Studi fenologi pembungaan dan keragaman genetik menggunakan marka morfologi dan marka molekuler pada tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.)

(1)

PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.)

RIA CAHYANINGSIH A253074021

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Judul Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Ria Cahyaningsih


(3)

RIA CAHYANINGSIH. Study of Flowering Phenology and Genetic Diversity of Castor (Ricinus communis L.) Using Morphological and Molecular Markers under direction of DARDA EFENDI, ENDAH RETNO PALUPI, and MEMEN SURAHMAN

This study was aimed at determining flowering phenology, characterizing and analyzing the diversity of phenotypes based on morphological and molecular markers (RAPD), to provide basis for the development of new varieties of castor (Ricinus communis L.) in Indonesia. The plant material for flowering phenology was PRO accession, and 14 castor accesions of IPB collection were used for genetic diversity study. The first leaf of the sprouts was sampled for DNA extraction then used in RAPD analysis. The eight primers used in this study were OPE-3, OPE-19, OPE-20, OPH-13, OPH-14, OPM-2, OPM-5, and OPM-8. The observation on flowering phenology showed that castor was a monocieous plant indicating a cross-pollinated species. The PRO had inflorescence type 1 (gradient monoecism) according to Shifriss in William (1967) in which female flowers were located at distal part and male flowers were at proximal part. Flowers are incomplete and imperfect. Female flowers (averaged of 20 flower/raceme) opened for 3-6 days followed by male flowers averaged f 52 flower/raceme for 1-2 days. Fruit set was 100%, and fruit development last about 40 days. Based on morphological markers of plant height, petiole length, leaf length and leaf width, 100 grain weight, grain length, grain width, and grain thickness, the 14 accessions were significantly diversed. Weight of 100 grains of seed characters were supposed to be for selection because its high heritability value and wide genetic variability coeficient (KKG). There were correlation between characters of width and length of leaves (97%), plant height and stem diameter (86%), petiole and leaf length (90%), as well as petiole length and leaf width (88%), and seed shape and mature petiole color (83%). At similarity coefficient of the morphological characters (qualitative) of 0.85, the 14 accessions were classified into 6 groups i.e. group 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, Sur, and PHIL-4), group 2 (plam-1, PHIL-2, and LAB-1), group 3 (PHIL-13), group 4 (PON-2), group 5 (PRO), and group 6 (TAN-1). Primers amplification produced 49 bands comprising of 36 polymorphic bands (73.47%) and 13 monomorphic bands (26.53%). At 0.85 coefficient of similarity of molecular characters, the 14 accessions were classified into 5 groups, i.e. group 1 (plam-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, and PON-2), group 2 (THAI-101 and TAN-1), group 3 (PHIL-13), group 4 (PHIL-2), and group 5 (Sur). Characters of juvenile stem color, juvenile petiole color, and mature stem color can be used as morphological markers, as well as OPH-14 primer can be used as molecular markers to classify accessions. PHIL-13 had the potential character to be used as germplasm in further plant breeding activities.


(4)

RIA CAHYANINGSIH. Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.). Dibimbing oleh DARDA EFENDI, ENDAH RETNO PALUPI, dan MEMEN SURAHMAN

Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang fenologi pembungaan jarak kepyar, menganalisis keragaman fenotipe antar genotipe jarak kepyar dan hubungan kemiripan berdasarkan marka morfologi, keragaman genetik antar genotipe jarak kepyar, dan hubungan kemiripan berdasarkan marka molekuler untuk menyediakan informasi dasar bagi pengembangan varietas jarak kepyar Indonesia. Bahan tanaman yang digunakan adalah plasma nutfah (genotipe) jarak kepyar koleksi IPB. Genotipe yang digunakan dalam studi fenologi bunga adalah PRO, sedangkan karakterisasi menggunakan 14 genotipe. Daun dari kecambah pertama menjadi bahan untuk ekstraksi DNA dalam analisis RAPD. Delapan primer yang digunakan yaitu OPE-3, OPE-19, OPE-20, OPH-13, OPH-14, OPM-2, OPM-5, dan OPM-8. Pengamatan pada fenologi pembungaan menunjukkan bahwa jarak kepyar adalah tanaman monocieous dan menyerbuk silang, dengan tipe malai 1 menurut Shifriss dalam William, yaitu bunga betina terdapat di bagian distal, sedangkan bunga jantan di bagian proksimal. Individu bunganya termasuk bunga tidak sempurna dan tidak lengkap. Bunga betina (rata-rata berjumlah 20 bunga / malai) (rata-rata-(rata-rata mekar selama 3-6 hari diikuti dengan bunga jantan (rata-rata berjumlah 52 bunga /malai) yang mekar selama selama 1-2 hari. Keberhasilan pembuahan mencapai 100%, sedangkan pembentukan buah berlangsung selama 40 hari. Identifikasi keragaman genetik menggunakan marka morfologi menunjukkan karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun, bobot 100 butir, panjang biji, lebar biji, dan tinggi biji dapat membedakan 14 genotipe secara nyata. Karakter bobot 100 butir biji diduga dapat dijadikan untuk seleksi karena memiliki nilai heritabilitas tinggi dan nilai KKG luas. Karakter warna batang muda, warna tangkai daun muda, dan warna batang tua dapat digunakan sebagai marka morfologi yang dapat mengelompokkan genotipe. Pada nilai koefisien kemiripan 0.85 karakter morfologi (kualitatif), 14 genotipe yang diamati terbagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok 1 (BAG-1, PHIL-5, GRE, THAI-101, CIB-1, SUR, dan PHIL-4), kelompok 2 (PLAM-1, PHIL-2, dan LAB-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PON-2), kelompok 5 (PRO), dan kelompok 6 (TAN-1). Identifikasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler menghasilkan 49 pita yang terdiri atas 36 pita polimorfik (73.47%) dan 13 pita monomorfik (26.53%). Pada nilai koefisien kemiripan 0.85 karakter molekuler, genotipe yang diamati terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (PLAM-1, PRO, GRE, CIB-1, LAB-1, BAG-1, PHIL-4, PHIL-5, dan PON-2), kelompok 2 (THAI-101 dan TAN-1), kelompok 3 (PHIL-13), kelompok 4 (PHIL-2), dan kelompok 5 (SUR). Primer OPH-14 dapat digunakan sebagai marka molekuler yang dapat mengelompokkan genotipe. Berdasarkan karakterisasi morfologi dan analisis molekuler, genotipe PHIL-13 berpotensi untuk dijadikan bahan dalam kegiatan pemuliaan tanaman selanjutnya.


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

MENGGUNAKAN MARKA MORFOLOGI DAN MARKA MOLEKULER PADA TANAMAN JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.)

RIA CAHYANINGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(7)

(8)

Judul Tesis : Studi Fenologi pembungaan dan Keragaman Genetik

Menggunakan Marka Morfologi dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.)

Nama Mahasiswa : Ria Cahyaningsih

NRP : A253074021

Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Darda Efendi, MSi Ketua

Dr. Ir. Endah R. Palupi, MSc Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr

Anggota Anggota

Diketahui,

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(9)

Karya tulis ini kupersembahkan untuk ibunda dan ayahanda terkasih, serta teristimewa untuk suamiku tersayang.


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang telah dilaksanakan adalah Studi Fenologi Pembungaan dan Keragaman Genetik Menggunakan Marka Morfologi Dan Marka Molekuler Pada Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.).

Penulis sebagai mahasiswa menyadari banyak hal yang telah diperoleh selama studi di IPB. Berbagai pihak telah serta merta mendukung penulis dalam proses menyelesaikan studi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi, Dr. Endah R. Palupi, MSc, dan Dr. Ir. Memen Surahman, MScAgr yang berkenan menjadi komisi pembimbing, yang dengan tulus dan sabar telah memberikan ilmu, waktu, dan motivasi dalam membimbing penulis sejak awal penelitian sampai penulisan tesis;

2. Hibah Kompetitif Penelitian Kerjasama Internasional Dalam Rangka Publikasi Internasional Departemen Pendidikan Tinggi (tim Maryati Sari, SP., MSi, Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr., Dr. Ir. Tatiek Kartika Suharsi, MS) yang telah membiayai penelitian ini;

3. Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi yang telah memberikan peluang beasiswa untuk melanjutkan studi;

4. Bapak Jaegopal Hutapea, Bapak Nelson Sihotang, dan Ecoscience Investments, Pte. Ltd. yang telah baik hati memberikan beasiswa kepada penulis, selain kesempatan dan kepercayaannya untuk selama menjadi penanggungjawab kegiatan penelitian di kebun penelitian jarak pagar Cianjur selama 2 tahun penulis mengabdi di SBRC-IPB;

5. Dr. Desta Wirnas, SP., MSi selaku dosen penguji penulis dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. atas kritik dan sarannya yang membangun;

6. SBRC-LPPM IPB dan Kebun Raya Bogor yang telah menyediakan data cuaca setempat untuk melengkapi tugas akhir ini;


(11)

membantu dalam proses penelitian;

8. Ali Napiah (alm), Heru, Misnen, Teh Lasih, dan Mba Fifin yang telah meluangkan waktu dalam membantu penulis dalam proses penelitian;

9. Semua dosen PBT, teman PBT 2007-2008, rekan SBRC (terutama Fahmi, Daru, dan Mas Bayu), dan sahabat di kebun raya Bogor yang selalu mendukung penyelesaian studi penulis;

10.Dr. Izu Andry Fijridiyanto, Dr. Reni Lestari, Dr. Sri Rahayu, dan Dr. Joko Ridho Witono yang mendukung penyelesaian studi di tengah kegiatan di Kebun Raya Bogor;

Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang teramat mendalam kepada Mamah, Apa, dan Adik-adikku atas do’a, kasih sayang, dan motivasi, teristimewa kepada suami yang membantu dan menemani dengan penuh cinta dan sabar pada saat-saat penelitian hingga lulus, juga Eyang Kakung dan Eyang Putri (alm) dengan semua nasehat yang membuat penulis selalu memiliki semangat berusaha untuk menjadi diri yang lebih bermakna tiap waktu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan jarak kepyar.

Bogor, Juli 2011


(12)

Penulis dilahirkan di kota Cianjur, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Desember 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak R. Nur Susetio dan Ibu Euis Darsita. Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, dan kemudian lulus pada tahun 2007.

Selepas lulus, penulis bekerja sebagai staf peneliti dan dipercaya sebagai penanggungjawab beberapa kerjasama dengan perusahaan asing yang tertarik dengan penelitian jarak pagar (Jatropha curcas L.) ataupun jarak kepyar (Ricinus communis L.) di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (SBRC-IPB) selama 2 tahun (2007-2009). Pada tahun 2007, penulis adalah penanggungjawab pembangunan kebun penelitian di Cianjur dalam rangka kerjasama SBRC-IPB dan Ecoscience Investments, Pte. Ltd. kemudian selama periode 2008-2009, penulis adalah penanggungjawab penelitian jarak pagar di Cianjur. Pertengahan tahun 2008 sampai akhir 2009, penulis dipercaya sebagai penanggungjawab demplot penelitian jarak pagar dan penyuluh petani di Biak dan Sentani, Papua dalam rangka kerjasama SBRC-IPB dan Eco-Emerald (EcoCarbon dan The Eco-Emerald Planet). Pada tahun 2009, penulis termasuk salah satu tim yang memulai kerjasama penelitian untuk tanaman jarak kepyar dengan PT Better Earth Green Energy. Selain itu, penulis juga turut aktif dalam penelitian seputar pengembangan jarak pagar dengan tim Departemen Agronomi Hortikultura, IPB. Penulis memperoleh beasiswa dari Ecoscience Investments, Pte. Ltd. pada tahun 2007 untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor selama dua tahun. Pada tahun 2010, penulis mulai bekerja sebagai kandidat peneliti di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (PKT KR Bogor-LIPI).


(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar ... 5

Keanekaragaman Genetik dan Pemuliaan Tanaman Jarak Kepyar ... 6

Marka Morfologi dan Molekuler ... 9

RAPD ... 10

METODOLOGI ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat Penelitian ... 11

Rancangan Penelitian ... 12

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Studi Fenologi Pembungaan ... 21

Perkembangan Malai ... 22

Morfologi dan Perkembangan Bunga ... 24

Perkembangan Buah ... 29

Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Menggunakan Marka Morfologi ... 31

Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi ... 32

Korelasi antar Karakter Morfologi yang Diamati ... 50

Hubungan Kemiripan diantara Genotipe yang Diamati ... 52

Keragaman Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi ... 55

Identifikasi Hubungan Kemiripan Menggunakan Marka Molekuler ... 57

Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Molekuler ... 58

Hubungan Kemiripan diantara Genotipe yang Diamati ... 59

PEMBAHASAN UMUM ... 63

Sistem Reproduksi Jarak Kepyar ... 63

Keragaman Fenotipe 14 Genotipe Jarak Kepyar yang Diamati ... 64

Hubungan Kemiripan Berdasarkan Marka Morfologi Vs Marka Molekuler ... 65

SIMPULAN ... 67


(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(15)

Halaman

1. Daftar genotipe jarak kepyar yang digunakan (14) ... 11

2. Primer dan sekuen basa yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar ... 12

3. Bahan reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD pada jarak kepyar ... 18

4. Analisis ragam rancangan kelompok lengkap teracak ... 19

5. Suhu (T) dan kelembaban (RH) harian selama periode pengamatan studi fenologi pembungaan (Maret-Juni) ... 21

6. Perkembangan bunga betina ... 27

7. Perkembangan bunga jantan ... 27

8. Perkembangan buah ... 30

9. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar ... 33

10. Rekapitulasi hasil analisis ANOVA pada karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar ... 34

11. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase vegetatif pada 14 genotipe jarak kepyar ... 36

12. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase generatif pada 14 genotipe jarak kepyar ... 38

13. Nilai tengah karakter kuantitatif batang 14 genotipe jarak kepyar pada umur 6 bulan setelah dipindahtanam ... 39

14. Nilai tengah karakter kuantitatif daun 14 genotipe jarak kepyar padaumur 6 bulan setelah dipindahtanam ... 41

15. Nilai tengah karakter kuantitatif pada fase generatif morfologi 14 genotipe jarak kepyaryang diamati ... 46


(16)

dalam arti luas (h bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG)

karakter morfologi 14 genotipe jarak kepyar... 56


(17)

1. Fenotipe jarak kepyar. ... 6

2. Empat tipe malai tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) ... 7

3. Proses reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar ... 17

4. DNA ladder Vivantis 100 bp. ... 18

5. Beberapa jenis serangga yang membantu penyerbukan ... 22

6. Pertumbuhan panjang malai jarak kepyar... 23

7. Fase perkembangan malai... 24

8. Morfologi individu bunga ... 26

9. Fase perkembangan bunga betina ... 28

10. Fase perkembangan bunga jantan ... 28

11. Perkembangan ukuran buah jarak kepyar ... 29

12. Penampang melintang buah jarak kepyar ... 31

13. Kondisi per tanaman umur 1 bulan setelah dipindahtanam ... 31

14. Kondisi tanaman umur 4 bulan setelah dipindahtanam. ... 32

15. Hama yang menyerang pada tanaman jarak kepyar ... 32

16. Keragaman warna daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati ... 43

17. Keragaman warna daun muda pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati ... 43

18. Keragaman warna tangkai daun tua pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati. ... 44


(18)

pada 14 genotipe jarak kepyar yang diamati ... 48

21. Keragaman warna bakal buah dan ukurannya pada 14 genotipe

jarak kepyar yang diamati ... 48

22. Keragaman tipe malai 14 genotipe jarak kepyar yang diamati... 49

23. Keragaman warna rambut buah pada 14 genotipe jarak kepyar

yang diamati ... 49

24. Keragaman bentuk dan motif biji jarak kepyar yang diamati ... 50

25. Dendrogram berdasarkan hasil analisis karakter morfologi

(kualitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar ... 52

26. Hasil analisis komponen utama (AKU) dalam dua dimensi pada

karakter morfologi pada 14 genotipe jarak kepyar. ... 54

27. Karakter pola pita DNA skematik 14 genotipe jarak kepyar ... 58

28. Dendrogram berdasarkan analisis karakter molekuler (DNA)

pada 14 genotipe jarak kepyar ... 59

29. Hasil analisis komponen utama 14 genotipe jarak kepyar yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan


(19)

1. Deskripsi tiga varietas jarak kepyar yang dirilis oleh Balittas ... 75

2. Hasil uji kenormalan sebaran data tiap karakter morfologi (kuantitatif) pada 14 genotipe jarak kepyar ... 76

3. Matriks ketidakmiripan 14 genotipe jarak kepyar berdasarkan penanda morfologi ... 77

4. Koefisien kemiripan 14 genotipe jarak kepyar berdasarkan penanda molekuler ... 78

5. Nilai analisis komponen utama pada karakter morfologi ... 79

6. Karakter morfologi pembentuk komponen utama ... 79

7. Nilai komponen utama pada karakter molekuler ... 79

8. Karakter pita DNA pembentuk komponen utama ... 79

9. Rekapitulasi Hasil Amplifikasi Produk PCR dengan 9 Primer yang Diujikan... 80


(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L) telah dikenal sejak 4000 SM (Heywood et al. 2007). Bijinya sangat beracun dan telah dimanfaatkan dalam dunia herbal (Challoner 1990; Foster & Duke 1990) seperti tercatat dalam papyrus pada 1500 SM di Mesir (Chevallier 2001). Tanaman ini menjadi tanaman penghasil minyak yang penting (Atsmon 1989; Heywood et al. 2007) karena dapat memenuhi keperluan dunia akan asam lemak hidroksi (Atsmon 1989), yaitu untuk produksi lubrikan, cat, sabun, dan industri farmasi (Heyne 1987; Foster & Duke 1990; Heywood et al. 2007).

Saat ini, banyak industri besar yang memproduksi produk turunan dari minyak jarak kepyar sehingga permintaan terhadap produk ini tinggi. Jenis-jenis industri tersebut yaitu industri pelumas dan lemak, coating, bahan perawatan personal dan detergen, surfaktan, dan oleokimia. Kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand selama periode 2006-2007 tercatat oleh Oilworld (2010) memiliki permintaan terhadap minyak jarak kepyar terbesar di dunia, yaitu masing-masing berturut-turut sebesar 125, 38, 15, dan 14 (dalam 1000 ton), serta 9.5 ton oleh negara lainnya.

Di Indonesia, biji dan minyak jarak kepyar hanya diekspor tanpa pengolahan lebih lanjut. Berdasarkan data dari BPS (2007) dalam laporan Statistik Perkebunan Indonesia, kegiatan ekspor dan impor dilakukan pada minyak jarak kepyar dan minyak olahan jarak kepyar. Jepang, Malaysia, dan Belanda adalah negara tujuan ekspor minyak jarak kepyar, sedangkan Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat adalah tujuan ekspor jenis minyak olahan jarak kepyar. Menurut data yang sama Indonesia mengimpor minyak jarak kepyar dan jenis minyak olahan jarak kepyar dari Inggris, Thailand, Jepang, Singapura, dan India. Didasari aspek-aspek tersebut, industri minyak jarak kepyar merupakan industri yang berprospek dan perlu dikembangkan di Indonesia.

Berkaitan dengan hal ini, agro-industri tanaman jarak kepyar di Indonesia sudah mulai dikembangkan. Tetapi, hingga saat ini tanaman jarak kepyar yang berpotensi tinggi sebagai penghasil minyak jarak kepyar belum banyak


(21)

dibudidayakan secara komersial karena keterbatasan varietas yang dilepas oleh pemerintah. Kegiatan pemuliaan tanaman diperlukan untuk mendapatkan varietas unggul baru. Arah pemuliaan komoditas jarak kepyar di Indonesia adalah untuk meningkatkan produksi biji, kadar minyak, ketahanan terhadap hama, dan ketahanan terhadap kekeringan dan curah hujan tinggi (Mardjono 2000).

Produksi jarak kepyar di Indonesia saat ini masih rendah. Pada tahun 2008 produksi biji komoditas ini adalah 1000 ton, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil produksi India sebagai negara pengekspor hasil jarak kepyar tertinggi di dunia yaitu 1.123.000 ton (FAO 2010). Menurut Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), produksi biji jarak kepyar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1.442 ton dari luasan lahan tanam 6938 ha. Kandungan minyak jarak kepyar standar ekspor adalah lebih dari 47% sementara kandungan minyak kultivar yang telah dibudidayakan antara 42 – 58% (Tamin 1986). Kerugian hasil jarak kepyar disebabkan oleh hama utama jenis ulat Achaea janata L yang mencapai 40 – 50%. Pada tanaman yang masih kecil, hama ini menyebabkan kematian. Tanaman ini memerlukan 3 bulan basah, sementara pengembangan penanaman ditujukan ke daerah iklim kering dengan hujan terbatas (erratic). Selain itu pengembangan varietas ini akan dilakukan di daerah-daerah basah (Mardjono 2000).

Selain varietas unggul yang telah dilepas pemerintah, selama ini jarak kepyar masih berupa landrace-landrace yang belum jelas karakteristik dan mutunya. Jarak kepyar banyak dijumpai dengan fenotipe yang berbeda. Hal ini menandakan pentingnya informasi tentang keanekaragaman genetik jarak kepyar yang sebenarnya.

Karakterisasi kultivar jarak kepyar yang dilakukan berdasarkan deskripsi morfologi memungkinkan terjadi kesalahan karena deskripsi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan kesalahan manusia. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk estimasi variabilitas genetik adalah dengan menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler (marka molekuler). Penggunaan marka DNA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan teknik yang cepat dan mudah dilakukan. Hasil reaksi PCR berupa potongan DNA yang dengan mudah


(22)

dapat dipisahkan melalui teknik elektroforesis dan dapat dilihat dalam bentuk berbagai ukuran pita DNA (Henry 1997).

Dalam kegiatan ini selain karakterisasi kemiripan fenotipe dan molekuler, juga dikumpulkan informasi dasar tentang fenologi pembungaan jarak kepyar. Informasi dasar ini diharapkan akan dimanfaatkan untuk merencanakan program pemuliaan dan perbaikan potensi genetik tanaman jarak kepyar.

Tujuan

Secara umum kegiatan penelitian ini bertujuan menyediakan informasi dasar yang diperlukan bagi pengembangan varietas jarak kepyar Indonesia melalui tujuan khusus sebagai berikut:

a. Mempelajari fenologi pembungaan jarak kepyar di Bogor,

b.Mengetahui keragaman genetik dan hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar yang diamati berdasarkan marka morfologi,

c. Mengetahui hubungan kemiripan antar genotipe jarak kepyar yang diamati berdasarkan marka molekuler.


(23)

(24)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jarak Kepyar

Jarak kepyar (Ricinus communis L.) adalah tumbuhan semak tahunan (Soenardi 2000; Qiu & Gilbert 2008). Dalam bahasa Latin tanaman jarak kepyar disebut Ricinus yang artinya serangga, karena bentuk bijinya berbintik-bintik menyerupai serangga. Jarak kepyar berasal dari Afrika (Ethiopia), masuk ke Indonesia pada abad ke 16 bersamaan dengan masuknya bangsa Portugis.

Menurut Heyne (1987) tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) diklasifikasikan ke dalam famili Euphorbiaceae dan genus Ricinus. Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini diantaranya dikenal dengan nama dulang (Toba), jarak kaliki, kaliki (Sunda), jarak (Jawa), dan damar jarak (Timor).

Tanaman jarak kepyar merupakan salah satu jenis tanaman yang relatif toleran terhadap kekeringan (Soenardi 2000). Jarak kepyar sangat cepat tumbuh dan memperbanyak diri melalui bijinya. Tanaman ini banyak ditanam di ladang yang kurang subur (Rumphius dalam Heyne 1987).

Daun jarak kepyar berukuran lebar dan berbentuk menjari dengan 5-11 jumlah lekukan daun (Mardjono 2000; Foster & Duke 1990) dengan lekukan dangkal hingga dalam, warna hijau muda sampai hijau tua, juga berwarna kemerahan (Gambar 1). Batangnya berongga (Qiu & Gilbert 2008) dan beruas-ruas dengan variasi panjang hingga 20 cm, dapat memiliki lapisan lilin atau tidak, dan memiliki warna yang bervariasi juga dari hijau muda hingga hijau tua atau merah muda hingga merah kecoklatan (Mardjono 2000). Bunga terbentuk dalam tandan bunga, dengan tandan bunga terdapat di ujung batang ataupun cabang, dan kepala putik berwarna merah (Weiss 1971). Buah berbentuk bulat seperti kapsul, dapat berambut ataupun tidak (Mardjono 2000), dan akan pecah saat masak (Weiss 1971). Biji berbintik seperti serangga dan bentuknya variatif (Mardjono 2000). Kandungan minyak dalam biji jarak kepyar cukup tinggi, yaitu 45-55%, yang terdiri atas gliserida asam ricinoleat, ricin (protein), dan lektin (Chevallier 2001). Ricin menyebabkan biji jarak kepyar berbahaya jika dimakan karena dapat menyebabkan kematian (Challoner 1990; Foster & Duke 1990; Chevallier 2001).


(25)

Gambar 1. Fenotipe jarak kepyar. (a) susunan cabang dan tandan buah; (b) daun; (c) buah; dan (d) biji (Mardjono, 2000)

Jarak kepyar tersebar pada areal bercurah hujan rendah antara 300-700 mm/tahun. Jenis tanah tidak menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman ini. Tanaman ini lebih sesuai ditanam di tanah bertekstur ringan, yaitu lempung berpasir dan tanah yang beraerasi baik. Tanaman ini ramah lingkungan dan dapat memperbaiki mikroklimat setempat (Soenardi 2000).

Keanekaragaman Genetik dan Pemuliaan Tanaman Jarak Kepyar

Tanaman jarak kepyar berasal dari benua Afrika (Weiss 1971; Heyne 1987), yaitu di sekitar wilayah Afrika Timur (Chevallier 2001), kemungkinan dari Ethiopia (Weiss 1971). Daerah penyebaran jarak kepyar terletak antara 40° LU dan 40°LS, meskipun ada pula beberapa varietas hasil seleksi di Rusia yang dapat tumbuh dan berproduksi sampai 52°LU (Weiss 1971).

Jumlah kromosom somatik jarak kepyar 20 (Shifriss 1956; Sharma dalam

Goldbatt 1981; Vachova dalam Goldbatt 1981; Queiros dalam Goldbatt 1981) dengan set 2x (Richharia dalam Zimmerman 1958) dan 4x (Nemec dalam

Zimmerman1958). Jumlah kromosom gonosom n=5 (Nemec dalam Zimmerman 1958; Mehra dalam Goldbatt 1981; Koul et al. dalam Goldbatt 1981), dan n=10


(26)

(Richharia dalam Zimmerman 1958) sehingga tanaman ini dapat berupa tetraploid ataupun diploid.

Kumpulan bunga jarak kepyar membentuk malai yang disebut racemes

(Shifriss 1956; Bell & Bryan 2008). Tipe malai bunga racemes, memiliki satu sumbu monopodial, bunga yang memiliki pedikel (tangkai bunga) tumbuh pada sumbu tersebut(Bell & Bryan 2008). Malai jarak kepyar menunjukkan empat tipe diferensiasi seks yang berbeda, yaitu seluruh bunga betina di bagian distal (gradient monoecism) dan jantan di bagian proksimal, seluruhnya betina tanpa jantan, terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina distal, dan jantan betina selang-seling (Shifriss dalam William et al. 1967) (Gambar 2).

Gambar 2. Empat tipe malai tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.). Secara berturut-turut persegi dan lingkaran menunjukkan bunga betina dan bunga jantan (Shifriss dalam William 1967). Distribusi apical dari bunga betina (a), seluruhnya betina (b), terselingi bunga jantan di wilayah bunga betina apical (c), dan jantan betina selang-seling (d)


(27)

Adanya heterogenitas tanaman dalam suatu populasi ataupun antar populasi merupakan bahan dasar untuk pemuliaan tanaman jarak kepyar. Tingkat keragaman pada jarak kepyar tinggi karena tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk silang (Mardjono 2000).

Pemuliaan tanaman jarak kepyar yang dilakukan oleh Balittas (Mardjono 2000) dilaksanakan dengan metode seleksi massa dan hibridisasi. Prinsip metode seleksi massa adalah tidak memilih tanaman yang tidak sesuai dengan kriteria yang diharapkan (menyimpang). Dengan pengawasan dan seleksi yang ketat, dua sampai tiga generasi telah cukup dan dapat digunakan sebagai sumber biji. Sementara itu metode hibridisasi digunakan untuk pengembangan galur murni dan pengembangan hibrida. Galur murni diperoleh dengan mengisolasi tanaman terpilih agar tidak terjadi perkawinan silang. Pengembangan hibrida dilakukan dengan teknik persilangan tunggal, persilangan ganda, dan hibrida persilangan ganda dengan karakter khusus (Mardjono 2000).

Hasil penelitian Balittas (1994) tentang karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah jarak kepyar dari berbagai daerah, terlihat ada keragaman fenotipe pada tanaman ini yang meliputi warna batang maupun tangkai daunnya, lapisan lilin pada batang (tangkai daun maupun daunnya), buah mudah pecah atau sulit pecah, umur berbunga atau berbuah (genjah, sedang, atau dalam), dan ketahanan terhadap hama (terutama terhadap A. janata L).

Di Indonesia, pada saat ini sudah ada 3 varietas jarak kepyar yang sudah dilepas yaitu Asembagus 22 (Asb 22), Asembagus 60 (Asb 60), dan Asembagus 81 (Asb 81) (Mardjono et al. 1996), dengan deskripsi terlampir (Tabel Lampiran 1). Asembagus 22 diperoleh dari seleksi massa negatif dari populasi asal Dompu, Nusa Tenggara Timur. Asembagus 60 dan Asembagus 81 adalah hasil seleksi massa negatif dari populasi asal Desa Muneng, Probolinggo, Jawa Timur. Ketiga varietas ini dilepas oleh Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (Balittas), Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Malang (Mardjono 2000).

Di dunia, perkembangan penelitian pemuliaan jarak kepyar sudah pesat. Pemuliaan nonkonvensional telah banyak dilakukan terhadap komoditas ini, diantaranya studi transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium


(28)

tumefaciens (Sujatha 2005), particle gun (Sailaja 2008), dan transformasi gen

cry1EC (Sujatha et. al 2009). Kegiatan bioteknologi pendukung pemuliaan nonkonvensional juga telah dilakukan, misalnya isolasi full-length cDNA yang mengkode enolase sitosol (Blakeley 1994), cloning dan karakterisasi gen calreticulin (Coughlan 1997), dan mempelajari ekspresi gen albumin (Chen 2004).

Marka Morfologi dan Molekuler

Beberapa marka (penanda) dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan dan pola keanekaragaman genetik, seperti penanda morfologi (Talhinhas et al.

2006) dan molekuler (Alvarez et al. 2006). Penanda morfologi didasarkan pada pengamatan secara langsung fenotipe tanaman (Tanksley 1983), sedangkan penanda molekuler langsung berintegrasi dengan genetik dan menggambarkan keadaan genom yang sesungguhnya (Powel et al. 1996).

Penanda morfologi telah banyak digunakan dalam program dasar genetika maupun kegiatan pemuliaan tanaman. Meski demikian, terdapat beberapa kelemahan yang dimiliki penanda ini, yaitu dapat dipengaruhi lingkungan, memperlihatkan karakter menurun dominan/resesif, dan memiliki tingkat keanekaragaman (polimorfisme) rendah (Tanksley 1983). Kegiatan pemuliaan tanaman tidak cukup menggunakan penanda morfologi, diperlukan juga penanda molekuler. Penanda molekuler merupakan suatu penanda yang mampu membedakan setiap spesies tanaman atau genotipe tanaman tanpa dipengaruhi oleh lingkungan. Penggunaan penanda molekuler sangat bermanfaat untuk membandingkan berbagai klasifikasi baik berdasarkan analisis RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) maupun dengan analisis berdasarkan pada penanda lainnya seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), dan SSR (Simple Sequence Repeat) sehingga hasil klasifikasi akan lebih akurat (Weising et al. 1995). Sebagai contoh, penelitian molekuler dengan single nucleotide polymorphism (SNPs) untuk mengkaji keragaman genetik jarak kepyar telah dilakukan (Foster 2010).


(29)

RAPD

RAPD merupakan suatu cara untuk menganalisis keragaman genetik melalui amplifikasi DNA genom suatu tanaman dengan menggunakan primer acak tunggal. Keragaman genetik tanaman dilihat berdasarkan polimorfisme pita DNA yang berhasil diamplifikasi (Tingey et al. 1992). Penanda ini bersifat dominan, yaitu tidak bisa membedakan individu homosigot dan heterosigot karena memberikan hasil pita DNA yang sama (Ronning et al. 1995).

Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis RAPD yaitu oligonukleotida (primer), larutan buffer, Taq DNA polymerase, deoksiribonuklease triphosphate (dNTP) dan DNA cetakan. Templat DNA didenaturasi (denaturation) hingga ikatan doublehelix DNA terpisah melalui pemanasan pada 94˚C, setelah itu primer dapat memulai reaksi PCR. Primer menempel pada salah satu untai DNA (annealing) pada suhu 37 - 55˚C dan memulai reaksi pemanjangan untai DNA (extention) dengan bahan-bahan dNTP sebagai sumber utama nukleotida dalam reaksi pada suhu 72˚C. Siklus diulang beberapa kali dan setiap siklus menggandakan jumlah produk DNA yang diinginkan (Sambrook et al. 1989). Produk PCR akan diperoleh berupa fragment atau pita DNA (Williams et al.1991).

Aplikasi RAPD telah dilakukan pada banyak jenis tanaman. Pada tanaman hortikultura, analisis RAPD dilakukan pada pepaya (Satori et al. 2002), pisang (Surahman et al. 2005; Sukartini 2008), bawang putih (Hardiyanto et al. 2008), kelapa (Matondang, 2000), dan Phalaenopsis (Dwiatmini et al. 2003), pada tanaman kehutanan diantaranya pada bakau (Shorea laevis) (Siregar et al. 1998). Pada tanaman sefamili dengan jarak kepyar, RAPD telah dilakukan pada jarak pagar (Gupta et. al. 2008; Surahman et al. 2009; Susantidiana et al. 2009, Nisya 2010).


(30)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 - Juni 2011. Studi fenologi pembungaan dilakukan selama periode September 2010 - Juni 2011 di kebun pembibitan Kebun Raya Bogor, karakterisasi morfologi dilakukan selama periode Februari 2010 - Desember 2010 di kebun percobaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Citeureup, Bogor dan analisis RAPD dilakukan di Laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement), Institut Pertanian Bogor (IPB) selama periode Oktober 2010 - Februari 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah plasma nutfah jarak kepyar (Ricinus communis L.) koleksi IPB. Jumlah genotipe yang digunakan adalah 14 (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar genotipe jarak kepyar yang digunakan (14) No No. Genotipe Nama Genotipe Asal Genotipe

1 9 PLAM-1 Plampang-Sumbawa, NTB

2 11 LAB-1 Labuan-Sumbawa Besar, NTB

3 12 BAG-1 Warasaba-Lombok Timur, NTB

4 24 TAN-1 Labuan Haji-Lombok Timur, NTB 5 30 CIB-1 Cibadak-Sukabumi, Jawa Barat 6 74 PON-2 Babatan, Ponorogo, Jawa Timur

7 76 GRE Gresik, Jawa Timur

8 78 PRO Probolinggo, Jawa Timur

9 84 SUR Surabaya, Jawa Timur

10 15 PHIL-2 Filipina

11 56 PHIL-4 Filipina

12 57 PHIL-5 Filipina

13 65 PHIL-13 Filipina

14 13 THAI-101 Thailand

Bahan analisis RAPD yang digunakan adalah daun pertama dari kecambah jarak kepyar. Delapan primer digunakan dalam penelitian ini (Tabel 2). Tujuh primer diantaranya adalah primer yang digunakan dalam penelitian Nisya (2010) yang dilakukan pada tanaman jarak pagar (Jatrophacurcas L). Jarak pagar adalah tanaman yang sefamili dengan jarak kepyar. Selain itu, bahan yang digunakan


(31)

antara lain SIGMA-AldrichTM Extraction and dellution kit, aquabidestilata, campuran Chloroform dan Isoamilalkohol (CIA) 24:1, Etanol Absolut, PCR amplification reagents dari Vivantis, DNA ladder, gel agarose, buffer TAE (Tris Acetic acid EDTA) 1x, Loading die, dan Ethidium Bromide.

Peralatan pertanaman yang digunakan adalah alat budidaya secara umum, sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengamatan adalah meteran, penggaris, kaca pembesar, jangka sorong, dan timbangan digital. Peralatan yang digunakan dalam analisis RAPD adalah gunting, oven, water bath, microtube 2 ml, pelampung microtube, mikro pipet 1000 μl, mikro pipet 10 μl, mikro pipet 100 μl, rak tip dan microtube, centrifuge, desicator vacum pump, timbangan analitik, hot plate, labu erlemeyer, elektroforesis chamber, sisir gel, mesin PCR, mesin elektroforesis, dan UV transiluminator.

Tabel 2. Primer dan sekuen basa yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar

No. Primer Sekuen (5’-3’) Suhu melting (TM)

Suhu annealing (TA=TM-4)

1. OPE-3 CCAGATGCAC 29.2 25.2 2. OPE-19 ACGGCGTATG 36.2 32.2 3. OPE-20 AACGGTGACC 28.7 24.7

4 OPH-13 GACGCCACAC 34.6 30.6

5. OPH-14 AGGGTCGTTC 28.9 24.9 6. OPM-2 ACAACGCCTC 29.7 25.7 7. OPM-5 GGGAACGTGT 28.7 24.7 8. OPM-8 TCTGTTCCCC 28.7 24.7

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga kegiatan, yaitu: 1. Studi fenologi pembungaan

Studi fenologi pembungaan dilakukan pada genotipe PRO (nomor 78). Sampel tanaman yang diamati adalah tanaman yang memiliki bakal tunas yang akan berkembang lebih lanjut menjadi bunga. Bahan yang digunakan adalah kompos, sekam, pupuk urea (20 g), polibag, pestisida, herbisida dan fungisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

thermohygrometer, jangka sorong, mikroskop, dan kamera digital.

Pengamatan dilakukan setiap hari secara visual selama masa pembungaan terhadap malai dan individu bunga pada malai. Ulangan terdiri atas tiga


(32)

tanaman. Dari tiap tanaman, masing-masing diamati lima bunga betina dan bunga jantan. Variabel pengamatan pada studi fenologi pembungaan meliputi:

a. Panjang malai

Panjang malai diukur untuk mengetahui pertumbuhan malai saat pembentukan bunga berlangsung. Variabel ini diukur dari titik pertumbuhan hingga ke ujung malai yang dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm).

b. Lama individu bunga mekar

Lama individu bunga mekar diketahui berdasarkan selisih waktu antara waktu bunga mulai mekar hingga bunga layu.

c. Waktu bunga betina reseptif dan waktu antera bunga jantan pecah (anthesis)

Waktu bunga betina reseptif diketahui dari ciri-ciri bunga betina reseptif, diantaranya dilihat dari warna bagian bunga yang menarik, memiliki eksudat di kepala putik, atau memiliki aroma khas pada bunganya. Sementara itu, waktu antera bunga jantan pecah adalah jika kantong sari sudah pecah, dan serbuk sari keluar dari antera.

d. Lama malai mekar

Lama malai mekar diketahui berdasarkan selisih waktu antara waktu individu bunga pertama mekar hingga semua individu bunga mekar dalam satu malai.

e. Lama perkembangan buah

Lama perkembangan buah diperoleh dari waktu mulai bunga terserbuki hingga buah matang.

f. Panjang dan diameter buah (cm)

Panjang adalah sisi yang membujur, sedangkan diameter adalah sisi yang melintang. Pengukuran panjang dan diameter buah dilakukan untuk mengetahui perkembangan buah setelah peristiwa pembuahan.

Data lingkungan yang mendukung adalah suhu udara dan kelembaban udara yang diukur setiap hari selama masa pembungaan berlangsung. Suhu udara dan kelembaban udara yang diukur pada pagi hari, siang hari, dan malam hari dirata-ratakan dan dijadikan data lingkungan harian.


(33)

2. Analisis hubungan kemiripan dan keragaman genetik berdasarkan marka morfologi

Penelitian analisis hubungan kemiripan berdasarkan karakter morfologi di lapangan disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Faktor yang digunakan yaitu genotipe jarak kepyar yang terdiri atas 14 genotipe. Percobaan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah:

Yij = μ + i + j + εij, i: 1,2,3,...13 j: 1,2,3

Dengan: Yij = respon pengamatan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j μ = nilai tengah populasi

i = pengaruh genotipe ke-I; j = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada ulangan ke-j Pengamatan morfologi tanaman dilakukan setelah tanaman di dipindahtanam ke lapang, yaitu di kebun penelitian di Citeureup. Pengamatan marka morfologi dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif. Penentuan karakter kualitatif dan kuantitatif disesuaikan dengan yang dilakukan di Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (Balittas), Malang. Pengamatan di lapang terhadap karakter vegetatif dilakukan secara serentak pada saat tanaman berumur 6 bulan setelah dipindahtanam, sedangkan pengamatan terhadap karakter generatif dilakukan saat tanaman berumur 1 tahun.

Karakter kualitatif yang diamati terdiri atas:

a. Warna tangkai daun tua dan tangkai daun muda b. Warna batang tua dan batang muda

c. Lapisan lilin d. Bulu daun

e. Warna daun muda dan daun tua f. Tekstur daun

g. Bentuk ujung daun

h. Warna bunga betina dan bunga jantan i. Warna bakal buah

j. Warna rambut buah dan buah masak k. Bentuk biji dan warna biji


(34)

Setiap karakter kualitatif diamati secara visual, terutama warna. Sementara itu, karakter lain yang berkaitan dengan bentuk fisik diamati dengan visual dan juga indera peraba. Daun tua yang dipilih untuk diamati dalam penelitian ini adalah daun yang muncul pada tiga ruas batang pertama dari permukaan tanah, sementara daun muda adalah daun yang muncul pada tiga ruas batang dari atas pada tanaman yang sama tiap genotipe. Batang tua yang diamati dipilih dari tiga ruas batang pertama dari permukaan tanah, sedangkan batang muda adalah tiga ruas dari bawah.

Karakter kuantitatif yang diamati terdiri atas: a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari permukan tanah hingga titik tumbuh. b. Diameter batang (cm)

Diameter batang diukur pada batang dengan ketinggian satu pertiga tinggi batang dari permukaan tanah.

c. Panjang ruas batang tua dan batang muda (cm)

Panjang ruas batang tua dan batang muda masing-masing diukur dari ruas pada batang tua dan batang muda yang dipilih secara acak.

d. Panjang tangkai daun (cm)

Panjang tangkai daun diukur dari daun tua. e. Panjang dan lebar daun (cm)

Panjang dan lebar daun diukur dari daun tua. f. Jumlah jari daun (buah)

Jumlah jari daun dihitung dari daun tua. g. Jumlah buah per pohon (buah)

Jumlah buah per pohon diperoleh dari satu kali pengamatan dalam satu tahun. Buah yang masih hijau ataupun yang sudah menghitam dihitung jumlahnya secara serentak dari tiap tanaman per genotipe baik tanaman yang memiliki cabang ataupun tidak.

h. Lebar, panjang, dan tebal biji (cm)

Biji jarak kepyar berbetuk agak lonjong memanjang, namun sisi diameternya tidak bulat sempurna. Dimensi pengukuran yang dapat menggambarkan bentuk bijinya adalah lebar, panjang, dan tebal biji.


(35)

Lebar biji adalah sisi melintang terpanjang biji, sedangkan panjang biji adalah sisi yang membujur. Tebal biji menggambarkan sisi melintang terpanjang. Alat pengukur yang digunakan adalah jangka sorong.

i. Bobot 100 butir biji (g)

Biji yang ditimbang adalah yang dipanen secara bulk dari tiga tanaman per genotipe. Bobot 100 butir biji diperoleh dengan mengkonversikan bobot 10 butir biji, dengan rumus:

Bobot 100 butir biji = bobot 10 butir biji x 10

3. Analisis hubungan kemiripan berdasarkan marka molekuler

Analisis hubungan kemiripan genetik berdasarkan marka molekuler dilakukan terhadap plasma nutfah yang dikoleksi menggunakan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Pelaksanaan analisis RAPD tersebut meliputi beberapa tahapan yaitu isolasi DNA, amplifikasi DNA dengan PCR, dan elektroforesis.

a. Isolasi DNA (ekstraksi DNA)

Bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah daun pertama yang muncul dari kecambah jarak kepyar. Bahan digunting kecil sebesar kurang lebih 2 x 2 cm lalu dicacah, kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube 2 ml yang telah berisi cairan ekstrak dari kit SIGMA sebanyak 100 µL. Mikrotube dipanaskan pada suhu 95ºC selama 5 menit dalam waterbath. Setelah itu, ditambahkan larutan dilusi dari kit SIGMA sebanyak 100 µL, DD H2O sebanyak 300 µL, sambil dikocok

manual beberapa saat. Larutan tersebut, dipisahkan ke mikrotube baru dari sisa-sisa daun. Chloroform : Isoamyl alcohol (CIA=24 : 1) 200 µL ditambahkan ke dalam mikrotube tersebut kemudian dihomogenkan dengan vorteks mixer selama 1 menit. Sentrifugasi 15.000 rpm dilakukan selama 5 menit. Supernatan dipisahkan ke mikrotube 1.5 mL, kemudian ditambah ethanol absolut sebanyak 2 kali dari volume supernatan. Sentrifugasi 15.000 rpm selama 3 detik. Setelah itu DNA dikeringkan dengan cara membalik tabung di atas kertas tissue sampai


(36)

tidak ada tetesan. DNA dikeringkan dengan vacuum pump, selanjutnya dicairkan dengan 200 μl aquabides.

b. Amplifikasi DNA dengan PCR

Metode amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction

(PCR) dilakukan sesuai yang dilakukan Nisya (2010) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) yang sefamili dengan jarak kepyar. Tahapan PCR meliputi pre heat, denaturation, annealing, extention, dan pendinginan suhu. Tahapan, penggunaan proses PCR terdapat pada Gambar 3.

Keterangan: 1: menit, 11: detik, TA: suhu annealing (Tabel 2)

Gambar 3. Proses reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD jarak kepyar

Bahan reaksi yang digunakan dalam amplifikasi dengan PCR disajikan pada Tabel 3. Untuk amplifikasi DNA, 5 μl primer, 5 μl taqpol dari kit SIGMA dimasukkan ke dalam PCR tube dan diamplifikasi pada mesin PCR ASTEC Thermal Cycler PC 707. Proses amplifikasi ini dilakukan sebanyak 45 siklus, yaitu denaturasi selama 1 menit pada suhu 940C, annealing selama 1 menit pada suhu 360C dan extention selama 2 menit pada suhu 720C serta stop PCR / post PCR dilakukan pada suhu 720C selama 7 menit. Hasil dari amplifikasi ini dilanjutkan dengan elektroforesis.


(37)

Tabel 3. Bahan reaksi PCR yang digunakan dalam analisis RAPD pada jarak kepyar

Bahan reaksi PCR

Volume yang diambil dari

larutan stok (μl) Konsentrasi akhir

10 x Vivantis Buffer A 2 1x

2mM dNTP mix 0.8 0.08mM

50 mM MgCl2 0.6 1.5mM

Taq DNA polymerase (5 unit/μl) 0.24 3 unit

Double destilate water 6.36 -

Primer 5 2.5 pm/ μl

DNA (10pm/ μl) 5 -

Volume Total 20

c. Elektroforesis Produk PCR

Langkah elektroforesis dimulai dengan pembuatan gel agarose 1.5% 0,6 g dengan larutan TAE 1x 200 ml. Gel agarose dipasangi sekat pencetak dan sisir pelubang (pembentuk sumur), kemudian dilepaskan saat beku. Larutan TAE 1x ditambahkan sampai gel terendam.

Pelaksanaan tahap elektroforesis sama dengan proses pengujian DNA. Dengan perbandingan loading dye dan DNA adalah 10:2 DNA ladder disimpan pada salah satu sumur untuk mengukur pita – pita DNA yang akan dihasilkan dari masing -masing genotipe jarak kepyar. DNA ladder yang digunakan adalah Vivantis 100 bp (Gambar 4).

Gambar 4. DNA ladder Vivantis 100 bp

Elektroforesis dilakukan selama 90 menit pada voltase 90 V. Hasil elektroforesis divisualisasikan di atas ultra violet transiluminator dan didokumentasikan dengan kamera.


(38)

Analisis Data

1. Karakterisasi, analisis korelasi dan analisis keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi

Karakterisasi jarak kepyar berdasarkan karakter morfologi diperoleh melalui analisis statistik deskriptif dan analisis ragam. Data morfologi kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui tingkat keragaman tiap karakter. Alat analisis yang digunakan adalah SPSS 15.

Data kuantitatif dianalisis ragam ANOVA setelah sebelumnya dilihat sebarannya. Hasil analisis ragam yang berbeda nyata kemudian dianalisis lanjut dengan DMRT. Alat yang digunakan untuk analisis ANOVA adalah SAS 9.0.

Hasil ANOVA digunakan untuk analisis parameter genetik, yakni heritabilitas arti luas (h2bs) dan koefisien keragaman genetik (KKG) yang diduga menggunakan analisis komponen ragam.

Tabel 4. Analisis ragam rancangan kelompok lengkap teracak Sumber keragaman Derajat bebas (db) Kuadrat Tengah (KT) Nilai harapan

Ulangan (r) r-1

Genotipe (g) g-1 M2 σ2e + r. σ2g Galat (e) (g-1)(r-1) M1 σ2e

Pendugaan parameter genetik bertujuan untuk mengetahui potensi genetik genotipe tanaman yang diuji. Rumus parameter yang digunakan adalah sebagai berikut (Singh & Chaudhary 1979):

Ve = σ2e = KT Galat= M1

Vp = σ2

p = KT Genotipe = M2

Vg = σ2

g =

KKG =

h2bs =

dengan:

Vg = σ2g = ragam genotipe h2bs = heritabilitas dalam arti luas Vp = σ2p = ragam fenotipe

M1 = kuadrat tengah galat M2 = kuadrat tengah genotipe

r = ulangan = rataan umum

KKG = koefisien keragaman genetik


(39)

Pengelompokan nilai heritabilitas arti luas menurut Stansfield (1983): rendah (h2<20%), sedang (20%< h2≤50%), dan tinggi (50%< h2≤100%). Nilai duga koefisien keragaman genetik (KKG) dikelompokkan menurut Alnopri (2004), yakni sempit (0-10%), sedang (10%-20%), dan luas (>20%).

2. Analisis hubungan kemiripan diantara genotipe jarak kepyar yang diamati

Hubungan kemiripan diantara genotipe jarak kepyar dianalisis berdasarkan pada data karakter morfologi kualitatif dan RAPD. Hasil analisis kemiripan digunakan untuk analisis cluster. Hasil analisis cluster berupa dendrogram. Pada karakter morfologi, data yang digunakan untuk analisis cluster adalah data kualitatif. Alat yang digunakan adalah SPSS 15. Koefisien ketidakmiripan pada dendrogram hasil program SPSS diubah menjadi koefisien kemiripan, dengan acuan koefisien kemiripan bernilai 1 dikurangi nilai koefisien ketidakmiripan. Sementara, pada karakter molekuler (RAPD) dengan program NTSYSpc versi 2.02.

Profil pita DNA hasil analisis RAPD diskoring dengan cara nilai 0 (jika tidak ada pita) dan nilai 1 (jika ada pita) pada tingkat migrasi yang sama. Data dianalisis menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan metode SM (Simple Matching Coefficient) dari Sokal dan Sneath (dalam Rohlf 1998).

Analisis komponen utama (AKU) atau Principal Component Analysis

dilakukan untuk mengetahui sejumlah besar faktor-faktor utama yang dapat menjelaskan pengelompokkan 14 genotipe yang diamati. Selain itu, hasil AKU dapat digunakan untuk menjadi pembanding dengan jumlah kelompok yang dibentuk oleh dendrogram (hasil analisis hubungan kemiripan), seperti yang dilakukan pada penelitian yang menganalisis hubungan kemiripan pada tanaman manggis (Sulassih 2011). Alat yang digunakan adalah Minitab 14.


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Fenologi Pembungaan

Studi fenologi pembungaan jarak kepyar dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, dengan ketinggian lahan ± 260 m di atas permukaan laut (Subarna 2003). Curah hujan bulanan selama tahun 2011 (Januari-Juni) rata-rata sebesar 255.47 mm. Selama dua bulan pengamatan studi fenologi pembungaan suhu (T) dan kelembaban udara (RH) harian berfluktuasi, masing-masing berkisar 25-39 oC dan 34-80% (Tabel 5).

Tabel 5. Suhu rata-rata (T) dan kelembaban udara rata-rata (RH) harian selama periode pengamatan studi fenologi pembungaan (Maret-Juni)

Waktu Pengamatan T (ºC) RH (%) Tmin Tmax RHmin Rhmax

Pagi 27.74 69.28 25 32 51 80

Siang 33.58 49.77 29 39 34 75

Sore 28.42 66.08 25 32 52 80

Suhu udara pagi, siang dan sore hari memiliki kisaran yang luas, yaitu masing-masing antara 25-32ºC, 29-39ºC, dan 25-32ºC. Demikian juga dengan kelembaban udara (RH) pagi, siang dan sore hari, masing-masing berkisar antara 51-80%, 34-75%, dan 52-80%.

Tanaman untuk pengamatan fenologi mengalami etiolasi karena tidak mendapat penyinaran matahari sepanjang hari. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman relatif lambat, sehingga pembungaan pun lambat.

Jenis serangga yang menghampiri malai ataupun individu bunga yaitu beberapa jenis tabuan, lebah, semut, dan kupu-kupu (Gambar 5). Jenis tabu-tabuan dan lebah banyak ditemukan pada bunga betina dan bunga jantan yang sedang mekar, terutama pada pagi hari, sekitar pukul 8.00-10.00 pagi, sementara kupu-kupu tidak menunjukkan pola kunjungan yang tertentu. Semut ditemukan sepanjang waktu di sekitar benjolan pada tangkai daun atau pada batang (gland

=kelenjar). Seperti pada tanaman mangrove Aegialitis ataupun pisang, bagian

gland dapat mengeluarkan sekresi yang mengandung gula ataupun metabolit sekunder (Luttge 1971). Tabu-tabuan dan lebah diduga merupakan serangga yang membantu penyerbukan.


(41)

Gambar 5. Serangga yang mengunjungi bunga betina dan bunga jantan jarak kepyar: tabu-tabuan (a), lebah (b); semut (c); kupu-kupu (d)

Perkembangan Malai

Jarak kepyar merupakan tanaman monoecious, dengan bunga jantan dan betina terdapat dalam satu malai. Pucuk generatif dapat dibedakan dari pucuk vegetative secara visual. Pucuk generatif lebih membulat dan padat, sedangkan pucuk vegetatif lebih lonjong berujung runcing dan kurang padat.

Tipe malai tanaman jarak kepyar genotipe Pro sesuai dengan tipe pertama (gradient monoecism) menurut Shifriss dalam William et al. (1967), yaitu bunga betina terdapat pada bagian distal dan bunga jantan terdapat pada bagian proksimal. Genotipe yang sama yang ditanam di kebun Citeureup menunjukan pola malai yang sama. Tipe malai tersebut memberi indikasi bahwa penyerbukan (menempelnya serbuk sari ke kepala putik, yang letaknya lebih tinggi daripada antera pada satu malai) memerlukan vektor serbuk sari. Serangga diduga merupakan vektor serbuk sari yang potensial. Jika penyerbukan dibantu oleh angin, diduga kepala putik (bunga betina) akan mendapatkan serbuk sari dari bunga jantan malai yang lain.

Malai bunga jarak kepyar dikategorikan telah mekar setelah kuncup individu bunga mulai muncul. Pertumbuhan malai ditandai dengan pertambahan panjang malai (Gambar 6). Saat malai bunga muncul, pertumbuhan vegetatif tetap berjalan sehingga pola pembungaan tanaman ini termasuk indeterminate. Namun demikian, saat masa pembungaan, pucuk vegetatif tetap tumbuh dan tidak muncul pucuk yang baru. Pucuk vegetatif akan muncul kembali setelah masa pembungaan dari bagian samping (aksilar).


(42)

Gambar 6. Pertumbuhan panjang malai jarak kepyar

Gambar 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang malai terjadi pada 8-19 hari setelah malai mekar (HSMM). Pada kisaran waktu ini, individu-individu bunga bermunculan. Malai tidak bertambah panjang setelah hari ke 18 sampai buah masak pada hari ke 43 setelah malai mekar. Penyerbukan mulai terjadi pada kisaran 6 -8 hari setelah malai mekar (HSMM), yaitu saat antera pecah dan bunga betina mekar. Penyerbukan terjadi saat bunga betina pada 0 hari setelah anthesis (HSA). Jika dikonversikan, rata-rata 7 HSMM adalah sama dengan 0 HSA.

Pola mekar bunga dalam satu malai tidak beraturan, tidak selalu bunga paling ujung mekar lebih dulu daripada bunga pada pangkal. Bunga mulai mekar rata-rata sekitar empat hari setelah malai mekar. Lama mekar malai yang dimulai sejak bunga pertama mekar (bunga betina) sampai bunga terakhir (bunga jantan) rata-rata berlangsung sekitar 16 hari. Bunga betina dalam satu malai mekar selama 4 hari, sedangkan bunga jantan mekar selama 15 hari. Akan tetapi overlapping

antar mekar bunga betina dan jantan dalam satu malai hanya berlangsung selama dua hari, yang berpeluang terjadinya penyerbukan sendiri.

Secara visual, perkembangan malai dapat dibedakan menjadi 5 fase (Gambar 7), yaitu: a) saat pucuk mulai dapat diidentifikasi sebagai pucuk


(43)

generatif (fase 1, umur 0 hari), b) saat banyak kuncup individu bunga muncul (fase 2, umur 5-7 hari setelah fase 1), c) saat individu bunga mekar (fase 3, umur 9-11 hari setelah fase 1), d) saat semua bunga betina berkembang menjadi buah (fase 4, umur 14-16 hari setelah fase 1), dan saat buah mulai masak (fase 5, umur 44-46 hari setelah fase 1).

Gambar 7. Fase perkembangan malai: fase 1 (a); fase 2 (b); fase 3 (c); fase 4 (d); fase 5 (e)

Pada fase 1 pucuk generatif (malai) masih terbungkus kuncup daun. Kuncup malai baru mekar satu hari kemudian pada saat kuncup individu bunga betina bagian distal muncul. Saat ini disebut saat malai mekar (Gambar 7a). Kuncup-kuncup individu bunga, baik bunga betina ataupun bunga jantan mulai muncul pada lima sampai tujuh hari setelah malai mekar (Gambar 7b). Bunga betina dan jantan mulai mekar sekitar sembilan sampai 11 hari setelah malai mekar. Stigma (kepala putik) bunga betina yang berwarna kuning kemerahan tampak menjulur dan kelopak bunga jantan terbuka memperlihatkan benang sarinya (Gambar 7c). Bunga betina dalam satu malai mekar dalam 3-6 hari yang disusul dengan fase perkembangan buah. Semua ovarium bunga betina terlihat semakin besar (Gambar 7d). Buah pertama matang pada umur 44-48 hari setelah malai mekar. Buah yang sudah masak umumnya merekah (Gambar 7e) sehingga bji dapat terlempar ke luar.

Jumlah bunga betina dalam satu malai rata-rata 20, sedangkan jumlah bunga jantan rata-rata 52, sehingga rasio seks betina dan jantan adalah sekitar 1:2.5. Penelitian Shifriss (1956) terhadap beberapa varietas jarak kepyar juga menunjukkan hal yang sama, yaitu rasio seks betina dan jantan adalah 1:2.


(44)

Morfologi dan Perkembangan Bunga

Bunga jarak kepyar adalah bunga tidak lengkap. Satu individu bunga hanya memiliki organ generatif betina atau jantan saja. Dalam satu malai bunga, bunga hermaprodit ataupun rudimenter tidak ditemukan. Sejak awal pucuk malai mekar, kuncup bunga betina dapat dibedakan dari kuncup bunga jantan. Kuncup bunga betina lonjong dan meruncing ujungnya, sedangkan bunga jantan lebih membulat dan juga meruncing ujungnya (Gambar 8.1 dan Gambar 8.2). Selain itu, individu bunga jarak kepyar baik bunga jantan ataupun bunga betina adalah bunga tidak sempurna karena tidak memiliki organ perhiasan bunga yang lengkap seperti mahkota bunga.

Bunga betina jarak kepyar hanya terdiri atas pistil, dengan ovarium yang berduri dan kelopak bunga, tidak memiliki mahkota dan stamen (organ jantan). Pistil terdiri dari stigma (kepala putik) yang berwarna kuning kemerahan. Kepala putik berjumlah tiga dan masing-masing kepala putik terbelah dua hingga mencapai kepala putik, sehingga seolah-olah kepala putik bercabang lima atau enam dan cukup besar untuk menangkap serbuk sari. Pada saat bunga betina mekar kelopak bunga terbuka (mekar) dan kepala putik yang berwarna kuning kemerahan mulai menjulur (Gambar 8.1b). Ovarium memiliki tiga ruang yang masing-masing mengandung satu ovul (Gambar 8.1c).

Bunga jantan terdiri atas kelopak bunga, filamen (tangkai sari) dan kotak sari yang berwarna kuning, tanpa mahkota bunga dan pistil (organ betina). Benang sari terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 (Gambar 8.2b). Tipe 1 memiliki dua cabang, tiap cabang memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 2 memiliki dua cabang dan salah satu cabangnya memiliki dua ranting, dan tiap ranting memiliki delapan kotak sari. Tipe 3 memiliki dua cabang dan tiap cabang memiliki delapan kotak sari. Tipe 1 dan tipe 2 terletak di bagian tengah (aksilar) dalam bunga jantan, sedangkan tipe 3 terletak di bagian samping (peripheral). Tipe 3 mendominasi benang sari dalam satu bunga. Satu bunga jantan rata-rata memiliki 17 benang sari. Jika dalam satu bunga jantan, semua benang sari bertipe 1 maka jumlah kotak sari yang terdapat dalam satu bunga jantan berkisar 272, sedangkan jika semua benang sari bertipe 3 maka jumlah kotak sari mencapai 544 dalam satu bunga jantan.


(45)

Gambar 8. Morfologi individu bunga. Bunga betina (8.1-atas); Kuncup bunga betina (a); Bunga betina yang sedang mekar, kepala putik bercabang lina dan berwarna kuning kemerahan (b); Bunga diiris melintang (c). Bunga jantan (8.2-bawah): Kuncup bunga jantan (a); Tiga tipe benang sari (b); diagram tiga tipe benang sari (c)

Bunga betina pertama mekar rata-rata pada 4 hari setelah pucuk malai mekar. Saat mekar, kelopak bunga membuka dan kepala putik bunga betina menjulur keluar (Tabel 6). Bunga jantan rata-rata baru mekar 6 hari setelah pucuk malai mekar. Periode mekar keseluruhan bunga betina dalam satu malai adalah sekitar empat hari, sedangkan periode mekar keseluruhan bunga jantan dalam satu malai adalah sekitar 15 hari. Kepala putik diduga reseptif sehari setelah bunga betina mekar, yang ditandai dengan warna kepala putik bagian dalam yang kemerahan yang berlangsung 1-2 hari. Individu bunga betina mekar selama 3-6 hari, sedangkan individu bunga jantan selama 1-2 hari. Kepala sari pecah pada hari yang sama bunga jantan mekar, dan pada keesokan harinya berubah menjadi kecoklatan sebagai indikasi bahwa serbuk sari sudah tidak viabel (Tabel 7).


(46)

Tabel 6. Perkembangan bunga betina

Fase Keterangan

Kuncup bunga Panjang 5-5.5 mm, diameter 2.5-3 mm, berwarna hijau, bentuk bulat lonjong dan berujung runcing. Panjang tangkai sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9a).

Bunga mulai mekar (sebelum putik mencapai reseptif)

Kelopak bunga mulai membuka, kepala putik yang berwarna hijau kekuningan atau kuning mulai menjulur, dengan panjang 1-3 mm. Kelopak bunga terpisah, ovarium berduri, kepala putik menjulur semakin panjang, sekitar 1-3 cm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 9b).

Mekar reseptif Kelopak bunga terpisah, ovarium terlihat seluruhnya, kepala putik menjulur panjang sekitar 8-9 mm, berwarna kuning dan kemerahan di bagian tengah. Fase ini berlangsung selama 1-2 hari (Gambar 9c).

Pasca reseptif Kepala putik berwarna kuning kemerahan dengan ujung layu dan menghitam, ovarium mulai membesar (Gambar 9d).

Tabel 7. Perkembangan bunga jantan

Fase Keterangan

Kuncup bunga Panjang 3-4.5 mm, diameter 3-4 mm, berwarna hijau, bentuk bulat dan berujung runcing. Panjang tangkai bunga sekitar 3-5 mm. Fase ini berlangsung selama 2-4 hari (Gambar 10a).

Bunga mulai mekar (sebelum antera pecah)

Kelopak bunga mulai membuka dan terpisah saat mekar, tangkai sari berwarna kuning, kumpulan tangkai sari yang banyak tampak padat berkelompok. Kepala sari berwarna kuning mengkilat. Fase ini berlangsung selama ½ hari (Gambar 10b)

Mekar anthesis Kelopak bunga terpisah. Tangkai sari yang berwarna kuning mulai renggang satu sama lain. Kepala sari pecah dan polen keluar. Fase ini berlangsung selama 1 hari (Gambar 10c).

Pasca anthesis Kepala sari berwarna kuning kecoklatan, kelompok filamen tampak renggang. Lama-kelamaan bunga jantan mengering dan menghitam, bahkan sebagian mulai rontok. Fase ini dimulai sejak 1 hari setelah mekar anthesis (Gambar 10d).


(47)

Gambar 9. Fase perkembangan bunga betina


(48)

Perkembangan Buah

Perkembangan buah dimulai sejak bunga betina mekar dan mengalami penyerbukan (1 hari setelah anthesis/HSA). Pasca penyerbukan, ujung kepala putik layu dan menghitam, sedangkan bunga jantan mengering, menghitam dan rontok. Perkembangan buah yang ditandai dengan mulai membesarnya bakal buah hingga buah matang dan biji mencapai masak fisiologis berlangsung sekitar 43 hari (Gambar 11). Panjang dan diameter buah digunakan sebagai parameter yang menggambarkan perkembangan buah.

Gambar 11. Perkembangan ukuran buah jarak kepyar

Perkembangan buah paling pesat terjadi pada 7 HSA hingga 17 HSA (Gambar 11), pada saat panjang dan diameter bertambah. Pada fase ini diduga pembentukan dan perkembangan embrio terjadi, kadar air dan berat basah biji meningkat pesat, sebagai akibatnya ukuran buah bertambah. Hal ini berlangsung sampai biji mencapai matang morfologi. Matang morfologi diduga terjadi pada 17 HSA karena ukuran buah mencapai maksimum. Pada 18 HSA sampai 32 HSA pertumbuhan sangat lamban, yang merupakan indikasi fase penumpukan cadangan makanan. Pada fase ini umumnya berat kering buah meningkat. Pada 32


(49)

HSA sampai 43 HSA ukuran buah sedikit menurun, yang menunjukkan terjadinya penurunan kadar air buah, sebagai indikasi akhir perkembangan buah yaitu benih mencapai masak fisiologi. Berat kering mencapai maksimum karena kadar air menurun saat pemasakan embrio (Kermode 1990; Utomo 2008). Buah masak rata-rata pada umur 40 HSA yang ditandai dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman dan telah mengering (Tabel 8).

Tabel 8. Perkembangan buah

Umur Keterangan

10 HSA Warna rambut hijau muda, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujungnya coklat, cangkang biji melekat pada ruang (carpel). Biji sudah terbentuk berwarna putih dan lunak, kulit biji lunak dan berwarna putih kekuningan. (Gambar 12a).

19 HSA Warna rambut buah hijau, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat. Cangkang biji melekat pada ruang (carpel) dan menempel dengan biji, agak keras, dan berwarna kuning, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) masih lunak dan transparan (Gambar 12b).

30 HSA Warna rambut buah hijau tua, warna kepala putik yang menjulur masih sedikit merah di bagian dalam sedangkan bagian ujung berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna kuning terang, kulit biji agak keras dan berwarna coklat kehitaman. Biji berwarna putih, bagian tengah biji (embrio) sedikit transparan (Gambar 12c).

40 HSA Warna rambut buah hijau tua kecoklatan, warna kepala putik sebagian besar berwarna coklat, cangkang biji menempel pada ruang (carpel), keras, dan berwarna putih kekuningan. Kulit biji keras dan berwarna hitam, warna biji putih. Kulit buah mulai pecah (Gambar 12d).

Keterangan: HSA= Hari Setelah Anthesis

Pembentukan buah secara alami mencapai 100%. Jumlah buah per malai yang terbentuk rata-rata 20. Panjang tangkai buah berkisar antara 2-4.6 cm. Warna kulit buah berangsur-angsur berubah dari hijau, hijau tua, hingga coklat kehitaman sesuai dengan perkembangan buah (Gambar 12). Saat buah berwana coklat kehitaman diduga sebagai ciri buah telah mencapai masak fisiologis.


(50)

Gambar 12. Penampang melintang buah jarak kepyar; umur 10 HSA (a); umur 19 HSA (b); umur 30 HSA (c); umur 40 HSA (d)

Identifikasi Hubungan Kemiripan Genetik Berdasarkan Marka Morfologi

Penelitian karakterisasi morfologi dilaksanakan di kebun penelitian Citeureup dengan ketinggian lahan ± 168 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per bulan, suhu udara rata-rata, suhu tanah, radiasi matahari rata-rata dan kadar air tanah selama penelitian berlangsung berturut-turut adalah 349 mm, 24.19ºC, 26.48 ºC, 169.58 (W/m2), dan 0.22 (m3/m3).

Pada bulan pertama setelah dipindahtanam, banyak tanaman yang pertumbuhannya terganggu sehingga menjadi kerdil karena curah hujan yang tinggi (Gambar 13). Curah hujan tinggi menyebabkan sungai di samping pertanaman jarak kepyar meluap. Luapan air sungai menyebabkan sebagian pertanaman terendam sehingga ada beberapa tanaman yang mati. Meskipun demikian, terdapat sekitar 80-90% tanaman mampu hidup dan terlihat tumbuh dengan baik pada 4 bulan setelah tanam (Gambar 14).

Gambar 13. Kondisi per tanaman umur 1 bulan setelah dipindahtanam: sehat (a); rebah (b); kerdil (c); mati (d)


(51)

Gambar 14. Kondisi tanaman umur 4 bulan setelah dipindahtanam

Gangguan hama terjadi ketika memasuki musim panas dan saat tanaman mulai berbunga. Hama yang menyerang terdiri atas ulat dan keong (Gambar 15). Teknik pengendalian mekanis (manual) dilakukan untuk mengatasi serangan hama-hama tersebut.

Gambar 15. Hama yang menyerang pada tanaman jarak kepyar: ulat bulu (a); ulat jengkal (b); keong (c)

Keragaman Genotipe Berdasarkan Karakter Morfologi

Keragaman morfologi 14 genotipe jarak kepyar yang diamati terdiri atas karakter kuantitatif dan kualitatif. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar dan hasil analisis ANOVA karakter kuantitatif pada 14 genotipe jarak kepyar masing-masing disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.


(52)

Tabel 9. Keragaan karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar

Karakter Rata-rata Std Min. Maks. Kisaran Tinggi tanaman (cm) 63.55 41.86 10.20 171.00 160.80 Diameter batang (cm) 1.48 0.66 0.48 3.82 3.34 Panjang ruas batang muda (cm) 3.06 2.23 0.20 10.00 9.80 Panjang ruas batang tua (cm) 3.16 3.47 0.90 22.00 21.10 Panjang tangkai daun (cm) 22.43 11.64 1.20 42.00 40.80 Panjang daun (cm) 25.58 10.27 2.20 44.30 42.10 Lebar daun (cm) 27.06 11.13 1.70 44.00 42.30 Jumlah jari daun 8.37 1.00 1.00 10.00 4.00 Jumlah buah per pohon 46.18 22.30 8.00 90.00 82.00 Bobot 100 butir biji 23.1 16.00 3.60 68.00 64.4 Panjang biji (cm) 1.19 0.15 0.15 1.75 0.73 Lebar biji (cm) 0.74 0.21 0.21 1.39 0.93 Tebal biji (cm) 0.52 0.10 0.10 0.76 0.34 Keterangan: Std: simpangan baku; Min: nilai minimum; Maks: nilai maksimum

Hasil perhitungan statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, nilai minimum, dan kisaran dari ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati (Tabel 9). Dari 13 karakter yang diamati, tinggi tanaman memiliki kisaran yang paling luas, yaitu 160.80 dengan nilai minimum 10.20 cm dan nilai maksimum 171.00 cm. Namun demikian, varietas yang telah dilepas pemerintah (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) adalah tanaman yang tinggi lebih tinggi daripada semua genotipe yang diamati karena memiliki nilai minimum dan maksimum yang lebih tinggi (200-350 cm) (Tabel Lampiran 1).

Bobot (berat) 100 butir biji ke-14 genotipe jarak kepyar yang diamati memiliki kisaran berat 100 biji 3.60-68.00 g. Berbeda dengan ketiga varietas yang dilepas oleh Balittas (Asembagus 22, Asembagus 60, dan Asembagus 81) yang memiliki kisaran berat 100 biji 34-40 g. Diduga terdapat genotipe yang lebih unggul diantara 14 genotipe jarak pagar yang diamati dalam karakter bobot biji ataupun karakter yang berkaitan dengan bobot biji dibanding ketiga varietas yang telah dilepas oleh pemerintah.


(53)

Tabel 10. Rekapitulasi hasil analisis ANOVA pada karakter kuantitatif 14 genotipe jarak kepyar

Karakter KTgenotipe KTgalat KK Pr>F Tinggi tanaman 3173.90 1044.41 50.85 0.0105* Diameter batang 0.57 0.38 41.93 0.1961 Panjang ruas batang muda 7.18 4.05 65.80 0.1139 Panjang ruas batang tua 12.29 11.31 106.30 0.4172 Panjang tangkai daun 235.89 87.31 41.65 0.0193* Panjang daun 173.47 74.48 33.73 0.0388* Lebar daun 209.45 84.37 33.95 0.0291* Jumlah jari daun 1.33 0.89 11.28 0.1991 Jumlah buah per pohon 284.91 752.92 59.42 0.9342 Bobot 100 butir biji 7.31 0.05 9.48 <.0001** Panjang biji 0.0614 0.0024 6.44 <.0001** Lebar biji 0.1319 0.0030 7.46 <.0001** Tebal biji 0.0239 0.0025 9.69 <.0001** Keterangan: KK: Koefisien keragaman; *=nyata pada taraf kepercayaan 95%; **=sangat nyata

pada taraf kepercayaan 95%

Nilai koefisien keragaman (KK) pada Tabel 10 menunjukkan seberapa baik keadaan percobaan yang beragam tergantung jenis percobaan, tanaman, dan karakter yang diukur (Gomez dan Gomez 1995). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa nilai KK tinggi (KK>30%) dimiliki oleh karakter diameter batang, panjang ruas batang muda, panjang ruas batang tua, panjang tangkai daun, dan jumlah buah per pohon. Transformasi data pada karakter dengan nilai KK yang tinggi tidak dilakukan karena semua karakter sudah menyebar normal (Tabel Lampiran 2).

Koefisien keragaman yang tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak stabil. Pertanaman yang sempat mengalami kondisi stres karena terendam saat musim hujan di awal pertumbuhannya diduga menyebabkan respon pertumbuhan tiap genotipe berbeda-beda. Beberapa genotipe diduga mungkin tumbuh dan berkembang tidak sebaik potensi genotipenya.

Secara statistik karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun berbeda nyata (0.01>F>0.05) pada genotipe jarak kepyar, sedangkan bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji berbeda sangat nyata (0.01<F) (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter vegetatif yang terdiri atas tinggi tanaman, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun. Selain itu genotipe


(54)

berpengaruh sangat nyata pada karakter generatif yang terdiri atas bobot 100 butir biji, panjang biji, lebar biji, dan tebal biji. Sesuai dengan hasil penelitian pada tanaman jarak pagar (tanaman yang sefamili dengan jarak kepyar) bahwa perbedaaan genotipe berpengaruh nyata pada panjang tangkai daun (Nisya 2010), dan panjang biji serta bobot 100 biji (Arisanti 2010).

Karakter kualitatif yang diamati secara visual baik karakter vegetatif ataupun karakter generatif beragam. Keragaman terlihat di dalam populasi secara keseluruhan, bahkan di dalam genotipe itu sendiri. Hasil penelitian mengenai karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah jarak kepyar dari berbagai daerah yang dilakukan oleh Balittas (1994), terlihat ada keragaman karakter vegetatif pada tanaman ini diantaranya meliputi warna batang dan tangkai daunnya. Hal ini tampak pada warna batang dan tangkai daun 14 genotipe jarak kepyar yang diamati, yaitu baik pada bagian tanaman yang masih muda ataupun sudah tua (Tabel 11). Warna dan bentuk biji, serta tipe malai jarak kepyar yang diamati juga beragam (Tabel 12). Tingkat keragaman pada jarak kepyar tinggi karena tanaman ini merupakan tanaman menyerbuk silang (Shifriss 1956, Mardjono 2000). Namun demikian, keragaman yang tampak ini (fenotipe) selain dikendalikan oleh ragam genetik, masih dikendalikan oleh ragam lingkungan dan ragam interaksi dan lingkungan.


(55)

Tabel 11. Beberapa keragaman karakter kualitatif pada fase vegetatif pada 14 genotipe jarak kepyar Kode

genotipe

Warna tangkai daun tua

Warna tangkai muda

Warna batang tua

Warna batang

muda Warna daun muda

Warna daun tua PLAM-1 Merah muda Hijau Abu-abu Hijau kemerahan Hijau kemerahan Hijau

Hijau kemerahan Hijau Merah keunguan Hijau

Merah kehijauan Hijau

LAB-1 Hijau Hijau Abu kehijauan Hijau Hijau Hijau tua

Merah muda Hijau muda Merah keunguan

Merah keunguan Hijau kekuningan

Hijau

Hijau kemerahan Merah kehijauan

BAG-1 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua

Coklat Hijau

THAI-101 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua

Merah Hijau

Merah kehijauan

PHIL-2 Hijau Hijau Hijau Hijau kekuningan Hijau Hijau

Hijau muda Abu-abu Hijau Merah kehijauan

TAN-1 Merah tua Hijau kemerahan Ungu muda Merah keunguan Merah kehijauan Hijau tua

Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau

CIB-1 Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau Merah kehijauan Merah tua Merah kehijauan Hijau tua PHIL-4 Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Merah kehijauan Hijau

Hijau kemerahan

PHIL-5 Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua

Merah Merah kehijauan Hijau


(56)

Kode genotipe

Warna tangkai daun tua

Warna tangkai muda

Warna batang tua

Warna batang muda

Warna daun muda

Warna daun tua PHIL-13 Merah tua Merah Ungu Merah Merah kehijauan Hijau tua

Merah muda Hijau Abu-abu Hijau Hijau

Hijau Kuning kehijauan

PON-2 Merah tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau

Hijau kemerahan Abu-abu Merah Hijau tua

Kehijauan

GRE Merah tua Merah kehijauan Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau

Hijau kemerahan Merah kehijauan Hijau tua

PRO Merah tua Hijau kemerahan Abu-abu Merah kehijauan Hijau kemerahan Hijau tua Merah kehijauan Coklat Merah kehijauan Hijau SUR Merah tua Merah Abu-abu Merah keunguan Hijau kemerahan Hijau tua

Merah kehijauan Merah kehijauan

37


(1)

Kode genotipe : PHIL-5

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua Warna tangkai muda : merah kehijauan Warna batang tua : abu-abu

Warna batang muda : merah keunguan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : hijau kemerahan

merah kehijauan

Warna daun tua : hijau tua Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip Warna bunga betina : merah

Warna bakal buah : putih kekuningan Warna bunga jantan : kuning

Warna rambut buah : hijau Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips

Warna biji : hitam blirik abu-abu Tipe malai bunga : A

Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 26-39 Keliling pangkal batang (cm) : 2.7-3 Diameter batang (cm) : 0.86-0.96 Panjang ruas batang muda (cm) : 1-1.4 Panjang ruas batang tua (cm) : 3.8-6.7 Panjang tangkai daun (cm) : 5.5-16.5

Panjang daun (cm) : 14-21

Lebar daun (cm) : 18.8-23.6

Jumlah jari daun : 6-8.0

Jumlah buah per pohon : 18-70 Bobot 100 butir (g) : 14.10-15.60 Panjang biji (cm) : 1.17-1.31

Lebar biji (cm) : 0.70-0.76


(2)

Kode genotipe : PHIL-13

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua

hijau

Warna tangkai muda : merah hijau Warna batang tua : ungu

abu-abu

Warna batang muda : merah

hijau

kuning kehijauan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : merah kehijauan Warna daun tua : hijau tua

hijau

Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip Warna bunga betina : (data hilang) Warna bakal buah : (data hilang) Warna bunga jantan : (data hilang)

Warna rambut buah : hijau tua kemerahan Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips membulat Warna biji : coklat blirik putih Tipe malai bunga : (data hilang) Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 10.2-39 Keliling pangkal batang (cm) : 1.5-4.8 Diameter batang (cm) : 0.48-1.53 Panjang ruas batang muda (cm) : 0.2-1.5 Panjang ruas batang tua (cm) : 0.9-4.5 Panjang tangkai daun (cm) : 1.8-28.8

Panjang daun (cm) : 13-36

Lebar daun (cm) : 17.8-29.2

Jumlah jari daun : 6-9

Jumlah buah per pohon : 32

Bobot 100 butir (g) : 62.70-68.00 Panjang biji (cm) : 1.54-1.75

Lebar biji (cm) :1.28-1.39


(3)

Kode genotipe : PON-2

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua Warna tangkai muda : merah kehijauan

hijau kemerahan Warna batang tua : coklat

abu-abu

Warna batang muda : merah kehijauan merah keunguan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : hijau kemerahan Warna daun tua : hijau

hijau tua Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip Warna bunga betina : merah

Warna bakal buah : putih kekuningan Warna bunga jantan : kuning

Warna rambut buah : hijau Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips

Warna biji : hitam blirik abu-abu Tipe malai bunga : C

Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 95-100 Keliling pangkal batang (cm) : 6.7-7 Diameter batang (cm) : 1.91-2.23 Panjang ruas batang muda (cm) : 4-10.0 Panjang ruas batang tua (cm) : 1.5-2.5 Panjang tangkai daun (cm) : 28.5-40.2 Panjang daun (cm) : 27-43 Lebar daun (cm) : 39.5-42.4

Jumlah jari daun : 9-10

Jumlah buah per pohon : 48-90 Bobot 100 butir (g) : 17.00-20.20 Panjang biji (cm) : 1.23-1.24 Lebar biji (cm) : 0.69-0.79 Tebal biji (cm) : 0.47-0.49


(4)

Kode genotipe : GRE

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua Warna tangkai muda : merah kehijauan

hijau kemerahan Warna batang tua : abu-abu

Warna batang muda : merah keunguan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : hijau kemerahan

merah kehijauan

Warna daun tua : hijau hijau tua Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip Warna bunga betina : merah

Warna bakal buah : putih kekuningan Warna bunga jantan : kuning

Warna rambut buah : hijau Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips

Warna biji : hitam blirik abu-abu Tipe malai bunga : A

Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 34.5-87.5 Keliling pangkal batang (cm) : 2.9-5.8 Diameter batang (cm) : 0.92-1.85 Panjang ruas batang muda (cm) : 1.7-7 Panjang ruas batang tua (cm) : 1.3-1.8 Panjang tangkai daun (cm) : 17-33

Panjang daun (cm) : 16.5-34

Lebar daun (cm) : 18.8-41

Jumlah jari daun : 8-9

Jumlah buah per pohon : 41-86 Bobot 100 butir (g) : 20.40-21.50

Panjang biji (cm) : 1.10-1.14

Lebar biji (cm) : 0.46-0.67


(5)

Kode genotipe : PRO

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua Warna tangkai muda : hijau kemerahan

merah kehijauan Warna batang tua : abu-abu

coklat

Warna batang muda : merah kehijauan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : hijau kemerahan merah kehijauan Warna daun tua : hijau tua

hijau Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip

Warna bunga betina : merah kekuningan Warna bakal buah : putih kekuningan Warna bunga jantan : kuning

Warna rambut buah : hijau Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips

Warna biji : coklat tua blirik abu-abu Tipe malai bunga : A

Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 30-160 Keliling pangkal batang (cm) : 2.4-12 Diameter batang (cm) : 0.76-2.82 Panjang ruas batang muda (cm) : 1-5.0 Panjang ruas batang tua (cm) : 1-3.2 Panjang tangkai daun (cm) : 13.3-35.1 Panjang daun (cm) : 16.2-38

Lebar daun (cm) : 18.4-39

Jumlah jari daun : 8-9

Jumlah buah per pohon : 26-60 Bobot 100 butir (g) : 20.10-20.50 Panjang biji (cm) : 1.13-1.16

Lebar biji (cm) : 0.68-0.70


(6)

Kode genotipe : SUR

Karakter Kualitatif

Warna tangkai daun tua : merah tua

merah muda

Warna tangkai muda : merah

merah kehijauan

Warna batang tua : abu-abu

Warna batang muda : merah keunguan

merah kehijauan

Bulu daun : tidak ada

Warna daun muda : hijau kemerahan merah kehijauan Warna daun tua : hijau tua

Tekstur daun : licin Bentuk ujung daun : lancip

Warna bunga betina : merah kekuningan Warna bakal buah : putih kekuningan Warna bunga jantan : kuning

Warna rambut buah : hijau muda Warna buah masak : hitam

Bentuk biji : elips

Warna biji : coklat blirik hitam Tipe malai bunga : A

Karakter Kuantitatif

Tinggi tanaman (cm) : 40-53 Keliling pangkal batang (cm) : 3-5 Diameter batang (cm) : 0.96-1.59 Panjang ruas batang muda (cm) : 1.5-3.5 Panjang ruas batang tua (cm) : 1.7-2.8 Panjang tangkai daun (cm) : 12.5-29 Panjang daun (cm) : 18.7-29

Lebar daun (cm) : 20-34

Jumlah jari daun : 9

Jumlah buah per pohon : 28-52 Bobot 100 butir (g) : 13.20-18.90 Panjang biji (cm) : 1.16-1.25

Lebar biji (cm) : 0.76-0.77