PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL

BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

ALBERTUS ARI TRIFOLTA

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dengan menerapkan model cooperative learning tipe Make a Match.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan tes menggunakan lembar observasi dan soal-soal tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.

Penerapan pembelajaran dengan model cooperative learning Tipe Make a Match, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai 61,48 (cukup aktif), siklus II 77,39 (aktif) meningkat 15,91. Hasil belajar siklus I 68,64 (sedang) dan siklus II 75,45 (Tinggi) meningkat 6,81. Penerapan model cooperative learning Tipe Make a Match dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(2)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL

BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

Albertus Ari Trifolta

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENIDIKAN

pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti lahir di Rukti Basuki Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 12 Januari 1993. Peneliti adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Filipus Sajiman dan Ibu Maryana.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Rukti Basuki Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Rumbia Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas diselesaikan peneliti di SMA Negeri 1 Rumbia Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama, peneliti terdaftar sebagai Mahasiswa S- 1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini kupersembahkan untuk:

Ayahandaku Filipus Sajiman dan Ibundaku Maryana tercinta

Kakak dan Adik-adikku :

Irawan Eka Saputra

Ridwan Yuan Handoko

Andreas Catur Krisdian

Fransiska Putri Sari

Valentinus Arbi Prayoga

, yang selalu mendo’akan kebaikan dan kesuksesanku, selalu mendengar keluh kesahku, dan memberikan dukungan serta kasih yang tiada batas serta berjuang untuk studyku.

Untuk semua orang yang mengajariku cara belajar dan tumbuh, meski mereka tidak menyadarinya


(8)

MOTO

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur”

(Filipi 4: 6)

“Seseorang tidak akan pernah mengubah kehidupannya sampai

ia sendiri

mengubah appa yang dilakukannya”

(john Maxwell)

“Selesaikan masalah yang kecil, Janganlah kamu meremehkan masalah sekecil

apapun sebab masalah itu akan tumbuh menjadi masalah yang besar”


(9)

SANWACANA

Puji Tuhan terima kasih Tuhan Yesus yang telah memberikan kasih- Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Rektor Universitas Lampung yang mengesahkan ijasah dan gelar sarjana kami, sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memfasilitasi dan memberi kemudahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(10)

penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., Ketua Program Studi PGSD Jurusan Ilmu

Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan motivasi. 5. Ibu Dra. Nelly Astuti, M.Pd., sebagai penguji yang selalu memberikan

motivasi dan mengingatkan untuk tidak menunda-nunda pekerjaan serta masukan dan saran-saran yang diberikan yang sangat bermanfaat bagi peneliti.

6. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., Dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti.

7. Bapak Drs. Siswantoro, M.Pd., Dosen pembimbing II dan dosen Pembimbing Akademik sekaligus Koordinator Kampus B FKIP UNILA yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti dengan penuh kesabaran.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak memberikan masukan dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini. 9. Ibu Rostiati Nasution, S.Pd.SD, Kepala SD Negeri 4 Metro Pusat, serta

dewan guru dan staf yang telah memberikan ijin dan membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini.

10. Ibu Yuliana, S.Pd., wali kelas VA dan teman sejawat yang telah banyak memberikan bantuan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

baik.

12. Teruntuk Cahya Sari, yang telah selalu menemani dan mendampingi serta membantu dalam penyusunan skripsi ini

13. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan, mahasiswa S-1 PGSD angkatan 2011 terutama keluarga besar kelas B, Adi, Bowo, Yuli, Rois, Riyan, Tri Mei, Hendri, Dapat, Putu, Fitrah, Dessy, Dianty, Oktavi, Astri, Yuyun, Dewi, Ana, Riyani, Nur, Rohani, Lita, Dona, Ria, Eria, Melin, Melani, Rani, Heni, Nila, Desi, Debi, Nanda, Septi, Fitri H, Anyta, Fitri Y, yang kini sibuk dengan skripsinya masing-masing, terimakasih untuk empat tahun yang luar biasa, bersama kalian mengajariku banyak hal. Semoga kita bisa berkumpul lagi di GSG Unila di hari yang sama seperti empat tahun lalu.

14. Semua pihak yang namanya tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa tulisan ini tidaklah sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan, namun semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan mutu dunia pendidikan terutama ke SD-an.

Metro, April 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR GRAFIK. ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Matematika ... 8

1. Pengertian Matematika ... 8

2. Ciri-ciri Matematika ... 9

3. Tujuan Pembelajaran Matematika. ... 10

B. Belajar dan Pembelajaran. ... 10

1. Belajar ... 10

a. Pengertian Belajar ... 10

b. Teori Belajar ... 11

1. Teori Belajar Behaviorisme ... 12

2. Teori Belajar Kognitivisme ... 13

3. Teori Belajar Kontruktivisme ... 14

c. Aktivitas Belajar... 16

d. Hasil Belajar ... 17

2. Pembelajaran. ... 18

a. Pengertian Pembelajaran. ... 18


(13)

D. Model Cooperative Learning ... 22

1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 22

2. Karakteristik Model Coopertive Learning ... 24

3. Tujuan Model Cooperative Learning ... 25

4. Macam-macam Model Cooperative Learning ... 27

E. Model Cooperative Learning Tipe Make a Match ... 27

1. Cooperative Learning Tipe Make a Match ... 27

2. Kelebihan dan Kelemahan Make a Match ... 28

3. Langkah-langkah Pembelajaran Make a Match ... 30

F. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Setting Penelitian ... 33

1. Tempat Penelitian ... 33

2. Waktu Penelitian ... 34

3. Subjek Penelitian ... 34

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1. Observasi ... 34

2. Tes Hasil Belajar ... 34

D. Alat Pengumpulan Data ... 34

E. Teknik Analisis Data ... 35

1. Data Kualitatif ... 35

2. Data Kuantitatif ... 37

F. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 39

1. Siklus I ... 39

2. Siklus II ... 42

G. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. ... 45

1. Profil SD Negeri 4 Metro Pusat. ... 45

2. Posedur Pelaksanaan Kegiatan Penelitian. ... 46

3. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Siklus I. ... 46

a. Perencanaan. ... 46

b. Pelaksanaan Tindakan. ... 47

c. Hasil Observasi. ... 50

d. Refleksi. ... 57

e. Saran dan Perbaikan Siklus II. ... 58

4. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Siklus II. ... 59

a. Perencanaan. ... 59

b. Pelaksanaan Tindakan. ... 60

c. Hasil Observasi. ... 63


(14)

3. Hasil belajar. ... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan. ... 79 2. Saran. ... 79 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Kategori kinerja guru mengajar berdasarkan perolehan nilai ... 36

3.2. Kategori Aktivitas Siswa per Individu Berdasarkan Perolehan Nilai 36

3.3. Kriteria keaktifan kelas dalam satuan persen..………. 37

3.4. Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa dalam persen ... 38

4.1. Observasi kinerja guru siklus I pertemuan 1. ... 52

4.2. Observasi kinerja guru siklus I pertemuan 2. ... 53

4.3. Observasi aktivitas siswa siklus I pertemuan 1. ... 54

4.4. Observasi aktivitas siswa siklus I pertemuan 2. ... 56

4.5. Hasil belajar siswa siklus I. ... 57

4.6. Observasi kinerja guru siklus II pertemuan 1. ... 64

4.7. Observasi kinerja guru siklus II pertemuan 2. ... 65

4.8. Observasi aktivitas siswa siklus II pertemuan 1. ... 68

4.9. Observasi aktivitas siswa siklus II pertemuan 2. ... 67

4.10. Hasil belajar siswa siklus II... 69

4.11. Rekapitulasi kinerja guru siklus I dan II. ... 72

4.12. Rekapitulasi hasil aktivitas siswa siklus I dan II. ... 74

4.13. Rekapitulasi hasil belajar siswa . ... 76


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Surat – surat Penelitian

1. Surat Penelitian Pendahuluan dari Unila ... 85

2. Surat Izin Penelitian dari Unila ... 86

3. Surat Keterangan dari Unila ... 87

4. Surat Izin Penelitian dari SD ... 88

5. Keterangan Penelitian dari SD ... 89

6. Surat Pernyataan dari SD ... 90

Perangkat Pembelajaran 7. Silabus Pembelajaran Siklus I. ... 93

8. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Silkus I. ... 98

9. Silabus Pembelajaran Siklus II. ... 106

10. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Silkus II. ... 111

Hasil Observasi dan Rekapan Penilaian 11. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1... 118

12. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2... 120

13. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1. ... 122

14. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2. ... 124


(17)

16. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1... 127

17. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2... 128

18. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1. ... 129

19. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2. ... 130

20. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa. ... 131

21. Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Siklus I. 132 22. Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Siklus II 133 23. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I dan II . ... 134

Kartu Make a Match. ... 139


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Tujuan cooperative learning ... 26 3.1 Siklus penelitian tindakan kelas ... 33


(19)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Diagram rekapitulasi persentase kinerja guru siklus I dan II. ... 71

4.2 Diagram rekapitulasi persentase aktivitas siswa siklus I dan II. ... 73

4.3 Diagram rekapitulasi persentase hasil belajar siswa siklus I dan II . .. 75


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sejalan dengan apa yang terdapat dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Undang-undang di atas menjelaskan dalam pendidikan tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan selalu mengacu pada tujuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam kurikulum. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) membuktikan bahwa Kurikulum pendidikan yang diterapkan harus bisa menghasilkan perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran.

Trianto (2011: 8) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan Kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran yang semula


(21)

berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered), metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.

Kurikulum KTSP yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila guru lebih aktif dan kreatif dalam menciptakan inovasi dalam pembelajaran karena guru merupakan salah satu komponen yang dominan dalam pembelajaran.

Pembelajaran di sekolah dasar terdiri dari beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah matematika. Siswa telah mengenal mata pelajaran matematika sejak kelas rendah. Diyah (2007: 2) salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sedangkan Aisyah, dkk. (2007: 1-3), matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1-2 Desember 2014 pada guru dan siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat diketahui masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa, hal ini terlihat dari aktivitas belajar siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dan nilai semester ganjil, khususnya pada mata pelajaran matematika. Hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat kurangnya keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya guru dalam


(22)

melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung berlangsung satu arah berarti guru hanya mengajarkan ilmu pengetahuannya dan siswa tinggal menrima model pembelajaran seperti ini menyebabkan pembelajaran berpusat pada guru (teaher centered), sedangkan siswa hanya sebagai objek belajar bukan subjek belajar. Siswa juga terkesan tidak bersemangat dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajarnyapun rendah.

Diketahui hasil belajar siswa pada nilai semester ganjil khususnya pada pelajaran matematika dari 22 orang siswa, hanya 8 orang siswa (36%) yang telah mencapai KKM 66. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Persentase Ketuntasan Siswa Kelas VA Semester Ganjil T.P. 2014/2015

KKM Jumlah siswa Nilai rata-rata kelas Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan (%) Jumlah siswa yang belum tuntas Persentase ketidaktun tasan (%)

≥66 22 64 8 36 14 64

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 66. Nilai rata-rata siswa kelas VA adalah 64, hanya 8 orang siswa yang tuntas dari 22 orang siswa yang ada di kelas VA. Melihat fakta-fakta yang telah dipaparkan, perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya perbaikan pembelajaran sebaiknya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Mengingat kembali teori kognitif yang


(23)

dipaparkan oleh Jean Piaget (Sumantri dan Nana, 2007: 115), bahwa siswa pada usia 7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, sehingga dalam pembelajaran siswa harus dihadapkan dengan permasalahan yang konkret dan relevan dengan kehidupannya.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah di atas perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match. Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa. Salah satu model cooperative learning yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran adalah tipe make a match.

Sugiyanto (2010: 44-48) make a match merupakan bagian dari metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur-struktur tersebut memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan akademik dan mengajarkan keterampilan sosial siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan perbaikan pembelajaran terhadap siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat dengan judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar pada Pembelajaran Matematika Siwa Kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015”


(24)

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan pembelajaran yang kurang melibatkan siswa aktif dan guru kreatif. Siswa lebih bersifat pasif dan kegiatan pembelajaran guru yang masih mendominasi atau berpusat pada guru (teacher centered).

2. Kesulitan siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, khususnya dalam kegiatan diskusi.

3. Kesulitan siswa dalam memahami konsep pembelajaran

4. Guru belum menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dalam pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015?

2. Apakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015?


(25)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat melalui model cooperative learning tipe make a match.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat melalui model cooperative learning tipe make a match.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

a. Meningkatnya aktivitas belajar pada pembelajaran matematika kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015.

b. Meningkatnya hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015.

2. Guru

Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mengenai penggunaan model cooperative learning tipe make a match sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kinerja guru dan kualitas pembelajaran matematika di kelasnya.

3. Sekolah

Memberikan kontribusi dan masukan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui penggunaan model cooperative


(26)

learning tipe make a match sebagai inovasi pembelajaran di SD Negeri 4 Metro Pusat.

4. Peneliti

Menambah pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas dan dapat meningkatkan penguasaan penggunaan model cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran matematika guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Matematika

1.Pengertian Matematika

Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi hakikat dari matematika sendiri suatu objek mata pelajaran yang bersifat abstrak. Russeffendi dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3), matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (benalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Sedangkan Murniati (2007: 46), matematika adalah pola pikir; pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan bunyi, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefenisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.

Matematika berasal dari bahasa Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari bahasa Yunani “Mathematika” yang berarti mempelajari.


(28)

Sumantri dalam Adjie (2006: 34), matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistik. Wale (2006: 13), matematika sebagai ilmu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang pada hakikatnya bersifat abstrak. Matematika juga merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pola keteraturan yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

2.Ciri-ciri Matematika

Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari karena manusia sangat memerlukan matematika dalam aktivitasnya. Suwangsih (2006: 25-26) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, metode spiral ini melambangkan adanya keterkaitan antara suatu materi dengan materi lainnya. Topik sebelumnya menjadi prasarat untuk meahami topik berikutnya atau sebaliknya

b. Pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap. Materi pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap yang dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.

c. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif sedangkan matematika merupakan ilmu deduktif namun sesuai tahap perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan metode induktif

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

e. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna konsep matematika tidak diberikan dalam bentuk jadi, tapi sebaliknya siswalah yang harus mengonstruksi konsep tersebut.

Berdasarkan ciri-ciri mata pelajaran matematika diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matemattika merupakan ilmu deduktif


(29)

dan menggunakan metode spiral untuk mengaitkan suatu materi dengan materi lainnya. Pembelajaran matematika dilakukan secara bertahap yang dimulai dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih kompleks.

3.Tujuan Pembelajaran Matematika

Aisyah (2007: 1-4) Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika diatas, peneliti menyimpulkan bahwa guru hendaknya membimbing siswa untuk memahami konsep matematika dan mengarah pada pembentukan sikap serta menghargai kegunaan matematika. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan pembelajaran yang bervariasi dan bermakna.

B. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

a. Pengertian Belajar


(30)

siswa dengan pengetahuan yang baru. Belajar merupakan usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Trianto (2011: 16), belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses pengalaman yang baru di dapat dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Sedangkan Slavin dalam Trianto (2011: 16), belajar adalah perubahan yang terjadi pada individu melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Sependapat dengan hal tersebut Gagne dalam Suprijono (2009: 2), belajar merupakan perubahan kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah, perubahan diperoleh dari perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku, kemampuan seseorang atau siswa yang diperoleh langsung dari hasil pengalaman yang dibangun dan terbentuk oleh siswa itu sendiri. b. Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di


(31)

dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Banyak teori belajar yang dikembangkan, di antaranya teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar kontruktivisme.

1. Teori Belajar Behaviorisme

Tokoh-tokoh aliran teori behaviorisme di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya para penganut aliran behaviorisme setuju dengan pengertian belajar dalam teori behaviorisme, namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka.

Thorndike dalam Budiningsih (2005: 21) mengemukakan belajar dalam teori behaviorisme adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.

Hal senada juga diungkapkan Budiningsih (2005: 20) pengertian belajar dalam teori behaviorisme adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan tingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.


(32)

Pada dasarnya teori belajar behaviorisme yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan teori belajar behaviorisme lebih memperhatikan perubahan tingkah laku yang didapat siswa melalui interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika telah menunjukkan perubahan tingkah laku.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behaviorisme. teori ini belajar kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme di antaranya adalah Piaget, Bruner,dan Ausubel, namun dalam pengertiannya teori belajar kognitivisme memiliki perbedaan pendapat.

Piaget dalam Trianto (2011: 29), teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka dengan lingkungannya.


(33)

Suprijono (2009: 22) belajar dalam teori kognitif merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan teori belajar kognitif adalah suatu proses perubahan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Melainkan pemahaman tentang situasi yang behubungan dengan belajarnya yang berkaitan dengan sebuah informasi. 3. Teori Belajar Kontruktivisme

Teori belajar kontruktivisme menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi baru dengan aturan-aturan lama. Prinsip dari teori belajar kontruktivisme ini yang paling penting bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pngetahuannya. Tokoh-tokoh aliran teori kontruktivisme di antaranya adalah Merrill dan Gagne.

Merill dalam Budiningsih (2005: 64) belajar dalam teori kontruktivisme sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi akan membentuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju kemuktahiran struktur kognitifnya, kegiatan pembelajarn akan diarahkan agar terjadi aktivitas kontruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.


(34)

Selanjutnya Trianto (2011: 28), dalam teori belajar kontruktivisme siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan memecahkan masalah, dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya.

Sependapat dengan hal di atas Susanto (2013: 96) dalam teori belajar kontruktivisme satu hal yang paling penting dalam belajar adalah guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa saja. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Teori kontruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan teori belajar kontruktivisme adalah teori belajar yang menekankan bahwa siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya dari guru, melainkan siswa diharuskan bisa meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang ada di benaknya sendiri. Kognitif yang diperoleh siswa melalui pengembangan pengetahuannya ataupun melalui diskusi kelompok memecahkan masalah dengan temannya.

Teori belajar yang melandasi penerapan model make a match adalah teori kontruktivisme. Teori ini menekankan bahwa dalam


(35)

belajar siswa harus bisa mengembangkan pengetahuan dan pemahaman pada dirinya yang diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan kognitifnya melalui pengalaman belajar yang didapat siswa sendiri khususnya melalui kegiatan diskusi kelompok

.

c. Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan hal yang harus ada saat kegiatan pembelajaran, karena jika tidak ada aktivitas, maka tidak akan berlangsung kegiatan pembelajaran. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas guru maupun siswa. Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar siswa sebagai keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan presentasi. Aktivitas dalam kegiatan pembelajaran menunjang keberhasilan proses belajar, peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pelajaran.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 236), aktivitas belajar yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam belajar di sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dalam belajar. Sedangkan Sardiman (2010: 100) aktivitas adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas belajar ada


(36)

beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.

Berdasarkan uraian dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa menyangkut sikap, pikiran, perbuatan, dan presentasi ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas, sehingga terciptanya aktivitas belajar siswa. Meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi maka akan tercapai suasana aktif dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan yang diharapkan oleh guru dapat tercapai.

d. Hasil Belajar

Kegiatan pembelajaran yang berlangsung diharapkan mendapat hasil yang berupa bertambahnya ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap menjadi lebih baik khususnya bagi siswa. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Artinya, adanya keberhasilan dari pembelajaran yang dilaksanakan antara guru dan siswa. Sedangkan hasil belajar Gagne dalam Suprijono (2009: 6) adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.


(37)

Sedangkan Bloom dalam Suprijono (2009: 6-7) hasil belajar adalah hal-hal yang mencakup domain kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh, menerapkan, menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima, memberikan respon, nilai, organisasi, karakterisasi. Domain psikomotor meliputi initiotory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sebuah hasil dari proses belajar antara guru dan siswa berupa adanya peningkatan perilaku menjadi lebih baik, sikap, pengetahuan serta keterampilan siswa.

2. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang dikelola secara disengaja untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam kondisi khusus akan menghasilkan respons terhadap situasi dalam mempelajari suatu informasi dan suatu proses yang dirancang secara matang.

Kokom (2010: 3) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara


(38)

sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.

Sukirman, dkk (2006: 10) pembelajaran adalah proses aktivitas siswa melalui interaksi dengan lingkungan antara lain baik dengan guru dan unsur-unsur pembelajaran lain maupun dengan dirinya (siswa itu sendiri). Guru sebagai fasilitator pembelajaran tugas utamanya adalah memudahkan belajar siswa. Oleh karena itu guru dalam proses pembelajaran harus berusaha semaksimal mungkin membantu siswa agar belajar lebih terarah, lebih lancar yang harus dilaksanakan, lebih mudah dan lebih berkualitas.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses membelajarkan yang dilaksanakan oleh seorang guru kepada siswa agar siswa tersebut lebih mudah memahami apa yang telah diajarkan, agar menjadikan siswa yang lebih baik dalam menuju perubahan.

b. Pembelajaran Matematika di SD

Matematika merupakan mata pelajaran dengan objek abstrak yang sulit dan tidak mudah dipahami siswa di sekolah dasar yang masih berpikir operasional konkret. Alasan tersebut tidak mengakibatkan mata pelajaran matematika tidak diajarkan di sekolah dasar, bahkan pada hakekatnya mata pelajaran matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. Karena setiap jenjang pendidikan ada tingkatan kesulitannya sendiri-sendiri.


(39)

Aisyah (2007: 1-4), tujuan pembelajaran matematika di SD yaitu sebagai berikut.

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran matematika di SD dalam penanaman konsep yang baik, akan membuat siswa mudah memahami konsep-konsep matematika. Maka dari itu dalam mengajarkan matematika di sekolah dasar diurutkan dari yang konkret sampai pada yang abstrak.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam desain pembelajaran untuk membantu dalam proses kegiatan pembelajaran, serta membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.


(40)

Soekamto, dalam Trianto (2011: 22), model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman perencana pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Sependapat dengan hal itu, Arends dalam Suprijono (2009: 45), mengemukakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu konsep atau rancangan pembelajaran yang memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar secara sistematis, serta mengorganisasikan pengalaman belajar siswa guna mencapai tujuan pembelajaran. Pada penelitian yang akan dilaksanakan rencananya menggunakan model pembelajaran cooperative learning, karena model tersebut merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2. Macam-macam Model Pembelajaran

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran. Arends (dalam Suprijono, 2009: 46),


(41)

model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Komalasari, 2010: 57).

Adapun model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Matematika antara lain: a) model inquiry, b) model role playing, c) model karya wisata, e) model cooperative learning, (Komalasari, 2010: 53)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu konsep atau rancangan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru secara sistematis untuk mengorganisasikan pengalaman belajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan atau diharapkan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative learning, karena model tersebut merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran Matematika di SD.


(42)

D. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, siswa belajar bersama-sama

dalam satu tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok agar tercapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam pembelajaran, seperti siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan siswa yang tidak peduli pada anggota lain.

Trianto (2011: 58), model cooperative learning adalah sebuah model berkelompok strategi untu meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman dalam membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakang, melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

Stahl dalam Isjoni (2007: 23), memaparkan melaksanakan model cooperative learning memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.

Isjoni (2007: 12) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Model pembelajaran ini digunakan untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar bersama.


(43)

Dari uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning ialah model pembelajaran yang dapat mengaktifkan, melibatkan siswa berinteraksi, dan mendorong siswa dalam kegiatan belajar secara berkelompok dengan melibatkan 4-6 anggota dengan kelompok heterogen demi tercapainya tujuan belajar bersama.

2. Karakteristik model Cooperative learning

Ada beberapa karakteristik model cooperative learning yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Abdulhak (dalam Isjoni 2009: 28), menjelaskan bahwa model cooperative learning dilaksanakan melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri. Pada hakikatnya model cooperative learning sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam model cooperative learning karena mereka menganggap telah biasa digunakan, (Isjoni, 2009: 59).

Walaupun model pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan model cooperative learning. Bennet (dalam Isjoni 2009: 60), menyatakan ada 5 unsur dasar yang dapat membedakan model cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:

a. Positive Interdepedence, hubungan timbal balik didasari kepentingan yang sama atau perasaan anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain dan sebaliknya.

b. Interaction face to face, interaksi antar siswa tanpa ada perantara.


(44)

c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.

d. Membutuhkan keluwesan.

e. Meningkatkan keterampilan kerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok).

Model cooperative learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan cooperative learning. Lundren (dalam Isjoni 2009: 65), keterampilan-keterampilan dalam kooperatif antara lain, keterampilan cooperative learning tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat mahir. Tingkat awal adalah kemampuan kelompok untuk mengerjakan tugas, tingkat menengah adalah kemampuan kelompok berinteraksi dan bekerja sama, tingkat mahir adalah kemampuan kelompok bekerja dan berinteraksi dengan kelompok lain atau membentuk kelompok-kelompok baru.

Berdasarkan pendapat di atas, karakteristik model cooperative learning adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan memfokuskan pada kerja kelompok dan kerja sama kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

3. Tujuan Model Cooperative Learning

Belajar cooperative menekankan tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Johnson dan Jhonson dalam Trianto (2010: 57), mengemukaan tujuan pokok cooperative adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok.


(45)

Sharan dalam Isjoni (2007: 23), siswa yang belajar menggunakan model cooperative learning akan memiliki motivasi tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Siswa akan memiliki kemauan yang kuat dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru. Selain itu, karena siswa bekerja dalam suatu tim maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan- keterampilan proses pada siswa.

Martati (2010: 15) tujuan cooperative learning dikembangkan paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu tujuan yang pertama cooperative learning dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting. Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya. Tujuan ketiga adalah mengajarkan keterampilan kerja sama dan berkolaborasi siswa. Tujuan cooperative learning dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Tujuan cooperative learning Sumber: Martati (2010: 15)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan tujuan model cooperative learning yang melandasi penelitian ini adalah teori Martati.

Prestasi

Akademik Cooperative

Learning

Pengembangan Keterampilan Sosial

Toleransi dan Penerimaan

Terhadap Keanekaragaman


(46)

Tujuan cooperative learning ini menekankan ketelibatan siswa secara aktif berkolaborasi dengan temannya agar tercapai tujuan bersama. Selain itu, siswa dapat saling bertukar pikiran, dapat berinteraksi, belajar bersama-sama, menghargai setiap pendapat yang diberikan oleh orang lain.

4. Macam-macam Model Cooperative Learning

Terdapat beberapa variasi model cooperative learning, setidaknya terdapat lima pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi dalam menerapkan model pembelajaran cooperative. Trianto (2010: 67), model pembelajaran cooperative yaitu, diantaranya numbered heads together (kepala bernomor), Cooperative script (skript kooperatif), student teams achivement divisions (STAD) (Tim Siswa Kelompok Prestasi), team games tournament (TGT), snowball throwing (melempar bola salju), dan make a match (mencari pasangan).

Dari berbagai model di atas, model cooperative learning yang digunakan oleh peneliti yaitu cooperative learning tipe make a match. Tipe cooperative learning tipe make a match merupakan salah satu model pembelajaran cooperative yang unggul dalam tekniknya yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini dapat mengaktifkan kegiatan siswa karena siswa di tuntut untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang diberikan oleh guru


(47)

E. Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 1. Cooperative Learning Tipe Make A Match

Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya. Wahab (2007: 59), mengemukakan model pembelajaran make and match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu.

Sedangkan Huda (2012: 135), model make a match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan bagi siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa. Kemudian diperjelas dengan pendapat Lie (2004: 18), bahwa model pembelajaran make a match merupakan model mencari pasangan sambil mengenal konsep dalam suasana menyenangkan dan dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas.

Dari berbagai pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative tipe make a match yaitu model pembelajaran mengutamakan kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan


(48)

dibantu kartu sebagai medianya. Jadi siswa mampu berkompetisi dengan siswa lainnya.

2. Kelebihan dan Kelemahan Make A Match

Suatu hal pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak terkecuali pada model pembelajaran make a match. Huda (2013: 253-254), kelebihan dan kelemahan cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut.

1) Kelebihan model make a match, yaitu:

a) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik

b) karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan c) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang

dipelajari dan dapat meningkatkan moivasi belajar siswa; d) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil

presentasi; dan

e) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

2) Kelemahan model make a match, yaitu:

a) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik akan banyak waktu yang terbuang;

b) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya;

c) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang yang kurang memperhatikan pada presentasi pasangan;

d) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu, dan

e) Menggunakan metode ini terus menerus akan menimbulkan kebosanan

Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan ketika diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Model cooperative learning tipe make a match memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran sebagai berikut.

1. Kelebihan model cooperative learning tipe make a match. a) Mampu menciptakan suasana aktif dan menyenangkan


(49)

b) Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.

c) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 87,50 %.

2. Kekurangan model cooperative learning tipe make a match a) Diperlukan bimbingan guru untuk melakukan kegiatan

b) Waktu yang tersedia perlu dibatasi agar siswa tidak terlalu banyak bermain-main dalam kegiatan proses pembelajaran. c) Guru memerlukan persiapan dan alat bantu yang memadai.

(Tarmizi.wordpress.com.2008)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match merupakan pembelajaran aktif, menarik dan menyenangkan untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Tetapi di dalam pelaksanaannya, guru perlu menyiapkan segala persiapan baik alat maupun bahan pembelajaran, memaksimalkan peran guru sebagai pembimbing serta tegas dalam memberikan batasan waktu ketika menerapkan model sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma

3. Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match

Setiap model memiliki langkah-lngkah dalam pelaksanaan pembelajaran, agar pembelajaran lebih mudah dikelola dan dilaksanakan secara sistematis. Taniredja, dkk (2011: 106), langkah-langkah dalam model cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik yang mungkin cocok untuk sesi review. Satu bagian kartu soal dan satu bagian lainnya merupakan jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu soal atau jawaban.

c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya dalam batas waktu yang telah ditentukan. d. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas

waktu diberi poin

e. Siswa yang tidak berhasil mencocokkan kartunya dalam jangka waktu yang ditentukan memperoleh hukuman yang telah disepakati.


(50)

f. Setelah satu babak selesai kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

g. Kesimpulan

Huda (2011: 135) adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match (mencari pasangan) adalah sebagai berikut.

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa pertanyaan dan jawaban, pertanyaan dan jawaban ini di buat oleh guru sebelum proses belajar mengajar.

2) Guru membagikan kartu kepada setiap siswa yang nantinya dengan kartu itu siswa akan mencari pasangan yang akan menjadi anggota kelompoknya.

3) Kartu dibagikan, setiap siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka terima/peroleh.

4) Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan dengan kartu yang ia pegang, misalnya pemegang kartu.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran model cooperative learning tipe make a match diawali dengan pembagian kelompok pertanyaan atau jawaban, membagikan kartu , mencari pasangan, diskusi dan penyimpulan.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut. “Apabila dalam pembelajaran matematika menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015”.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research. Wardhani, dkk., (2007: 1.3) mengungkapkan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Wardhani, (2007 : 2.4), secara garis besar terdapat empat tahapan dalam PTK, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika.

2. Pelaksanaan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika.

3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap aktivitas siswa dan kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.


(52)

hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar selanjutnya.

Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Siklus I

Siklus II

,

Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sumber : Arikunto, dkk (2006: 74) B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini, peneliti memilih lokasi di SD Negeri 4 Metro Pusat kelas V A, Jalan. Mr. Gele Harun, Kecamatan Metro Pusat Kota Metro.

Permasalahan Perencanaan

tindakan I

Pelakasanaan tindakan I

Pegamatan pengumpulan data I Refleksi I

Permasalahan baru hasil

refleksi

Perencanaan tindakan II

Pelakasanaan tindakan II

Refleksi II Pegamatan

pengumpulan data II

Penelitian Dihentikan


(53)

2.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015, selama lebih kurang 5 bulan, dimulai dari perencanaan, sampai perbaikan hasil penelitian.

3.Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat yang terdiri dari 1 orang guru, 22 orang siswa dengan komposisi 8 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diinginkan dilakukan kegiatan : 1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kinerja guru ketika melaksanakan pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning type make a match di kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat.

2. Tes Hasil Belajar

Tes, digunakan untuk mengetahui tingkat ketercapaian hasil belajar siswa terhadap materi yang dibahas, dengan memberikan soal-soal latihan.

D. Alat Pengumpulan Data

1) Lembar panduan observasi, instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kinerja guru dan aktivitas belajar siswa selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model


(54)

cooperative learning type make a match.

2) Soal-soal tes, instrumen ini digunakan untuk menjaring data hasil belajar siswa dan mengetahui ada tidaknya peningkatan pada setiap siklusnya, khususnya mengenai penguasaan terhadap materi yang dibelajarkan melalui penerapan model cooperative learning type make a match.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif:

1. Data Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

a. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus: N = x 100

Keterangan :

N = nilai yang dicari/diharapkan R = skor mentah yang diperoleh

SM = skor maksimum ideal yang diamati 100 = bilangan tetap


(55)

Tabel 3.1 Kategori kinerja guru mengajar berdasarkan perolehan nilai.

No Rentang nilai Kategori

1 N > 80 Sangat baik

2 60 < N ≤ 80 Baik

3 40 < N ≤ 60 Cukup baik

4 20 < N ≤ 40 Kurang baik

5 N ≤ 20 Sangat kurang

(Adaptasi dari Poerwanti, 2008: 7-8)

b. Nilai aktivitas setiap siswa diperoleh dengan rumus: NP = x 100

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 3.2 Kategori Aktivitas Siswa Per Individu Berdasarkan Perolehan Nilai.

No Rentang Nilai Kategori

1 N > 75 Aktif

2 50 < N ≤ 75 Cukup aktif

3 25 < N ≤ 50 Kurang aktif

4 N≤25 Pasif


(56)

b. Nilai persentase siswa aktif secara klasikal diperoleh dengan rumus:

P = x 100

Tabel 3.3. Kriteria Keaktifan Kelas dalam Satuan Persen (%)

Siswa aktif (%) Arti

≥ 80 Sangat tinggi/sangat aktif 60-79 Tinggi/aktif

40-59 Sedang/cukup aktif 20-39 Rendah/kurang aktif

<20 Sangat rendah/pasif

(Adaptasi dari Aqib.dkk, 2009: 41) 2. Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang dibelajarkan guru. Data kuantitatif merupakan data hasil belajar melalui penerapan model cooperative learning type make a match pada siklus I dan siklus II. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang dikerjakan siswa pada siklus I dan siklus II. Data kuantitatif penelitian ini didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata kelas dari hasil tes yang diberikan kepada siswa dengan rumus :

a. Nilai rata-rata hasil belajar siswa didapat dengan menggunakan rumus

:

Keterangan : nilai rata-rata


(57)

nilai

frekuensi nilai

Sumber: (Herryanto, dkk., 2008 : 43)

b. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara individual digunakan rumus :

Keterangan :

S = Nilai yang diharapkan

R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

100 = Bilangan tetap

Sumber : (Adaptasi Purwanto, 2008 : 112)

c. Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal

Ketuntasan klasikal =

Sumber: (Purwanto, 2008 : 102)

Tabel 3.4. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam % Tingkat Keberhasilan (%) Arti

>80% 60-79% 40-59% 20-39% <20%

Sangat Tinggi Tinggi

Sedang Rendah

Sengat Rendah (sumber : Aqib, dkk., 2009 : 41)


(58)

F. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Siklus pertama pada penelitian tindakan kelas ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi sebagai berikut.

a)Perencanaan (Planning)

1. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan .

2. Menyusun perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum KTSP dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match 3. Menyiapkan media yang digunakan selama proses pembelajaran di

kelas.

4. Menyiapkan instrumen observasi yang digunakan dalam penelitian (lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung).

5. Menyusun alat evaluasi pembelajaran berupa soal-soal tes.

b)Pelaksanaan (Acting)

Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang untuk dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan awal

a. Membuka pelajaran dengan mengucap salam b. Mengkondisikan siswa

c. Doa d. Absensi e. Apersepsi


(59)

f. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Kegiatan inti

a. Melalui metode ceramah guru menjelaskan materi.

b. Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kerja sesuai dasar pembagian kelompok pada cooperative learning.

c. Setiap kelompok berdiskusi tentang materi yang dipelajari menggunakan lembar kerja siswa.

d. Penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa pertanyaan dan jawaban, pertanyaan dan jawaban ini di buat oleh guru sebelum proses belajar mengajar.

2) Guru membagikan kartu kepada setiap siswa yang nantinya dengan kartu itu siswa akan mencari pasangan yang akan menjadi anggota kelompoknya.

3) Kartu dibagikan, setiap siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka terima/peroleh.

4) Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan dengan kartu yang ia pegang, misalnya pemegang kartu.

e. Pembahasan hasil kegiatan kelompok melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match..

f. Pemberian penghargaan kelompok kepada kelompok yang pada saat penerapan model cooperative learning tipe make a match


(60)

mendapatkan poin tertinggi. g. Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan penutup

a. Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

b. Memberi tindak lanjut dalam bentuk PR c. Doa

c) Pengamatan (Observing)

Dalam tahap ini dilakukan pengamatan oleh peneliti tentang jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Observasi dilakukan dengan mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match.

d)Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus pertama. Hasil refleksi siklus pertama digunakan sebagai acuan untuk menentukan tindakan pada siklus selanjutnya.

Siklus II

Siklus kedua dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus pertama. Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua pun terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

a) Perencanaan (Planning)


(61)

kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan

2. Menyusun perangkat pembelajaran sesuai dengan KTSP dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match

3. Menyiapkan media yang digunakan selama proses pembelajaran di kelas.

4. Menyiapkan instrumen penilaian yang digunakan dalam penelitian (lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung).

5. Menyusun alat evaluasi pembelajaran berupa soal-soal tes.

b)Pelaksanaan (Acting)

Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang untuk dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan awal

a. Membuka pelajaran dengan mengucap salam b. Mengkondisikan siswa

c. Doa d. Absensi e. Apersepsi

f. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Kegiatan inti

a. Melalui metode ceramah guru menjelaskan materi.

b. Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kerja sesuai dasar pembagian kelompok pada cooperative learning.


(62)

menggunakan lembar kerja siswa.

d. Penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa pertanyaan dan jawaban, pertanyaan dan jawaban ini di buat oleh guru sebelum proses belajar mengajar.

2) Guru membagikan kartu kepada setiap siswa yang nantinya dengan kartu itu siswa akan mencari pasangan yang akan menjadi anggota kelompoknya.

3) Kartu dibagikan, setiap siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka terima/peroleh.

4) Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan dengan kartu yang ia pegang, misalnya pemegang kartu.

e. Pembahasan hasil kegiatan kelompok melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match.

f. Pemberian penghargaan kelompok kepada kelompok yang pada saat penerapan model cooperative learning tipe make a match mendapatkan poin tertinggi.

g. Pelaksanaan tes formatif. 3. Kegiatan penutup

a. Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.


(63)

c) Pengamatan (Observing)

Pada tahap ini dilakukan pengamatan oleh peneliti tentang jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Observasi dilakukan dengan mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match.

d)Refleksi (Reflecting)

Dalam kegiatan refleksi tentunya membahas sesuatu yang terjadi dalam siklus kedua yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus kedua pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan telah terjadi peningkatan dibanding dengan siklus pertama, maka penelitian dianggap cukup.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian tindakan kelas ini antara lain sebagai berikut:

1. Persentase aktivitas siswa meningkat setiap siklusnya. 2. Nilai rata-rata siswa meningkat setiap siklusnya.

3. Indikator keberhasilan belajar siswa mencapai >75% dengan KKM yang telah ditentukan yaitu 66.


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Profil SD Negeri 4 Metro Pusat

SD Negeri 4 Metro Pusat terletak di Jalan Mr. Gele Harun No. 65 Kecamatan Metro Pusat Kota Metro. SD Negeri 4 Metro Pusat, yang terletak tepat di pusat Kota Metro di sekitar lokasi terbentang luas lapangan sepakbola dan lapangan basket yang sering digunakan siswa untuk berolahraga. Selain itu juga terdapat TPU (Tempat Pemakaman Umum), tepat di sebelah kiri SD Negeri 4 Metro Pusat, serta terdapat Perpustakaan Daerah dan pusat pertokoan Kota Metro tidak jauh dari lokasi.

SD Negeri 4 Metro Pusat didirikan pada tahun 1969, diatas tanah seluas ± 2.846,5 m2 dan resmi dipergunakan untuk pendidikan. Kepala SD Negeri 4 Metro Pusat yang tengah menjabat adalah Ibu Rostati Nasution S.Pd.SD. SD Negeri 4 Metro Pusat memiliki 15 guru tetap (PNS), dan 6 guru honorer.

Sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar, sekolah dasar tersebut memiliki 8 unit bangunan yang terdiri dari 12 ruang kelas, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang koperasi, 1 ruang UKS, dan 1 ruang


(65)

perpustakaan. Selain itu, terdapat juga 2 toilet guru yang berada di dalam ruang guru, 8 toilet siswa, area parkir untuk kendaraan guru, area parkir untuk kendaraan siswa, dan kantin.

2. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Peneliti melakukan kegiatan penelitian tindakan di kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran Matematika sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Kegiatan penelitian dimulai pada hari kamis tanggal 26 Maret 2015 sampai dengan 2 April 2015 selama empat kali pertemuan.

3. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I a. Perencanaan

Kegiatan perencanaan dilaksanakan mulai tanggal 25 Maret 2015 sampai menjelang pelaksanaan siklus I pertemuan 1. Perencanaan ini diawali dengan kegiatan pengenalan Cooperative Learning tipe Make a Match kepada teman sejawat guru kelas VA dan mahasiswa yang bertindak sebagai observer saat pelaksanaan penelitian, sementara peneliti bertindak sebagai guru yang mengajar di kelas VA. Peneliti mengkomunikasikan tentang indikator-indikator yang harus diamati dalam penelitian, sehingga terbentuk kesamaan persepsi dalam kegiatan observasi. Perencanaan yang dilakukan peneliti bersama teman sejawat yaitu menganalisis perangkat pembelajaran (pemetaan, silabus, RPP, LKS, bahan ajar dan tes formatif) yang telah dibuat peneliti sesuai dengan kurikulum KTSP


(66)

yang diberlakukan.

Kompetensi dasar pada siklus I adalah “Perkalian dan pembagian pecahan” dengan materi pokok pertemuan 1 “Pekalian dan pembagian pecahan dengan bilangan asli” materi pokok pertemuan 2 “ perkalian dan pembagian dua pecahan dan dilakukan tes formatif siklus I”. Waktu yang dialokasikan untuk membahas kompetensi dasar ini sebanyak 2 (dua) pertemuan (4 X 35 menit) termasuk dalam melaksanakan tes formatif. Tahap selanjutnya menyiapkan instrumen observasi pertemuan 1 dan pertemuan 2.

b. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan kompetensi dasar “menjelaskan perkalian dan pembagian pecahan”. Indikator yang harus dicapai: 1) mengenal arti perkalian dan pembagian pecahan secara teliti, 2) menentukan hasil perkalian dan pembagian pecahan dengan bilangan asli atau sebaliknya secara teliti, 3) menentukan hasil perkalian dan pembagian dua pecahan secara teliti

1) Pertemuan 1

Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan pada hari kamis tanggal 26 Maret 2015 pukul 07.00 – 08.10 WIB pada jam pertama dan kedua. Pada saat bel masuk kelas berbunyi peneliti dan teman sejawat menuju kelas. Kemudian menyuruh siswa berbaris terlebih dahulu yang dipimpin oleh ketua kelasnya. Dengan langah-langkah sebagai berikut :


(67)

a. Pada awal kegiatan guru mengucapkan salam dan mengajak siswa untuk berdo’a dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas, kemudian dilanjutkan dengan mendata kehadiran siswa.

b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan yang akan dicapai oleh siswa.

c. Guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa, apa yang kalian lakukan ketika kalian mempunyai roti dan ibu menyuruh kalian membagi roti tersebut kepada adik dengan bagian yang sama? Berapa bagian yang kalian berikan kepada adik?. BRK menjawab dengan membagi roti dengan sama rata setengah bagian yang diberikan kepada adik.

d. Melalui media power point guru menjelaskan materi.

e. Guru membagi kelompok dengan menggunakan kartu pertanyaan dan kartu jawaban, setiap anak mendapatkan satu buah kartu.

f. Setiap siswa diminta membuka kartu soal secara bersamaan dan memikirkan jawaban atau soal yang kira-kira sesuai dengan kartu soal yang dimilikinya.

g. Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu soal yang dimilikinya dalam waktu yang ditentukan guru.

h. Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok, kemudian kelompok berdiskusi untuk mengerjakan LKS yang diberikan guru.


(1)

Gambar.4.4. Diagram Rekapitulasi persentase ketuntasan hasil belajar Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus semakin meningkat. Terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe make a match berhasil meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat.

Berdasarkan data-data yang telah diuraikan dapat diketahui bahwa indikator keberhasilan PTK yang telah ditetapkan telah tercapai, yaitu persentase siswa aktif mengalami peningkatan setiap siklusnya. Selain itu hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya sehingga mencapai persentase ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Kemudian adanya peningkatan pada rata-rata kelas hasil belajar siswa pada setiap siklusnya yang ditetapkan sebesar 70,00. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match pada mata pelajaran matematika siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat ini berhasil sesuai dengan rencana perbaikan.

0.00% 50.00%

Nilai <67 Nilai ≥

Siklus I Siklus II


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas VA SD Negeri 4 Metro Pusat dengan menerapkan model cooperative Learning Tipe Make a Match, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa siklus I mencapai nilai 61,48 (cukup aktif) dan siklus II mencapai 77,39 (aktif) meningkat 15,91. 2. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dapat

meningkatkan hasil belajar siklus I mencapai nilai 68,84 (sedang) dan siklus II mencapai 75,45 (tinggi) meningkat 6,81.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut ini saran-saran dalam menerapkan model cooperative Learning tipe make a match, sebagai berikut

a. Siswa

Merespon setiap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, agar siswa selalu aktif dalam kegiatan di dalam kelas baik dalam kegiatan individu maupun kegiatan kelompok dan hasil belajar meningkat.


(3)

perencanaan yang sudah dibuat. Selain itu, pemberian tindak lanjut terhadap materi yang sudah diajarkan.

c. Sekolah

Sekolah hendaknya memberikan fasilitas dan sarana pendukung penambah wawasan dan kemampuan guru dalam pembelajaran demi meningkatnya mutu pendidikan di sekolah.

d. Peneliti Selanjutnya

Sebagai seorang calon guru hendaknya dapat memahami PTK lebih baik lagi, sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam melaksanakan kegiatan penelitian, serta dapat menjadi guru yang berkompeten di kemudian hari.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi, dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI Press. Bandung.

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Aisyah, Nyimas dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar bahasa Indonesia.

Balai Pustaka. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Citra. Jakarta. Diyah. 2007. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik pada Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

. 2013. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Herriyanto, Nar. 2008. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta. Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(5)

Pengembangan Profesi Guru. Rajawali. Jakarta.

Lie, Anita. 2003. Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Grasindo

Martati, Badruli. 2010. Metodelogi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Strategi Penanaman Nilai. Grasindo. Bandung.

Murniati, Endyah. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Surabaya Intelektual Club (SIC). Surabaya.

Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. YUMA Pustaka. Surakarta Sumantri, M, 2007. Pengembangan Potensi Siswa dengan Kurikulum Terpadu

Untuk Menjadi Manusia Indonesia Seutuhnya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap. Bandung Depdiknas UPI

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka. Sidoarjo.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung.

Tarmizi. 2008. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match. http//tarmizi.wordpress.com. diakses pada tanggal 3 Desember 2014@ 17.00 wib

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT Bumi Aksara. Jakarta.

2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.


(6)

Wahab, Abdul Aziz. 2007. Pendidikan Matematika dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pendagogis Press.

Wale, John A. 2006. Elementery and Middle School Mathematics (Matematika Sekolah Dasar dan Menengah). Erlangga. Jakarta


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013

0 3 61

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SD NEGERI 4 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 27 83

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SD NEGERI I METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 9 71

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLE NON-EXAMPLE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB SD NEGERI 01 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 142

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVC SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 3 65

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IVB SD NEGERI 2 BUMIHARJO

2 9 80

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 71