6,59 7,01 7,44 5,79

Lampung Utara

1,51 2,11 2,19 2,29 2,42 2,54 2,66 2,86 3,02 3,21 3,37 3,58 3,78 3,99 8,09

Way Kanan

0,73 0,94 0,98 1,02 1,07 1,11 1,16 1,22 1,28 1,34 1,41 1,49 1,57 1,65 6,65

TulangBawang

2,06 3,04 3,14 3,29 3,44 3,6 3,81 4,08 4,36 2,13 2,26 2,39 1,5 2,64 6,47

Pesawaran

* * * * * * * 1,42 1,49 1,58 1,67 1,78 1,88 1,99 5,79

Pringsewu * * * * * * * * * 1,26 1,35 1,45 1,54 1,63 6,65

Mesuji

* * * * * * * * * 1,18 1,25 1,33 1,27 1,34 3,33

Tulang Bawang

Barat * * * * * * * * * 1,06 1,13 1,19 1,39 1,49 8,98

Pesisir Barat * * * * * * * * * * * * 0,55 0,57 3,64

Bandar Lampung 4,83 3,69 3,85 4,22 4,56 4,78 5,1 5,43 5,8 6,15 6,54 6,97 7,42 7,91 4,25

Metro 0,29 0,35 0,36 0,39 0,41 0,43 0,45 0,48 0,5 0,53 0,56 0,59 0,73 0,67 6,92

Provinsi 23,2 24,08 25,43 26,89 28,26 29,39 30,85 32,69 34,44 36,26 38,38 40,83 43,52 46,12 5,43

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)


(62)

Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung ini juga berdampak pada kesejahteraan penduduk. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk adalah PDRB per kapita Provinsi Lampung. Rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Lampung periode 2000 hingga 2013 sebesar 4,07%. Di sisi lain,

pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Lampung pada 2013 sebesar 4,46%. Nilai PDRB per kapita penduduk di masing-masing wilayah terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11. Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung periode 2013 (juta rupiah/kapita/tahun)

Kabupaten/Kota PDRB Per Kapita

Lampung Barat 9,85

Tanggamus 14,10

Lampung Selatan 16,45

Lampung Timur 15,08

Lampung Tengah 20,60

Lampung Utara 24,06

Way Kanan 10,81

TulangBawang 21,84

Pesawaran 18,47

Pringsewu 11,80

Mesuji 20,48

Tulang Bawang Barat 21,90

Pesisir Barat 9,48

Bandar Lampung 30,93

Metro 11,15

Provinsi 20,72

Sumber: Lampung Dalam Angka 2014

Berdasarkan Tabel 11, nilai PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku pada 2013 sebesar 20,72 juta rupiah per kapita per tahun. Sementara itu, nilai PDRB per kapita tertinggi pada 2013 berada pada Kota Bandar


(63)

Lampung yaitu 30,93 juta rupiah per kapita per tahun. Sebaliknya, PDRB per kapita terendah berada pada Kabupaten Pesisir Barat dan Lampung Barat yaitu masing-masing sebesar 9,48 dan 9,85 juta per kapita per tahun.

Wilayah kabupaten yang memiliki nilai PDRB per kapita di atas nilai PDRB per kapita Provinsi Lampung adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara, Tulang Bawang Barat dan Tulang Bawang. Berikut merupakan tabel PDRB per kapita menurut kabupaten tahun 2013.

PDRB per kapita Kabupaten Lampung Barat mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Penurunan nilai PDRB Kabupaten Lampung Barat ini terjadi sejak 2012. Pada 2012, terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Lampung Barat menjadi Kabupaten Pesisir Barat. Hal ini tidak hanya berdampak pada pengurangan luas wilayah administratif di Kabupaten Lampung Barat, tetapi juga berdampak pada pengurangan nilai PDRB yang dihasilkan wilayah tersebut. Namun demikian, setelah terjadinya pemekaran wilayah baik Kabupaten Lampung Barat maupun Kabupaten Pesisir Barat mengalami pertumbuhan yang positif pada nilai total PDRB maupun nilai PDRB per kapita.

D. Perkembangan Peternakan Ayam Petelur

Provinsi Lampung memiliki komoditas subsektor peternakan yang potensial, yaitu sapi potong, kambing, dan ayam ras. Selama ini Provinsi Lampung menyumbang sekitar 3 sampai 5 persen produksi ternak nasional. Secara umum, perkembangan peternakan dan hasilnya yang cukup stabil adalah


(1)

Rendahnya angka produksi telur ayam ras di wilayah tersebut dikarenakan wilayah tersebut sebagian besar merupakan wilayah kabupaten baru. Selain itu, faktor iklim dan curah hujan wilayah juga mempengaruhi keberhasilan beternak ayam petelur sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat. Sebaliknya, rendahnya populasi ayam ras petelur di Kota Bandar Lampung terjadi dikarenakan memiliki jumlah penduduk dan tingkat kepadatan

penduduk yang besar. Hal tersebut memungkinkan fungsi penggunaan lahan didominasi sebagai pemukiman penduduk.

Produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung yang menyebar tidak merata di setiap wilayah merupakan peluang untuk membuka usaha peternakan ayam ras petelur. Terlebih lagi di Kabupaten Pesisir Barat yang belum terdapat

peternakan ayam ras petelur. Kondisi ini tidak hanya menjadi peluang bisnis, tetapi juga menjadi peluang bagi pemerintah untuk dapat berswasembada telur ayam ras.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proyeksi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014 hingga

2028 meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan produksi sebesar 3,64%.

2. Proyeksi konsumsi telur ayam ras di Provinsi Lampung periode 2014 hingga 2028 meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan konsumsi sebesar 2,48%.

3. Konsumsi telur ayam ras akan tercukupi pada 2026. Namun, upaya

peningkatan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung masih mungkin dilakukan karena potensi produktivitas sebesar 23,12 kg/ekor/tahun, yang hingga saat ini (periode 2000-2013) rata-rata produktivitasnya hanya sebesar 16,75 kg/ekor.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Sebaiknya pemerintah daerah maupun peternak ayam ras petelur dapat

bekerjasama untuk mulai meningkatkan produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung melalui upaya intensifikasi (peningkatan produktivitas).


(3)

intensifikasi produksi telur ayam ras di Provinsi Lampung.

3. Bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian serupa terkait dengan proyeksi, baik pada komoditas telur ayam ras maupun komoditas pangan lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ananingsih I. 2011. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Biro Pusat Statistik Indonesia. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta.

_________________________. 2014. Laporan Bulanan Data Statistik Sosial Ekonomi edisi 44 Januari 2014. Jakarta.

Biro Pusat Statistik Lampung. 2013. Laporan Perekonomian Provinsi Lampung 2012. Lampung.

________________________. 2014. Lampung Dalam Angka 2014. Lampung. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2010. Buku Statistik

Peternakan. Lampung.

________________________________________________. 2013. Buku Statistik Peternakan. Lampung.

Gujarati dan Zain. 2003. Ekonometraika Dasar. Jakarta. Erlangga.

Hastang. 2011. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras oleh Konsumen di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Jurnal AGRIBISNIS. Vol.X, No. 3, September 2011.

Ilham N. dan Yusdja Y. 2010. Dampak Flu Burung Terhadap Produksi Unggas dan Kontribusi Usaha Unggas Terhadap Pendapatan Peternak Skala Kecil di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Volume 28 Nomor 1 tahun 2010. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Kariyasa K, Sinaga BM, dan Adnyana MO. 2004. Proyeksi Produksi dan Permintaan Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia. SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF AGRICULTURE AND AGRIBUSINESS). Vol.4, No. 2, Juli 2004.


(5)

Universitas Jember. Jember.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian edisi ketiga. LP3S. Jakarta. Nicholson, W. dan Snyder, C. 2008. Microeconomic Theory. South-Western.

United States.

Ningtiyas A.M. 2010. Proyeksi Produksi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai di Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Pindyck, Robert S. dan Daniel LR. 2007. Mikroekonomi Edisi Keenam. Indeks. Jakarta.

Sadono, S. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi Edisi Kedua. Rajawali Pers. Jakarta.

Sediaoutama A.D. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta.

Sitompul, N.M. 2014. Analisis Penawaran dan Permintaan Telur Ayam Ras di Sumatera Utara. JOURNAL ON SOCIAL ECONOMIC OF AGRICULTURE AND AGRIBUSINESS. Vol. 3, No. 3, Maret 2014.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafinso Persada. Jakarta. Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Andi.

Yogyakarta.

Sumodiningrat, G. dan Iswara, LA. 1987. Ekonomi Produksi. Karunika, Universitas Terbuka Press. Jakarta.

Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga. Jakarta

_________. 2010. Metode Ramalan Kuantitatif untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisinis. Rineka Cipta. Jakarta.

Susilowati, S. 2011. Proyeksi Permintaan Daging Ayam Ras di Kota Surakarta. Program Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(6)

Wardhani, P. K. 2012. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging. Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang.