SIKAP ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN KRIMINALITAS REMAJA DI DESA BUMIRATU KECAMATAN BLAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

(1)

ABSTRAK

SIKAP ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN KRIMINALITAS REMAJA DI DESA BUMIRATU KECAMATAN

BLAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

Oleh

FITRI DIANA SARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan sikap orang tua terhadap tindakan kriminalitas remaja di desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan tahun 2014.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sampel penelitian ini adalah 36 orang Analisis data menggunakan presentase.

Hasil penelitian, menunjukkan pandangan orang tua (indikator kognisi) dari 23 atau 63,8% responden memiliki pandangan yang tidak setuju terhadap tindakan kriminalitas remaja masuk dalam kategori tinggi. Perasaan orang tua (indikator afeksi) dari 19 atau 52,7% responden mengenai perasaan kurang setuju. Sedangkan respon orang tua (indikator konasi) dari 16 atau 44,4% responden memiliki kecenderungan bertindak yang tidak mendukung terhadap tindakan kriminalitas remaja. Sehingga dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kriminalitas berdampak buruk pada kelakuan, tingkah laku dan dapat merusak masa depan anak itu sendiri, oleh karena itu diharapkan orang tua dapat meningkatkan pengawasan terhadap anak dan mengontrol aktivitas remaja serta pergaulannya sehingga dapat terhindar dari tindak kriminalitas.


(2)

KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

Oleh

FITRI DIANA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumiratu, Way Kanan pada tanggal 23 Maret 1993. Penulis anak kedua dari empat bersaudara buah hati pasangan Bapak Indra Gunawan dan Ibu Erlina.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu:

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Bumiratu Kabupaten Way Kanan yang diselesaikan pada tahun 2004.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Baradatu Kabupaten Way Kanan diselesaikan pada tahun 2007.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan yang di selesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Kemudian pada tahun 2013 Penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMPN 2 Gunung Terang dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Margasari Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(7)

PERSEMBAHAN

Segala puji hanya milik Allah SWT, atas rahmat dan nikmat yang tak

terhitung, sholawat beriring salam selalu tercurah kepada Rasulullah

Muhammad SAW.

Dengan segala ketulusan serta kerendahan hati kupersembahkan

karya sederhana ini kepada :

“Ayahanda dan Ibundaku

tercinta yang selalu menjadi semangat dalam

hidupku, kesabaran dan do’a

dalam setiap sujudmu, serta harapan

di setiap tetesan keringatmu untuk

menanti keberhasilanku”

Serta


(8)

MOTO

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu,

dan boleh jadi juga kamu menyukai sesuatu padahal itu

amat buruk bagimu. Allah mengetahui

sedangkan kamu tidak mengetahui”

(Q.S. Al-Baqarah: 216)

Untuk mendapatkan kesuksesan, maka keberanianmu harus

lebih besar dari pada rasa takut.


(9)

SANWACANA

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan skripsi yang berjudul “Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja Di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Tahun 2014”.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku Pembimbing I, yang telah memberikan motivasi dan bimbingannya dalam membantu penyusunan skripsi. Dan juga Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik (PA) sekaligus Pembimbing II, terimakasih atas kesediaannya dalam membimbing dan memberikan motivasi dalam bimbingannya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerja Sama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd. selaku Pembahas II sekaligus ketua Program Studi PPKn, terima kasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.

7. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si. selaku pembahas I, terima kasih atas masukan, saran, dan kritikannya kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

10. Bapak Suwardi, selaku Kepala Desa Bumiratu yang telah memberi izin penelitian dan segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

11. Bapak dan Ibu serta staf Desa Bumiratu terima kasih telah membantu dalam proses penelitian kepada penulis.

12. Masyarakat khususnya Desa Bumiratu Kabupaten Way Kanan yang telah membantu penulis dalam mengadakan penelitian.


(11)

13. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Indra Gunawan dan Ibunda Erlina yang selalu bekerja keras untuk keberhasilanku dan senantiasa memberikan do’a dan dukungan semangat demi keberhasilanku.

14. Kakakku Riski Indrawan serta adik-adikku Devi Astriana dan Tomi Vernanda Putra terima kasih atas do’a, dukungan, perhatian, dan cinta kasih yang diberikan kepada penulis

15. Keluarga besarku yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do’a untuk keberhasilanku.

16. Sahabat-sahabat terbaikku Kak Riyaldi, Ade Yulia, Heni Mei Darwati, Nina Widiarti, Septi Kurniasi, Gusti yang selalu menemani perjuanganku dan memberikan dukungan baik dalam kedaan senang maupun sedih. Semoga kita menjadi orang yang sukses sesuai dengan yang kita harapkan, amin.

17. Teman-teman PPKn 2010 semuanya tanpa terkecuali, terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan selama menjalankan perkuliahan, tetap semangat dan jangan menyerah perjalanan kita masih panjang. Mari bersama menjemput kesuksesan kita.

18. Teman-teman seperjuangan KKN dan PPL Desa Margasari Esi, Yuni, Kharina, Niken, Novita, Gusti, Sis, Abdul, Ardi, dan Kak Rahmat, kalian memang luar biasa terima kasih atas terciptanya persaudaraan selama kita bersama.

19. Adik Tingkat PPKn 2011 sampai 2014 baik reguler maupun mandiri, genap maupun ganjil terima kasih atas motivasi dan segala bantuan dan canda tawanya.


(12)

20. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i serta teman-teman berikan selalu akan mendapat pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapanya. Segala Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,

Fitri Diana Sari NPM 1013032078


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 8

1. Kegunaan Teoritis ... 8

2. Kegunaan Praktis ... 8

G. Ruang Lingkup Ilmu ... 9

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 9

2. Ruang Lingkup Subjek ... 9

3. Ruang Lingkup Objek ... 9

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 10

5. Ruang Lingkup Waktu ... 10

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 11

1. Tinjauan Tentang Sikap Orang Tua ... 11

a. Pengertian Sikap ... 11

b. Ciri-ciri Sikap ... 12


(14)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap . 14

e. Komponen Sikap ... 15

f. Perubahan Sikap ... 18

g. Pengukuran Sikap ... 21

h. Pengertian Orang Tua ... 27

i. Sikap Orang Tua ... 29

2. Tinjauan Tentang Tindakan Kriminalitas Remaja ... 29

a. Pengertian Kriminalitas ... 29

b. Remaja ... 31

c. Perilaku Menyimpang ... 32

d. Bentuk –bentuk Kriminalitas Remaja ... 33

e. Penegakan Hukum dan Sanksi ... 35

f. Faktor Penyebab Kriminalitas Remaja ... 39

g. Upaya Pencegahan Kriminalitas Remaja ... 45

h. Sikap Orang Tua Terhadap Tindak Kriminalitas Remaja 46 B.Kerangka Pikir ... 46

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 48

B. Populasi dan Sampel ... 49

C. Variabel Penelitian ... 50

D. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 50

E. Rencana Pengukuran Variabel ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

1. Teknik Pokok ... 51

2. Teknik Penunjang... 53

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53

a. Uji Validitas ... 53

b. Uji Reliabilitas ... 54

H. Teknik Analisis Data ... 55

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Langkah-langkah Penelitian ... 57

1. Persiapan Judul ... 57

2. Penelitian Pendahuluan ... 58

3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 58

4. Pelaksanaan Penelitian ... 59

5. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 60

a. Analisis Validitas Angket ... 60

b. Analisis Reliabilitas Angket ... 60

B. Gambaran Lokasi Penelitian ... 65

C. Deskripsi Data ... 67

1. Pengumpulan Data ... 67

2. Penyajian Data ... 67


(15)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Jenis Tindakan Kriminalitas Yang Sering Dilakukan Remaja Di Desa

Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan …. 4 Tabel 3.1 Laporan Kependudukan Di Desa Bumiratu Kecamatan

Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan tahun 2014 ………. 49 Tabel 3.2 Jumlah Penyajian Sampel Penelitian Di Desa Bumiratu

Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan ……… 50 Tabel 4.1 Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden

diluar Populasi Untuk Item Ganjil (X) ………... 61 Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden

diluar Populasi Untuk Item Ganjil (Y) ……… 62 Tabel 4.3 Tabel Kerja Antara Item ganjil (X) dengan Item Genap (Y)……….. 63 Tabel 4.4 Hasil Analisis Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Indikator Kognisi

(Pandangan) ... 68 Tabel 4.5 Distribusi Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Indikator Kognisi

(Pandangan) ... 70 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Indikator Kognisi (Pandangan) ……… 71 Tabel 4.7 Hasil Analisis Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Distribusi Skor Hasil

Indikator Afeksi (Perasaan) ………... 72 Tabel 4.8 Distribusi Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Distribusi Skor Hasil

Indikator Afeksi (Perasaan) ………... 74 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Indikator Afeksi (Perasaan) ………... 76


(17)

Tabel 4.10 Hasil Analisis Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Distribusi Skor Hasil

Indikator Konasi (kecenderungan Merespon) ………... 77

Tabel 4.11 Distribusi Skor Hasil dari Sikap Orang Tua Indikator Konasi (kecenderungan merespon) ... 78

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Indikator Konasi (kecenderungan merespon) ... 80

Table 4.13 Hasil Analisis Skor Hasil dari Tindakan Kriminalitas Remaja Indikator Prilaku Menyimpang ………... 81

Tabel 4.14 Distribusi Skor Hasil Indikator Prilaku Menyimpang ………….... 83

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Indikator Prilaku Menyimpang ……….. 85

Tabel 4.16 Skor Hasil Indikator Bentuk-bentuk Kriminalitas ……... 85

Tabel 4.17 Distribusi Skor Hasil Indikator Bentuk-bentuk Kriminalitas …... 87

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Indikator Bentuk-bentuk Kriminalitas ………... 89

Tabel 4.19 Skor Hasil Indikator Penegakan Hukum ………... 90

Tabel 4.20 Distribusi Skor Hasil Indikator penegakan hukum ……… 91

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Indikator Penegakan Hukum ……… 93

Tabel 4.22 Skor Hasil Indikator Sanksi ………... 94

Tabel 4.23 Distribusi Skor Hasil Indikator Sanksi ……… 95


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Penelitian Dari Pembantu Dekan I 2. Surat Izin Penelitian Pendahuluan

3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Balasan/Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 5. Angket

6. Distribusi Hasil Angket Indikator Pandangan (Kognisi) 7. Distribusi Hasil Angket Indikator Perasaan (Afeksi)

8. Distribusi Hasil Angket Indikator Kecenderungan Merespon (Konasi) 9. Distribusi Hasil Angket Indikator Prilaku Menyimpang

10.Distribusi Hasil Angket Indikator Bentuk-Bentuk Kriminalitas Remaja 11.Distribusi Hasil Angket Indikator Penegakan Hukum

12.Distribusi Hasil Angket Indikator Sanksi

13.Distribusi Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja Di Desa Bumiratu


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar Bagan 2.1 Kerangka Pikir ………. 47


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam setiap kehidupan manusia. Keluarga juga mempunyai tanggung jawab terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak karena mempunyai pengaruh yang sangat besar, mula-mula anak dapat memperoleh pengalaman untuk mengembangkan diri dan sifat-sifat sosialnya. Peran orang tua dalam sebuah keluarga untuk pembentukan karakter anak dan membina moral anak terutama pada masa awal perkembangannya sampai pada masa remaja, karena orang tua yang pertama kali memperkenalkan nilai dan norma kepada anak, mengingat anak menjadi tanggung jawab orang tua hingga akhirat, sepantasnya orang tua meningkatkan semangat dalam membimbing dan mendidik anaknya dengan cara-cara yang menarik, inovatif, religius dan berkesinambungan.

Orang tua adalah komponen penting dalam sebuah keluarga karena sebagai lingkungan pertama tempat dimana anak berinteraksi. Apabila peran orang tua tidak berjalan secara maksimal atau sepenuhnya maka akan sangat berdampak besar terhadap perkembanganya. Salah satunya dengan memberikan pengawasan, bimbingan, serta contoh-contoh perilaku yang baik.


(21)

Apabila anak lepas dari kontrol orang tua anak akan menjadi liar dan susah untuk diatur, maka komunikasi didalam lingkungan keluarga kurang harmonis. Ketidak harmonisan komunikasi tersebut membuat anak atau remaja banyak beraktivitas diluar lingkungan keluarga. Sehingga lama-kelamaan anak akan merasa lingkungan luar yang menjadi sesuatu yang selalu ditiru baik perilaku yang positif maupun negatif.

Peran orang tua berpengaruh positif apabila pengaruh tersebut membawa dampak yang baik bagi perkembangan anak kearah hal-hal yang positif (disalurkan dalam kegiatan yang bermanfaat). Tetapi apabila tidak disalurkan secara positif maka dapat berpengaruh negatif atau dapat mempengaruhi jiwa anak untuk berbuat hal-hal yang negatif. Terkait dengan pengaruh negatif lingkungan tersebut terhadap perkembangan jiwa seorang anak, maka peran orang tua sangatlah dibutuhkan dalam mengawasi, mengarahkan dan mengendalikan anak agar tidak terpengaruh dampak negatif dari lingkungannya.

Lingkungan anak yang lepas dari kontrol orang tua mereka tidak akan mendapatkan kepedulian terhadap pendidikan, kasih sayang dan kebutuhan mereka sehari-hari. Segala tingkah laku dan perbuatanya tidak ada yang mengontrol mengarahkan, pada masa anak-anak atau remaja mereka sangat membutuhkan bimbingan orang yang lebih dewasa untuk membimbing dan mengarahkan segala perbuatanya. Hal ini yang sering kali membuat remaja mencari perhatian dari orang lain dan lingkunganya dengan cara melakukan


(22)

perbuatan-perbuatan yang sering kali disebut dengan istilah kenakalan remaja.

Kenakalan remaja itu bukan hal yang jarang didengar di negara indonesia ini, karena masa remaja merupakan masa proses pencarian jati diri. Remaja biasanya sifatnya cenderung labil dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Kenakalan remaja juga tidak dipungkiri oleh faktor dari orang tua, yang dalam memberikan pengawasan banyak salah dalam mendidik anak. Seharusnya orang tua tahu bagaimana melayani merangsang dan mendorong perkembangan anaknya menjadi anak yang baik dengan menanamkan pembinaan pendidikan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terpengaruh pada perbuatan yang dapat menyesatkan remaja. Namun pada kenyataanya banyak remaja-remaja yang terlibat tindak kenakalan remaja.

Selain itu kenakalan remaja sering terjadi dilingkungan sekitar, baik kenakalan remaja yang berdampak pada tindak kriminalitas atau kejahatan. Seperti kenakalan remaja yang mengkonsumsi minuman keras dan perkelahiaaan sampai tingkat pencurian. Karena itu, kenakalan remaja tersebut cukup meresahkan masyarakat ini sering terjadi sudah tidak diangggap kenakalan remaja biasa tetapi sudah sampai pada tindak kriminalitas.

Kriminalitas atau kejahatan merupakan salah satu dampak dari kenakalan remaja. Dapat dikatakan bahwa kriminalitas juga suatu perbuataan atau perilaku yang melanggar hukum dan norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Seperti khasus kenakalan remaja yang biasa pada


(23)

umumnya sampai dengan yang mengarah pada tindak kriminalitas yang ada di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan sering terjadi dan cukup meresahkan masyarakat. Yaitu mabuk-mabukan, pencurian, perkelahian, perjudiaan, pemerasaan atau pemalakan yang disertai kekerasaan sampai dengan terjadinya pembunuhan. Khasus tersebut bukan hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa melainkan sebagian besar dilakukan oleh remaja-remaja. Tindak kenakalan remaja sampai pada tindak krimininalitas yang dilakukan para remaja dapat kita lihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 1.1 Jenis Tindakan Kriminal yang sering dilakukan remaja di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten WayKanan

(Sumber : Hasil Observasi Dan Wawancara Di Desa Bumiratu)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas tindak kriminalitas yang terjadi kalangan remaja tersebut cukup tinggi atau mengalami peningkatan, tentu saja hal ini sangat meresahkan masyarakat. Bahkan di awal tahun 2014 sudah terjadinya khasus kriminalitas atau kejahatan yang cukup berat yaitu terlibatnya remaja dalam khasus narkoba. Sementara itu tindak krimininalitas yang banyak

No. Jenis Tindakan Kriminal

Jumlah Kasus Per Tahun

2011 2012 2013

1. Mabuk-mabukan/ miras

2 4 6

2. Pencurian 1 3 8

3. Perkelahiaan 2 5 3

4. Perjudian 4 6 11

5. Pemerasan/Pemalakan - 3 8

6. Pembunuhan - - 1

7 Membawa senjata tajam

- 2 2


(24)

dilakukan adalah tindak mabuk-mabukan atau miras dan pencuriaan, perjudian, pemalakan. Hal ini, dilatari oleh berbagai macam permasalahan terjadi karena kurangnya pendidikan agama dan moral, pengaruh teman sebaya atau kurangnya pengawasan orang tua dan permasalahan dalam keluarga yang membuat remaja mengkonsumsi miras. Selain itu tindak pencurian dilakukan karena terdesak oleh ekonomi keluarga yang kurang mencukupi, diluar pengawasan orang tua yang kurang peduli terhadap pergaulan anaknya.

Di negara Indonesia tidak ada pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang khusus untuk dikenakan kepada orang yang belum cukup umur melakukan tindak pidana. Namun bukan berarti pelaku tindak pidana tersebut tidak dikenai sanksi KUHP, tetapi mengenai penerapanya dibedakan antara anak yang belum dewasa dengan tindak pidana yang dilakukan orang dewasa. Oleh karena itu, maka ada ketentuaan-ketentuaan khusus bagi orang yang belum cukup umur yang melakukan tindak pidana sebelum dia berumur 16 tahun, dimana hal ini diatur dalam pasal 45, 46, dan pasal 47 KUHP.

Kriminalitas yang dilakukan remaja tentunya sangat merugikaan, apabila tindakan kriminal yang melibatkan remaja ini tetap dibiarkan maka akan berdampak buruk yaitu:

1. Bagi remaja itu sendiri. Apabila kenakalan remaja tersebut tidak ditangani maka ia akan memiliki kepribadian buruk dan akan dihindari atau bahkan dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Sementara itu akibat dikucilkan


(25)

oleh masyarakat maka remaja tersebut berpotensi mengalami masalah psikologi dan mempengaruhi masa depan remaja itu suram jika tidak ditangani secara serius.

2. Bagi keluarga. Seringkali remaja tidak memikirkan beban orang tua yang menanggung malu akibat kenakalan yang dilakukanya.

3. Bagi masyarakat. Bisa berupa materil keresahan dan kecemasaan dan juga menanggung malu akibat perilaku menyimpang yang dilakukan remaja, dan menggangu stabilitas keamanan masyarakat.

Penyelesaian masalah kriminalitas remaja sebenarnya bukan hanya tanggung jawab polisi, orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala desa, kepala dusun, kepala rt melainkan juga tanggung jawab remaja itu sendiri untuk menanggulanginya, yaitu dengan cara menghindarinya untuk kelangsungan hidup masa depannya dan lebih banyak menyibukan diri dengan hal-hal yang positif. Oleh karena itu orang tua perlu memberikan sikap mengenai permasalahan kriminalitas remaja. Untuk mengetahui pandangan, perasaan, dan respon orang tua terhadap kriminalitas atau kejahatan yang dilakukan kalangan remaja tersebut. Sikap atau attitude adalah kecenderungan untuk memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi. Sikap merupakan prasarat untuk terjadinya perilaku, namun harus ditekankan bahwa hal ini tidak lantas membuat perilaku bergantung pada sikap. Intinya perilaku dapat berbeda dengan sikapnya. Dengan demikian bahwa remaja memiliki sikap menerima terhadap tindakan kriminal maka akan terdapat kecenderungan remaja tersebut melakukan tindak kejahatan, meskipun hal ini tidak mutlak. Kecenderungan tersebut akan lebih kuat dan


(26)

konsisten jika antara sikap dan perilaku terdapat suatu niat dan keinginan untuk mencoba atau melakukannya.

Desa Bumiratu merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan blambangan umpu kabupaten way kanan yang terdiri dari berbagai macam suku dan latar belakang yang berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan oleh peneliti, terdapat beberapa remaja yang melakukan kenakalan remaja yang berdampak pada tindakan kriminalitas. Hal ini mengidentifikasikan bahwa kurangnya pengawasan oleh orang tua dan kepeduliaan warga sekitar terhadap tindakan remaja tersebut. Namun tidak berarti bahwa semua remaja yang ada di desa bumiratu melakukan tindak kriminalitas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui sikap orang tua terhadap tindak kriminalitas remaja. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti

tertarik mengadakan penelitian dengan judul: “Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan

Umpu Kabupaten Way Kanan Tahun 2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Pemahaman orang tua berkaitan dengan tingkat pengawasan orang tua 2. Tingkat kenakalan remaja berhubungan dengan sikap orang tua.

3. Penegakkan hukum dari aparat hukum berkaitan tingkat kenakalan remaja dan sikap orang tua.


(27)

C. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini

adalah “Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja di Desa Bumiratu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana Sikap Orang Tua Terhadap Tindak Kriminalitas Remaja?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja Di Desa Bumiratu Kec. Blambangan Umpu, Kab. Way Kanan Tahun 2014.

F. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan pada kajian Pendidikan Hukum dan Kemasyarakatan karena berkaitan dengan tindakan pelanggaran hukum yang melibatkan kalangan usia remaja.

2. Kegunaan Praktis 1. Bagi Remaja

Bagi remaja yang tidak melakukan kriminalitas, nama mereka tidak akan tercemar dan tidak disamakan dengan pelaku kriminal sehingga


(28)

terhindar dari pengaruh buruk dari kriminalitas dan dapat menambah wawasan atau pengetahuaan remaja.

2. Bagi Orang Tua

Sebagai bahan masukan kepada agar orang tua agar lebih mengoptimalkan perannya dalam mengontrol aktivitas yang dilakukan remaja untuk mencegah terjadinya kriminalitas yang dilakukan anak atau remaja.

3. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat untuk mengurangi rasa kecemasan dan keresahan yang timbul akibat kriminalitas remaja tersebut.

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah kajian ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan wilayah kajian Pendidikan Hukum dan Kemasyarakatan.

2. Ruang Lingkup Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah Orang Tua Remaja Di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan.

3. Ruang Lingkup Objek

Objek dari penelitian ini adalah Sikap Orang Tua Terhadap Tindakan Kriminalitas Remaja Di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan.


(29)

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini adalah dilaksanakan di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan.

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian dilakukan sesuai dengan surat izin penelitian pendahuluan yang dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teori

1. Tinjauan Tentang Sikap Orang Tua a. Pengertian Sikap

Sikap merupakan keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Hal ini, berarti sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif. Dalam kehidupan manusia, sikap memiliki peran yang besar karena sikap akan menentukan tingkah laku manusia terhadap suatu objek. Pada dasarnya Sikap juga merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, karena sikap pada diri seseorang akan memberikan warna dan corak tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan seseorang tersebut terhadap suatu objek.

Menurut John H. Harvey dalam Abu Ahmadi (2009:150) mendefinisikan

“Sikap adalah kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi”. Sedangkan Berkowitz dalam Saifuddin Azwar (2013:5) menyatakan bahwa “sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable) pada


(31)

objek tersebut”. Dari kedua penjelasan tersebut, kita dapat melihat bahwa sikap merupakan perasaan untuk merespon suatu objek atau situasi baik positif maupun negatif dengan cara mendukung atau memihak pada suatu kondisi tertentu.

Pendapat lain tentang sikap juga dikemukakan oleh Lapierre dalam Saifuddin Azwar (2013:5) mendefinisikan “sikap sebagai suatu pola perilaku, tendesi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan”.

Selanjutnya menurut Elmubarok (2008:47) “sikap adalah suatu bentuk

evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk berekasi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku

terhadap suatu objek”.

Berdasarkan keempat pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah perasaan untuk merespon suatu objek atau situasi baik positif maupun negatif dengan cara mendukung atau memihak pada suatu kondisi tertentu yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek tersebut.

b. Ciri-Ciri Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubunganya dengan perangsangan yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian.


(32)

Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Menurut W.A Gerungan (2009:153) mengemukakan bahwa “untuk dapat membedakan antara attitude, motif kebiasaan dan lain-lain, faktor psychic yang turut menyusun pribadi orang, maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude” adapun ciri-ciri sikap itu adalah :

1) Attitude bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya.

2) Attitude dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari 3) Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek. 4) Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.

5) Attitude itu mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

c. Fungsi Sikap

Selanjutnya Katz Dalam Zaim Elmubarok (2008:50) menyebutkan empat fungsi sikap yaitu:

1) Fungsi penyesuian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya.

2) Fungsi pertahanan ego yang menunjukan keinginan individu untuk menghindari diri serta melindungi hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta-fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme petahanan ego yang akan melindungi dari kepahitan kenyataan tersebut.

3) Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. 4) Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk

mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamanya.


(33)

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami individu. Dimana dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek yang dihadapinya. Menurut Loudon dan Bitta dalam Zaim Elmubarok (2008:47) mengemukakan bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Sedangkan Swastha dan Handoko dalam Zaim Elmubarok (2008:47) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.

Menurut Saifuddin Azwar (2013:30) beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk menghindari konflik.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

4. Media massa

Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.


(34)

6. Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap individu terbentuk melalui interaksi dipengaruhi faktor dari internal seperti faktor emosi dan melalui pengalaman pribadi, sedangkan eksternal seperti kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan atau agama.

e. Komponen Sikap

Kothandapani yang dikutip oleh Saifuddin Azwar (2013:24) merumuskan tiga komponen tersebut, yakni komponen kognitip (kepercayaan atau

belief), komponen emosional (perasaan), dan komponen perilaku (tindakan). Begitu pula yang dikemukakan oleh W.S. Winkel dalam Saifuddin Azwar (2013:18) bahwa :”dalam sikap dapat dibedakan tiga

aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif”.

1. Komponen Kognisi

Unsur kognisi dari keyakinan-keyakinan atau pengetahuan-pengetahuan individu terhadap objek. Hal yang sangat penting dalam unsur kognisi adalah keyakinan atau pengetahuan yang bersifat evaluasi, yang akhirnya memberi arah kepada sikap terhadap suatu objek tertentu. Arah yang dimaksud adalah arah yang diinginkan. Komponen kognisi merupakan langkah awal dalam sikap, sehingga mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan pengetahuan atau pengalaman individu.


(35)

Jadi, komponen kognisi ini berisi pendapat, keyakinan, pemikiran dan pandangan seseorang mengenai objek sikap.

2. Komponen Afeksi

Komponen afeksi ini berhubungan dengan perasaan yang dimiliki seseorang. Suatu objek dapat dirasakan oleh seseorang sebagai rasa yang menyenangkan atau tidak menyenangkan atau disukai dan tidak disukai. Unsur perasaan seperti inilah yang menyebabkan individuindivu aktif. Komponen afeksi memiliki sifat evaluasi emosional terhadap objek yang bersifat positif atau negatif. Komponen afeksi ini menunjukan arah perasaan mengerti seseorang untuk merespon suatu objek. Perasaan yang dimiliki seseorang itu tidak berdiri sendiri, dalam arti perasaan bersifat mengevaluasi pengetahuan atau pengalaman, yang selanjutnya perasaan seseorang tersebut akan menjiwainya. Komponen ini memberikan penilaian atau pengalaman yang bersifat suka atau tidak suka, jika seseorang memiliki rasa suka padanya akan ada kecenderungan bersikap positif tetapi sebaliknya apabila seseorang memiliki rasa tidak suka, maka akan ada kecenderungan bersikap negatif.

3. Komponen Konasi

Komponen konasi atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukankan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa


(36)

kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya adalah bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikapindividual. Oleh karena itu wajar jika sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa Ketiga komponen sikap memiliki kaitan yang erat antara satu dengan lainnya, karena sikap diawali adanya pengetahuan, sebagai orangtua tentu harus memperhatikan anak-anaknya terutama pada usia remaja karena pengetahuan atau pandangan orang tua yang berperan penting untuk menetukan sikap terhadap pergaulan remaja. Perasaan, sebagai pengetahuan orang tua terhadap pergaulan remaja yang banyak negatifnya membuat orang tua meresa orang tua merasa resah sehingga terkadang sikap orang tua berandil besar pada pergaulan anaknya. Respon atau tindakan orang tua untuk menetukan atau mengarahkan anak-anak agar memilih pergaulan yang positif atau pergaulan yang bersifat formal. Sehingga pergaulan anak dapat terarah dan terhindar dari perilaku menyimpang.


(37)

f. Perubahan sikap

Sikap Menurut Sarlito W. Sarwono (2009: 203), sikap dapat berubah melalui 4 cara yaitu:

1. Adopsi, yaitu kejadiaan-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3. Integrasi, Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4. Trauma, trauma merupakan pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa yang bersangkutan. Pengalaman- pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap.

Berdasarkan dari keempat cara tersebut sikap seseorang dapat terbentuk dan berubah karena hal-hal tertentu seperti adanya perubahan lingkungan objek tertentu, bertambahnya usia, pengalaman baru, intelektual yang semakin meningkat, peristiwa-peristiwa yang dapat merubah sikap atau terbentuknya sikap seseorang. Seperti yang dijelaskan diatas perubahan sikap secara Adopsi artinya sikap seseorang dapat berubah karena selalu melihat kejadiaan dan perilaku orang lain. Diferensi artinya dengan adanya perubahan sikap seseorang dapat berubah atau terbentuk karena pengalaman baru yang ia dapat melalui pergaulan. Integrasi artinya sikap seseorang dapat berubah karena kedaaan tertentu seperti halnya seseorang merubah sikapnya karena adatujuan dan maksud tertentu. Trauma artinya sikap seseorang berubah karena suatu kejadian atau


(38)

peristiwa meninggal kan kesan yang membuat sikap seseorang berubah karena peristiwa tersebut.

Pendapat lain menurut Kelman dalam Saifuddin Azwar (2010:55) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap, yaitu:

1. Kesediaan (compliance),terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.

2. Identifikasi (identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertianya sendiri mengenai hubungan tersebut.

3. Internalisasi

Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai


(39)

dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap menurut Abu Ahmadi (2009: 157) yaitu :

1. Faktor intern : yaitu faktor yang terdapat pada pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima atau mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

2. Faktor ekstern : yaitu faktor yang terdapat dari luar pribadi manusia. Faktor yang berupa interaksi sosial dari luar kelompok.

Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai perubahan sikap ada beberapa cara yang juga berpengaruh dalam perubahan sikap seseorang seperti dengan cara kesediaaan yaitu timbul berdasarkan dari kesediaan seseorang terhadap respon dari lingkungan atau objek, artinya seseorang terjadi perubahan sikap karena adanya kesediaan dalam dirinya. Sikap seseorang juga dapat berubah karena meniru perilaku seseorang atau kelompok yang dianggapnya baik untuk ditiru. Keempat komponen tersebut adalah perubahan sikap yang berdasarkan peristiwa atau kejadiaan yang berbeda-beda namun sangat menentukan berubahnya sikap seseorang. Perubahan seseorang dapat berubah karena adanya


(40)

doktrin-doktrin dari pihak tertentu yang memang dianggapnya bik dan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. selain perubahan sikap dapat dipengaruhi dari faktor interen dan ekstren.

g. Pengukuran Sikap

Menurut Sax dalam Saifudin Azwar (2013:87) menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya:

1. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu seseorang sebagai objek.

2. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu yang belum tentu sama walaupun arahnya tidak berbeda.

3. Sikap memiliki keluasaan, artinya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap obyek sikap dapat mengenai hanya sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak sekali aspek yang ada dalam obyek sikap.

4. Sikap memiliki konsistensi, artinya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap tersebut .

5. Sikap juga memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontas.

Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya,harus mencakup kesemua dimensi tersebut di atas. Tentu saja hal itu sangat sulit untuk dilakukan, bahkan mungkin sekali merupakan hal yang mustahil. Belum ada atau mungkin tak pernah ada instrumen pengukuran sikap yang dapat mengungkapkan semua dimensi tersebut sekaligus. Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas saja, yaitu dengan hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan


(41)

memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respons individu.

Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli guna mngungkapkan sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Berawal dari metode-metode langsung yang sederhana samapai pada metode yang lebih kompleks. Beberapa metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang antara lain: (Saifuddin Azwar: 90-101).

1. Observasi perilaku

Dalam konteks ini sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang tampak, karena perilaku meupakan salah satu indikator sikap individu.

2. Penanyaan langsung

Sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung (direct question) pada yang bersangkutan. Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan ke dua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu, dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.


(42)

3. Pengungkapan langsung

Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda. (Ajzen, 1988). Pengungkapan langsung dengan item tunggal sangat sederhana, responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Sebagai contoh, untuk mengetahui sikap siswa terhadap perubahan jam hari sekolah dari 6 hari 5 hari seminggu pernyataanya sebagai berikut :

Untuk Meningkatkan Efisiensi Pendidikan, Sekolah Lima Hari Seminggu Perlu Dilaksanakan

Setuju :----:----:----:----:----:----:----: Tidak setuju

Jawaban individu yang berupa tanda silang pada garis kontinum setuju-tidak setuju itu, dapat diketahui posisi kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang. Seseorang yang memberi tanda silang pada kotak ketuju dari kiri ditafsirkan lebih setuju dan seterusnya.

Pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik diferensi sematik (semantic differential) dirancang untuk mengungkapkan afeksi atau perasaan yang berkaitan dengan suatu objek. Menurut osgood diantara banyak dimensi atau faktor yang berkaitan dengan sikap saling paling utama adalah dimensi evaluasi (baik-buruk, cantik-jelek, yang menenkankan nilai kebaikan),


(43)

dimensi potensi (kuat-lemah, berat ringan), dimensi aktivitas (cepat-lambat, aktif-pasif). Dengan memilih dimensi dan kata sifat yang relevan dengan objek sikap, pasangan kata sifat pada kontinum tujuh titik sebagai berikut :

Homoseksual

menyenangkan :---:---:---:---:---:---:---: menyusahkan merugikan :---:---:---:---:---:---:---: menguntungkan

buruk :---:---:---:---:---:---:---: baik bersih :---:---:---:---:---:---:---: kotor

4. Skala sikap

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab individu yang disebut sebagai skala sikap (attitude scales) beberapa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Beberapa faktor yang dapat menghambat pencurahan sikap melalui skala sikap yang berisi pernyataan-pernyataan, dalam ilustrasinya sebagai berikut :

a. Setiap jawaban yang memiliki alternatif tertentu dan terbatas akan membatasi pula keluasan individu dalam mengomunikan sikapnya, sehingga memilih yang mirip saja diantara yang ada.


(44)

b. Bahasa standar yang dapat diterima umum yang digunakan dalam skla sikap mungkin mampu mengungkapkan reaksi-reaksi asli dan tipikal.

c. Pertanyaan-pertanyaan standar dan formal tidak mapu mengungkapkan kompleksitas, nuansa-nuansa, atau pun warna sesungguhnya dari sikap individu yang sebenarnya. d. Dalam setiap kumpulan respon yang diberikan oleh

manusia tentu sedikit banyak akan terdapat eror atau kekeliruan dalam membaca, memahami, atau menafsirkan pernyataan yang disajikan.

e. Jawaban responden dipengaruhi oleh hasrat dan keinginan mereka sendiri akan pennerimaan sosial, persetujuan sosial (social approval), dan keinginan untuk tidak keluar dari norma ang dapat diterima oleh masyarakat, yang dapat menghambat.

f. Situasi interview sebelum pengukuran, situasi sewaktu penyajian skala, karasterisik pertanyaan sebelumnya, harapan subjek mengenai tujuan pengukuran itu dan banyak sikap yang dapat mempengaruhi responsindividu.

Proses Pengungkapan sikap merupakan proses yang rentan terhadap berbagai kemungkinan eror dikarenakan sikap itu sendiri merupakan suatu konsep psikologis yang tidak mudah untuk dirumuskan secara operasional, maka harus hati-hati dan sungguh-sungguh dan ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan


(45)

skala yang berlaku. Salah satu faktor yang merusak interpretasi adalah dikarenakan suatu alasan orang sengaja tidak memberi respons yang dirasakan tetapi memberi respons yang idterima oleh masyarakat, dianggap baik oleh kaidah kehidupan sosial. Ada juga cara untuk mendapatkan respons yang jujur yaitu penggunaan alat bantu yang disebut bogus pipeline dan pengukuran terselubung. Metode pipeline (jones dan sigall) dilakukan dengan menghubungkan individu-individu yang hendak diungkap sikapnya dengan kabel pada suatu instrumen mekanis canggih yang dirancang seakan-akan mampu mengetahui dan mencatat perasaan mereka yang sesungguhnya, maka cenderung tidak berani berbohong karena takut ketahuan oleh mesin pencatat dan karenanya responsnya jujur.

Skala sikap likert, dilakukan dengan mencatat (talli) penguatan respon da pernyataan anggapan positif dan negative tentang objek sikap. Pengukuran sikap kadang-kadang dibedakan antara kepercayaan atau bulir kognitif, perasaan atau bulir afektif, dan kecenderungan perilaku atau bulir konatif, karena dalam skala Likert tidak terdapat bulir netral maka harus jelas positif atau negatifnya dengan memperhatikan kepada objek sikapnya.

Skala thurstone, mengembangkan tiga bagian dalam pengskalaan yaitu metode perbandingan-pasangan, metode interval pemunculan sama, dan metode interval berurutan. Keuntungan skala Thurstone


(46)

adalah menyusun dua bentuk skala sikap yang ekuivalen relative

lebih mudah, dan adanya angka netral atau “nol”. Kerugianya,

yaitu besarnya jumlah upaya yang dibutuhkan (perlunya administrasi pada kelompok pertimbangan, secara keseluruhan terpisah dari administrasi pada skla responden).

5. Pengukuran terselubung

Pengukuran ini sebenarnya berorientasi kembali ke metode perilaku, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan. Dalam batas tertentu kita dapat menafsirkan perasan orang dari pengamatan atas reaksi wajah, dari nada suara, dari gerak tubuh, dan dari beberapa aspek perilakunya.

Berdasarkan penjelasan pengukuran sikap tersebut maka untuk mengetahui sikap orang tua terhadap tindak kriminalitas remaja peneliti bermaksud menggunakan skala sikap yaitu dengan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan mengenai kriminalitas remaja yang akan dijawab oleh orang tua sebagai responden.

h. Pengertian Orang Tua

Menurut Thamrin Nasution (2009:6) orang tua adalah:

Orang yang bertanggung jawab dalam dalam sebuah rumah tangga atau keluarga dalampenghidupan sehari-hari lazim disebut dengan Ibu-Bapak, mereka adalah yang terutama dan utama dalam peran kelangsungan hidup rumah tangga atau keluarga, sedangkan semua


(47)

anak-anaknya berada dibawah pengawasan maupun dalam asuhan dan bimbingannya.disebut anggota keluarga.

Sementara menurut Abu Ahmadi (2009:221) menyatakan bahwa “Orang tua disini lebih condong kepada sebuah keluarga, dimana keluarga adalah sebuah kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat”. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan dimana sedikit banyakberlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan yang formal yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa.

Sedangkan Khairuddin (2008:7) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan,darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami-istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan danmerupakan pemelihara kebudayaan bersama.

Berdasarkan pendapat di atas orang tua adalah orangtua yang memiliki tanggung jawab dalam membimbing, membina anak-anaknya, mengarahkan dan mendidik anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis.


(48)

i. Sikap Orang Tua

Berdasarkan definisi sikap dan orang tua maka dapat disimpulkan bahwa sikap orang tua adalah suatu bentuk reaksi perasaan dan kecenderungan yang potensial untuk beraksi dalam diri orang tua yang merupakan hasil dari interaksi atau komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling beraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

2. Tinjauan Tentang Tindakan Kriminalitas Remaja a. Pengertian Kriminalitas

Istilah kriminalitas berasal dari bahasa inggris “crime” yakni kejahatan.

Kejahatan merupakan suatu tingkah laku yang melanggar norma-norma sosial dan undang-undang pidana, bertentangan dengan moral kemanusiaan, bersifat merugikan, sehingga ditentang oleh masyarakat yang dapat merugikan orang lain.

Menurut Abdul Wahid (2004: 125) mengatakan “Kriminalitas menurut bahasa inggris Crime dan dalam bahasa Belanda Misdaaad berati kelakuan

atau prilaku kriminal, atau perbuatan kriminal”. Kejahatan adalah bentuk

tingkah laku yang bertenangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat dan sifatnya melanggar hukum serta undang-udang pidana.

Menurut Kartono definisi kriminalitas atau kejahatan (2011 : 126) bahwa : Secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah


(49)

tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana).

Menurut Arif Gosita (2004: 117), “kejahatan adalah suatu hasil interaksi, dan karena adanya interaksi antara fenomena yang ada dan saling

mempengaruhi”. Dimana kejahatan tidak hanya dirumuskan dalam

Undang-Undang Hukum Pidana tetapi juga tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat, tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang oleh karena situasi dan kondisi tertentu.

Selanjutnya Bonger dalam Topo Santoso & Eva Achjani (2005:2) menyatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari Negara berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definition)

mengenai kejahatan.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kejahatan perbuatan atau tingkah laku yang dapat merugikan orang lain yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Beberapa waktu terakhir ini, semakin banyak terjadi kejahatan atau perilaku jahat di masyarakat. Dari berbagai media massa, baik eletronik maupun cetak selalu diinformasikan adanya kejahatan atau kriminalitas yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Pelaku kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa, tetapi juga dilakukan oleh


(50)

kalangan remaja. Kejahatan anak atau remaja disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial, Artinya segala bentuk tingkah laku yang di anggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, dan hukum.

b. Remaja

Remaja dalam bahasa alsinya adolescencee, berasal dari bahasa latin

adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mecapai kematangan”. Menurut Piaget dalam Hurlock yang dikutip Mohamad Ali

dan Mohamad Asrori (2009:9) “secara psikolis remaja adalah suatu usia

dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau tidak sejajar”.

Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2006:6) menyebutkan bahwa “masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa

dewasa”. Batasan usia remaja yang paling umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga ke 21 tahun.

Salman dalam Syamsu Yusuf (2006:184) menjelaskan bahwa,”remaja

adalah “suatu perkembangan yang merubah sikap ketergantungan

(dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), meningkatnya minat-minat seksual, memasuki masa perenungan diri, dan memiliki perhatian terhadap nila-nilai estetika dan isu-isu moral yang


(51)

tengah terjadi disekitarnya”. Selanjutnya Konopka dalam Syamsu Yusuf (2006:184) membagi masa remaja menjadi empat kelompok yaitu:

a. Remaja awal dalam rentang usia 12-14 tahun

b. Remaja madya atau pertengahan dalam rentang usia 15-18 tahun c. Remaja akhir dalam rentang dalam usia 19-22 tahun

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpukan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa mengalami perkembangan dan meranjak kearah pencarian diri serta mulai mengarah ke arah pergaulan yang lebih dewasa.

c. Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua orang bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat terutama pada kalangan remaja.

Menurut Bruce J. Cohen dalam https://infosos.wordpress.com/kelas-x/perilaku-menyimpang mengatakan bahwa “perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat”. Kartono

(2011:12) mengemukakan “tingkah laku yang abnormal atau menyimpang

ialah tingkah laku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada

umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada”. Bentuk


(52)

hukum dapat yang juga disebut sebagai penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder.

Sedangkan menurut Sarwono (2003:197) perilaku menyimpang yaitu

“secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari

ketentuaan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah, peraturan keluarga dan lain-lain)”.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli diatas maka di ambil kesimpulan bahwa perilaku menyimpang adalah tindakan tercela yang tidak sesuai dengan kehendak-kehendak atau kelompok-kelompok tertentu dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehinggga dapat merugikan orang lain, bahkan dapat menjadi penyebab kejahatan.

d. Bentuk-Bentuk Kriminalitas Remaja

Kriminalitas atau tindakan kriminalitas merupakan segaa sesuatu yang dapat melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan.Fakta membuktikan bahwa ada beberapa tindakan kriminal yang paling sering dilakukan oleh remaja sebagaimana Menurut Sudarsono (2012:32), norma-norma hukum yang sering dilanggar oleh anak remaja pada umumnya pasal-pasal tentang :

1. Kejahatan-kejahatan kekerasaan a) Pembunuhan (pasal 338 KUHP)

b) Penganiayaan (pasal 90 dan pasal 354 KUHP) 2. Pencurian

a) Pencurian biasa (pasal 362 KUHP)

b) Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP) 3. Penggelapan (pasal 372 KUHP)

4. Penipuan (pasal 378KUHP) 5. Pemerasan (pasal 368 KUHP)


(53)

6. Gelandangan (pasal 505 KUHP)

7. Anak sipil (pasal 302, 206 dan pasal 237 BW) 8. Remaja dan Narkotika (UU No.9 Tahun 2006)

Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III. Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran yang lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih di dominasi dengan ancaman pidana penjara. Kreteria lain yang membedakan kejahatan dan pelanggaran yakni kejahatan itu merupakan delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga menimbulkan bahaya secara kongkret, sedangkan pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran menurut Andi Hamzah (2006:98) sebagai berikut:

1. Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. Jika orang Indonesia yang melakukan delik di luar negeri di golongkan sebagai delik pelanggaran di Indonesia, maka di pandang tidak perlu dituntut. 2. Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak

dipidana

3. Pada pembidanaan terhadap anak di bawah umur tergantung pada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.


(54)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis tindak pidana menurut sistem KUHP di bedakan dalam Buku II dan Buku III, dimana Buku II mengatur tentang pelanggaran yang lebih ringan atau biasa disebut dengan tindak pidana ringan seperti penganiaayaan ringan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan sebagainya. Sedangkan Buku III berisi tentang kejahatan atau tindak pelanggaran yang berat seperti pembunuhan, penganiaayaan berat, pencurian, dengan pemberatan, dan lain-lain.

e. Penegakan Hukum Dan Sanksi 1. Penegakan Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum. Penegakan hukum secara umum merupakan proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan bernegara.

Barda Nawawi A. (2002: 15) menggemukakan Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Sedangkan Dalam hukum pidana menurut Kadri Husin (2012:33)


(55)

“penegakan hukum adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan”.

Menurut Soerjono Soekanto (2010:5) penegakan hukum adalah

“kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan perdamaian dan pergaulan hidup”. Proses penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa penegakan hukum merupakan upaya memfungsikan norma hukum secara nyata yang dilakukan oleh pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan dalam proses yang mengikat dan mengatur untuk perilaku masyarakat yang didalamya terdapat berbagai sanksi dan setiap pelanggaran. Hal sama khususnya dalam khasus tindak kriminalitas remaja yang terdapat sanksi dalam proses penegakan hukumnya.


(56)

2. Sanksi

Hukum dan sanksi dapat diibaratkan dua sisi uang yang satu saling melengkapi. Hukum tanpa sanksi sangat sulit melakukan penegakan hukum, bahkan dapat dikatakan bahwa norma sosial tanpa sanksi hanyalah moral, bukan hukum, sebaliknya sanksi tanpa hukum dalam arti kaidah akan terjadi kesewenang-wenangan penguasa. Jadi Sanksi merupakan hukuman atau balasan untuk sebuah pelanggaran. Begitu juga sanksi atau hukuman terhadap sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang berbuat kriminalitas akan mendapatkan hukuman atau sanksi yang sesuai atau perbuatanya menurut Undang-undang yang berlaku. Berikut adalah batasan usia bagi remaja yang melakukan tindak kriminalitas: Batasan usia minimal pertanggungjawaban tindak kriminal yang berlaku menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu 16 tahun. Pasal 45 KUHP menyebutkan bahwa jika terdakwa belum berumur 16 tahun maka hakim diberikan 3 alternatif, yaitu:

a. Memerintahkan supaya anak tersebut dikembalikan lagi ke orang tuanya, walinya, atau pemeliharanya, tanpa dijatuhi pidana apapun

b. Memerintahkan supaya anak tersebut diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun; dan


(57)

Selanjutnya, pasal 47 KUHP mengatur apabila hakim menjatuhkan pidana kepada anak, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidanaya dikurangi sepertiga. Namun jika perbuatan itu diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. Sebagai pengganti aturan pertanggungjawaban pidana anak, Indonesia mengeluarkan UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Menurut UU ini anak yang masih berumur 8 tahun sampai 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan, dan anak yang berumur 12 s.d 18 tahun dapat dijatuhi pidana. Sedangkan anak yang belum berumur 8 tahun dianggap belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatanya.Dengan demikian, secara otomatis ketetentuan pertanggungjawaban pidana anak dalam KUHP tersebut dihapuskan dengan UU Peradilan Anak ini. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, pasal 1 ayat (1) menyebutkan : “Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandunganya “(Umi Farida 2013:59).

Berdasarkan dari penegakan hukum dan sanksi yang melakukan kenakalan remaja yang berujung pada kriminalitas sudah jelas tindakan hukuman bagi anak remaja sudah diatur dalam undang-undang peradilan anak Batas usia 8 sampai 18 tahun. Undang-undang no 3 thn 1997 tentang pengadilan anak walaupun diatur dua jenis sanksi pidana yang berupa tindak pidana dan tindakan, namun bentuk sanksi ditentukan tidak menujukkan tujuan pemidanaan yang hendak


(58)

melindungi kepentingan anak. Sanksi pidana dalam undang-undang pengadilan anak berpatokan pada KUHP sebagai induk perundang-undang hukum pidana.

f. Faktor Penyebab Kriminalitas Remaja

Ada beberapa teori yang membahas mengenahi sebab-sebab terjadinya perilaku kenakalan remaja yang pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih (tabula rasa) yang dipelopori oleh John Locke dan teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir telah membawa potensi-potensi psikis yang biasa disebut dengan aliran nativisme. Berikut penggolongan teori menurut Kartini Kartono, (2008: 16) sebab-sebab terjadinya perilaku jahat :

1. Teori Biologi,

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah seseorang, dan juga dapat oleh cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung melalui:

1) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen-gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan penyimpangan perilaku, dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial.

2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.

3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan perilaku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah bawaan bracydactylisme (berjari-jari pendek)


(59)

dan diabetes mellitus (sejenis penyakit gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.

2. Teori Psikogenis

Teori ini menekankan sebab-sebab perilaku delinkuen dari aspek psikologis. Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis dan lain-lain. Menurut Sigmund Freud, sebab-sebab kejahatan dan keabnormalan adalah karena pertempuran batin yang serius antara ketiga proses jiwa (Id, Ego, Superego) sehingga menimbulkan hilangnya keseimbangan dalam pribadi tersebut. Ketidak seimbangan itu menjurus pada perbuatan kriminal sebab fungsi Ego untuk mengatur dan memcahkan persoalan secara logis menjadi lemah. Argumen sentral dari teori ini adalah sebagai berikut: delinkuen merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal atau sosial dan pola-pola hidup keluarga yang patologis.

3. Teori Sosiogenis

Teori sosiogenis yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber-sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Termasuk dalam teori sosiogenis ini adalah teori Broken Home dari Mc. Cord, dkk (1959) dan teori


(60)

bahwa anak dan para remaja menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya ditengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sarana yang efesien untuk mengatasi kesulitan hidupnya (Dalam Kartono, 2008 : 18). Healy dan Bronner sarjana Ilmu sosial dari Universitas Chicago yang banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kenakalan remaja sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial dikota-kota yang berkembang pesat, dan banyak membuahkan perilaku delinkuen pada anak, remaja serta pola kriminal pada orang dewasa. Argumen sentral dari teori ini menyatakan bahwa perilaku delinkuen pada dasarnya disebabkan oleh stimulus-stimulus yang ada diluar individu.

Jika ditinjau dari segi tindakan kejahatan yang dilakukan, ada beberapa teori yang memandang nilai kejahatan dari sisi yang berbeda Menurut Kartini Kartono (2008: 19) yaitu:

1. Teori Teologis

Teori ini menganggap kriminalitas sebagai sebuah perbuatan dosa dan melanggar perintah Tuhan, yang bisa dilakukan oleh setiap orang yang normal, yang didorong oleh godaan setan atau nafsu.

2. Teori Filsafat Manusia

Teori ini membagi kehidupan manusia menjadi dua sisi yang bertentangan, namun mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi. Satu sisi, manusia memiliki pribadi rohani/jiwa sebagai prinsip kesempurnaan, yang mendororng kepada perbuatan-perbuatan yang


(61)

baik. Sedangkan di sisi yang lain, manusia memiliki jasmani yang prinsipnya selalu berubah, yang mendororng kepada kerusakan dan kejahatan. Pada tahap selanjutnya, jiwa membaur masuk ke dalam lingkungan jasmani dan menjadi salah satu unsur sebagai pengendali, jika jiwa tidak mampu mengendalikan jasmani, maka jasmani akan menenggelamkan jiwa, sehingga muncullah prilaku-prilaku yang sifatnya jahat dan asusila.

3. Teori Kemauan Bebas

Manusia bebas menentukan sikap dan pilihannya, begitulah prinsip dalam teori ini, artinya, manusia memang dipengaruhi oleh setan sebagai sebab-musabab kejahatannya, namun kemauan manusia lah sebagai puncak penentu. Jika secara sadar seseorang ingin berbuat jahat, maka tidak ada seorang pun yang dapat mencegahnya, bahkan Tuhan dan kitab suci sekalipun.

4. Teori Fa’al Tubuh

Dalam teori ini, sumber kejahatan dinilai dari ciri-ciri jasmani seseorang, mulai dari bentuk tengkorak kepala, wajah, dahi, hidung, mata, tangan, kaki dan anggota badan lainnya. Artinya, seseorang yang memiliki kelainan pada bentuk tubuhnya dapat mempengaruhi perkembangan pribadinya, Hal ini didasari oleh penelitian seorang profesor ilmu kedokteran dan ahli penyakit jiwa sekaligus seorang antropolog ternama, Cecare Lombroso (1835-1909) yang mencatat adanya ciri khusus/kelainan pada jasmani para penjahat.


(62)

5. Teori Faktor Sosial

Teori ini memandang lingkungan sosial dan kekuatan-kekuatan sosial sebagai faktor penyebab munculnya kejahatan. Aristoteles (384-322 S.M) dan Thomas Van Aquino (1226-1274) menegaskan, bahwa faktor kemiskinan dan keserakahan mendorong sesorang untuk berbuat jahat dan asusila. Dalam kemiskinan kronis, seseorang tidak mendapatkan jalan keluar dan akhirnya berputus asa, sehingga munculah tindakan-tidakan kejahatan.

6. Teori Bio-Sosiologis

Teori ini mengkombinasikan antara faktor internal dan eksternal, yakni suatu kejahatan muncul tidak hanya berasal dari pengaruh individu seseorang, namun juga didasari oleh faktor sosial disekelilingnya. Namun demikian, faktor individulah yang paling berperan dalam penentuan pola-pola kejahatannya.

7. Teori spiritualis

Teori ini minitikberatkan agama dan keyakinan sebagai sesuatu yang mempengaruhi pola fikir dan prilaku seseorang. Seorang yang memilki jiwa agama dan keyakinan yang kuat pasti mampu mengandalikan diri dan akan terhindar dari hal-hal jahat, sebab agama berperan sebagai dasar yang menumbuhkan rasa kasing sayang, mengeluarkan dari sifat egoisme dan melarang dari kejahatan. Sebaliknya, seorang yang jiwa agamanya lemah cenderung mudah terpengaruh dan sangat rentah terhadap hal-hal jahat.


(63)

Kartini Kartono (2008:21) menyatakan bahwa motif yang mendorong anak dan remaja melakukan tindak kejahatan antara lain:

1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan 2. Meningkatkan agresivitas dan dorongan seksual

3. Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak tersebut menjadi manja dan lemah mentalnya.

4. Keinginan untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru

5. Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal

8. Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irasional.

Berdasarkan beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya kriminalitas remaja yaitu :

1. Aspek pskilogis dari dalam diri remaja itu sendiri seperti emosi, intelegensi, kepribadiaan, motivasi, kontrol diri yang lemah.

2. Kondisi ekonomi atau Kimiskinan, Pengangguran

3. Pengaruh Lingkungan keluarga, sosial dan masyarakat. Artinya lingkungan juga yang mempengaruhi prilaku dan watak anak apabila anak berada dilingkungan yang buruk maka prilakunya akan seperti itu, sebaliknya apabila anak berada pada lingkungan yang baik anak juga akan baik.

4. Lemahnya jiwa kegamaaan agama dan keyakinan karena mempengaruhi pola fikir dan prilaku. Maka seseorang yang jiwa agamanya lemah cenderung mudah terpengaruh dan sangat rentan terhadap hal-hal jahat sehingga sulit untuk mengendalikan diri sendiri.


(1)

Keterangan : I = Interval

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori (Sudjana, 2005:47)

2. Penentuan tingkat presentase di gunakan rumus yang di kemukakan oleh Muhammad Ali (1984:184) sebagai berikut:

% 100  

N F P

Keterangan:

P = Besarnya presentase

F = Jumlah skor yang di peroleh item

N = Jumlah perkalian seluruh item dengan responden (Muhammad Ali, 1984:184)

Untuk menafsirkan banyaknya persentase yang diperoleh digunakan kriteria sebagai berikut :

76% - 100% = baik

56% - 75 % = sedang

40% - 55% = tidak baik


(2)

108

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data, pembahasan mengenai sikap orang tua terhadap kriminalitas remaja di Desa Bumiratu Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan tahun 2014 maka dapat disimpulkan:

1. Indikator kognisi atau tingkat pandangan responden menunjukkan tidak mendukung dilihat dari 23 responden atau 63,8% orang tua memiliki pandangan yang tidak setuju terhadap tindakan kriminalitas remaja karena dapat merusak masa depan anak tersebut.

2. Indikator afeksi mengenai perasaan orang tua cenderung menolak terhadap tindak kriminalitas remaja dilihat dari 19 responden atau 52,7% orang tua memiliki pandangan kurang setuju, walaupun responden berpendapat bahwa remaja masih memiliki emosi yang belum stabil atau belum memiliki control diri yang baik dan belum mampu mempertanggungjawabkan secara penuh, sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan.

3. Indikator konasi mengenai respon dari orang tua menolak terhadap kriminalitas remaja dilihat dari 16 responden atau 44,4% orang tua tidak mendukung kriminalitas remaja, hal ini ditunjukan dari sikap mereka agar


(3)

setiap pelaku keriminalitas pada umumnya dan khususnya para remaja yang menjadi pelaku kriminalitas untuk dilaporkan kepada polisi agar dihukum untuk mendapatkan efek jera.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada remaja agar dapat mengetahui bahwa kriminalitas berdampak buruk pada kelakuan, tingkah laku dan dapat merusak masa depan sepatutnya remaja dapat memilih pergaulan yang dapat meningkatkan ahlak dan pengetahuan baik dengan mengikuti kegiatan yang berbau hal positip baik dibidang formal atau pun informal.

2. Kepada orang tua dapat meningkatkan pengawasan terhadap anak dan mengontrol aktivitas remaja sehingga dapat mengurangi tindak kriminalitas. Selain itu sebagai orang tua dapat memberikan pendidikan dirumah untuk lebih displin agar tidak merasa dimanjakan dan memberikan ketegasan untuk kesalahan anak, agar anak merasa takut untuk berbuat hal yang negatif diluar lingkungan keluarga.

3. Kepada aparat desa dapat memberikan penyuluhan tanpa diskriminasi dan memberikan ruang yang luas bagi para remaja untuk berpendapat, bersuara, menyalurkan bakat yang ada pada remaja serta menanamkan nilai keagamaan dan mensosioalisasikan nilai dan norma yang berlaku


(4)

110

dimasyarakat agar anak atau remaja memiliki pedoman dalam bertindak sehingga dapat mencegah tindakan kriminalitas.

4. Kepada aparat penegak hukum dapat menegakakan hukum dengan adil sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang berlaku sehingga dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kriminalitas dan dapat meminalisir tindakan-tindakan kriminalitas yang dilakukan remaja.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ali, Muhammad. 1984. Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi. Bandung: Angkasa.

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2009. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anonim. 2012. Pengertian prilaku menyimpang.

https://infosos.wordpress.com/kelas-x/perilaku-menyimpang. Diakses 10 April 2014 puku 08.09

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: PT Rineka Cipta.

Arief, Nawawi, Barda 2002. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Azwar, Saifuddin. 2010. Sikap Manusia:Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

---. 2013. Sikap Manusia:Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azhar, fadilah. 2011. Kriminalitas Sosiologi.

http://fadillaazhar.blogspot.com/2011/03/kriminalitassosiologi.html. Diakses 20 maret 2014. Pukul 21.00

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan Yang Terserak, Menyambung Yang Terputus, Dan Menyatukan Yang Tercerai.Bandung: Alfabeta

Farida, Umi. 2013. Sikap Siswa SMA Kosgoro Bandar Sribhawono Terhadap Kasus Kriminalitas Remaja. Universitas Lampung.

Gosita, Arif.2004. Masalah Korban Kejahatan. Bandung: Raja Grafindo Persada. Gerungan, W.A.2009. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.


(6)

Hadi, Sutrisno. 1989. Metode research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Husin, Kadri, Dkk. 2012. Buku Ajar Sitem Peradilan Pidana. Bandar Lampung. Hamzah, Andi.2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Kartono, Kartini. 2008. Patologi Sosial: Kenakalan Remaja (Buku 2). Jakarta:

Rajawali Pers.

--- 2011. Patologi Sosial 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Khairudin. 2008. Sosiologi Keluarga. Jogyakarta: Liberty.

Nasution, Thamrin, dkk.2009. Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulya.

Nazir, Muhammad.1988. Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rumini, Sri Dan Siti Sundari.2006. Perkembangan Anak Dan Remaja: Buku

Pegangan Kuliah. Jakarta: Rineka Cipta.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulpa. 2005. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers. 128hml

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2003. Pengatar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers. 318 hlm

Soekanto, Soerjono 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudarsono.2012. Kenakalan Remaja: prevensi, rehabilitasi, dan resosoalisai.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung PT. Tarsito.

Wahid, Abdul. Dkk. 2004. Kejahatan Terorisme (persepektif agama hak asasi manusia dan hukum). Bandung: PT Refika Aditama.

Yusuf, Syamsu.2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

10 134 104

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI HUTAN PRODUKSI DESA GUNUNG SANGKARAN KECAMATAN BLAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

2 24 156

DESKRIPSI PETANI KEBUN KARET DI DESA MENANGA JAYA KECAMATAN BANJIT KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

1 12 45

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KURANG OPTIMALNYA DEMOKRATISASI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN KAMPUNG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KAMPUNG (APBK) TAHUN 2011 (Studi Kasus di Kampung Sidoarjo Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way kanan)

0 14 91

DESKRIPSI PETANI KEBUN KARET DI DESA MENANGA JAYA KECAMATAN BANJIT KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

0 6 64

ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

4 29 73

DESKRIPSI PETANI KEBUN KARET DI DESA MENANGA JAYA KECAMATAN BANJIT KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014

1 4 105

PERANAN ORANG TUA DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN METODE PENDIDIKAN PROFETIK ANAK DI KAMPUNG SANGKARAN BHAKTI KECAMATAN BLAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN - Raden Intan Repository

1 2 140

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTEK TENGKULAK DALAM JUAL BELI KARET MENTAH (Studi di Desa Gedung Riang Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan) - Raden Intan Repository

0 0 109

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENUMBUHKAN SADAR WISATA DI AIR TERJUN CURUP KERETA DESA RAMBANG JAYA KECAMATAN BLAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN - Raden Intan Repository

0 0 99