PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS

DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

ELYZABET TRI SULISTYOWATI

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya aktivitas dan hasil belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Rendahnya aktivitas siswa disebabkan sistem pembelajaran yang digunakan guru berupa one trafict way serta penggunaan model pembelajaran yang belum bervariasi. Sedangkan rendahnya hasil belajar siswa disebabkan siswa cenderung diam jika diberikan kesempatan untuk bertanya, sehingga guru tidak tahu sejauh mana tingkat pemahaman siswa. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013 yaitu dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah classroom action research atau penelitian tindakan kelas (PTK). Alur PTK terdiri 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan tes hasil belajar. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn. Dari hasil penelitian diperoleh data rata-rata aktivitas siswa pada siklus I (57,77%), siklus II (69,46%), dan siklus III (77,92%). Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I ke siklus II meningkat sebesar 11,69%, dan pada siklus II ke siklus III meningkat sebesar 8,46%. Adapun hasil belajar diperoleh data nilai rata-rata kelas pada siklus I (68,46), siklus II (73,08), dan siklus III (81,15). Peningkatan nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II sebesar 4,62, dan pada siklus II ke siklus III meningkat sebesar 8,07. Selain itu dari segi ketuntasan belajar pada siklus I (53,85%), siklus II (65,38%), dan siklus III (80,77%).

Kata kunci: Model cooperative learning tipe make a match, PKn, aktivitas belajar siswa, hasil belajar siswa.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya termasuk mengenyam pendidikan. Pendidikan bagi umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Melalui pendidikan manusia dapat berkreativitas, sejahtera, bahagia serta terbebas dari ketertinggalan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Pendidikan merupakan salah satu wadah untuk menggali potensi yang dimiliki oleh sumber daya manusia baik pengetahuan, moral, maupun keterampilan. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak


(3)

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”,

Untuk mengembangkan potensi diri agar memiliki kepribadian, kecerdasan, serta akhlak mulia ditanamkanlah nilai moral serta norma sejak usia dini. Penanaman nilai, moral dan norma diberikan pada mata pelajaran PKn, untuk itulah mata pelajaran PKn menjadi salah satu mata pelajaran yang penting. Mata pelajaran PKn diberikan sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolah maka akan semakin luas pula wawasan yang diajarkan. Menurut Azis (2010) PKn dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun tujuan utama PKn adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan tanah kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional (Sumarsono, 2006: 4). Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran PKn yang diberikan berupa konsep nilai, moral, dan norma yang sederhana yaitu untuk membentuk warga yang mempunyai nilai, moral, dan norma yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Ruminiati (2007:1.1) bahwa PKn SD merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Mata pelajaran PKn SD dipergunakan untuk menanamkan pendidikan nilai, moral, dan norma. Hal ini dipertegas oleh Ruminiati pada halaman 1.26 bahwa nilai moral dan norma ditanamkan pada


(4)

siswa sejak usia dini untuk membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu, mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan pada bulan November 2012, diperoleh data bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran PKn masih rendah. Rendahnya aktivitas belajar siswa dilihat ketika mengikuti pembelajaran masih banyak siswa yang ribut atau tidak memperhatikan guru, ketika diberikan kesempatan oleh guru untuk bertanya siswa cenderung diam. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa, karena guru tidak tahu apakah siswa sudah paham atau belum terhadap materi yang diberikan. Berdasarkan dokumentasi diketahui bahwa hasil belajar PKn siswa kelas V rata-rata memperoleh nilai 60. Sedangkan nilai KKM mata pelajaran yang telah ditetapkan adalah 70. Berdasarkan data yang diperoleh melalui nilai mid semester, dari 26 siswa baru 10 siswa (38,46%) yang mencapai KKM tersebut. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa disebabkan oleh sistem pembelajaran yang digunakan guru menggunakan pembelajaran dengan sistem one trafick way yaitu dimana pembelajaran yang digunakan guru bersifat satu arah sehingga pembelajaran berpusat pada guru, selain itu dalam mengajar guru belum menggunakan model pembelajaraan yang bervariasi antara lain model cooperative learning tipe make a match.

Melihat permasalahan di atas, maka diperlukannya suatu perubahan dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran siswa dapat meningkat. Dalam perbaikan proses pembelajaran ini peranan guru sangat penting, yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Menurut Isjoni


(5)

(2011: 49) agar guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran harus menggunakan model pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain menggunakan model pembelajaran yang tepat, gurupun hendaknya menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran berjalan kondusif. Sebagaimana yang dikemukakan Rakhmat (2006: 213) bahwa guru harus dapat mengadakan perubahan, dari kelas yang membosankan menjadi kelas yang menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang efektif serta menyenangkan adalah model cooperative learning tipe make a match.

Menurut Tin (2012) model cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran dimana siswa secara aktif membentuk kelompok dengan mencari pasangan yang cocok. Model cooperative learning tipe make a match melatih pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, karena ada unsur permainan sehingga siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran, selain itu melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar karena adanya pembatasan waktu dalam penerapan model cooperative learning tipe make a match.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perbaikan pembelajaran yang dilakukan melalui penelitian tindakan kelas ini dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match pada mata pelajaran PKn Siswa Kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013.


(6)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

a. Rendahnya aktivitas belajar siswa, hal tersebut terbukti ketika diberikan kesempatan oleh guru untuk bertanya siswa cenderung diam. Siswa banyak yang ribut atau tidak memperhatikan guru ketika mengikuti pembelajaran.

b. Rendahnya hasil belajar siswa, hal tersebut dilihat dari banyaknya siswa yang belum mencapai standar KKM yang ditentukan. Rata-rata siswa memperoleh nilai 60, dari 26 siswa yang memenuhi standar KKM baru 10 siswa (38,46% ).

c. Guru menggunakan pembelajaran dengan sistem one trafick way.

d. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang bervariasi salah satunya antara lain model cooperative learning tipe make a match.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013?

b. Apakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013?


(7)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match tahun pelajaran 2012/2013.

b. Meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match tahun pelajaran 2012/2013.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian diantaranya bagi siswa, guru, sekolah, maupun peneliti.

a. Bagi siswa

Melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match diharapkan dapat:

1. Meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013.

2. Meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013.

b. Bagi guru

Model cooperative learning tipe make a match ini dapat dijadikan salah satu alternatif mengajar oleh guru dalam proses pembelajaran dalam rangka memperbaiki pembelajaran serta menjadi inovasi bagi guru dalam mengembangkan model pembelajaran lain untuk profesionalisme dirinya.


(8)

c. Bagi sekolah

Penelitian ini dapat memberikan sumbang pemikiran yang berguna bagi peningkatan belajar siswa dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

d. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dalam meningkatkan kompetensi paedagogik pada diri peneliti, sekaligus memberikan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas sehingga dapat menjadi guru yang profesional.


(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar

Setiap individu selalu melakukan kegiatan belajar dari mulai buaian ibu sampai sepanjang hayat. Belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu secara sadar sehingga menghasilkan perubahan. Teori mengenai belajar terdiri dari tiga teori yaitu teori konstruktivisme, teori behaviorisme, dan teori kognitif. Menurut Rusman (2012: 201) teori belajar yang melandasi cooperative learning adalah teori konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivistik (dalam Budiningsih, 2005: 58) belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

Belajar akan bermakna apabila individu memperoleh pengetahuan dari pengalamannya, bukan hanya diperoleh dari proses pemberitahuan saja. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivisme bahwa belajar menekankan pada poses daripada hasil. Didalam proses belajar, si belajar akan mendapatkan pengalaman yang bermakna sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Menurut Bruner (dalam Trianto, 2010: 20) belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau


(10)

pengetahuan yang sudah dimilikinya. Seiring dengan pendapat Piaget (dalam Sanjaya, 2008: 122) dinyatakan bahwa individu sejak kecil telah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman individu terhadap skema yang sudah ada.

Belajar pada umumnya bersifat relatif permanen dan merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Sejalan dengan pendapat Trianto (2010: 9) menyatakan belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar. Dalam proses belajar, siswa tidak hanya sekedar menghafal, melainkan mengalami sendiri sehinggga pengetahuan dapat terbentuk dan tertanam dalam benak siswa dan pada akhirnya terbentuk pola-pola bermakna dari pengetahuan yang telah didapatnya. Menurut Witherington (dalam Hanafiah, 2010: 7) belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam rangka membangun manusia seutuhnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus berdasarkan pengalaman yang tertanam pada diri individu dalam rangka perubahan perilaku yang lebih baik lagi dalam berbagai ranah baik itu berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan akibat adanya interaksi dari lingkungan si belajar. Dengan melakukan atau mengalami sendiri, apa yang dilakukannya akan selalu terekam sehingga dapat membangun sebuah pengetahuan secara permanen. Didalam belajar terdapat aktivitas serta hasil belajar.


(11)

2.1 1 Aktivitas Belajar

Setiap orang selalu melakukan aktivitas, ketika seseorang belajarpun pasti melakukan sebuah aktivitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Depdikbud, 2005: 23) aktivitas diartikan sebagai suatu kegiatan. Menurut Rohani (2004: 6) belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan membuat sesuatu, bermain atau bekerja, dan lain-lain. Aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pangajaran.

Menurut Hamalik (2008: 170) siswa adalah suatu organisme yang hidup beranekaragam. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Kunandar (2010: 277) bahwa aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Aspek aktivitas yang diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1: Aspek Aktivitas Siswa Aspek Aktivitas Siswa yang Diamati Perhatian siswa pada proses pembelajaran Partisipasi siswa dalam mencari pasangan Ketepatan siswa dalam mencari pasangan Kerjasama dalam kelompok Kedisiplinan siswa terhadap waktu

Modifikasi dari Kunandar (2010:234)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan fisik maupun psikis yang dilakukan siswa


(12)

dalam proses belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar sehingga siswa mendapatkan suatu pengalaman dari yang telah dilakukan tersebut, serta terciptanya pengetahuan pada diri siswa.

2.1 2 Hasil Belajar

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana siswa dapat memahami serta mengerti materi pembelajaran. Penilaian hasil belajar merupakan bagian dari proses pembelajaran dimana guru dapat mengevaluasi sejauh mana keberhasilan siswa.

Menurut Hamalik (2008: 30) bukti bahwa seseorang telah melakukan belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek yang meliputi pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap. Jika seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.

Menurut Sudjana (dalam Kunandar, 2010: 276) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu tes yang tersusun secara terencana, bentuk tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuaatan. Lain halnya dengan pendapat Sumiati (2009: 200) keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa yang diperoleh melalui kegiatan evaluasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkat perkembangan mental serta tingkat kemampuan yang dimiliki setelah melakukan kegiatan belajar yang diwujudkan dalam bentuk nilai setelah mengikuti tes. Dengan tes yang diberikan, guru dapat


(13)

mengetahui sampai sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajarinya.

2.2 Model Pembelajaran

2.2.1Pengertian Model Pembelajaran

Pembelajaran akan efektif jika menggunakan sebuah inovasi-inovasi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Salah satu inovasi dalam pembelajaran ialah dengan menerapkan model yang tepat dalam pembelajaran tersebut. Menurut Komalasari (2010: 57) model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.

Menurut Iru (2012: 6) model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu secara sistematis. Seiring dengan pendapat Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 133) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola yang direncanakan secara sistematis oleh guru dari awal sampai akhir pembelajaran agar siswa dapat berpikir kritis dalam menyerap materi yang diajarkan sehingga siswa mendapat pengetahuan yang bermakna dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.


(14)

2.2.2Jenis-jenis Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki banyak jenis. Menurut Taniredja (2012: 5-87) model pembelajaran terdiri dari lima jenis yaitu; model pembelajaran berbasis portofolio, model pembelajaran simulasi, model pembelajaran kontekstual, model cooperative learning, dan model pembelajaran VCT.

Berdasarkan jenis-jenis model pembelajaran di atas, peneliti menggunakan model cooperative learning. Karena model cooperative learning terkait dengan peran PKn sebagai wahana penanaman nilai karakter, misalnya nilai kerjasama, tanggung jawab, dan demokratis. Sebagaiamana pendapat Dewey dan Thelan (dalam Martati, 2010: 16) yang menyatakan bahwa penggunaan kerja kelompok kooperatif bukan hanya sekedar meningkatkan pembelajaran akademis, melainkan perilaku dan proses kooperatif dianggap mendasar bagi semua upaya manusia untuk membangun nilai karakter.

2.3 Model Cooperative Learning

2.3.1 Pengertian Cooperative Learning

Cooperative learning terdiri dari dua kata yaitu cooperative” yang berarti kerja sama dan “learning” yang berarti pembelajaran. Menurut Isjoni (2011: 9) cooperative learning sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling membantu sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif.

Menurut Arihi (2012: 47) cooperative learning merupakan model pembelajaran dalam kelompok kecil yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota harus saling kerja sama dan saling membantu,


(15)

sehingga setiap siswa selain memiliki tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga tanggung jawab dalam kelompok. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, peran teman sebayapun memiliki andil dalam memperoleh pengetahuan. Perolehan belajar akan semakin baik apabila secara bersama-sama dalam kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik.

Menurut Rusman (2010: 208) siswa yang bekerja dalam situasi cooperative learning dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya untuk mencapai satu penghargaan yang sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Solihatin (2007: 6) bahwa suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang diantara sesama anggota kelompok memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan suatu pembelajaran dimana setiap individu saling memiliki ketergantungan dalam proses mendapatkan pengetahuan yang utuh sehingga dibutuhkan sebuah kerjasama untuk mencapai apa yang diinginkan dalam belajar. Dengan bekerja sama diharapkan menumbuhkan sikap serta perilaku sosial siswa untuk saling tolong-menolong dan menerima satu sama lain dalam rangka membentuk watak manusia yang baik sebagai makhluk sosial.

2.3.2 Karakteristik Cooperative Learning

Setiap model pembelajaran mempunyai ciri khas (karakteristik) yang membedakan model yang satu dengan model yang lainnya, termasuk model


(16)

cooperative learning. Menurut Sanjaya (2008: 242) karakteristik cooperative learning meliputi:

a. Pembelajaran secara tim

Pada dasarnya cooperative learning adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu tim harus mampu membuat setiap siswa belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen cooperative learning mempunyai empat fungsi pokok yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

c. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan cooperative learning ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh karena itu prinsip bekerja sama ditekankan dalam cooperative learning. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.

d. Keterampilan bekerja sama

Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi serta berkomunikasi dengan anggota lain, sehingga dapat meminimalisir hambatan dalam menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.


(17)

2.3.3 Prinsip-prinsip Cooperative Learning

Prinsip merupakan petunjuk yang bisa dijadikan pedoman dalam menjalankan suatu kegiatan, begitu pula dengan model cooperative learning. Model cooperative learning mempunyai prinsip yang dapat dijadikan petunjuk dalam penerapannya. Menurut Rusman (2012: 212) prinsip dasar model cooperative learning terdapat lima unsur, yaitu; (a) prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), (b) tanggung jawab perseorangan (individual accountability), (c) interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), (d) partisipasi dan komunikasi (participation communication), dan (e) evaluasi proses kelompok.

2.3.4 Tujuan Cooperative Learning

Segala sesuatu yang akan digunakan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, termasuk model cooperative learning. Menurut Ibrahim (dalam Isjoni, 2011: 27) model cooperative learning pada dasarnya dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting sebagai berikut:

a. Hasil belajar akademik

Dengan sistem penghargaan dalam cooperative learning dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Dengan cooperative learning membuat siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi memiliki saling ketergantungan untuk bekerja sama sehingga saling menghargai satu sama lain.


(18)

c. Pengembangan keterampilan sosial

Dengan cooperative learning mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi dengan antar siswa.

2.3.5 Jenis-jenis Cooperative Learning

Model cooperative learning memiliki banyak jenis. Jenis-jenis Model cooperative learning diantaranya; a) Jigsaw, b) Think Pair Share c) Numbered Heads Together, d) Group Investigation, e) Two Stay Two Stray, f) Make A Match, dan lain-lain (Suprijono, 2010: 89).

Berdasarkan jenis-jenis cooperative learning di atas, peneliti menggunakan cooperative learning tipe make a match untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn. Dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match ini siswa dituntut untuk mengingat konsep yang telah dipelajari dan teliti dalam mencocokkan antara soal dan jawaban, sehingga siswa mampu menguasai materi yang dipelajarinya.

2.4 Cooperative Learning Tipe Make A Match

2.4.1 Pengertian Cooperative Learning Tipe Make A Match

Cooperative learning tipe make a match dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Cooperative learning tipe make a match terdiri dari dua kata yaitu “make” yang berarti membuat dan “match” yang berarti mencocokkan atau sesuai. Menurut Huda (2012: 135) make a match merupakan teknik mencari pasangan sambil mempelajari konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan.


(19)

Menurut Widodo (2009) cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran “Mencari Pasangan”. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Menurut Suprijono (2010: 94) make a match identik dengan kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning tipe make a match adalah suatu pembelajaran dimana untuk mendapatkan suatu konsep diperlukan kerja sama antar teman, dalam hal ini siswa mencocokkan kartu-kartu yang dipegang siswa satu dengan kartu yang dipegang oleh siswa lainnya secara tepat. Ciri utama dari cooperative learning tipe make a match adalah kartu (soal ataupun jawaban).

2.4.2 Tujuan Cooperative Learning Tipe Make A Match

Menurut Amin (2011) tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran dalam penerapan model cooperative learning tipe make a match ada tiga yaitu: (1) pendalaman materi, (2) menggali materi, dan (3) untuk selingan.

1. Pendalaman materi

Tujuan pendalaman materi merupakan tujuan untuk melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan dan jawaban. Pada prinsipnya untuk tujuan pendalaman materi siswa harus mempunyai pengetahuan tentang matari yang akan dilatihkan terlebih dahulu. Guru menjelaskan materi serta memberi tugas pada siswa untuk membaca materi terlebih dahulu sebelum diterapkan teknik make a match.


(20)

2. Menggali materi

Tujuan menggali materi merupakan tujuan dimana siswa sendiri yang akan membekali dirinya untuk mendapatkan pengetahuan. Guru hanya sebagai fasilitator yaitu dengan cara guru menulis pokok-pokok materi pada potongan kertas kemudian membagikan potongan kertas itu pada siswa secara acak. Siswa diminta untuk mencocokkan/memasangkan potongan kertas tersebut menjadi satu materi utuh.

3. Selingan

Tujuan selingan merupakan suatu tujuan yang digunakan agar siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran. Teknik yang dipakai sama dengan teknik mencari pasangan untuk mendalami materi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujan cooperative learning tipe make a match yakni untuk menjadikan siswa mampu memahami materi pembelajaran yang berkaitan dengan konsep, baik itu pendalaman materi, menggali materi, maupun selingan agar pembelajaran tidak membosankan.

2.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning Tipe Make A Match Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, begitu pula dengan model cooperative learning tipe make a match. Menurut Lie (2008: 46) kelebihan dan kekurangan cooperative learning tipe make a match yaitu:

Kelebihan cooperative learning tipe make a match: 1. Dapat meningkatkan partisipasi siswa,

2. Cocok untuk tugas sederhana,

3. Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok,

4. Interaksi lebih mudah,


(21)

6. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Kekurangan cooperative learning tipe make a match:

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2. Lebih sedikit ide yang muncul,

3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.

2.4.4Langkah-langkah Cooperative Learning Tipe Make A Match

Setiap model pembelajaran mempunyai langkah-langkah dalam penerapannya. Langkah-langkah inilah yang nantinya dijadikan pedoman dalam mengajar. Menurut Huda (2012: 135) langkah-langkah cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik yang mungkin cocok untuk sesi review.

2. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.

3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.

4. Siswa bisa juga bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan.

Lain halnya menurut Taniredja, dkk (2012: 106) langkah-langkah cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Kesimpulan/penutup.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, peneliti menggunakan langkah-langkah cooperative learning tipe make a match menurut Taniredja, karena mengacu pada Depdiknas mengenai model-model pembelajaran yang efektif.


(22)

Dengan menggunakan sistem rolling, siswa akan mendapat kesempatan memperoleh kartu yang berbeda sehingga pendalaman materi siswa menjadi komprehensif.

2.5 Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 2.5.1Pengertian PKn

PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan. Kewarganegaraan artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan antara negara dengan warga negara (Winarno, 2006: 49). Berdasarkan yang tercantum dalam Tim Penyusun (2006: 6) PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh Bangsa dan NKRI.

Menurut Tarigan (2006: 7) PKn merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang di wujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara.

Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Azis, 2010).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PKn merupakan pendidikan berkenaan dengan hubungan antara warga negara dalam rangka mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar


(23)

pada budaya bangsa Indonesia, yang di wujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari.

2.5.2PKn SD

PKn atau pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. PKn SD berbeda dengan PKn pada jenjang SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. PKn SD yang tercantum pada Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD RI 1945. Sedangkan menurut Soemantri (dalam Supandi, 2010) mengemukakan PKn SD merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Dengan adanya PKn diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Winataputra (2009: 1.10) materi PKn SD selayaknya memuat komponen-komponen pengetahuan, keterampilan, dan disposisi kepribadian warga negara yang fungsional bukan hanya dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat yang demokratis. Cakupan mata pelajaran PKn yang tercantum dalam Pemendiknas No. 22 dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan


(24)

kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PKn SD merupakan pendidikan warga negara yang berfungsi sebagai pembentukan warga negara yang baik agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia serta mampu menjadi masyarakat yang cerdas, terampil, berkarakter dan dapat membela negara dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mata pelajaran PKn perlu ditanamkan sejak siswa mulai masuk sekolah dasar, hal ini bertujuan agar siswa benar-benar mampu menjadi warga negara yang baik serta mampu menjadi masyarakat yang cerdas, terampil, dan berkarakter.

2.5.3Tujuan PKn SD

Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata pelajaran PKn memiliki tujuan yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran. Tujuan PKn secara umum adalah supaya siswa memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan pancasila (Tim Penyusun, 2006: 3). Mata pelajaran PKn disetiap jenjang pendidikan memiliki tujuan yang berbeda, termasuk di sekolah dasar. Menurut Winataputra (2009: 1.21) tujuan PKn SD adalah membentuk warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik serta taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.

Tujuan mata pelajaran PKn SD yang tercantum dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:


(25)

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari mata pelajaran PKn SD yakni untuk menjadikan warga negara yang baik yakni memahami, menghayati, dan meyakini nilai-nilai pancasila dalam berperilaku, serta mampu menjadi bangsa yang cerdas, bertanggung jawab, dan dapat mengikuti kemajuan perkembangan teknologi. Apabila siswa dapat menghayati dan meyakini nilai-nilai pancasila sejak dini, maka siswa dapat berperilaku sesuai dengan aturan/norma dalam masyarakat sehingga menghasilkan individu yang mempunyai moral baik.

2.5.4Materi PKn SD

Tingkatan kelas di sekolah dasar berdasarkan kemampuannya terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah digolongkan berdasarkan kemampuan yang masih bersifat holistik yaitu terdiri dari kelas I-III, sedangkan kelas tinggi berdasarkan daya serap dengan konsep-konsep yang abstrak yaitu terdiri dari kelas IV-VI (Sa’ud, 2006: 8).

Materi PKn pada jenjang sekolah dasar disesuaikan dengan tingkatan kemampuan siswa, untuk kelas rendah materi PKn disisipkan dalam setiap pengajaran karena kemampuan kelas rendah yang masih bersifat holistik sehingga pembelajaran yang digunakan berdasarkan dengan pendekatan tematik


(26)

yang dikembangkan secara menyeluruh untuk semua mata pelajaran. Sedangkan pada kelas tinggi materi yang diajarkan sudah tersendiri menjadi mata pelajaran PKn. Materi PKn SD yang tercantum pada Permendiknas No. 22 tahun 2006 terangkum menjadi delapan ruang lingkup yaitu: a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, b) Norma, hukum dan peraturan, c) Hak asasi manusia, d) Kebutuhan warga negara, e) Konstitusi Negara, f) Kekuasan dan Politik, g) Pancasila, dan h) Globalisasi.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa materi PKn SD disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa berdasarkan kelas yang terangkum dalam delapan lingkup.

2.6 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran PKn menggunakan model cooperative learning tipe make a match dengan memperhatikan langkah-langkah yang tepat, maka akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013”.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode classroom action research dimana penelitian tersebut dilakukan di dalam kelas. Classroom action research atau PTK merupakan proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2010: 26). Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai upaya untuk memperbaiki pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar secara terus-menerus.

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, alur siklus dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahapan. Menurut Hopkins (dalam Sanjaya, 2010: 48) empat tahapan alur siklus diawali dengan perencanaan tindakan (planning), melaksanakan tindakan (action), observasi (observation), dan melakukan refleksi (reflecting). Adapun alur siklus dalam penelitian ini dapat dilihat pada halaman berikutnya.


(28)

Gambar 1. Alur siklus penelitian tindakan kelas (Modifikasi dari Sanjaya, 2010: 56).

1.2 Setting Penelitian a. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara peneliti dengan guru kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan. Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Terdiri dari 1 guru kelas, dan siswa secara keseluruhnya adalah 26 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013, dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2013.

Perencanaan Tindakan

Siklus I

Perencanaan

Dst.

Tindakan

Observasi Refleksi

Siklus II

Observasi


(29)

c. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 4 Metro Selatan, Jalan R. Suprapto No. 103 Desa Margorejo, Kecamatan Metro Selatan Kota Metro.

1.3 Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan beberapa alat pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang komprehensif dan valid, yang dapat mendukung keberhasilan dalam penelitian ini. Alat yang digunakan antara lain:

a. Lembar panduan observasi

Lembar observasi merupakan instrumen untuk mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dalam proses pembelajaran dan mencatatnya. Kegiatan yang diamati berupa aktivitas siswa maupun kinerja guru.

b. Soal tes

Soal tes merupakan alat untuk mengumpulkan data dengan cara melihat nilai dari tes formatif yang dikerjakan oleh siswa. Dengan hasil tes tersebut, dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran. Soal tes terlampir pada rencana pelaksanaan pembelajaran disetiap siklusnya.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik non tes dan tes untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat.


(30)

a. Teknik non tes

Teknik non tes merupakan prosedur atau cara pengumpulan data dengan cara mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama pembelajaran guna memperoleh data aktivitas siswa dan kinerja guru dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.

b. Teknik tes

Teknik tes merupakan prosedur atau cara pengumpulan data tentang hasil belajar siswa. Teknik tes ini melalui tes formatif berupa soal essay, dimana soal tersebut dikerjakan oleh siswa untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa berdasarkan nilai yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes.

1.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan mengunakan teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif.

a. Data kualitatif

Data kualitatif merupakan suatu proses mengolah dan menginterpretasikan data untuk menentukan berbagai peningkatan proses pembelajaran khususnya berbagai tindakan yang dilakukan oleh siswa dan guru. Analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif yaitu dimana mendeskrisikan data dalam bentuk narasi.

1. Data aktivitas belajar siswa

Data ini diperoleh melalui pengamatan aktivitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi. Hasil data observasi aktivitas yang telah diperoleh pada lembar observasi aktivitas siswa dianalisis menggunakan rumus sebagai beikut:


(31)

NA =

x 100%

Keterangan:

NA = nilai aktivitas yang dicari atau diharapkan JS = jumlah skor yang diperoleh siswa

SM = skor maksimum 100% = bilangan tetap

Diadopsi dari Aqip (2009: 41).

Persentase rata-rata aktivitas siswa dihitung menggunakan rumus: ∑ Xi

X = N

Keterangan:

X = Rata-rata Hitung Nilai ∑Xi = Jumlah Nilai Aktivitas

N = Banyaknya Aspek

Diadopsi dari Muncarno (2012: 11).

Hasil observasi aktivitas siswa kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi sebagai berikut:

Tabel: 3.1 Kriteria Kategori Aktivitas Siswa Tingkat Keaktifan (%) Kategori

> 80 % Sangat aktif

61-80 % Aktif

41-60 % Cukup aktif

21-40 % Kurang aktif

< 20 % Pasif


(32)

2. Data kinerja guru

Data kinerja guru diperoleh dari pengamatan observer selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil dari pengamatan dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:

N =

x 100 Keterangan :

N = nilai yang dicari/diharapkan R = skor yang diperoleh

SM = skor maksimum ideal yang diamati 100 = bilangan tetap

Diadopsi dari Purwanto (2008: 112).

Setelah diperoleh nilai kinerja guru, kemudian dikategorikan sesuai dengan kualifikasi sebagai berikut:

Tabel: 3.2 Kriteria Kategori Kinerja Guru

Rentang Nilai Kategori > 80 Sangat baik 61 - 80 Baik 41 - 60 Cukup baik 21 - 40 Kurang baik

≤ 20 Rendah

Modifikasi dari Poerwanti (2008: 7.8). b. Data kuantitatif

Data kuantitatif merupakan suatu proses mengolah data untuk menentukan berbagai peningkatan hasil belajar siswa sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru.

1. Hasil belajar siswa secara individual menggunakan rumus: S = x 100


(33)

Keterangan rumus pada halaman sebelumnya: S = nilai yang diharapkan

R = jumlah skor/item yang dijawab benar N = skor maksimum dari tes

100 = bilangan tetap (konstanta) Diadopsi dari Purwanto (2008: 112).

2. Nilai rata-rata hasil belajar siswa menggunakan rumus: ∑ Xi

X = N

Keterangan:

X = Rata-rata Hitung Nilai Xi = Nilai Siswa

N = Banyaknya Siswa

Diadopsi dari Muncarno (2012: 11). 3. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal

P ∑

Diadopsi dari Khotimah (dalam Aqib, 2009: 41)

1.6 Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar sebagai berikut:

a. Adanya peningkatan persentase aktivitas siswa secara klasikal setiap siklusnya.

b. Nilai rata-rata kelas mencapai ≥ 75.


(34)

1.7 Urutan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari daur siklus yang masing-masing siklus memiliki empat tahapan kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini terdiri dari tiga siklus, dimana pada setiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan. Urutan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan adalah sebagai berikut: Siklus I

1. Perencanaan

a. Menganalisis materi yang sudah diajarkan guru kelas guna penyesuaian penyusunan perangkat pembelajaran.

b. Menganalisis Standar Kompetensi (SK)/ Kompetensi Dasar (KD) dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

c. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas.

d. Menyiapkan kartu soal serta jawaban dalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

e. Menyiapkan soal tes (tes formatif).

f. Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Tindakan

Pada siklus I materi pembelajaran ”Memahami Organisasi”, dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(35)

Pertemuan pertama: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa.

b. Melakukan apersepsi yaitu guru menyakan kepada siswa “Apakah kalian tahu sapu?, “Bagaimana jika kalian menyapu hanya dengan satu lidi?, “Bandingkan jika kalian menyapu dengan seikat lidi yang disatukan?”. Kegiatan Inti

Eksplorasi

a. Guru memberikan penjelasan mengenai pengertian organisasi.

b. Siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru secara seksama.

c. Siswa diberikan kesempatan mencari tahu tujuan organisasi, serta menyebutkan tujuan organisasi.

d. Siswa mengidentifikasi ciri organisasi yang baik berdasarkan gambar yang disediakan guru.

Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a match, serta menyiapkan kartu-kartu soal serta jawaban yang berisikan konsep “Pengertian dan Tujuan Organisasi” untuk dibagikan kepada siswa. Kemudian membagikan kartu-kartu yang telah disiapkan kepada setiap siswa, setelah itu siswa diberikan arahan tentang aturan permainan teknik make a match.


(36)

b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban dari kartu yang telah dipegang, setelah selesai memikirkan jawaban guru memberikan aba-aba dimulainya teknik make a match.

c. Siswa mulai mencari pasangan yang cocok dengan jawaban beserta soal, kemudian melakukan diskusi dengan kelompok mengenai soal dan jawaban yang dibawa. Kelompok yang sudah menemukan pasangannya menunjukkan soal dan jawaban pada guru.

d. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu mendapatkan poin, sedangkan siswa yang tidak dapat mencocokkan atau menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu yang ditentukan akan diberikan hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa.

e. Setelah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Siswa bersama dengan guru membahas kartu-kartu yang telah dicocokkan, setelah selesai membahas kartu-kartu perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi maju untuk menerima penghargaan dari guru.

Konfirmasi

Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apabila terdapat hal-hal yang belum dipahami mengenai materi “Pengertian dan Tujuan Organisasi”. Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan dari guru bersama–sama membuat kesimpulan materi, dilanjutkan dengan pemberian tindak lanjut untuk membuat struktur organisasi kelas V.


(37)

Pertemuan kedua: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa.

b. Melakukan apersepsi yaitu dengan mengkaitkan materi yang telah dibahas sebelumnya.

Kegiatan Inti Eksplorasi

a. Melalui tanya jawab siswa mengidentifikasi unsur-unsur dalam organisasi.

b. Guru memberikan penjelasan mengenai tugas-tugas dalam organisasi. c. Siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru dengan

seksama. Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a match, serta menyiapkan kartu-kartu soal serta jawaban yang berisikan topik mengenai “Unsur-unsur dalam Organisasi serta Tugas dalam Organisasi”. Setelah selesai menyiapkan kartu-kartu, kartu-kartu tersebut dibagikan kepada setiap siswa. Kemudian guru memberikan petunjuk aturan permainan teknik make a match.

b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban dari kartu yang telah dipegang. Setelah siswa selesai memikirkan jawaban, siswa diberikan aba-aba dimulainya teknik make a match.


(38)

c. Siswa mulai mencari pasangan yang cocok dengan jawaban beserta soal, dan melakukan diskusi dengan kelompok mengenai soal dan jawaban yang dibawa.

d. Kelompok yang sudah menemukan pasangannya menunjukkan soal dan jawaban pada guru. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu mendapatkan poin, sedangkan siswa yang tidak dapat mencocokkan atau menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu yang ditentukan akan diberikan hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa.

e. Siswa bersama dengan guru membahas kartu-kartu yang telah dicocokkan, kemudian perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi maju untuk menerima penghargaan dari guru.

Konfirmasi

Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami tentang “Unsur-unsur dalam Organisasi serta Tugas dalam Organisasi”.

Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan dari guru bersama–sama membuat kesimpulan materi, setelah itu siswa mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru.

3. Observasi

Pada tahap ini observer mengamati dan mencatat proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Adapun hal-hal yang diamati yaitu aktivitas siswa dan kinerja guru.


(39)

4. Refleksi

Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran setelah diterapkannya pembelajaran melalui model cooperative learning tipe make a match. Hasil analisis data yang dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus selanjutnya.

Siklus II

Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh observer dan guru untuk mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus II. Materi pembelajaran siklus II ini adalah “Organisasi di Sekolah dan Masyarakat”. Adapun pelaksanaan pada siklus II ini meliputi:

1. Perencanaan

a. Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.

b. Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran pada siklus II berdasarkan refleksi dari siklus I.

c. Menganalisis Standar Kompetensi (SK)/ Kompetensi Dasar (KD) dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

d. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan materi yang telah ditetapkan.

e. Menyiapkan kartu-kartu soal serta jawaban dalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a match.


(40)

f. Menyiapkan soal tes (tes formatif).

g. Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Tindakan

Pada siklus II materi pembelajaran ”Organisasi di Sekolah dan Masyarakat”, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertemuan pertama: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa.

b. Melakukan apersepsi yaitu menanyakan ““Dimana sajakah kalian bisa menemukan organisasi?” “Contoh organisasi apakah yang kalian ketahui di sekolah?”.

Kegiatan Inti Eksplorasi

a. Siswa mengidentifikasi contoh-contoh organisasi yang ada di lingkungan sekolah.

b. Siswa mencari tahu tugas masing-masing organisasi di lingkungan sekolah.

Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a match, serta menyiapkan kartu soal dan jawaban yang berisikan konsep atau topik mengenai “Contoh-contoh Organisasi di Sekolah”. Kemudian siswa


(41)

dibagikan kartu-kartu yang telah disiapkan, yang dilanjutkan dengan pemberian petunjuk aturan permainan teknik make a match.

b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban dari kartu yang telah dipegang, setelah itu memberikan aba-aba dimulainya teknik make a match.

c. Siswa mulai mencari pasangan yang cocok dengan jawaban beserta soal, dan melakukan diskusi dengan kelompok mengenai soal dan jawaban yang dibawa.

d. Kelompok yang sudah menemukan pasangannya menunjukkan soal dan jawaban pada guru. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu mendapatkan poin, sedangkan siswa yang tidak dapat mencocokkan atau menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu yang ditentukan akan diberikan hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa.

e. Setelah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Setelah babak kedua selesai, siswa bersama dengan guru membahas kartu-kartu yang telah dicocokkan. f. Perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi pada setiap

babaknya maju untuk menerima penghargaan dari guru. Konfirmasi

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa. Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan dari guru bersama–sama membuat kesimpulan materi, yang dilanjutkan dengan pemberian tindak lanjut berupa tugas rumah


(42)

untuk mengidentifikasi contoh-contoh organisasi yang ada di lingkungan sekitar siswa.

Pertemuan kedua: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa.

b. Melakukan apersepsi yaitu menanyakan organisasi masyarakat yang diketahui oleh siswa.

Kegiatan Inti Eksplorasi

a. Siswa bersama dengan guru mengidentifikasi contoh-contoh organisasi yang ada di masyarakat.

Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan serta petunjuk aturan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a match, serta menyiapkan kartu soal beserta kartu jawaban yang berisikan topik mengenai “Contoh-contoh Organisasi di Masyarakat”. Kemudian membagikan kartu-kartu kepada setiap siswa. b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban

dari kartu yang telah dipegang, kemudian diberikan aba-aba dimulainya teknik make a match dengan menghitung dari 1-3, setelah diberi aba-aba siswa mulai mencari pasangan yang cocok dengan jawaban beserta soal. c. Kelompok yang sudah menemukan pasangannya menunjukkan soal dan


(43)

menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu 5 menit diberi hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa.

d. Setelah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Setelah babak kedua selesai, siswa bersama dengan guru membahas kartu-kartu yang telah dicocokkan. e. Perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi maju untuk

menerima penghargaan dari guru. Konfirmasi

Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami siswa mengenai “Contoh Organisasi di Masyarakat”.

Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan guru bersama–sama membuat kesimpulan materi “Contoh Organisasi di Masyarakat”, kemudian mengerjakan soal evaluasi yang diberikan oleh guru.

3. Observasi

Pada tahap ini observer mengamati dan mencatat proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Adapun hal-hal yang diamati yaitu aktivitas siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran setelah diterapkannya pembelajaran melalui model cooperative learning tipe make a match. Hasil analisis data yang


(44)

dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus III.

Siklus III

1. Perencanaan

a. Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II.

b. Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran pada siklus III berdasarkan refleksi dari siklus II.

c. Menganalisis Standar Kompetensi (SK)/ Kompetensi Dasar (KD) dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

d. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan materi yang telah ditetapkan.

e. Menyiapkan karu-kartu soal serta jawaban dalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a match.

f. Menyiapkan soal tes (tes formatif).

g. Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Tindakan

Pada siklus III materi pembelajaran ”Peran Serta Dalam Organisasi”, dengan langkah-langkah pada halaman selanjutnya.


(45)

Pertemuan pertama: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa.

b. Melakukan apersepsi yaitu mengkaitkan dengan materi yang telah dibahas sebelumnya.

Kegiatan Inti Eksplorasi

a. Guru menjelaskan materi kebebasan dalam berorganisasi.

b. Siswa bersama dengan guru mendiskusikan peran serta dalam berorganisasi yaitu bagaimana menjadi anggota yang baik dalam berorganisasi.

Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a match, serta menyiapkan kartu yang berisikan konsep atau topik mengenai “Kebebasan Berorganisasi dan Peran Serta Dalam Orgnisasi di Sekolah”, kemudian siswa dibagikan kartu-kartu yang telah disiapkan.

b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban dari kartu yang telah dipegang, kemudian siswa diberikan aba-aba mulainya teknik make a match. Siswa mencari pasangan yang dianggap cocok dengan kartu yang dibawa, dan melakukan diskusi mengenai kartu yang dibawanya.


(46)

c. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu mendapatkan poin, sedangkan siswa yang tidak dapat mencocokkan atau menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu yang ditentukan akan diberikan hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa.

d. Setelah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Setelah babak kedua selesai, siswa dan guru membahas kartu-kartu tersebut.

e. Perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi maju untuk menerima penghargaan dari guru.

Konfirmasi

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa. Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan dari guru bersama–sama membuat kesimpulan materi, kemudian diberikan tindak lanjut berupa PR.

Pertemuan kedua: Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan alat dan media, mengucapkan salam, mengabsensi siswa

b. Melakukan apersepsi yaitu mengkaitkan dengan materi yang telah dibahas sebelumnya.

Kegiatan Inti Eksplorasi


(47)

b. Siswa bersama dengan guru bertanya jawab mengenai manfaat dalam berorganisasi.

Elaborasi

a. Guru memberitahukan kepada siswa akan melakukan permainan serta petunjuk aturan permainan menggunakan model cooperative learning tipe make a math, serta menyiapkan kartu soal beserta kartu jawaban yang berisikan topik mengenai “Manfaat dan Contoh Sikap Positif Dalam Berorganisasi”. Kemudian siswa dibagikan kartu-kartu yang telah disiapkan.

b. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan soal ataupun jawaban dari kartu yang telah dipegang. Setelah selesai memikirkan jawaban, siswa diberikan aba-aba dimulainya teknik make a match dengan menghitung dari 1-3, setelah diberi aba-aba siswa mulai mencari pasangan yang cocok dengan jawaban beserta soal dan melakukan diskusi dengan kelompok yang cocok dengan kartu yang dibawa.

c. Kelompok yang sudah menemukan pasangannya menunjukkan soal dan jawaban pada guru, kelompok mendapat poin. Siswa yang tidak dapat menemukan kartu dengan temannya sampai batas waktu 5 menit diberi hukuman sesuai kesepakatan antara guru dengan siswa. d. Setelah waktu mencari pasangan habis, siswa bersama dengan guru

membahas kartu-kartu yang telah dicocokkan. Perwakilan kelompok yang mendapat poin tertinggi maju untuk menerima penghargaan dari guru.


(48)

Konfirmasi

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa. Kegiatan Penutup

Siswa dengan bimbingan dari guru bersama–sama membuat kesimpulan materi, dilanjutkan dengan mengerjakan soal evaluasi berupa tes formatif.

3. Observasi

Pada tahap ini observer mengamati dan mencatat proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Adapun hal-hal yang diamati yaitu aktivitas siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran setelah diterapkannya pembelajaran melalui model cooperative learning tipe make a match. Data hasil pelaksanaan siklus I, II, dan III kemudian dikumpulkan untuk digunakan dalam penyusunan laporan hasil penelitian tindakan kelas.


(49)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran PKn pada kelas V SD negeri 4 Metro Selatan dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match memiliki dampak positif terhadap aktivitas belajar siswa dimana siswa menjadi lebih aktif. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase rata-rata aktivitas belajar siswa 57,77%, pada siklus II meningkat menjadi 69,46% dan pada siklus III juga mengalami peningkatan menjadi 77,92%.

2. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dalam pembelajaran PKn kelas V SD negeri 4 Metro Selatan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti terdapat peningkatan hasil belajar siswa baik nilai rata-rata maupun ketuntasan hasil belajar dalam tiap siklusnya. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 68,46, siklus II meningkat menjadi 73,08, dan pada siklus III meningkat menjadi 81,15. Siswa yang nilainya mencapai KKM (dinyatakan tuntas) sebanyak 14


(50)

49

siswa (53,85%), kemudian pada siklus II meningkat menjadi 17 siswa (65,38%) dan pada siklus III terdapat sebanyak 21 siswa (80,77%).

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar yang baik.

5.2 Saran

a. Kepada siswa

Siswa hendaknya rajin dan selalu semangat dalam menuntut ilmu sehingga kelak dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, tanggguh, dan berkepribadian baik.

b. Kepada guru

1. Pada saat proses pembelajaran guru hendaknya memotivasi siswa serta melibatkan siswa secara aktif agar siswa mampu mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuannya.

2. Pada saat melaksanakan pembelajaran guru hendaknya menggunakan model-model pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran, dan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Salah satunya yaitu guru dapat menggunakan model cooperative learnig tipe make a match dengan baik dalam pembelajaran.

c. Kepada sekolah

Sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka peningkataan mutu pendidikan yaitu dengan memperbaiki pembelajaran dengan cara


(51)

50

menyiapkan sarana dan prasarana guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang bervariasi, salah satunya model cooperative learnig tipe make a match.

d. Kepada mahasiswa

Sebagai calon guru, mahasiswa hendaknya dapat lebih dapat memahami tugas seorang guru dalam mengemban kewajibannya untuk mencerdaskan dan membentuk kepribadian yang baik bagi anak bangsa. Salah satunya yaitu dengan memahami macam-macam model pembelajaran sehingga ketika terjun ke lapangan mampu mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, tidak membosankan, serta dapat membentuk perilaku yang baik. Sebagai calon guru diharapkan mahasiswa mampu menerapkan model cooperative learnig tipe make a match maupun model-model pembelajaran yang lain dengan mengikuti langkah-langkah sesuai dengan sintaksnya.


(52)

112

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syaiful. 2011. Memajukan Pendidikan Melalui Pembelajaran yang Bermutu dan Bermakna. http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html. diunduh pada 25 September 2012@ 10:24

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Azis, Abdul. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan.

http://azisgr.blogspot.com/2010/05/pendidikan-kewarganegaraanpkn.html. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kepedidikan. Rineka Cipta. Jakarta

Iru, La, dan La Ode Safiun Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Multi Presindo. Yogyakarta

Isjoni. 2011. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Alfabeta. Bandung


(53)

113

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lie, Anita. 2008. Cooperative learning. Grasindo. Jakarta

Martati, Badruli. 2010. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Genesindo. Bandung

Muncarno. 2012. Statistik Pendidikan Edisi 2. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rakhmat, Cece, dkk. 2006. Psikologi Pendidikan. UPI PRESS. Bandung Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajagrafindo Persada. Bandung

. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Rajagrafindo Persada. Bandung

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. UPI PRESS. Bandung

Solihatin, Etin, dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian Tindakan Kelas Universitas Lampung. Bandar Lampung


(54)

114

Sumarsono. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Supandi, Dodi. 2010. Civic Education. http://dodisupandiblog.blogspot.com /2010/05/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan.html, diunduh pada 11 minggu, 2012

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Taniredja, Tukiran, dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta. Bandung

Tarigan, Henri Guntur. 2006. Kapita Selakta PKn. Bumi Aksara. IKIP Malang. Tim Penyusun. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Tin, Mustinah. 2012. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match. http://nurani-

mustintin.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-match.html. diunduh pada 17 Oktober 2012 @ 05: 55

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Kencana Prenada Media Group. Surabaya

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat 1 Tentang Hak Memperoleh Pendidikan

Widodo, Rachmad. 2009. Model Pembelajaran Make A Match. http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/06/model-pembelajaran-make-a-match lorna-curran-1994/. diunduh pada 17 Oktober 2012 @ 05: 46

Winarno, Dwi. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta

Winataputra, Udin S, dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran PKn di SD. Universitas Terbuka. Jakarta


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran PKn pada kelas V SD negeri 4 Metro Selatan dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match memiliki dampak positif terhadap aktivitas belajar siswa dimana siswa menjadi lebih aktif. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase rata-rata aktivitas belajar siswa 57,77%, pada siklus II meningkat menjadi 69,46% dan pada siklus III juga mengalami peningkatan menjadi 77,92%.

2. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dalam pembelajaran PKn kelas V SD negeri 4 Metro Selatan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti terdapat peningkatan hasil belajar siswa baik nilai rata-rata maupun ketuntasan hasil belajar dalam tiap siklusnya. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar 68,46, siklus II meningkat menjadi 73,08, dan pada siklus III meningkat menjadi 81,15. Siswa yang nilainya mencapai KKM (dinyatakan tuntas) sebanyak 14


(2)

siswa (53,85%), kemudian pada siklus II meningkat menjadi 17 siswa (65,38%) dan pada siklus III terdapat sebanyak 21 siswa (80,77%).

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar yang baik.

5.2 Saran

a. Kepada siswa

Siswa hendaknya rajin dan selalu semangat dalam menuntut ilmu sehingga kelak dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, tanggguh, dan berkepribadian baik.

b. Kepada guru

1. Pada saat proses pembelajaran guru hendaknya memotivasi siswa serta melibatkan siswa secara aktif agar siswa mampu mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuannya.

2. Pada saat melaksanakan pembelajaran guru hendaknya menggunakan model-model pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran, dan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Salah satunya yaitu guru dapat menggunakan model

cooperative learnig tipe make a match dengan baik dalam

pembelajaran. c. Kepada sekolah

Sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka peningkataan mutu pendidikan yaitu dengan memperbaiki pembelajaran dengan cara


(3)

menyiapkan sarana dan prasarana guru dalam menerapkan model-model pembelajaran yang bervariasi, salah satunya model cooperative learnig tipe make a match.

d. Kepada mahasiswa

Sebagai calon guru, mahasiswa hendaknya dapat lebih dapat memahami tugas seorang guru dalam mengemban kewajibannya untuk mencerdaskan dan membentuk kepribadian yang baik bagi anak bangsa. Salah satunya yaitu dengan memahami macam-macam model pembelajaran sehingga ketika terjun ke lapangan mampu mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, tidak membosankan, serta dapat membentuk perilaku yang baik. Sebagai calon guru diharapkan mahasiswa mampu menerapkan model cooperative learnig tipe make a match maupun model-model pembelajaran yang lain dengan mengikuti langkah-langkah sesuai dengan sintaksnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syaiful. 2011. Memajukan Pendidikan Melalui Pembelajaran yang

Bermutu dan Bermakna.

http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html. diunduh pada 25 September 2012@ 10:24

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Azis, Abdul. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan.

http://azisgr.blogspot.com/2010/05/pendidikan-kewarganegaraanpkn.html. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kepedidikan. Rineka Cipta. Jakarta

Iru, La, dan La Ode Safiun Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-model Pembelajaran. Multi Presindo. Yogyakarta

Isjoni. 2011. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Alfabeta. Bandung


(5)

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lie, Anita. 2008. Cooperative learning. Grasindo. Jakarta

Martati, Badruli. 2010. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Genesindo. Bandung

Muncarno. 2012. Statistik Pendidikan Edisi 2. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rakhmat, Cece, dkk. 2006. Psikologi Pendidikan. UPI PRESS. Bandung Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajagrafindo Persada. Bandung

. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Rajagrafindo Persada. Bandung

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. UPI PRESS. Bandung

Solihatin, Etin, dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian Tindakan Kelas Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

Sumarsono. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Supandi, Dodi. 2010. Civic Education. http://dodisupandiblog.blogspot.com /2010/05/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan.html, diunduh pada 11 minggu, 2012

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Taniredja, Tukiran, dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta. Bandung

Tarigan, Henri Guntur. 2006. Kapita Selakta PKn. Bumi Aksara. IKIP Malang. Tim Penyusun. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Tin, Mustinah. 2012. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match. http://nurani-

mustintin.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-match.html. diunduh pada 17 Oktober 2012 @ 05: 55

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Kencana Prenada Media Group. Surabaya

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat 1 Tentang Hak Memperoleh Pendidikan

Widodo, Rachmad. 2009. Model Pembelajaran Make A Match. http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/06/model-pembelajaran-make-a-match lorna-curran-1994/. diunduh pada 17 Oktober 2012 @ 05: 46

Winarno, Dwi. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta

Winataputra, Udin S, dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran PKn di SD. Universitas Terbuka. Jakarta


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK MAKE A MATCH SISWA KELAS V A SD NEGERI 2 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 14 115

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SENDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 19 50

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IVA SD NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 53

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SD NEGERI I METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 9 71

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VB SD NEGERI 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 40

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 112

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V A SD ISLAM TERPADU AL MUHSIN METRO SELATAN

0 5 87

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IVB SD NEGERI 2 BUMIHARJO

2 9 80