Kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Magelang
(2)
ii . Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh
dan
Eksploitasi hasil hutan seringkali mengabaikan kelestarian hutan. Pengelolaan hutan yang terencana dapat memberikan hasil bernilai ekonomi tinggi dan tetap menjaga fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan. Kondisi sektor kehutanan di Kabupaten Magelang menghadapi banyak permasalahan seperti luasnya lahan kritis, penebangan liar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan lemahnya pengawasan hukum, kebakaran hutan, legalitas usaha pemanfaatan hasil hutan, serta kurang perhatiannya pemerintah terhadap perkembangan industri kecil dan menengah yang berpotensi menyerap tenaga kerja. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan kebijakan dari para aktor terkait. Hal ini tentunya tidak hanya bepengaruh pada pendapatan pemerintah daerah, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi Kabupaten Magelang dan mengetahui prioritas kebijakan yang dipilih oleh para dalam upaya peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan Asli Daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode 2001-2008, sektor kehutanan merupakan sektor basis di Kabupaten Magelang. dengan nilai
2,37-4,33. Hal ini berarti sektor kehutanan di Kabupaten Magelang mampu mengekspor atau mengirim produknya ke daerah lain. Nilai
sektor kehutanan pada tahun 2008 sebesar 19,21 yang berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sektor kehutanan akan mengakibatkan pertambahan pendapatan sebesar 19,21 x Rp Y pada sektor pertanian. Pendapatan Domestik Regional Bruto sektor kehutanan menyumbang sebesar 1,51%-1,84%. (Rp 47,83 – Rp 56,79 milyar atas dasar harga konstan 2000) terhadap perekonomian Kabupaten Magelang. Komponen bauran industri sektor kehutanan di Kabupaten Magelang memiliki nilai negatif (Rp -24,088 milyar). Komponen keunggulan kompetitif memiliki nilai positif (Rp 11,682 milyar) yang berarti bahwa sektor kehutanan di Kabupaten Magelang adalah kompetitif.
Sebagian besar memilih kebijakan Rehabilitasi Lahan Kritis sebagai prioritas utama untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi Kabupaten Magelang. Sedangkan berdasar pada perhitungan rata-rata
geometrik hasil dari para aktor yang konsisten
didapat bahwa Peningkatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan prioritas utama secara global karena memiliki nilai tertinggi.
Kata kunci: kehutanan, kebijakan kehutanan, PHBM, , ekonomi
(3)
iii . Forestry Sector’s Contribution to The Economy of Magelang District. Under Supervision of
dan
Exploitation of forest products often ignore forest’s sustainability. Well planned forest management provide the results with high economic value and still maintain the functions of forests as environmental services providers. Forestry sector in Magelang District faces many problems such as the extent of critical land, illegal logging which is influenced by economic factors and lack of laws supervision, forest fires, the legality of forest product utilization, and the lack of local government attention of small and medium scale industries that have the potential to absorb labor . These problems require policies of the actors involved. This is certainly not only affect on local government revenues, but also the community welfare.
This study intends to determine the contribution of the forestry sector to the economy of Magelang district and to find out policy priorities selected by the stakeholders to increase the forestry sector's contribution to the regional income and the community welfare in Magelang District.
The results showed that in the period 2001-2008, the forestry sector is a basic sector in Magelang District with LQ value range from 2.37 to 4.33. This means that the forestry sector in Magelang District is able to export the products to other regions. Multiplier effect value of forestry sector in 2008 is 19.21 which means that every additional income of Rp Y in the forestry sector will result in added revenue of 19.21 x Rp Y in the agricultural sector. Forestry sector RGDP contributed for 1.51% -1.84%. (Rp 47.83 - Rp 56.79 billion at 2000 constant prices) to the economy of Magelang District. Industrial mix component of the forestry sector in Magelang District has a negative value (Rp -24.088 billion). While the local share component has a positive value (Rp 11.682 billion) which means that the forestry sector in Magelang district is competitive.
Most of the stakeholders chose critical land rehabilitation as the main priority to improve the forestry sector's contribution to the economy of Magelang District. Meanwhile, based on the calculation of the geometric average of the Analytical Hierarchy Process results of the actors who consistent, Community Based Forest Management (CBFM) is a global priority because it has highest value.
(4)
iv Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Farida Dwi Cahyani NRP E24104048
(5)
v
Judul Skripsi : Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi
Kabupaten Magelang
Nama : Farida Dwi Cahyani
NRP : E24104048
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, MS Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS,PhD
NIP. 19621107 198703 1 001 NIP. 19630413 198703 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 199103 1 002
(6)
vi Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan program sarjana Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bermaksud mengkaji pendekatan pengelolaan hutan di Kabupaten Magelang agar dapat dirumuskan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan pembangunan kehutanan.
Besar harapan penulis dari hasil penelitian ini pembaca dapat mengambil manfaat yang menambah wacana pemikiran tentang peningkatan peranan sektor kehutanan.
Bogor, April 2011 Penulis
(7)
vii Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 28 Januari 1986 sebagai anak terakhir dari dua bersaudara pasangan Bapak Waridin dan Ibu Sri Rahayu S.Pd.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU N 1 Kota Magelang dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama masa studi di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni sebagai sekretaris Departemen Kayu Solid Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005-2006, ketua Departemen Ekonomi Industri Himasiltan tahun 2006-2007, staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kehutanan tahun 2006-2007, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2007, panitia KOMPAK tahun 2006. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Pindo Deli Pulp dan Paper di Karawang.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang dibawah bimbingan Dr.Ir. E. G. Togu Manurung, MS dan Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS, Ph.D.
(8)
viii Penyelesaian proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. E.G. Togu Manurung, MS dan Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, PhD selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan kepada penulis. 2. Para nara sumber dalam penelitian ini dari instansi Dinas Pertanian,
Perkebunan, Kehutanan dan Tanaman Pangan, Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM, Bappeda, KPH Kedu Utara, YBL Masta, PT Kayu Lima Utama, dan Bapak Herry Subrastawa.
3. Bapak Waridin , Ibu Sri Rahayu, Kak Enni Yulianti dan seluruh anggota keluarga atas dukungan yang diberikan.
4. Teman-teman satu bimbingan dan THH 41 yang telah berjuang bersama. 5. Teman-teman terbaik Happy, Dhaning, Tata, Antin dan Verra untuk
(9)
ix Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi ... 4
2.2 Pembangunan Berbasis Ekonomi ... 5
2.3 Perencanaan Wilayah ... 7
2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 10
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10
3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 10
3.3 Analisis Data ... 11
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19
4.1 Kondisi Wilayah ... 19
4.2 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Negara ... 20
4.3 Kondisi Hutan di Luar Kawasan ... 24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
5.1 Kontribusi Sektor Kehutanan ... 26
5.2 Strategi Kebijakan Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan ... 33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
6.1 Kesimpulan ... 38
6.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(10)
x
No. Halaman
1 Ahli kehutanan sebagai nara sumber data primer ... 10 2 Skala banding secara berpasang ... 18 3 Produksi hasil hutan kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (m3)... 21 4 Produksi hasil hutan non kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (ton).. 22 5 Realisasi pengadaan bibit masa tanam tahun 2009 BKPH Magelang ... 22 6 Realisasi definitif tanaman pembangunan pemeliharaan tahun 2008 ... 22 7 Realisasi bagi hasil LMDH di wilayah Kabupaten Magelang tahun 2009 .... 24 8 Pembayaran PSDH KPH Kedu Utara untuk Kabupaten Magelang ... 24 9 Luas lahan kritis akhir tahun 2009 Kabupaten Magelang ... 25 10 Peredaran kayu rakyat berdasarkan Laporan Hasil Penebangan (LHP) tahun 2009 (m3) ... 25 11 Data produksi kayu bulat (hutan rakyat) tahun 2009 (m3) ... 25
12 Nilai komponen menggunakan PDRB Kabupaten Magelang
periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000 ... 29 13 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha, nilai LQ dan ... 30 14 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha sektor pertanian, nilai LQ dan ... 31 15 Distribusi persentase PDRB Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha ... 32 16 Deskripsi prioritas alternatif kebijakan ... 34 17 Hasil AHP prioritas alternatif kebijakan ... 35
(11)
xi
No. Halaman
1 Hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan ... 14 2 LQ sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan kominikasi, dan jasa-jasa Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000 ... 27 3 LQ masing-masing subsektor dari sektor pertanian Kabuapten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000 ... 27
4 Nilai subsektor kehutanan pada sektor pertanian Kabupaten
(12)
xii
No. Halaman
1 Daftar pertanyaan kuisioner ... 42 2 Matriks hasil AHP ... 43 3 PDRB Propinsi Jawa Tengah dan PDB periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha, nilai LQ dan ... 57 4 PDRB Propinsi Jawa Tengah dan PDB periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha sektor pertanian, nilai LQ dan ... 58 5 Distribusi persentase PDRB Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha ... 59
(13)
! "# $ %&
Sumber daya hutan merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan dengan bijaksana. Eksploitasi hasil hutan seringkali mengabaikan kelestarian hutan. Pengelolaan hutan yang terencana dapat memberikan hasil bernilai ekonomi tinggi dan tetap menjaga fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan. Hasil dari sektor kehutanan selama ini memberikan kontribusi penting bagi perekonomian seperti pemasukan devisa, penyedia bahan baku industri, penyedia lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Kawasan hutan di Kabupaten Magelang terbagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan rakyat. Luas lahan kritis di luar kawasan hutan tercatat 8.516 Ha pada akhir tahun 2009. Pemerintah Kabupaten Magelang berupaya mengatasi kerusakan lingkungan dengan perbaikan lahan kritis. Perhutani juga melakukan penanaman pohon Sengon dan Aren sebagai upaya konservasi lahan di kawasan hutan Magelang dan juga untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi rakyat.
Kondisi Kabupaten Magelang yang mempunyai curah hujan cukup tinggi dan banyaknya bencana angin puting beliung pada pergantian musim, menyebabkan banyaknya pohon tumbang di kawasan hutan. Wilayah Kabupaten Magelang yang dikelilingi oleh gunung, menjadikan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah tangkapan air, sehingga kaya akan mata air dan sungai. Akan tetapi semakin maraknya penebangan liar mengakibatkan terancamnya sumber mata air yang menopang kehidupan masyarakat. Meskipun Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dijumpai hampir di setiap desa, tapi keberadaannya kurang berperan dalam menyelamatkan lingkungan. Terjadinya penebangan liar dipengaruhi oleh faktor ekonomi, seperti kebutuhan kayu bakar baik untuk keperluan rumah tangga atau industri kecil yang tidak mempedulikan kelestarian hutan dan alam, dan faktor lemahnya.pengawasan hukum.
Kebakaran sering terjadi di kawasan hutan yang disebabkan kelalaian manusia. Pada tahun 2008, kebakaran hutan telah menghanguskan 5,35 ha
(14)
2 kawasan hutan di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan kerugian materi tetapi juga kerugian ekologis, seperti ekosistem dan habitat satwa yang rusak.
Beberapa permasalahan utama di sektor kehutanan Kabupaten Magelang yang erat kaitannya dengan pembangunan lingkungan hidup, antara lain: belum optimalnya pelestarian hutan lindung, pengelolaan hutan produksi, dan pengelolaan hutan rakyat; partisipasi masyarakat sekitar hutan yang masih belum optimal; belum optimalnya penerapan sempadan sungai dan sempadan mata air untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Di pihak lain, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kini terus ditingkatkan. Kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan dalam rangka keberhasilan pembangunan hutan diharapkan mampu menciptakan fungsi hutan secara optimal. Prinsip PHBM adalah bagi hasil produksi kayu dan non kayu yang diberikan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) berdasarkan kontribusi dari masyarakat didalam proses produksi. Nilai sharing yang sudah diberikan kepada LMDH terus meningkat dari tahun ke tahun
Di Kabupaten Magelang juga terdapat industri pengolahan hasil hutan seperti kayu gergajian (olahan), mebel, kayu lapis, pabrik kertas, dan kerajinan akar jati. Penebangan liar yang semakin marak mempengaruhi ketersediaan dan legalitas bahan baku, khususnya yang dialami oleh beberapa Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) di Kabupaten Magelang yang masih belum memiliki Ijin Usaha IPHHK.
Hal yang sedang menjadi sorotan adalah Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM), dimana keberadaan UMKM merupakan salah satu sektor unggulan di bidang industri. UMKM Kabupaten Magelang tidak memiliki balai pelatihan karena tidak adanya dana, padahal kegiatan pelatihan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia pelaku industri. Dalam meningkatkan perekonomian bagi pengusaha kecil dan menengah, bantuan pendanaan telah dilakukan oleh Perhutani sejak tahun 1991. Dana pinjaman ditujukan untuk membantu permodalan, peningkatkan manajemen dan pemasaran produk. Diharapkan berkembangnya UMKM dapat menyerap tenaga kerja
(15)
3 sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Dari 1,2 juta penduduk usia produktif di Kabupaten Magelang tercatat 132.132 jiwa merupakan pengangguran. Setiap tahun peningkatan jumlah angkatan kerja mencapai 28.000 jiwa (BPS 2009).
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sektor kehutanan Kabupaten Magelang, antara lain:
1. Luasnya lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan serta pohon tumbang dalam kawasan hutan.
2. Penebangan liar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan lemahnya pengawasan hukum.
3. Kebakaran hutan
4. Pelaku industri primer hasil hutan kayu tidak memiliki ijin usaha
5. Pemerintah kurang perhatian terhadap perkembangan UMKM yang berpotensi menyerap tenaga kerja
Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan kebijakan dari para aktor terkait. Hal ini tentunya tidak hanya bepengaruh pada pendapatan pemerintah daerah, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan berbagai pendapat dari berbagai ahli kehutanan, dapat menyumbangkan strategi kebijakan yang menjadi solusi bagi pengembangan sektor kehutanan khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
'(' %
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui peranan sektor kehutanan khususnya kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Magelang.
2. Mengetahui prioritas kebijakan di sektor kehutanan dalam upaya peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap PAD dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang.
) %* !
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan sektor kehutanan di Kabupaten Magelang.
(16)
+
" "%, % % - % "./ %&'% % $0%0.1
Salah satu konsep penting dalam mempelajari perekonomian suatu negara adalah mengetahui strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi adalah suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor yang akan dijadikan variabel utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan suatu negara. Pembangunan ekonomi dapat berupa pembangunan pertanian, pembangunan industri, dan peningkatan perdagangan luar negeri (Suroso 1993 Setyawan 1997).
Mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan situasi psikologis, ideologis, sosial, dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi merupakan tugas terpenting pemerintah. Tindakan pemerintah sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi di negara-negara terbelakang karena kompleknya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah oleh perusahaan swasta. Cakupan tindakan pemerintah ini sangat luas, seperti penyelenggaraan pelayanan umum, menentukan sikap, membentuk lembaga-lembaga ekonomi, menentukan penggunaan sumber, menentukan distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah uang, mengendalikan fluktuasi, menjamin pekerjaan penuh dan menentukan laju investasi (Jhingan 2004).
Perencanaan ekonomi mengandung arti pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula. Salah satu tujuan penting perencanaan di negara terbelakang adalah untuk meningkatkan laju pembangunan ekonomi. Kebutuhan perencanaan di negara terbelakang didorong pula oleh kebutuhan menghapus pengangguran yang tersebar luas. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri saling menentukan. Reorganisasi pertanian akan melepaskan tenaga buruh surplus yang dapat diserap oleh sektor industri (Jhingan 2004).
Menurut Jhingan (2004), perumusan dan keberhasilan suatu rencana memerlukan hal-hal sebagai berikut:
(17)
5
1. Komisi Perencanaan. 2. Data Statistik. 3. Tujuan.
4. Penetapan sasaran dan prioritas. 5. Mobilitas sumber.
6. Keseimbangan dalam rencana.
7. Administraasi yang efisien dan tidak korup. 8. Kebijaksanaan pembangunan yang tepat. 9. Ekonomi dalam administrasi.
10. Dasar pendidikan. 11. Teori konsumsi. 12. Dukungan masyarakat.
Perekonomian berencana memerlukan pengendalian atau pengawasan. Pengawasan dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengawasan langsung dikenal sebagai pengawasan fisik, mempengaruhi pilihan-pilihan konsumen dan produsen di dalam perekonomian. Tujuannya untuk menjamin alokasi secara tepat sumber-sumber daya langka dan stabilisasi harga. Pengawasan tidak langsung dikenal sebagai pengawasan umum yang mempengaruhi harga, pendapatan dan transaksi dalam perekonomian (Jhingan 2004).
"./ %&'% % " / 212 $0%0.1
Berbagai daerah dan sub-daerah mempunyai keadaan yang sangat berbeda. Suatu faktor dasar dalam perbedaan ini adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Kemakmuran suatu daerah akan mengalami perubahan sesuai dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan. Ada serangkaian teori ekonomi yang secara kolektif dikenal sebagai
teori-teori , yang berusaha menjelaskan perubahan-perubahan
ini dengan menekankan keterkaitan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian regional dan perambatan kekuatan-kekuatan pendorong yang berasal dari salah satu sektor ke sektor lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang paling sederhana dan paling terkenal adalah teori basis
(18)
6 Glasson (1990) menjelaskan bahwa dalam bahasa akademi perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis ( ) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang besangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis
( ) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang
yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka adalah bersifat lokal.
Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab dan akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya basis didalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Begitu pun akan berlaku sebaliknya. Sesuai dengan namanya, kegiatan basis memiliki peranan penggerak pertama ( ) yaitu setiap perubahan memiliki
efek terhadap perekonomian regional.
Glasson (1990) juga menjelaskan bahwa teori basis ekonomi ini memiliki keterbatasan yaitu mengenai masalah-masalah teknik pokok seperti masalah satuan ukuran, pengidentifikasian kegiatan-kegiatan basis dan bukan basis, dan pemilihan daerah studi. Salah satu metode yang digunakan untuk memisahkan antara kegiatan basis dan kegiatan bukan basis yaitu metode kuosien lokasi ( /LQ). Apabila nilai LQ>1 itu menunjukkan kegiatan ekspor atau basis, sedangkan nilai LQ<1 menunjukkan kegiatan lokal atau bukan basis. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu memperhitungkan penjualan barang-barang antara, biayanya tidak mahal dan mudah diterapkan. Akan tetapi, dari asumsi-asumsi yang mendasarinya, seperti keseragaman pola permintaan pola permintaan regional dan nasional, dan keseragaman produktivitas regional menurut sektor industri, melemahkan reliabilitasnya.
(19)
7 Matriks input-output dapat pula digunakan untuk menganalisis dan memprediksi perubahan dalam perekonomian. Cara ini memiliki beberapa keunggulan yaitu memperlihatkan pembagian perekonomian regional menurut industri dan sangat menekankan hubungan antara industri. Menurut Ulya dan Yunardy (2008), berdasarkan Tabel Transaksi Input Output Indonesia Tahun 2000 menunjukkan bahwa kenaikan permintaan pada sektor kehutanan sebesar Rp 1 milyar akan meningkatkan total pendapatan seluruh perekonomian 1,2615 kali dari pendapatan sebelumnya dan memberikan tambahan tenaga kerja 1,2817 kali tenaga kerja sebelumnya.
Analisis dapat digunakan untuk mengetahui perubahan stuktur atau kinerja ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi yang lebih tinggi (provinsi atau nasional). Perubahan relatif kinerja pembangunan daerah terhadap nasional dapat dilihat dari: pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional (
) terhadap daerah, pergeseran proporsi ( ), dan pergeseran diferensial ( ). Pergeseran proporsi untuk mengukur perubahan relatif suatu sektor daerah terhadap sektor yang sama di tingkat nasional. Pergeseran diferensial untuk mengetahui seberapa kompetitif sektor tertentu daerah dibanding nasional (Kumoro 2007).
Pemerintah ekonomi daerah membutuhkan parameter tertentu yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan program serta menjadi kriteria kinerjanya. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan parameter yang tepat dan dapat dijadikan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dilihat sektor-sektor mana saja yang menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Suryadi
1997 Nashr 2005).
) " "%, % % 1# 3
Perencanaan regional atau perencanaan wilayah diperlukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Misalnya masalah fungsional seperti masalah perkotaan yang ditimbulkan oleh pertambahan penduduk yang cepat, semakin meningkatnya taraf hidup perorangan, masalah daerah-daerah industri dan pedesaan yang mengalami kemunduran karena kemerosotan ekonomi.
(20)
8 Perencanaan regional yang bersifat ekonomi biasanya mengalami perkembangan, dan aspek ini dijabarkan berdasar kesejahteraan sosial dan usaha menemukan pemecahan atas ketidakmerataan ekonomi (Glasson 1990).
Perencanaan strategi pengembangan wilayah merupakan salah satu model perencanaan pengembangan wilayah yang berorientasi pada bisnis sehingga dalam perencanaan ini perlu diperhatikan mengenai produk yang akan ditawarkan pada pasar dan pasar mana yang akan menjadi sasaran. Pada umumnya perencanaan pengembangan wilayah lebih berkonsentrasi pada pendekatan
“ ”, dimana model perencanaan ini hanya mengacu kepada perencanaan
wilayah secara sektoral dengan memperhatikan variabel internal sebagai indikator utama dalam perencanaan wilayah. Hasil perencanaan sektoral internal ini kemudian digabungkan melalui proses koordinasi menjadi satu kesatuan yang disebut perencanaan wilayah (Mukti . 2001).
4 5
Menurut Winston dan Albright (1997), ketika beberapa tujuan menjadi penting oleh suatu pembuat keputusan, akan menjadi sulit untuk memilih dari beberapa alternatif yang ada. Dalam berpikir kita perlu memandang masalah dalam suatu kerangka yang terorganisir tetapi kompleks, yang memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor, namun tetap memungkinkan kita untuk memikirkan faktor-faktor tersebut secara sederhana. AHP memberi suatu kerangka yang memungkinkan kita untuk mengambil keputusan efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang alami. Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi kompleks, tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut ( Saaty 1993).
Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga prinsip: prinsip menyusun hierarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Menyusun hierarki yaitu dengan memecah-mecah realitas yang
(21)
9 kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis.
Menetapkan prioritas yaitu menetapkan hubungan elemen dari setiap tingkatan hierarki dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hierarki tertentu terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi yang berfungsi sebagai suatu kriteria dan disebut properti. Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap properti. Pembandingan berpasang diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah memberi bobot setiap vektor dengan prioritas properti. Elemen dengan bobot tertinggi adalah pilihan yang patut dipertimbangkan untuk diambil tindakannya (Saaty 1993).
(22)
) 0$ 21 - % $!' "%"#1!1 %
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2010 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
) +"%12 - % "!0-" "%&'.6'# % !
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang digunakan adalah nilai preferensi dari tujuan dan alternatif kebijakan. Data ini diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan para ahli terkait yang disebutkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Ahli kehutanan sebagai nara sumber data primer
Lingkungan Nama Keterangan
Dinas Pertanian, Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan
Bambang Purwanto, SP MMA Darmanto, SP
Sumaryoto
Kabid Sumberdaya dan Pengelolaan Hasil Kasie Perlindungan dan Pengawasan Hutan Peredaran Hasil Hutan Dinas Perindustrian,
Koperasi dan UKM
Edy Susanto Amir Listiawan
Kepala Dinas Kabid UKM Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah
Cahya Edy, Shut
Ir. Bambang Dono Kuntjoro
Kasubid Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabid Tata Ruang dan Prasarana Wilayah KPH Kedu Utara Toni Kuspuja Hariyanto, Shut
Nur Budi Susetyo, SHut
Wakil KepalaKPH Kasie PSDH
LSM Noerjoso
Ahmad Andy P.
Aktifis Aktifis Pelaku Industri Joko Budi Santoso, SH
Musyafi, SE
Direktur Utama Komisaris Utama Tokoh Masyarakat Hery Subrastawa
Sedangkan data sekunder terdiri atas data delapan tahun terakhir PDRB Kabupaten Magelang dan produksi sektor kehutanan dari tahun 2001-2008 yang diperoleh dari BPS Kabupaten Magelang dan BPS Jawa Tengah.
(23)
11
) ) % #1212 !
Analisis data yang digunakan adalah Analisis (LQ),
Analisis , Analisis ! ! dan
(AHP).
) ) % #1212 4 75
Analisis ini bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu sektor menjadi sektor basis atau non basis (Kadariah Nashr 2005). Teknik analisis LQ menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah tertentu dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas (Rudana 2008). Adapun rumus yang digunakan adalah:
(1)
Keterangan:
Vi : Pendapatan dari sektor i (atau subsektor i) di Kabupaten Magelang Vt : Pendapatan dari sektor i (atau subsektor i) di Propinsi Jawa Tengah Pi : Pendapatan dari total sektor (atau total subsektor i) di Kabupaten Magelang
Pt : Pendapatan dari total sektor (atau total subsektor i) di Propinsi Jawa Tengah
i : Sektor yang akan dihitung nilai LQ Kriteria Penilaian:
Nilai LQ>1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Magelang yaitu telah mampu memenuhi kebutuhan dalam wilayah tersebut dan mampu mengekspor atau mengirim produknya ke wilayah lain.
Nilai LQ=1, maka sektor tersebut tepat memenuhi kebutuhan dalam wilayah Kabupaten Magelang.
Nilai LQ<1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dalam wilayah Kabupaten Magelang.
(24)
12
) ) % #1212
Perhitungan nilai dilakukan terhadap pendapatan industri
yang menjadi basis. merupakan suatu perkiraan tentang potensi kenaikan pendapatan secara keseluruhan dari kenaikan pendapatan suatu kegiatan tertentu. Adanya peningkatan suatu kegiatan ekonomi akan menimbulkan suatu permintaan baru dan menyebabkan timbulnya efek permulaan. Efek inilah yang
disebut dengan . Rumus yang digunakan dalam perhitungan
adalah:
(2)
Keterangan:
K :
S : Pendapatan dari total sektor (atau total sub sektor) di Kabupaten Magelang
Si : Pendapatan dari sektor i (atau sub sektor i) di Kabupaten Magelang i : Sektor yang akan dihitung nilai
) ) ) % #1212
Analisis ! digunakan untuk menjelaskan perubahan sektor
kehutanan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.
(3)
Keterangan:
Dij : Perubahan suatu variabel regional sektor di wilayah " dalam kurun waktu tertentu
Nij : Komponen pertumbuhan nasional sektor di wilayah " Mij : Bauran industri sektor di wilayah "
Cij : Keunggulan kompetitif sektor di wilayah " i : Sektor yang akan dihitung nilai komponen j : Wilayah Kabupaten Magelang
Variabel regional yang digunakan adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Perubahan PDRB sektor kehutanan di suatu wilayah tertentu juga
(25)
13 merupakan perubahan antara PDRB pada tahun akhir analisis dengan PDRB pada tahun dasar.
(4)
Keterangan:
E*ij : PDRB sektor di wilayah "pada tahun akhir analisis Eij : PDRB sektor di wilayah "pada tahun dasar.
Komponen pertumbuhan nasional suatu sektor di suatu wilayah menunjukkan bahwa PDRB tumbuh sesuai dengan laju pertumbuhan nasional.
(5) Keterangan:
rn : Laju pertumbuhan nasional
Komponen bauran industri sektor kehutanan di suatu wilayah menunjukkan bahwa PDRB tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional dengan laju pertumbuhan nasional. Sementara itu, komponen keunggulan kompetitif sektor kehutanan di suatu wilayah merupakan PDRB yang tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan sektor kehutanan di wilayah tersebut dengan laju pertumbuhan sektor kehutanan secara nasional.
(6)
(7)
Keterangan:
rn : Laju pertumbuhan nasional
rin : Laju pertumbuhan sektor nasional rij : Laju pertumbuhan sektor di wilayah "
Masing-masing laju pertumbuhan didefinisikan sebagai berikut. 1. Mengukur laju pertumbuhan sektor di wilayah "
(8)
2. Mengukur laju pertumbuhan sektor perekonomian nasional
(9)
3. Mengukur laju pertumbuhan nasional
(26)
14 Keterangan:
E*in : PDRB sektor di tingkat nasional pada tahun terakhir analisis Ein : PDRB sektor di tingkat nasional pada suatu tahun dasar tertentu E*n : PDRB nasional pada tahun terakhir analisis
En : PDRB nasional pada suatu tahun dasar tertentu
Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi suatu sektor (i) atau dijumlahkan untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah.
Persamaan ! untuk sektor di wilayah "adalah :
(11)
) ) 4 5
AHP adalah analisis yang dilakukan dengan melakukan perbandingan
berpasangan ( ) untuk mendapatkan tingkat kepentingan
( ) suatu kriteria terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas.
Gambar 1 Hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan.
Strategi Kebijakan Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PAD dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Magelang
Meningkatkan PAD
Melestarikan SDH Memperluas
Lapangan Kerja Meningkatkan
Pendapatan Masyarakat
Penguatan Industri
Peningkatan PHBM
Rehabilitasi Lahan Kritis
Fokus
Tujuan
Alternatif Kebijakan a
(27)
15 Hirarki utama disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari studi literatur dan diskusi dengan ahli terkait. Informasi kemudian dikelompokkan kedalam elemen yang sejenis, kemudian disusun menjadi satu hirarki utama. Hirarki utama dibagi kedalam dua anak hirarki, yaitu hirarki tujuan dan hirarki alternatif kebijakan agar mempermudah proses perhitungan.
Keterangan elemen penyusun hirarki: Tujuan:
1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari pemasukan pajak dan bukan pajak, seperti retribusi, pungutan dan dana reboisasi.
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup dari sumber pendapatan yang sudah ada. Dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat pun dapat meningkat.
3. Memperluas lapangan kerja yaitu terbukanya lapangan pekerjaan baru dari setiap penambahan unit usaha sektor kehutanan sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran.
4. Melestarikan sumberdaya alam hayati yaitu pemanfaatan sumberdaya alam dengan penuh tanggung jawab dan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Alternatif Kebijakan:
1. Penguatan industri melalui peningkatan dan inovasi teknologi industri sehingga efisiensi produksi turut meningkat. Penggunaan teknologi industri yang tepat terutama untuk bahan baku berkaitan dengan kelestarian hutan sebagai sumber pemasok industri pengolahan hasil hutan. Meningkatnya kuantitas ataupun kualitas produk hasil hutan dapat menambah PAD berupa pajak. Peningkatan pendapatan industri juga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Pengembangan industri kecil dan menengah sebagai sektor unggulan bidang industri dan pembangunan usaha yang pro aktif dan kompeten terhadap pasar sangat diperlukan. Pengembangan industri memungkinkan terciptanya lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja.
2. Rehabilitasi lahan kritis melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dengan tanaman bernilai ekonomi tinggi, seperti sengon, aren, nyamplung dan akasia. Dengan demikian lahan kritis yang telah pulih memiliki
(28)
16 fungsi ganda, yaitu fungsi hutan dan fungsi ekonomi. Pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Rehabilitasi lahan kritis juga dapat dilakukan oleh masyarakat secara swadaya untuk hutan rakyat dan hutan desa, atau oleh perusahaan swasta yang tercakup
dalam program CSR (# ! $ ).
3. Peningkatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan peningkatan kinerja. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional. PHBM bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan, meningkatkan mutu sumber daya, produktivitas dan keamanan hutan, serta mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan dinamika sosial masyarakat desa hutan. Ruang lingkup PHBM tidak hanya berupa obyek kegiatan dalam kawasan tetapi juga di luar kawasan hutan. Usaha produktif dapat dijadikan tambahan pendapatan atau bahkan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar hutan. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bersama Perhutani dan pihak berkepentingan wajib melindungi dan melestarikan sumberdaya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. Dari PHBM ini pemerintah daerah dapat memperoleh PBB (Pajak Bumi Bangunan), PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan), pajak dan retribusi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Analisis AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan
( ) untuk mendapatkan tingkat kepentingan ( )
suatu kriteria terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap tingkat.
Langkah-langkah dalam AHP sebagai berikut:
1. Dekomposisi (% )
Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan , yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendapatkan
(29)
17 hasil yang akurat, maka pemecahan terhadap unsur-unsurnya dilakukan hingga tidak memungkinkan dilakukan pemecahan lebih lanjut. Pemecahan tersebut akan menghasilkan beberapa tingkatan dari suatu persoalan. Proses analisis ini dinamakan hierarki.
2. Penilaian Komparasi (# & )
Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang berkaitan dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian ini tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan ( ).
3. Penentuan Prioritas (! )
Dari setiap matriks dapat ditentukan nilai
untuk mendapatkan prioritas daerah ( ). Oleh karena matriks terdapat pada setiap tingkat, maka prioritas secara global dapat diperoleh dengan melakukan sintesa di antara prioritas daerah. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan .
Wawancara dilakukan sesuai dengan hirarki penentuan strategi kebijakan kontribusi sektor kehutanan dan pengisian bobot dilakukan pada lembar kuisioner matriks AHP seperti pada lampiran 1. Pengolahan data hasil wawancara dilanjutkan dengan pembuatan matriks perbandingan berpasangan dan penetapan prioritas berdasarkan pilihan para ahli kehutanan. Pengolahan data menggunakan
program ' ( 2007.
Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat konsistensi pendapat tiap aktor, maka dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Tentukan indeks konsistensi (# ) (/ CI)
!"#
#$ (12)
Keterangan:
CI : # ) (
(30)
18
2. Tentukan rasio konsistensi (# $ / CR)
%
('&' (13)Keterangan:
CR : # $
RI : $ ) (
Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1. Jika CR ≥ 0,1 maka penilaian yang telah dilakukan adalah tidak konsisten.
Tabel 2 Skala banding secara berpasang
Nilai Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya 7 Elemen yang satu jelas lebih penting
daripada elemen yang lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan teertinggi menguatkan
2.4.6,8 Nilai-nilai diantara dan pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua komponen diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu
angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai
kebalikannya bila dibanding dengan i
Untuk menentukan prioritas utama dari beberapa prioritas pilihan nara sumber digunakan rata-rata geometri.
%) *,$+ $- 1.+$+/ 0 + (14)
Keterangan:
RG : Rata-rata geometri
n : Total jumlah responden konsisten ai : Nilai/skor prioritas responden ke-i an : Nilai/skor prioritas responden ke-n
(31)
8
0%-121 1# 3 "0& *12
Kabupaten Magelang terletak pada 110°01’51”-110°26’58” Bujur Timur dan 7°19;13”-7°42’16” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 108.573 Ha. Wilayah Kabupaten Magelang memiliki posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah dicapai dari berbagai arah. Kabupaten Magelang merupakan daerah perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purwokerto dan Semarang-Magelang-Yogyakarta-Solo Batas-batas wilayah Kabupaten Magelang:
Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali Selatan : Kabupaten Purworejo dan DI Yogyakarta
Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo Tengah: Kota Magelang
Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi ini menjadikan sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang subur karena berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis.
Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan temperatur udara 20˚ C - 27˚ C. Kabupaten Magelang memiliki curah hujan 2.252 – 3.627 mm / th. Wilayah Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan induknya. Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis. Wilayah Kabupaten Magelang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dan DAS Bogowonto. Sesuai dengan keadaan wilayahnya, Kabupaten Magelang kaya akan mata air dan sungai. Terdapat 10 sungai besar/sedang dengan jumlah debit maksimum 2.314 m3 /detik
(32)
20 pada musim penghujan dan minimum 110,3 m3/detik pada musim kemarau, serta 55 mata air dengan jumlah debit 9.509 m3/detik.
Dalam bidang administrasi pemerintahan, Kabupaten Magelang dibagi dalam 21 Kecamatan dan 367 Desa serta 5 Kelurahan.
"%-'-'$
Jumlah penduduk Kabupaten Magelang pada tahun 2008 tercatat sebanyak 1.1204.974 jiwa. Jumlah penduduk perempuan 602.699 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki 602.275 dengan rasio jenis kelamin 1,001.
"%&"#0# % './" - 3 '! % "&
Pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Magelang ditangani oleh BUMN Perum Perhutani. Perum Perhutani berada di bawah naungan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, didirikan berdasarkan PP No. 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan Umum Kehutanan Negara dengan Kawasan Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur. Berdasarkan PP No. 2 Tahun 1978, wilayah kerja tersebut diperluas dengan Unit III Jawa Barat. Selanjutnya pendirian Perum Perhutani disesuaikan berdasarkan PP No. 36 Tahun 1986 dan terakhir diatur oleh PP. No.30 Tahun 2003 tanggal 11 Juni 2003. Maksud dan tujuan berdirinya Perum Perhutani adalah menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang berupa barang dan jasa yang berkualitas dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Kawasan hutan Kabupaten Magelang termasuk ke dalam wilayah kerja dari BKPH Magelang, KPH Kedu Utara.
0%-121 './" 3 '! %
Luas kawasan BKPH Magelang tercatat pada tahun 2009 yaitu 3.705,56 Ha yang terdiri dari hutan lindung (1.201,3 Ha), hutan produksi (1.561,9 Ha), hutan produksi terbatas (932,9 Ha) dan alur (9,46 Ha). BKPH Magelang terbagi menjadi: RPH Mangli (1.104,80 Ha), RPH Kalegen (666,20Ha), dan RPH Temanggal (1.924,90 Ha).
(33)
21 Berdasarkan SK Menhut No. SK134/MENHUT-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan Gunung Merapi dan SK Menhut No. SK135/MENHUT-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu luas hutan BKPH Magelang yang masuk Taman Nasional adalah 4.806,7 ha dengan perincian sebagai berikut :
1. Gunung Merapi
- RPH Gumuk petak 33 sd. 37 seluas 2.480,3 ha 2. Gunung Merbabu
- RPH Kintelan petak 21 sd. 24 dan 28 sd. 31 seluas 1.119,4 ha - RPH Kekokan petak 25 sd. 27 dan 32 seluas 1.207,0 ha
". %* ! % './" 3 '! %
Pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan sesuai dengan potensi yang ada. Rencana pemanfaatan kawasan hutan dilaksanakan bersama masyarakat desa melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan pihak lain yang berkepentingan.
Produksi hasil hutan kayu dari Kecamatan Kaliangkrik menurut BPS (2009) pada tahun 2008 dibagi menjadi tiga kelas yaitu Kelas A1 (153,15 m3), Kelas A2 (368,06 m3), Kelas A3 (166,27 m3).
Tabel 3 Produksi hasil hutan non kayu menurut kecamatan tahun 2007-2008 (ton)
Kecamatan Hasil Hutan
Getah Pinus Kopal
Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2007 Tahun 2008
Dukun 22.334 - - -
Tempuran - 93.659 - -
Kajoran - 49.577 - 6.200
Kaliangkrik 236.115 96.989 7.204 -
Bandongan 17.533 22.178 4.854 -
Windusari - 21.178 - 3.940
Pakis 51.236 1.860 - -
Grabag - 81.188 - -
Ngablak - 26.660 - -
Total 327.218 393.289 12.058 10.140
(34)
22
) "./1% % './" 3 '! %
Adanya gangguan hutan menyebabkan timbulnya tanah kosong atau tanah tidak produktif. Karena itu diperlukan upaya rehabilitasi terhadapnya. Pembinaan sumberdaya hutan merupakan bagian dari upaya rehabilitasi.
Tabel 4 Realisasi pengadaan bibit masa tanam tahun 2009 BKPH Magelang
Lokasi
Rencana Realisasi
Jenis Bibit Bibit (plc) Persediaan tahun 2009 (plc) Sisa persediaan tahun 2008 (plc) Jumlah (plc) Petak 7d Krumpakan Temanggal - - - -
Sengon 17.906 - - -
Puspa 6.548 - - -
Mahoni 4.062 6.042 13.000 19.042
MpTs 923 1.000 - 1.000
RbCp/RHL 7.603 - 17.000 17.000
Jumlah 37.042 7.042 30.000 37.042
Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)
Tabel 5 Realisasi definitif tanaman pembangunan pemeliharaan tahun 2008
RPH
Rencana Realisasi
Keterangan
Jenis Tps
(Ha) BH (Ha) Babat tumbuhan bawah (Ha) Dangir/ Pemupukan (Ha) %
Temanggal Sengon 64 65,1 65,1 65,1 100 Kerjasama
PT APB
Kalegen Sengon 55,5 - - - - Kerjasama
PT APB & Koperasi Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)
%&&' % '! %
Gangguan hutan yang terjadi di BKPH Magelang disebabkan oleh alam dan manusia. Gangguan alam antara angin puting beliung yang menyebabkan pohon tumbang dan tanah longsor. Selama tahun 2009 sedikitnya 500 pohon tumbang di kawasan hutan karena pergantian musim yang menyebabkan angin puting beliung. Gangguan oleh manusia yaitu berupa penebangan liar dan kebakaran hutan. Penebangan liar seperti yang terjadi di kawasan lereng Gunung Andong dan Telomoyo, Kecamatan Grabag mengakibatkan terancamnya sumber mata air yang menopang kehidupan masyarakat. Pada tahun 2008, kebakaran hutan telah menghanguskan 5,35 ha kawasan hutan TN Gunung Merapi di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan kerugian materi tetapi juga kerugian ekologis, seperti ekosistem dan
(35)
23 habitat satwa yang rusak. Selain kebakaran hutan, penambangan pasir tanpa ijin juga terjadi di TN Gunung Merapi. Pada tahun 2010 penambangan pasir liar yang berhasil ditangani polisi terjadi di Desa Kemiren Kecamatan Srumbung pada blok 45 eks petak 36K. Akibat penambangan pasir ±250 Ha TN Gunung Merapi menjadi lahan kritis. Penambangan pasir mengakibatkan menyusutnya permukaan air tanah, perubahan kondisi alam, dan hilangnya kesuburan tanah.
9 "./1% % 23 $ ! '! %
Perum Perhutani melaksanakan kerjasama dengan masyarakat hutan melalui PHBM sebagai suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan pembangunan manusia yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif.
Tabel 6 Realisasi bagi hasil LMDH di wilayah Kabupaten Magelang tahun 2009
No LMDH / Kecamatan Jenis Sharing Hak LMDH (Rp)
PPH (Rp)
Terima Bersih (Rp) 1 Sumbing Lestari/ Kaliangkrik Getah Pinus 2.851.236 114.049 2.737.186 2 Ngudi Raharjo/ Kajoran Getah Pinus 98.790 3.952 94.838 3 Wana Bakti/ Kajoran Getah Pinus 1.851.412 74.056 1.777.356 4 Sido Mulyo/ Mangun Rejo Getah Pinus 848.810 33.952 814.858 5 Ketangi/ Kaliangkrik Getah Pinus 2.731.062 109.242 2.631.820 6 Rimba Makmur/ Kaliangkrik Getah Pinus 9.978.254 399.130 9.579.124 7 Sido Makmur/ Kaliangkrik Getah Pinus 1.479.498 59.180 1.420.318 8 Semen Makmur/ Bandongan Getah Pinus 192.889 7.716 185.174 9 Payung Ridho Illahi/ Tempuran Getah Pinus 641.469 25.659 615.811 10 Sido Mulyo/ Bawang Getah Pinus 670.831 26.833 643.998 11 Argo Mulyo/ Kaliangkrik Getah Pinus 1.766.895 70.676 1.696.220 12 Ngudhi Mulyo/ Wadas Getah Pinus 1.604.897 64.196 1.540.220 13 Harapan Makmur/ Kajoran Getah Pinus
14 Wonorejo/ Ngampeldento Getah Pinus Kayu JPT 2.232.603 336.216 89.304 13.449 2.143.299 322.767 15 Wono Asri/ Windusari Getah Pinus
Kopal 76.259 430.943 3.050 17.328 73.208 413.705 16 Sumber Makmur Giyanti/
Windusari Getah Pinus Kopal 147.216 74.525 5.889 2.981 141.327 71.544 17 Wana Lestari/ Windusari Getah Pinus
Kopal 1.194.854 319.613 47.794 12.785 1.147.060 306.828 18 Sleker Asri/ Bandongan Getah Pinus 2.084.878 83.395 2.001.482 19 Maju Makmur/ Bandongan Getah Pinus 546.044 21.842 524.202 20 Candi Makmur/ Candisari Getah Pinus
Kopal 916.836 110.514 36.673 4.421 880.163 106.093 21 Sumbing Lestari/ Kajoran Kopal 452.760 18.110 434.650 Jumlah 35.833.473 1.433.430 34.400.133
Sumber: Perum Perhutani, KPH Kedu Utara (2010)
PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional. PHBM dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan hutan. PHBM
(36)
24 yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan tidak bertujuan untuk mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah negara.
: 0%! 1/'21 1% %21 #
Tabel 7 Pembayaran PSDH KPH Kedu Utara untuk Kabupaten Magelang
Tahun Surat Perintah Pembayaran Realisasi Pembayaran PSDH
Jumlah (Rp) Jenis Hasil Hutan Jumlah PSDH (Rp)
2004 Kopal Getah pinus Mahoni Pinus
9.101 ton 306.717 ton 250.323 m3 1.153.309 m3
155.172 4.386.053 6.711.708 13.262.632 155.172 4.386.053 6.711.708 13.262.632 Jumlah 24.515.565 24.515.565 2005 Kopal
Getah pinus Pinus
10.094 ton 332.004 ton 2.874.730 m3
172.102 4.747.657 32.643.469 172.102 4.747.657 32.643.469 Jumlah 37.563.228 37.563.228 2006 Kopal
Getah pinus Pinus Jati
8.253 ton 281.534 ton 4.104.120 m3
3.612 m3
140.713 4.025.937 47.337.442 208.375 140.713 4.025.937 47.337.442 208.375 Jumlah 51.712.467 51.712.467 2007 Kopal
Getah pinus Pinus Kayu bakar
11.353 ton 417.410 ton 2.643.715 m3
80.000 sm 193.588 5.963.052 44.805.146 102.000 193.588 5.963.052 44.805.146 102.000 Jumlah 51.063.786 51.063.786 Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)
) 0%-121 '! % -1 ' ; 2 %
Kondisi wilayah hutan di luar kawasan hutan negara menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang seperti pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil hutan rakyat, lahan kritis di luar kawasan hutan dan kegiatan rehabilitasi lahan. Luas lahan kritis disajikan pada Tabel 8. Kriteria lahan kritis ditentukan dengan memberikan skor terhadap kondisi lahan.
Tabel 8 Luas lahan kritis akhir tahun 2009 Kabupaten Magelang
Sub DAS Sisa Lahan Kritis Tahun 2009 (Ha)
Kriteria Lahan Kritis Sangat Kritis
(Ha) Kritis (Ha)
Agak Kritis (Ha)
Potensial kritis (Ha) Tangsi 3.503 472 1.184 1.133 714 Elo 3.695 354 1.649 1.207 485 Blongkeng 1.318 355 329 437 197 Jumlah 8.516 1.181 3.162 2.777 1.396 Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)
(37)
25 Tabel 9 Peredaran kayu rakyat berdasarkan Laporan Hasil Penebangan (LHP) tahun 2009 (m3)
No Bulan Jenis Kayu
Jati Mahoni Sonokeling Pinus 1 Januari 390,332 987,01 64,35 28,75 2 Februari 311,765 897,82 68,88 30,51 3 Maret 495,628 1.265,12 111,58 18,98 4 April 336,619 1.223,07 74,32 8,01 5 Mei 192,279 1.021,59 37,21 17,44 6 Juni 335,103 914,25 37,92 11,58 7 Juli 260,413 709,95 86,27 7,96 8 Agustus 273,133 732,31 41,40 8,06 9 September 140,770 297,22 36,13 - 10 Oktober 164,647 702,78 50,01 12,06 11 November 259,945 1.160 69,23 10,09 12 Desember 264,823 804,69 56,21 - Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)
Tabel 10 Data produksi kayu bulat (hutan rakyat) tahun 2009 (m3)
No Bulan Jenis Kayu
Jati Mahoni Sonokeling Pinus 1 Januari 592,954 776,60 71,64 27,53 2 Februari 284,656 1.124,26 39,57 27,75 3 Maret 400,381 999,87 79,45 0 4 April 243,064 1.295,95 80,06 8,04 5 Mei 361,227 837,10 62,26 11,69 6 Juni 336,534 964,28 41,02 11,63 7 Juli 342,323 880,50 78,13 7,96 8 Agustus 293,368 738,36 31,67 52,11 9 September 195,639 530,47 4,18 11,67 10 Oktober 215,081 661,44 49,40 12,06 11 November 287,433 1.395,04 51,50 10,09 12 Desember 274,302 791,54 55,29 0 Sumber: Dinas Pertanian Kab. Magelang (2010)
(38)
8
9 0%! 1/'21 "$!0 " '! % %
Untuk mengetahui kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten Magelang
maka dilakukan perhitungan terhadap nilai (LQ), nilai
, dan nilai komponen . Perhitungan tersebut menggunakan nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Magelang atas dasar harga konstan 2000.
Nilai LQ per sektor dari masing-masing lapangan usaha dihitung dengan persamaan 1 dan hasilnya disajikan pada Tabel 11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat lima sektor yang menjadi sektor basis, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa. Sedangkan empat sektor lainnya merupakan sektor non basis. Hal ini menunjukkan bahwa kelima sektor basis telah mampu memenuhi kebutuhan lokal dan mampu mengekspor hasil/ produknya ke daerah lain. Dengan demikian pengembangan dan optimasi dari kelima sektor tersebut akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah secara signifikan.
Sektor pertanian memang merupakan sektor unggulan Kabupaten Magelang. Hal ini dikarenakan keadaan geografi Kabupaten Magelang yang dikelilingi oleh gunung sehingga tanahnya subur karena berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis. Luas lahan pertanian yaitu 73,16% dari total luas wilayah Kabupaten Magelang yang terdiri dari lahan sawah (37.232 Ha) dan lahan bukan sawah (42.209 Ha). Kondisi wilayah Kabupaten Magelang yang dikelilingi gunung juga memberikan pengaruh pada sektor pertambangan dan penggalian, khususnya di wilayah Gunung Merapi yang selalu dipadati oleh penambang pasir. Sektor pengangkutan dan sektor jasa di Kabupaten Magelang dapat menjadi sektor basis karena banyaknya lokasi pariwisata berupa candi, taman dan wisata alam. Letak Kabupaten Magelang sebagai kota transit antara Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta serta pusat administratif Karesidenan Kedu menjadikan sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor bangunan berkembang.
(39)
27 Berdarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), sektor pertanian terbagi menjadi subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Subsektor kehutanan dan tanaman bahan makanan merupakan sektor basis pada sektor pertanian. Nilai LQ subsektor kehutanan dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini berarti bahwa subsektor kehutanan merupakan sektor penggerak bagi perekonomian Kabupaten Magelang.
Gambar 2 LQ sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa Kabupaten Magelang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2000.
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1# 1 7 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Jasa '% 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan '% 1# 1 7
(40)
Gambar 3 LQ mas Magelang periode 2001
Penghitungan penghitungan LQ deng suatu perkiraan tentang yang baru di dalam sua
Gambar 4 Nilai Kabupaten Magelang p
Pada tahun 20 sedangkan nilai
setiap penambahan pe mengakibatkan pertam pertanian.
Distribusi perse sektor dapat dilihat p menyumbang sebesar 1 Sejak tahun 2003 ko semakin menurun nilai
masing-masing subsektor dari sektor pertani e 2001-1008 atas dasar harga konstan 2000.
ngan nilai pendapatan dilak
dengan menggunakan persamaan 3.
entang potensi kenaikan pendapatan dari suatu keg m suatu wilayah.
subsektor kehutanan pada se lang periode 2001-2008 atas dasar harga konstan 2
un 2008 nilai sektor pertanian
subsektor kehutanan adalah 19,21 an pendapatan sebesar Rp Y pada subsektor ke pertambahan pendapatan sebesar 19,21 x Rp Y
i persentase PDRB Kabupaten Magelang untuk m lihat pada Tabel 13. Pada tahun 2008 subsek besar 1,51% dari total pendapatan wilayah Kabupa 03 kontribusi subsektor kehutanan terhadap tot n nilainya.
28 ertanian Kabupaten dilakukan setelah merupakan tu kegiatan ekonomi
ada sektor pertanian stan 2000.
rtanian adalah 3,46 21. Hal ini berarti tor kehutanan akan Rp Y pada sektor
ntuk masing-masing ubsektor kehutanan abupaten Magelang. ap total pendapatan
(41)
29 Tabel 11 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha, nilai LQ dan
Lapangan Usaha Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Vi PDRB Kabupaten Magelang (Juta Rupiah)
1. Pertanian 946.588,16 981.001,61 976.267,97 986624,09 1.007.979,85 1.031.805,69 1.057.402,65 1.087.510,19
2. Pertambangan dan Penggalian 62.913,72 65.864,55 69.246,04 72.888,57 77.888,59 83.977,56 92.325,93 99.569,34
3. Industri Pengolahan 527.402,19 546.283,18 573.201,87 598.422,75 624.775,50 653.952,52 685.407,65 715.344,04
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 12.235,08 13.633,67 15.025,67 16.129,34 17.222,94 18.144,43 19.200,81 19.641,28
5. Bangunan 193.628,70 206.374,05 229.754,10 243.503,09 263.684,01 284.753,64 308.530,57 327.159,81
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 419.755,23 434.939,04 448.629,16 466.706,36 486.160,33 506.570,02 530.289,12 554.143,63
7. Pengangkutan dan Komunikasi 149.073,18 154.739,04 162.637,56 170.452,48 178.695,93 188.041,13 197.854,96 208.138,11
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 84.172,68 86.244,78 88.676,07 90.965,53 93.357,04 96.676,06 100.342,61 104.070,61
9. Jasa-jasa 356.982,86 378.281,62 419.037,65 457.035,17 496.214,62 541.448,17 591.293,35 645.811,58
Jumlah (Pi) 2.752.751,80 2.867.361,54 2.982.476,09 3.102.727,38 3.245978,81 3.405.369,22 3.582.647,65 3.761.388,59
Vt PDRB Propinsi Jawa Tengah (Juta Rupiah)
1. Pertanian 26.417.424,36 27.725.086,08 27.157.595,62 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44
2. Pertambangan dan Penggalian 1.190.371,57 1.227.651,53 1.295.356,44 1.330.759,58 1.454.230,59 1.678.299,61 1.782.886,65 1.851.189,43
3. Industri Pengolahan 37.164.561,05 39.193.652,64 41.347.172,12 43.995.611,83 46.105.706,52 48.189.134,86 50.870.785,69 53.158.962,88
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 872.603,67 975.868,80 980.306,54 1.065.114,58 1.179.891,98 1.256.430,34 1.340.845,17 1.404.668,19
5. Bangunan 5.532.343,12 6.116.817,45 6.907.250,46 7.448.715,40 7.960.948,49 8.446.566,35 9.055.728,78 9.647.593,00
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 25.813.343,84 26.289.742,59 27.666.472,01 28.394.472,63 30.056.962,75 31.816.441,85 33.898.103,93 35.626.196,01
7. Pengangkutan dan Komunikasi 5.577.204,52 5.872.915,88 6.219.922,79 6.510.447,43 6.988.425,75 7.451.506,22 8.052.597,04 8.657.881,95
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4.420.388,39 4.524.128,37 4.650.861,80 4.775.113,99 5.067.665,70 5.399.608,70 5.767.341,21 6.218.053,97
9. Jasa-jasa 11.828.159,77 11.112.677,79 12.941.524,67 13.663.339,59 14.312.739,85 15.442.467,70 16.479.357,72 17.741.755,98
Jumlah (Pt) 118.816.400,29 123.038.541,13 129.166.462,45 135.789.812,31 143.051.213,88 150.682.654,74 159.110.343,79 167.790.369,85
Nilai LQ per sektor
1. Pertanian 99 9 9: 9 < < 9
2. Pertambangan dan Penggalian ) ) ): )
3. Industri Pengolahan 0,61 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,61 0,60 0,66 0,66 0,64 0,64 0,64 0,62
5. Bangunan 9 9 ) : = 9 9
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 0,70 0,71 0,70 0,72 0,71 0,70 0,69 0,69
7. Pengangkutan dan Komunikasi 9 ) ) 9 ) = <
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,82 0,82 0,83 0,83 0,81 0,79 0,77 0,75
9. Jasa-jasa ) : : 9) 99 9= :
Nilai Multiplier Effect
Pertanian 2,91 2,92 3,05 3,14 3,22 3,30 3,39 3,46
Keterangan: Vi = pendapatan dari sektor i di Kabupaten Magelang, Vt = pendapatan dari sektor i di Propinsi Jawa Tengah, Pi = pendapatan dari total sektor di Kabupaten Magelang , Pt = pendapatan dari total sektor di Propinsi Jawa Tengah
(42)
30 Tabel 12 PDRB Kabupaten Magelang dan Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha sektor pertanian, nilai LQ dan
Lapangan Usaha Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Vi PDRB Kabupaten Magelang (Juta Rupiah)
1.1. Tanaman Bahan Makanan 724.518,47 744.965,20 731.686,88 733.158,21 751.167,60 769.639,07 789.918,00 822.206,16 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 59.437,41 63.097,58 68.106,45 70.981,22 72.045,58 73.316,88 74.803,02 67.879,04 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 95.358,09 101.695,63 102.529,98 106.548,36 108.444,05 111.754,87 115.241,62 118.768,01 1.4. Kehutanan 47.828,38 52.777,34 54.817,14 55.837,68 56.144,82 56.795,36 56.289,31 56.613,69 1.5. Perikanan 19.445,81 18.465,86 19.127,52 20.098,62 20.177,80 20.299,51 21.150,70 22.043,29 Jumlah (Pi) 946.588,16 981.001,61 976.267,97 986.624,09 1.007.979,85 1.031.805,69 1.057.402,65 1.087.510,19 Vt PDRB Propinsi Jawa Tengah (Juta Rupiah)
1.1. Tanaman Bahan Makanan 18.558.288,15 19.610.997,42 19.575.711,22 20.679.734,58 21.507.487,27 22.120.970,77 22.335.544,19 23.414.025,85 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2.584.584,25 2.515.998,01 2.460.627,43 2.634.349,91 2.747.119,29 2.854.270,38 3.041.564,58 3.161.081,82 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.967.146,50 3.249.634,00 3.055.450,68 3.076.706,09 3.292.244,97 3.603.302,51 4.033.969,27 4.395.369,54 1.4. Kehutanan 563.216,42 595.594,79 352.329,24 468.457,78 693.825,67 580.320,98 582.294,07 555.656,45 1.5. Perikanan 1.744.189,04 1.752.861,86 1.713.477,05 1.746.988,92 1.683.965,05 1.843.334,47 1.869.325,49 1.957.934,78 Jumlah (Pt) 26.417.424,36 27.725.086,08 27.157.595,62 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44
Nilai LQ per subsektor
1.1. Tanaman Bahan Makanan = < ) 9 <
1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 0,64 0,71 0,77 0,78 0,78 0,77 0,74 0,66 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,90 0,88 0,93 0,98 0,93 0,86 0,83
1.4. Kehutanan )< 9 )) ) : = = )
1.5. Perikanan 0,31 0,30 0,31 0,33 0,36 0,03 0,34 0,35 Nilai Multiplier Effect
Kehutanan 19,79 18,59 17,81 17,67 17,95 18,17 18,79 19,21 Keterangan: Vi = pendapatan dari subsektor i di Kabupaten Magelang, Vt = pendapatan dari subsektor i di Propinsi Jawa Tengah, Pi = pendapatan dari total subsektor di Kabupaten Magelang , Pt = pendapatan dari total subsektor di Propinsi Jawa Tengah
(1)
54
Tabel Lanjutan Lampiran 2
Srategi kebijakan sektor kehutanan Kabupaten Magelang (PT Kayu Lima Utama: Joko Budi Santoso) Pairwise comparison among objectives
MPAD MPM MLK MSDH Normalized matrix Weights Product Ratio
MPAD 1 1/5 1/5 1/5 0,0625 0,0476 0,0476 0,0909 0,0622 0,2497 4,0174 MPM 5 1 1 1/2 0,3125 0,2381 0,2381 0,2273 0,2540 1,0337 4,0699 MLK 5 1 1 1/2 0,3125 0,2381 0,2381 0,2273 0,2540 1,0337 4,0699 MSDH 5 2 2 1 0,3125 0,4762 0,4762 0,4545 == 1,7566 4,0865
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPAD CI 0,0203 CI/RI 0,0228
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 3 3 0,6000 0,4286 0,6923 0,5736 1,8527 3,2299
RLK 1/3 1 1/3 0,2000 0,1429 0,0769 0,1399 0,4266 3,0489
PPHBM 1/3 3 1 0,2000 0,4286 0,2308 0,2864 0,8974 3,1330
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPM CI 0,0686 CI/RI 0,1183
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 4 3 0,6316 0,5000 0,6923 0,6080 1,9040 3,1318
RLK 1/4 1 1/3 0,1579 0,1250 0,0769 0,1199 0,3626 3,0234
PPHBM 1/3 3 1 0,2105 0,3750 0,2308 0,2721 0,8346 3,0672
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MLK CI 0,0371 CI/RI 0,0639
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 5 5 0,7143 0,6250 0,7692 0,7028 2,1886 3,1140
RLK 1/5 1 1/2 0,1429 0,1250 0,0769 0,1149 0,3466 3,0159
PPHBM 1/5 2 1 0,1429 0,2500 0,1538 0,1822 0,5527 3,0327
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MSDH CI 0,0271 CI/RI 0,0467
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/5 1/3 0,1111 0,1304 0,0769 0,1062 0,3197 3,0112
RLK 5 1 3 0,5556 0,6522 0,6923 0,6333 1,9456 3,0720
PPHBM 3 1/3 1 0,3333 0,2174 0,2308 0,2605 0,7901 3,0330
Determining best Alternatif Kebijakan CI 0,0194 CI/RI 0,0334
Matrix of scores Overall scores
MPAD MPM MLK MSDH
PI 0,5736 0,6080 0,7028 0,1062
RLK 0,1399 0,1199 0,1149 0,6333 0,3406 PPHBM 0,2864 0,2721 0,1822 0,2605 0,2452
(2)
55
Tabel Lanjutan Lampiran 2
Srategi kebijakan sektor kehutanan Kabupaten Magelang (PT Kayu Lima Utama: Musyafi, SE) Pairwise comparison among objectives
MPAD MPM MLK MSDH Normalized matrix Weights Product Ratio
MPAD 1 1/9 1/7 1/5 0,0455 0,0625 0,0319 0,0278 0,0419 0,1714 4,0900 MPM 9 1 3 3 0,4091 0,5625 0,6702 0,4167 9 : 2,2222 4,3182 MLK 7 1/3 1 3 0,3182 0,1875 0,2234 0,4167 0,2864 1,2225 4,2678 MSDH 5 1/3 1/3 1 0,2273 0,1875 0,0745 0,1389 0,1570 0,6336 4,0349
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPAD CI 0,0592 CI/RI 0,0666
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 5 3 0,6522 0,7143 0,6000 0,6555 2,0046 3,0581
RLK 1/5 1 1 0,1304 0,1429 0,2000 0,1578 0,4756 3,0147
PPHBM 1/3 1 1 0,2174 0,1429 0,2000 0,1867 0,5630 3,0148
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPM CI 0,0146 CI/RI 0,0252
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 5 2 0,5882 0,5556 0,6000 0,5813 1,7475 3,0064
RLK 1/5 1 1/3 0,1176 0,1111 0,1000 0,1096 0,3289 3,0012
PPHBM 1/2 3 1 0,2941 0,3333 0,3000 0,3092 0,9285 3,0035
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MLK CI 0,0018 CI/RI 0,0032
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 5 3 0,6522 0,5556 0,6923 0,6333 1,9456 3,0720
RLK 1/5 1 1/3 0,1304 0,1111 0,0769 0,1062 0,3197 3,0112
PPHBM 1/3 3 1 0,2174 0,3333 0,2308 0,2605 0,7901 3,0330
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MSDH CI 0,0194 CI/RI 0,0334
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/5 1/5 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,2727 3,0000
RLK 5 1 1 0,4545 0,4545 0,4545 0,4545 1,3636 3,0000
PPHBM 5 1 1 0,4545 0,4545 0,4545 0,4545 1,3636 3,0000
Determining best Alternatif Kebijakan CI 0,0000 CI/RI 0,0000
Matrix of scores Overall scores
MPAD MPM MLK MSDH
PI 0,6555 0,5813 0,6333 0,0909 9 )
RLK 0,1578 0,1096 0,1062 0,4545 0,1648 PPHBM 0,1867 0,3092 0,2605 0,4545 0,3129
(3)
56
Tabel Lanjutan Lampiran 2
Srategi kebijakan sektor kehutanan Kabupaten Magelang (Hery Subrastawa ) Pairwise comparison among objectives
MPAD MPM MLK MSDH Normalized matrix Weights Product Ratio
MPAD 1 1/9 1/7 1/9 0,0385 0,0571 0,0200 0,0323 0,0370 0,1493 4,0401 MPM 9 1 3 2 0,3462 0,5143 0,4200 0,5806 :9) 1,9628 4,2187 MLK 7 1/3 1 1/3 0,2692 0,1714 0,1400 0,0968 0,1694 0,6927 4,0900 MSDH 9 1/2 3 1 0,3462 0,2571 0,4200 0,2903 0,3284 1,4018 4,2685
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPAD CI 0,0514 CI/RI 0,0578
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/3 1/5 0,1111 0,0769 0,1304 0,1062 0,3197 3,0112
RLK 3 1 1/3 0,3333 0,2308 0,2174 0,2605 0,7901 3,0330
PPHBM 5 3 1 0,5556 0,6923 0,6522 0,6333 1,9456 3,0720
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MPM CI 0,0194 CI/RI 0,0334
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/3 1/7 0,0909 0,0769 0,0968 0,0882 0,2648 3,0018
RLK 3 1 1/3 0,2727 0,2308 0,2258 0,2431 0,7306 3,0054
PPHBM 7 3 1 0,6364 0,6923 0,6774 0,6687 2,0154 3,0139
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MLK CI 0,0035 CI/RI 0,0061
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/5 1/7 0,0769 0,0476 0,0968 0,0738 0,2223 3,0127
RLK 5 1 1/3 0,3846 0,2381 0,2258 0,2828 0,8662 3,0624
PPHBM 7 3 1 0,5385 0,7143 0,6774 0,6434 2,0083 3,1215
Pairwise comparison among Alternatif Kebijakan on MSDH CI 0,0328 CI/RI 0,0565
PI RLK PPHBM Normalized matrix Scores
PI 1 1/9 1/9 0,0526 0,0690 0,0357 0,0524 0,1577 3,0078
RLK 9 1 2 0,4737 0,6207 0,6429 0,5791 1,7880 3,0876
PPHBM 9 1/2 1 0,4737 0,3103 0,3214 0,3685 1,1300 3,0665
Determining best Alternatif Kebijakan CI 0,0270 CI/RI 0,0465
Matrix of scores Overall scores
MPAD MPM MLK MSDH
PI 0,1062 0,0882 0,0738 0,0524 0,0747 RLK 0,2605 0,2431 0,2828 0,5791 0,3608 PPHBM 0,6333 0,6687 0,6434 0,3685 9: 9
(4)
57
Tabel Lampiran 3 PDRB Propinsi Jawa Tengah dan PDB periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha,
nilai LQ dan
Lapangan Usaha Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Vi PDRB Propinsi Jawa Tengah (Milyar Rupiah)
1. Pertanian 26.417,42 27.725,09 27.157,60 28.606,24 29.924,64 31.002,20 31.862,70 33.484,07
2. Pertambangan dan Penggalian 1.190,37 1.227,65 1.295,36 1.330,76 1.454,23 1.678,30 1.782,89 1.851,19
3. Industri Pengolahan 37.164,56 39.193,65 41.347,17 43.995,61 46.105,71 48.189,13 50.870,79 53.158,96
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 872,60 975,87 980,31 1.065,11 1.179,89 1.256,43 1.340,85 1.404,67
5. Bangunan 5.532,34 6.116,82 6.907,25 7.448,72 7.960,95 8.446,57 9.055,73 9.647,59
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 25.813,34 26.289,74 27.666,47 28.394,47 30.056,96 31.816,44 33.898,10 35.626,20
7. Pengangkutan dan Komunikasi 5.577,20 5.872,92 6.219,92 6.510,45 6.988,43 7.451,51 8.052,60 8.657,88
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4.420,39 4.524,13 4.650,86 4.775,11 5.067,67 5.399,61 5.767,34 6.218,05
9. Jasa-jasa 11.828,16 11.112,68 12.941,52 13.663,34 14.312,74 15.442,47 16.479,36 17.741,76
Jumlah (Pi) 118.816,40 123.038,54 129.166,46 135.789,81 143.051,21 150.682,65 159.110,34 167.790,37
Vt PDB (Milyar Rupiah)
1. Pertanian 225.685,70 232.973,40 243.076,10 247.163,60 253.881,70 262.402,80 271.509,30 284.620,70
2. Pertambangan dan Penggalian 168.244,30 169.932,00 168.426,70 160.100,50 165.222,60 168.031,70 171.278,40 172.442,70
3. Industri Pengolahan 398.323,90 419.388,10 441.754,70 469.952,40 491.561,40 514.100,30 538.084,60 557.764,40
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 9.058,30 9.868,20 10.448,10 10.897,60 11.584,10 12.251,00 13.517,00 14.993,60
5. Bangunan 80.080,40 84.469,80 90.103,40 96.334,40 103.598,40 112.233,60 121.808,90 130.951,60
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 234.273,00 243.409,30 256.299,50 271.142,20 293.654,00 312.518,70 340.437,10 363.813,50
7. Pengangkutan dan Komunikasi 70.276,10 76.173,20 84.979,00 96.896,70 109.261,50 124.808,90 142.326,70 165.905,50
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 123.085,50 130.928,10 140.117,30 151.123,30 161.252,20 170.074,30 183.659,30 198.799,60
9. Jasa-jasa 133.957,40 138.982,30 144.354,20 152.906,10 160.799,30 170.705,40 181.706,00 193.024,30
Jumlah (Pt) 1.442.984,60 1.506.124,40 1.579.559,00 1.656.516,80 1.750.815,20 1.847.126,70 1.964.327,30 2.082.315,90
Nilai LQ per sektor
1. Pertanian : )< 9 9 :
2. Pertambangan dan Penggalian 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,13
3. Industri Pengolahan ) 9 9 <
4. Listrik, Gas, dan Air Minum < 9 = 9 : :
5. Bangunan 0,84 0,89 0,94 0,94 0,94 0,92 0,92 0,91
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel ) ) ) 9 9 )
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,96 0,94 0,90 0,82 0,78 0,73 0,70 0,65
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,44 0,42 0,41 0,39 0,38 0,39 0,39 0,39
9. Jasa-jasa < = = =
Keterangan: Vi = pendapatan dari sektor i di Propinsi Jawa Tengah, Vt = pendapatan dari sektor i nasional, Pi = pendapatan dari total sektor di Propinsi Jawa Tengah, Pt = pendapatan dari total sektor nasional
(5)
58
Tabel Lampiran 4 PDRB Propinsi Jawa Tengah dan PDB periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut lapangan usaha
sektor pertanian, nilai LQ dan
Lapangan Usaha Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Vi PDRB Propinsi Jawa Tengah (Milyar Rupiah)
1.1. Tanaman Bahan Makanan 18.558,29 19.611,00 19.575,71 20.679,73 21.507,49 22.120,97 22.335,54 23.414,03 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2.584,58 2.516,00 2.460,63 2.634,35 2.747,12 2.854,27 3.041,56 3.161,08 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.967,15 3.249,63 3.055,45 3.076,71 3.292,24 3.603,30 4.033,97 4.395,37
1.4. Kehutanan 563,22 595,59 352,33 468,46 693,83 580,32 582,29 555,66
1.5. Perikanan 1.744,19 1.752,86 1.713,48 1.746,99 1.683,97 18.943,33 1.869,33 1.957,93 Jumlah (Pi) 26.417,42 27.725,09 27.157,60 28.606,24 29.924,64 31.002,20 31.862,70 33.484,07
Vt PDB (Milyar Rupiah)
1.1. Tanaman Bahan Makanan 113.019,60 115.925,50 120.139,30 122.611,70 125.801,80 129.548,60 133.888,50 142.000,40 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 34.845,20 36.585,60 38.191,60 38.849,30 39.810,90 41.318,00 43.199,20 44.785,50 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 27.770,10 29.393,50 30.726,90 31.672,50 32.346,50 33.430,20 34.220,70 35.425,30 1.4. Kehutanan 17.609,80 17.986,50 18.118,20 17.433,80 17.176,90 16.686,90 16.548,10 16.543,30 1.5. Perikanan 32.441,00 33.082,30 35.900,10 36.596,30 38.745,60 41.419,10 43.652,80 45.866,20 Jumlah (Pt) 225.685,70 232.973,40 243.076,10 247.163,60 253.881,70 262.402,80 271.509,30 284.620,70
Nilai LQ per sektor
1.1. Tanaman Bahan Makanan 1,40 1,42 1,46 1,46 1,45 1,45 1,42 1,40
1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 0,63 0,58 0,58 0,59 0,59 0,58 0,60 0,60
1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,91 0,93 0,89 0,84 0,86 0,91 1,00 1,05
1.4. Kehutanan < < ) ) = ) =
1.5. Perikanan 0,46 0,45 0,43 0,41 0,37 3,87 0,36 0,36
Nilai Multiplier Effect
Tanaman Bahan Makanan 1,42 1,41 1,39 1.38 1,39 1,40 1,43 1,43
Keterangan: Vi = pendapatan dari subsektor i di Propinsi Jawa Tengah, Vt = pendapatan dari subsektor i nasional, Pi = pendapatan dari total subsektor di Propinsi Jawa Tengah, Pt = pendapatan dari total subsektor nasional
(6)
59
Tabel Lampiran 5 Distribusi persentase PDRB Propinsi Jawa Tengah periode 2001-2008 atas dasar harga konstan (2000) menurut
lapangan usaha
Lapangan Usaha Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
PDRB Jawa Tengah (Juta Rupiah)
1. Pertanian 26.417.424,36 27.725.086,08 27.157.595,62 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 33.484.068,44 1.1. Tanaman Bahan Makanan 18.558.288,15 19.610.997,42 19.575.711,22 20.679.734,58 21.507.487,27 22.120.970,77 22.335.544,19 23.414.025,85 1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2.584.584,25 2.515.998,01 2.460.627,43 2.634.349,91 2.747.119,29 2.854.270,38 3.041.564,58 3.161.081,82 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.967.146,50 3.249.634,00 3.055.450,68 3.076.706,09 3.292.244,97 3.603.302,51 4.033.969,27 4.395.369,54
1.4. Kehutanan 563.216,42 595.594,79 352.329,24 468.457,78 693.825,67 580.320,98 582.294,07 555.656,45
1.5. Perikanan 1.744.189,04 1.752.861,86 1.713.477,05 1.746.988,92 1.683.965,05 1.843.334,47 1.869.325,49 1.957.934,78 2. Pertambangan dan Penggalian 1.190.371,57 1.227.651,53 1.295.356,44 1.330.759,58 1.454.230,59 1.678.299,61 1.782.886,65 1.851.189,43 3. Industri Pengolahan 37.164.561,05 39.193.652,64 41.347.172,12 43.995.611,83 46.105.706,52 48.189.134,86 50.870.785,69 53.158.962,88 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 872.603,67 975.868,80 980.306,54 1.065.114,58 1.179.891,98 1.256.430,34 1.340.845,17 1.404.668,19
5. Bangunan 5.532.343,12 6.116.817,45 6.907.250,46 7.448.715,40 7.960.948,49 8.446.566,35 9.055.728,78 9.647.593,00
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 25.813.343,84 26.289.742,59 27.666.472,01 28.394.472,63 30.056.962,75 31.816.441,85 33.898.103,93 35.626.196,01 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5.577.204,52 5.872.915,88 6.219.922,79 6.510.447,43 6.988.425,75 7.451.506,22 8.052.597,04 8.657.881,95 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4.420.388,39 4.524.128,37 4.650.861,80 4.775.113,99 5.067.665,70 5.399.608,70 5.767.341,21 6.218.053,97 9. Jasa-jasa 11.828.159,77 11.112.677,79 12.941.524,67 13.663.339,59 14.312.739,85 15.442.467,70 16.479.357,72 17.741.755,98 118.816.400,29 123.038.541,13 129.166.462,45 135.789.812,31 143.051.213,88 150.682.654,74 159.110.343,79 167.790.369,85
Persentase per sektor (%)
1. Pertanian 22,23 22,53 21,03 21,07 20,92 18,48 20,03 19,96
1.1. Tanaman Bahan Makanan 15,62 15,94 15,16 15,23 15,03 13,18 14,04 13,95
1.2. Tanaman Perkebunan Rakyat 2,18 2,04 1,91 1,94 1,92 1,70 1,91 1,88
1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,50 2,64 2,37 2,27 2,30 2,15 2,54 2,62
1.4. Kehutanan < < ) = )9 )< ))
1.5. Perikanan 1,47 1,42 1,33 1,29 1,18 1,18 1,17 1,17
2. Pertambangan dan Penggalian 1,00 1,00 1,00 0,98 1,02 1,00 1,12 1,10
3. Industri Pengolahan 31,28 31,85 32,01 32,40 32,23 28,72 31,97 31,68
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,73 0,79 0,76 0,78 0,82 0,75 0,84 0,84
5. Bangunan 4,66 4,97 5,35 5,49 5,57 5,03 5,69 5,75
6. Perdagangan, Rrestoran, dan Hotel 21,73 21,37 21,42 20,91 21,01 18,96 21,30 21,23
7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,69 4,77 4,82 4,79 4,89 4,44 5,06 5,16
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3,72 3,68 3,60 3,52 3,54 3,22 3,62 3,71
9. Jasa-jasa 9,95 9,03 10,02 10,06 10,01 9,20 10,36 10,57