PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE

LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

WAHYU WIBOWO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE

LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh Wahyu Wibowo

Penelitian ini dilatarbelakangi hasil observasi yang menunjukkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Lampung Utara. Tujuan penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Lampung Utara pada mata pelajaran matematika penerapan model cooperative learning tipe make a match.

Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi untuk data aktivitas dan untuk data hasil belajar menggunakan tes. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis kualitatif , sedangkan data tes dianalisis dengan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Lampung Utara Tahun Pelalajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 54,48 kemudian meningkat sebesar 12,19 menjadi 66,67 pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 12,91 menjadi 79,58 pada siklus III. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 57,26 meningkat sebesar 10,54 menjadi 67,80 pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 9,20 menjadi 77,00 pada siklus III. Persentase ketuntasan belajar pada siklus I yaitu 56,67%, meningkat sebesar 10,00% menjadi 66,67% di siklus II dan mengalami kembali sebesar 13,33% menjadi 80,00% pada siklus III. Dengan demikian proses pembelajaran menggunakan model coopertive learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Rumusan Masalah ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 7

2.1.1 Model Pembelajaran ... 7

2.1.2 Model Cooperative Learning ... 8

a. Pengertian Model Cooperative Learning ... 8

b. Tujuan Cooperative Learning ... 9

c. Prinsip Utama Cooperative Learning ... 10

d. Langkah-langkah Cooperative Learning ... 11

e. Jenis-jenis Cooperative Learning ... 12

2.1.3 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 13

a. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 13

b. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 14

c. Langkah-langkah Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 14

2.2 Belajar ... 15

2.2.1 Pengertian Belajar ... 15

2.2.2 Pengertian Aktivitas Belajar ... 16

2.2.3 Pengertian Hasil Belajar ... 17

2.3 Matematika ... 18


(7)

vi

3.1.2 Subjek Penelitian ... 22

3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 22

3.2.1 Teknik Pengumpul Data ... 22

3.2.2 Alat Pengumpul Data ... 23

3.3 Teknik Analisis Data ... 23

3.3.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 23

3.3.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 24

3.4 Urutan Penelitian Tindakan Kelas ... 25

3.4.1 Siklus I ... 26

3.4.2 Siklus II ... 29

3.4.3 Siklus III ... 32

3.5 Indikator Keberhasilan ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Profil SD Negeri 02 Sindang Agung ... 37

4.2 Prosedur Penelitian ... 37

4.1.1 Deskripsi Awal ... 37

4.1.2 Refleksi Awal ... 38

4.3 Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian ... 38

4.3.1 Siklus I ... 39

4.3.2 Siklus II ... 51

4.3.3 Siklus III ... 63

4.4 Pembahasan ... 75

4.4.1 Aktivitas Belajar Siswa ... 75

4.4.2 Kinerja Guru ... 77

4.4.3 Hasil Belajar Siswa ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1.Kesimpulan ... 83

5.2.Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dalam menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan sebagai bekal dimasa yang akan datang. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas maka mutu pendidikan harus ditingkatkan. Oleh karena itu, setiap yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengerti dan memahami hakikat serta tujuan pendidikan, memiliki keterampilan dan pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab bagi kemajuan bangsanya. Sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan juga merupakan hak manusia yang hakiki untuk didapatkan sebagaimana yang dikatakan oleh Phoenik (Hamalik, 2001: 18) bahwa “general education should develop in everyone”, yang berarti pendidikan


(9)

umum wajib dikembangkan pada diri setiap orang. Selanjutnya “General education is the proces of engendering esential meaning”, yang berarti pendidikan umum merupakan proses membina makna-makna yang esensial karena hakikat manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk mempelajari dan menghayati makna yang esensial.

Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan umum membina pribadi yang utuh, terampil berbicara, menggunakan lambang dan isyarat yang secara faktual diinformasikan dengan baik. Penggunaan lambang dan isyarat identik dengan pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat James dan James (Suwangsih, 2006: 4) bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan satu dengan yang lainnya. Matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan, hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, matematika juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran lain.

Menyadari akan peran penting matematika dalam kehidupan, maka belajar matematika selayaknya merupakan kebutuhan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Namun kenyataannya pelajaran matematika kurang diminati oleh para siswa, bahkan belajar matematika seakan menakutkan bagi siswa. Hal ini terjadi karena pembelajaran matematika selama ini cenderung hanya berupa menghitung angka-angka, yang seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari apalagi untuk memecahkan masalah yang terjadi di lingkungannya.


(10)

3

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 25 Oktober 2012 diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung belum dilaksanakan sesuai dengan standar proses dan PAKEM. Permasalahan yang ada pada saat pembelajaran berlangsung, pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centred). Guru cenderung menggunakan metode ceramah yang kurang menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Siswa kurang antusias dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru, hanya dijawab dan didominasi oleh sebagian siswa terutama siswa yang pintar saja. Kemudian pada saat pembelajaran berlangsung aktivitas siswa masih terlihat pasif, guru belum menggunakan variasi model dan media dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran masih terlihat kurang menarik dan menyenangkan bagi siswa. Hal ini berdampak pada hasil belajar mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan, yaitu ≥ 60. Hal ini dibuktikan dengan adanya 18 siswa dari jumlah keseluruhan yaitu 30 siswa atau sebesar 60% siswa di kelas IV yang belum mencapai KKM pada nilai mid semester ganjil tahun 2012, nilai rata-rata kelas pada mid semester ganjil yaitu 53. Untuk mengatasi permasalahan di atas, guru perlu mengadakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik bagi siswa.

Banyak model pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika, salah satunya yaitu model cooperative learning tipe make a match. Model cooperative learning tipe make a match


(11)

merupakan model yang dianggap efektif untuk mengatasi permasalahan di atas karena dapat menumbuhkan cara berfikir kritis, kreatif, dan logis. Menurut Lie (2002: 55) make a match memiliki keunggulan yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Pada penerapan model cooperative learning tipe make a match secara tidak langsung siswa telah menjawab pertanyaan yang diajukan guru dengan berusaha menemukan pasangan dari kartunya. Siswa juga dapat lebih aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran baik secara individual maupun kelompok. Kondisi ini dinilai dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung pada mata pelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centred), yang diindikasikan pada saat pembelajaran berlangsung guru cenderung menggunakan metode ceramah yang kurang menarik perhatian siswa. b. Siswa kurang antusias dan terkesan pasif dalam menjawab pertanyaan


(12)

5

c. Guru belum menggunakan variasi model dan media dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran masih terlihat kurang menarik dan menyenangkan bagi siswa.

d. Rendahnya aktivitas siswa dan kinerja guru.

e. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika dibuktikan dengan adanya 60% siswa belum mencapai KKM pada ujian mid semester ganjil tahun 2012.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe make a match untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?

b. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.


(13)

b. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Siswa

1) Meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika. 2) Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

b. Guru

1) Memberi pengalaman bagi guru terhadap penggunaan metode cooperative learning tipe make a match untuk meningkatan hasil belajar siswa.

2) Sebagai bahan kajian bagi guru untuk merefleksi kualitas pelaksanaan pembelajaran di kelas.

c. Sekolah

Sebagai bahan sumbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah.

d. Peneliti

Dapat menambah pengetahuan serta pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sebagai rujukan untuk diimplementasikan pada mata pelajaran lainnya.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Sejalan dengan pendapat di atas, Wahab (2007: 52) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan. Soekamto, dkk (Trianto, 2010: 22) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.


(15)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan pembelajaran yang tersusun secara sistematis yang berfungsi sebagai pedoman untuk mencapai suatu tujuan. Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan yang diharapkan.

2.1.2 Model Cooperative Learning

a. Pengertian Model Cooperative Learning

Cooperative learning dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative learning berasal dari kata cooperative dan learning yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007: 15). Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman (2011: 204) yang mengemukakan bahwa cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang.

Slavin (Isjoni, 2007: 12) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sejalan dengan pendapat Slavin, Isjoni (2007: 44) menyimpulkan bahwa cooperative learning merupakan strategi yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 siswa dengan


(16)

9

tingkat kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda. Sedangkan menurut Solihatin dan Raharjo (2007: 4) pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa cooperative learning adalah suatu proses pembelajaran secara kolaboratif dalam sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih, masing-masing anggotanya memiliki kesempatan dan tanggung jawab yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap kelompok itu sendiri.

b. Tujuan Cooperative Learning

Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, sama halnya dengan cooperative learning. Menurut Isjoni (2007: 6) tujuan utama dalam penerapan model cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.


(17)

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Trianto (2010: 60) pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Sementara itu, Johnson & Johnson (Trianto, 2010: 56) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan cooperative learning adalah setiap peserta didik dapat mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain, sehingga terjadi kesamaan pemikiran dan pemahaman antara anggota satu dengan anggota yang lain di dalam satu kelompok. Selain itu cooperative learning menekankan untuk belajar saling menghargai pendapat antaranggota kelompok.

c. Prinsip Utama Cooperative Learning

Cooperative learning memiliki prinsip utama yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Slavin (Trianto, 2010: 61) menyatakan bahwa terdapat tiga hal prinsip utama dalam cooperative learning:

1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha membantu yang lain dan memastikan setiap anggota


(18)

11

kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, rendah sama-sama rentang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

Berdasarkan pendapat Slavin di atas, bahwa cooperative learning harus berpatok pada tiga prinsip. Adanya penghargaan kelompok, tanggung jawab individual, dan kesempatan yang sama untuk sukses.

d. Langkah-langkah Cooperative Learning

Sebuah model dalam kegiatan pembelajaran memiliki langkah-langkah secara sistematis dalam penerapannya. Ibrahim (Trianto, 2010: 66−67) menyatakan bahwa terdapat enam langkah utama atau fase pokok dalam penerapan cooperative learning:

1) Fase 1, menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2) Fase 2, menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3) Fase 3, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4) Fase 4, membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas mereka.

5) Fase 5, evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.


(19)

6) Fase 6, memberikan penghargaan.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Berdasarkan pendapat Ibrahim di atas, bahwa pembelajaran dapat dikategorikan cooperative learning apabila terdapat enam langkah utama atau fase pokok seperti yang telah dipaparkan di atas. Penyampaian tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan.

e. Jenis-jenis Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang memiliki banyak tipe atau jenis dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Menurut Lie (2002: 55−71) jenis-jenis model cooperative learning adalah sebagai berikut: (1) make a match, (2) think pair share, (3) numbered head together, (4) inside outside circle, (5) jigsaw, dan (6) paired storytelling.

Berdasarkan pendapat Lie di atas, penulis menyimpulkan bahwa model cooperative learning memiliki banyak jenis atau tipe untuk diterapkan dalam pembelajaran. Teknik pembelajaran cooperative learning di atas bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.


(20)

13

2.1.3 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match

a. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Make A Match Cooperative learning memiliki berbagai jenis atau tipe, salah satunya adalah tipe make a match. Menurut Lie (2002: 55) teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa make a match merupakan model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar konsep dalam suasana yang menyenangkan.

Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa model make a match merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan dalam batas waktu yang ditentukan. Sedangkan menurut Huda (2012: 135) make a match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan bagi siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran kelompok yang mengajak siswa memahami konsep-konsep melalui permainan kartu pasangan. Permainan


(21)

tersebut dibatasi waktu yang telah ditentukan dalam suasana belajar yang menyenangkan.

b. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match

Setiap model dalam pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan ketika diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Lie (2002: 46) kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kelompok berpasangan adalah sebagai berikut:

1) Kelebihan:

a) Meningkatkan partisipasi siswa. b) Cocok untuk tugas sederhana.

c) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok.

d) Interaksi lebih mudah.

e) Lebih mudah dan cepat membentuknya. 2) Kekurangan:

a) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. b) Lebih sedikit ide yang muncul.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan Lie di atas, model cooperative learning tipe make a match memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Guru harus berupaya memaksimalkan pembelajaran agar tidak terjadi kesenjangan di dalam kelas.

c. Langkah-langkah Cooperative Learning Tipe Make A Match Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaaannya, agar mudah diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Komalasari (2010: 83−84) langkah-langkah penerapan model cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut:


(22)

15

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7) Demikian seterusnya. 8) Kesimpulan/penutup.

Model cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran kelompok yang mengajak siswa memahami konsep-konsep melalui permainan kartu pasangan, permainan ini dibatasi waktu yang telah ditentukan dalam suasana belajar yang menyenangkan. Adapun langkah-langkah model cooperative learning tipe make a match harus dilaksanakan secara sistematis, pelaksanaannya diawali dengan tahap persiapan, pembagian kartu pertanyaan atau jawaban, mencari dan menemukan pasangan, pemberian penghargaan, dan penyimpulan.

2.2 Belajar

2.2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, karena dengan belajar seseorang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sejalan dengan pendapat Komalasari (2010: 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka


(23)

waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.

Perubahan seperti yang dikemukakan oleh Komalasari tidak terjadi dengan sendirinya melainkan melalui sebuah proses. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (2001: 27) bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Syah (2003: 63) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan pada dirinya. Perubahan yang akan dicapai itu meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

2.2.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Belajar sangat memerlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak akan mungkin berjalan dengan baik. Seperti yang dinyatakan Sardiman (2011: 100) bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik


(24)

17

maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu berkait. Menurut Hamalik (2001: 28) aktivitas adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat. Hanafiah (2010: 23) menambahkan bahwa dalam proses pembelajaran harus dimunculkan aktivitas yang melibatkan seluruh aspek psikofisis sehingga akselerasi perubahan prilaku yang menjadi poin utama belajar dapat terjadi secara, tepat, dan benar baik pada domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas adalah kegiatan yang terjadi baik fisik maupun nonfisik yang dilakukan oleh individu, sehingga terjadi perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya, dengan indikator: 1) partisipasi, 2) minat, 3) perhatian, dan 4) presentasi.

2.2.3 Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan atau hasil belajar. Dengan hasil belajar tujuan pendidikan dapat diukur apakah telah tercapai ataukah belum tercapai. Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Kunandar (2010: 277) hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian siswa yang


(25)

diperoleh siswa dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu.

Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan pendapat Sudjana, S. Nasution (Kunandar, 2010: 276) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Bloom (Suprijono: 2009: 6-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh, menerapkan, menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima, memberikan respon, nilai, organisasi, karakterisasi. Domain psikomotorik meliputi initiotory, pre-routine, rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan individu setelah melalui proses belajar. Perubahan kemampuan itu meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

2.3 Matematika

Pendidikan matematika sangat penting diberikan kepada semua jenjang pendidikan, diharapkan dengan pendidikan matematika seseorang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan


(26)

19

pendapat Aisyah, dkk (2007: 1−2) pembelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.

Menurut Johnson dan Rising (Suwangsih, 2006: 4) matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Sedangkan menurut Soedjadi (Heruman, 2007: 1) hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu dasar yang didapat dengan berfikir dan kebenarannya dapat dibuktikan, matematika penting diberikan kepada setiap jenjang pendidikan. Selain itu, matematika direspresentasikan dengan simbol yang bersifat universal.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut ”Apabila dalam pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013 menggunakan model cooperative learning tipe make a match sesuai langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa”.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau lebih familiar disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto, dkk (2006: 16) dalam pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas yang pelaksanaan tindakannya terdiri atas beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).

Siklus ini tidak hanya berlangsung sekali, tetapi dapat dilaksanakan beberapa kali sampai tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pada tahap perencanaan, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas IV untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah perencanaan maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan dengan penerapan model cooperative learning tipe make a match. Tahap selanjutnya yaitu pengamatan menggunakan lembar observasi atas kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Tahap terakhir yaitu merespon kegiatan melalui kegiatan refleksi. Adapun tahap-tahap dari siklus PTK ini adalah sebagai berikut:


(28)

21

Gambar 1. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas

(Modifikasi dari Arikunto, dkk., 2006: 74)

3.1.1 Seting Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 02 Sindang Agung. Tepatnya di Jalan Hi. Abdul Syukur No. 256 Sindang Agung kecamatan Tanjung Raja, Lampung Utara.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap dengan lama penelitian lima bulan, terhitung dari bulan Januari sampai dengan Permasalahan Permasalahan baru hasil refleksi Apabila masalah belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya Perencanaan tindakan I Refleksi I Pelaksanaan tindakan II

Refleksi II pengumpulan data Pengamatan dan II Pelaksanaan tindakan II Pengamatan dan pengumpulan data I Pelaksanaan tindakan I Siklus I Siklus II


(29)

Mei 2013. Rentang waktu tersebut dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan laporan hasil skripsi.

3.1.2 Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan secara kolaborasi partisipatif antara peneliti dengan guru kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung. Adapun Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung yaitu 1 orang guru serta siswa dengan jumlah 30 orang, yang terdiri dari 18 laki-laki dan 12 perempuan.

3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang berkaitan dengan penilaian dikumpulkan melalui dua teknik, yaitu nontes dan tes.

a. Teknik Nontes

Teknik nontes dipergunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif, namun dapat diwujudkan dalam bentuk kuantitatif. Variabel yang diukur dengan menggunakan teknik nontes ini yaitu aktivitas belajar dan kinerja guru dalam pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match.

b. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif. Melalui tes ini akan diketahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match.


(30)

23

3.2.2 Alat Pengumpul Data

a. Lembar Panduan Observasi

Instrumen ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe make a match. b. Tes

Tes digunakan untuk mendapatkan data besarnya prestasi belajar matematika siswa kelas IV semester genap SD Negeri 02 Sindang Agung yang diajarkan dengan model cooperative learning tipe make a match.

3.3 Teknik Analisis Data

3.3.1 Teknik Analisis Data Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. a. Aktivitas Siswa

1) Aktivitas setiap siswa diperoleh melalui rumus:

Keterangan:

NP = Nilai aktivitas yang dicari

R = Jumlah nilai yang diperoleh siswa SM = Nilai maksimal dari aspek yang diamati 100 = Bilangan tetap


(31)

Tabel 1. Kategori aktivitas siswa setiap individu berdasarkan perolehan nilai.

Rentang Nilai (%) Kategori P > 75

50 < P ≤ 75 25 < P ≤ 50

P ≤ 25

Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif

Pasif (Sumber: Modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

2) Presentase aktivitas siswa secara klasikal diperoleh melalui rumus:

(Sumber: Adaptasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

b. Nilai kinerja guru diperoleh melalui rumus:

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh SM = Skor maksimum

100 = Bilangan tetap

(Sumber: Adopsi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 2. Kategori kinerja guru mengajar berdasarkan perolehan nilai. Rentang Nilai Kategori

> 80 60-79 40-59 20-39 < 20 Sangat baik Baik Cukup baik Kurang Sangat kurang (Sumber: Adaptasii dari Aqib, dkk., 2009: 41)

3.3.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendiskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru.


(32)

25

a. Nilai individual siswa diperoleh melalui rumus:

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh SM = Skor maksimum

100 = Bilangan tetap

(Sumber: Adopsi dari Purwanto, 2008: 102) b. Nilai rata-rata kelas diperoleh melalui rumus:

Keterangan:

x = Nilai rata-rata

∑X = Jumlah semua nilai siswa ∑N = Jumlah siswa

(Sumber: Adopsi dari Aqib, dkk., 2009: 40) c. Presentase ketuntasan belajar secara klasikal.

Tabel 3. Kriteria ketuntasan belajar siswa dalam %. Tingkat Keberhasilan (%) Arti

> 80% 60-79% 40-59% 20-39% > 20%

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah (Sumber: Adopsi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

3.4.Urutan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga siklus, setiap siklus penelitian terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).


(33)

Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

3.4.1 Siklus I

a. Tahap Perencanaan (Planning)

1. Menyusun perangkat pembelajaran materi “arti pecahan dan urutannya” sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini di SD Negeri 02 Sindang Agung.

2. Bersama dengan guru peneliti berdiskusi tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

3. Menyiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan dalam penelitian (lembar observasi, baik untuk siswa maupun untuk guru).

4. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan (Acting)

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan. 1. Kegiatan Awal

a) Salam pembuka. b) Mengondisikan kelas. c) Doa.

d) Absensi. e) Apersepsi.


(34)

27

2. Kegiatan Inti

a) Melalui metode ceramah dan penggunaan media guru menjelaskan materi tentang “arti pecahan dan urutannya”. b) Penerapan model cooperative learning tipe make a match.

1) Guru menyampaikan langkah-langkah model pembelajaran cooperative learning tipe make a match yang diterapkan.

2) Guru membagikan lembar make a match kepada perwakilan pemegang soal/jawaban dari setiap pertanyaan, bersamaan dengan pembagian kartu kepada setiap siswa. 3) Lembar make a match harus diisi oleh setiap kelompok

sesuai dengan perintah yang ada pada lembar make a match.

4) Setiap siswa dibekali 10 poin sebelum permainan dimulai. 5) Setelah masing-masing siswa mendapatkan kartu, guru

memberikan aba-aba untuk membuka kartu secara bersama-sama.

6) Setiap siswa diminta memikirkan jawaban atau soal sesuai dengan kartu yang dimilikinya.

7) Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu kurang dari 3 menit.

8) Setiap pasangan berdiskusi mengenai jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukan kepada guru.


(35)

9) Siswa yang dapat menemukan pasangan kartunya sesuai dengan waktu yang ditentukan akan diberi penghargaan poin sebesar 10 poin.

10) Siswa yang tidak dapat menemukan pasangan kartunya selama waktu yang telah ditentukan maka diberikan hukuman yaitu pengurangan 5 poin dari jumlah poin yang dimiliki.

11) Setelah satu babak selesai kartu dikumpulkan kepada guru, kemudian guru membagikan kartu yang berbeda dari sebelumnya kepada siswa agar siswa tidak memperoleh kartu yang sama dari kartu yang sebelumnya.

c) Pembahasan hasil kegiatan melalui model cooperative learning tipe make a match.

d) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapat poin tertinggi.

e) Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan Penutup

a) Bersama dengan siswa guru menyimpulkan kegiatan. b) Pemberian motivasi belajar.

c) Doa.

d) Salam penutup.

c. Pengamatan (Observing)

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti


(36)

29

mengenai jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan guru melalui model cooperative learning tipe make a match.

d. Refleksi (Reflcting)

Berdasarkan data hasil observasi dan hasil tes yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Hasil pada siklus I digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya.

3.4.2 Siklus II

a. Tahap Perencanaan (Planning)

1. Menyusun perangkat pembelajaran materi “menyederhanakan pecahan” sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini di SD Negeri 02 Sindang Agung.

2. Bersama dengan guru peneliti berdiskusi tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

3. Menyiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan dalam penelitian (lembar observasi, baik untuk siswa maupun untuk guru).


(37)

b. Tahap Pelaksanaan (Acting)

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan. 1. Kegiatan Awal

a) Salam pembuka. b) Mengondisikan kelas. c) Doa.

d) Absensi. e) Apersepsi. 2. Kegiatan Inti

a) Melalui metode ceramah dan penggunaan media guru menjelaskan materi tentang “menyederhanakan pecahan”. b) Penerapan model cooperative learning tipe make a match.

1) Guru menyampaikan langkah-langkah model pembelajaran cooperative learning tipe make a match yang diterapkan.

2) Guru membagikan lembar make a match kepada perwakilan pemegang soal/jawaban dari setiap pertanyaan, bersamaan dengan pembagian kartu kepada setiap siswa. 3) Lembar make a match harus diisi oleh setiap kelompok

sesuai dengan perintah yang ada pada lembar make a match.


(38)

31

5) Setelah masing-masing siswa mendapatkan kartu, guru memberikan aba-aba untuk membuka kartu secara bersama-sama.

6) Setiap siswa diminta memikirkan jawaban atau soal sesuai dengan kartu yang dimilikinya.

7) Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu kurang dari 3 menit.

8) Setiap pasangan berdiskusi mengenai jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukan kepada guru. 9) Siswa yang dapat menemukan pasangan kartunya sesuai

dengan waktu yang ditentukan akan diberi penghargaan poin sebesar 10 poin.

10) Siswa yang tidak dapat menemukan pasangan kartunya selama waktu yang telah ditentukan maka diberikan hukuman yaitu pengurangan 5 poin dari jumlah poin yang dimiliki.

11) Setelah satu babak selesai kartu dikumpulkan kepada guru, kemudian guru membagikan kartu yang berbeda dari sebelumnya kepada siswa agar siswa tidak memperoleh kartu yang sama dari kartu yang sebelumnya.

c) Pembahasan hasil kegiatan melalui model cooperative learning tipe make a match.

d) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapat poin tertinggi.


(39)

e) Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan Penutup

a) Bersama dengan siswa guru menyimpulkan kegiatan. b) Pemberian motivasi belajar.

c) Doa.

d) Salam penutup.

c. Pengamatan (Observing)

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti mengenai jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan guru melalui model cooperative learning tipe make a match.

d. Refleksi (Reflcting)

Berdasarkan data hasil observasi dan hasil tes yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Hasil pada siklus II digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya.

3.4.3 Siklus III


(40)

33

1. Menyusun perangkat pembelajaran materi “menjumlahkan pecahan” sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini di SD Negeri 02 Sindang Agung.

2. Bersama dengan guru peneliti berdiskusi tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

3. Menyiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan dalam penelitian (lembar observasi, baik untuk siswa maupun untuk guru).

4. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan (Acting)

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan. 1. Kegiatan Awal

a) Salam pembuka. b) Mengondisikan kelas. c) Doa.

d) Absensi. e) Apersepsi. 2. Kegiatan Inti

a) Melalui metode ceramah dan penggunaan media guru menjelaskan materi tentang “penjumlahan dan pengurangan pecahan”.


(41)

1) Guru menyampaikan langkah-langkah model pembelajaran cooperative learning tipe make a match yang diterapkan.

2) Guru membagikan lembar make a match kepada perwakilan pemegang soal/jawaban dari setiap pertanyaan, bersamaan dengan pembagian kartu kepada setiap siswa. 3) Lembar make a match harus diisi oleh setiap kelompok

sesuai dengan perintah yang ada pada lembar make a match.

4) Setiap siswa dibekali 10 poin sebelum permainan dimulai. 5) Setelah masing-masing siswa mendapatkan kartu, guru

memberikan aba-aba untuk membuka kartu secara bersama-sama.

6) Setiap siswa diminta memikirkan jawaban atau soal sesuai dengan kartu yang dimilikinya.

7) Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu kurang dari 3 menit.

8) Setiap pasangan berdiskusi mengenai jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukan kepada guru. 9) Siswa yang dapat menemukan pasangan kartunya sesuai

dengan waktu yang ditentukan akan diberi penghargaan poin sebesar 10 poin.

10) Siswa yang tidak dapat menemukan pasangan kartunya selama waktu yang telah ditentukan maka diberikan


(42)

35

hukuman yaitu pengurangan 5 poin dari jumlah poin yang dimiliki.

11) Setelah satu babak selesai kartu dikumpulkan kepada guru, kemudian guru membagikan kartu yang berbeda dari sebelumnya kepada siswa agar siswa tidak memperoleh kartu yang sama dari kartu yang sebelumnya.

c) Pembahasan hasil kegiatan melalui model cooperative learning tipe make a match.

d) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapat poin tertinggi.

e) Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan Penutup

a) Bersama dengan siswa guru menyimpulkan kegiatan. b) Pemberian motivasi belajar.

c) Doa.

d) Salam penutup.

c. Pengamatan (Observing)

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti mengenai jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan guru melalui model cooperative learning tipe make a match.


(43)

d. Refleksi (Reflcting)

Peneliti melakukan analisis dan refleksi terhadap pelaksanaan siklus III untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran melalui model cooperative learning tipe make a match dalam upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013. Data hasil pelaksanaan siklus I dan II kemudian dikumpulkan untuk digunakan dalam penyusunan laporan hasil penelitian tindakan kelas.

3.5.Indikator Keberhasilan

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila siswa mencapai nilai KKM yaitu ≥ 60. Secara klasikal tingkat keberhasilan siswa meningkat rata-rata nilai kelas mencapai ≥ 75 dan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa secara klasikal pada setiap siklusnya.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung, Lampung Utara Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Pada siklus I nilai rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 54,48, kemudian meningkat sebesar 12,19 menjadi 66,67 pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 12,91 menjadi 79,58 pada siklus III.

b. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 57,26. Kemudian meningkat sebesar 10,54 menjadi 67,80 pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 9,20 menjadi 77,00 pada siklus III. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 56,67%, kemudian meningkat sebesar 10% menjadi 66,67% pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 13,33% menjadi 80% pada siklus III.


(45)

5.2 Saran a. Siswa

Diharapkan dapat selalu aktif serta memiliki antusias menunjukkan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat komperehensif baik kognitif, afektif, dan psikomotor. Peningkatan yang ditunjukkan dalam aktivitas belajar siswa membuktikan bahwa model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas atau kegiatan belajar secara optimal.

b. Guru

Diharapkan guru lebih berani berinovasi untuk menerapkan dan menggunakan model serta media pembelajaran yang kreatif dan menarik serta bersifat menyenangkan sehingga menghasilkan minat siswa untuk belajar. Dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan juga hasil belajar siswa.

c. Sekolah

Penyediaan alat dan media sebagai penunjang yang mendukung pelaksanaan pembelajaran agar aktif, kreatif, dan menyenangkan.

d. Peneliti

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match pada mata pelajaran matematika dengan materi pecahan. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran sejenis pada mata pelajaran dan/atau materi lain.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Direktorat Jendral pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tintakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Undang-undang Sisdiknas. Sinar Grafika. Jakarta.

Dimyati, dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Remaja Rosadakarya. Bandung.

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Isjoni. 2007. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(47)

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grasindo. Jakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta.

Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta.

Jakarta.

Solihatin, Etin, dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning: Analisis Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Belajar. Surabaya.

Suwangsih, Erna & Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-model Mengajar. Alfabeta. Bandung.


(1)

hukuman yaitu pengurangan 5 poin dari jumlah poin yang dimiliki.

11) Setelah satu babak selesai kartu dikumpulkan kepada guru, kemudian guru membagikan kartu yang berbeda dari sebelumnya kepada siswa agar siswa tidak memperoleh kartu yang sama dari kartu yang sebelumnya.

c) Pembahasan hasil kegiatan melalui model cooperative learning tipe make a match.

d) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapat poin tertinggi.

e) Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan Penutup

a) Bersama dengan siswa guru menyimpulkan kegiatan. b) Pemberian motivasi belajar.

c) Doa.

d) Salam penutup.

c. Pengamatan (Observing)

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti mengenai jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan guru melalui model cooperative learning tipe make a match.


(2)

36

d. Refleksi (Reflcting)

Peneliti melakukan analisis dan refleksi terhadap pelaksanaan siklus III untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran melalui model cooperative learning tipe make a match dalam upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung Tahun Pelajaran 2012/2013. Data hasil pelaksanaan siklus I dan II kemudian dikumpulkan untuk digunakan dalam penyusunan laporan hasil penelitian tindakan kelas.

3.5.Indikator Keberhasilan

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila siswa mencapai nilai KKM yaitu ≥ 60. Secara klasikal tingkat keberhasilan siswa meningkat rata-rata nilai kelas mencapai ≥ 75 dan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa secara klasikal pada setiap siklusnya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match siswa kelas IV SD Negeri 02 Sindang Agung, Lampung Utara Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Pada siklus I nilai rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 54,48, kemudian meningkat sebesar 12,19 menjadi 66,67 pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 12,91 menjadi 79,58 pada siklus III.

b. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 57,26. Kemudian meningkat sebesar 10,54 menjadi 67,80 pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 9,20 menjadi 77,00 pada siklus III. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 56,67%, kemudian meningkat sebesar 10% menjadi 66,67% pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 13,33% menjadi 80% pada siklus III.


(4)

84

5.2 Saran

a. Siswa

Diharapkan dapat selalu aktif serta memiliki antusias menunjukkan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat komperehensif baik kognitif, afektif, dan psikomotor. Peningkatan yang ditunjukkan dalam aktivitas belajar siswa membuktikan bahwa model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas atau kegiatan belajar secara optimal.

b. Guru

Diharapkan guru lebih berani berinovasi untuk menerapkan dan menggunakan model serta media pembelajaran yang kreatif dan menarik serta bersifat menyenangkan sehingga menghasilkan minat siswa untuk belajar. Dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan juga hasil belajar siswa.

c. Sekolah

Penyediaan alat dan media sebagai penunjang yang mendukung pelaksanaan pembelajaran agar aktif, kreatif, dan menyenangkan.

d. Peneliti

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match pada mata pelajaran matematika dengan materi pecahan. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran sejenis pada mata pelajaran dan/atau materi lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Direktorat Jendral pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tintakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Undang-undang Sisdiknas. Sinar Grafika. Jakarta.

Dimyati, dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Remaja Rosadakarya. Bandung.

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Isjoni. 2007. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

86

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grasindo. Jakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta.

Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta.

Jakarta.

Solihatin, Etin, dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning: Analisis Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Belajar. Surabaya.

Suwangsih, Erna & Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-model Mengajar. Alfabeta. Bandung.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SUKOYOSO SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 41

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK MAKE A MATCH SISWA KELAS V A SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 14 115

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 4 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 64

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 5 47

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 54

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV A SDN 2 LANGKAPURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 24 54

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TALKING STICK PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VA SD NEGERI 7 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 48

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP RESUME PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VA SDN 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

24 216 38

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) SISWA KELAS VB SD NEGERI 3 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 3 47

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101