Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia. Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan. Potensi hutan telah memberikan manfaat yang luar biasa besarnya baik manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dari hutan dapat berperan dalam meningkatkan pendapatan, menghasilkan bahan baku industri serta menciptakan lapangan kerja. Namun demikian manfaat hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Pemerintah pusat mendominasi pengelolaan hutan melalui beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan memberikan hak kepada swasta. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepentingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah. Sehingga pengelolaan hutan yang semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat hanya mensejahterakan segelintir orang dan bahkan juga menimbulkan penderitaan bagi masyarakat setempat.
Jika kita identifikasi lebih lanjut penyebab dari kondisi hutan saat ini adalah kekeliruan pusat dalam menetapkan kebijakan dan peraturan bidang kehutanan. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat di daerah. Namun demikian pusat selama ini tidak melibatkan daerah dalam penyusunan rencana dan penetapan peraturan tersebut. Sehingga pada pelaksanaan di lapangan sering timbul permasalahan dan konflik
(2)
dengan masyarakat setempat. Demikian juga dengan pemberian hak kepada swasta maupun BUMN, pemerintah pusat tidak melibatkan pemerintah daerah, Pemerintah daerah biasanya dilibatkan setelah timbulnya permasalahan dan konflik dengan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa nuansa dan semangat baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Diharapkan undang-undang otonomi daerah yang telah mengakui hak dan kewenangan daerah tersebut dapat menjadi acuan bagi undang-udang maupun peraturan lainnya yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan negara sehingga tidak timbul kerancuan dan kebingungan bagi penyelenggara pemerintahan sendiri, masyarakat dan dunia usaha.
Dengan otonomi daerah yang luas dan utuh yang diberikan kepada kabupaten dan kota serta otonomi daerah terbatas kepada propinsi, UU 32 Tahun 2004 mengakui hak-hak yang dimiliki dalam mengelola segala aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini juga sekaligus mendorong timbul dan tumbuhnya kreativitas daerah dalam mengelola segala sumber daya yang terdapat di daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Pengelolaan kekayaan sumber daya alam daerah khususnya bidang kehutanan membutuhkan dukungan dari penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan utuh. Desentralisasi kebijakan dan pengelolaan kehutanan akan dapat mendorong peran serta masyarakat menggali dan memanfaatkan serta menjaga kelestarian sumber daya alam secara optimal.
(3)
3
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peraturan daerah yang berkaitan dengan pendapatan daerah, khususnya dibidang kehutanan.
2. Mengetahui produksi hasil hutan khususnya kayu di Kabupaten Ciamis.
3. Menaksir perkembangan kontribusi hutan dan kehutanan terhadap pendapatan daerah.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, BKSDA Ciamis dan KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten untuk dijadikan bahan masukan dalam menetapkan kebijakan dan strategi pembangunan Kabupaten Ciamis khususnya pembangunan di sektor kehutanan.
(4)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan
Menurut Undang – Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedang ayat 3 berbunyi kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Berdasarkan status kepemilikannya, hutan terbagi dua yaitu hutan negara dan hutan rakyat . Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (UUPK No 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 4). Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan Negara, dalam suatu hamparan dan seringkali disebut hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (UUPK No 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 5).
Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat (Undang - undang no 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 6). Hutan adat diakui keberadaannya sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hokum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya dengan status sebagai hutan Negara, tetapi apabila dalam perkembangannya masyarakat hokum adat yang bersangkutan tidak ada lagi maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah.
2.2. Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan orde lama yaitu melelui UU No 1 tahun 1945 tentang pemerintahan daerah. (Pemerintah Pusat,1999).
(5)
5
Tabel 1 Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999
Tahun Perundang-Undangan Subjek
1945 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1948 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1950 UU Nomor 44 Pemerintah Daerah
1956 UU Nomor 32 Hub.Keuangan Pusat dan Daerah 1957 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah
1959 UU Nomor 6 Pemerintah Daerah 1960 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1965 UU Nomor 18 Pemerintah Daerah 1974 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah
1999 UU Nomor 25 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sumber : Saragih, 2003.
Otonomi daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang undangan (UU Otonomi Daerah No 22 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat 5). Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU Otonomi Daerah No 22 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6)
Kaho (1998) menyatakan bahwa prinsip prinsip dasar dalam melaksanakan otonomi daerah ini adalah otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Nyata berarti bahwa pemberian otonomi kepada daerah otonom harus didasarkan pada faktor, perhitungan, tindakan dan kebijaksanaan yang benar benar menjamin wilayah bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangga sendiri. Dinamis berarti bahwa otonomi daerah tidak bersifat statis tetapi dapat dikembangkan atau dimekarkan karena keadaan yang terus berkembang di masyarakat. Penyerahan isi otonomi atau jumlah dan jenis urusan dapat bertambah
(6)
atau berkurang sesuai dengan kondisi yang terus berkembang di daerah otonom. Bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi daerah harus benar benar sejalan dengan tujuannya yaitu melancarkan kegiatan pembangunan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan untuk masyarakat.
Atas dasar pemikiran dan prinsip prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman oleh UU No 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakan pada kabupaten dan daerah, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dank arena dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi daerah administrasi
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legeslatif daerah baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia No 25 Tahun 2000 tentang pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom maka selanjutnya kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada pasal III ayat 2
(7)
7
dikelompokan dalam berbagai bidang dalam bidang kehutanan dan perkebunan meliputi :
a. Pedoman penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan hutan / kebun b. Penyelenggaraan penunjukan dan pengamanan batas hutan produksi
dan hutan lindung
c. Pedoman penyelenggaraan tata batas hutan, rekontruksi dan penataan batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung
d. Penyelenggaraan pembentukan dan perwilayahan areal perkebunan lintas kabupaten / kota
e. Pedoman penyelenggaraan pembentukan wilayah dan penyediaan dukungan pengelolaan taman hutan raya
f. Penyusunan perwilayahan, desain, pengendalian lahan, dan industri primer bidang perkebunan lintas kabupaten / kota
g. Penyusunan renncana makro kehutanan dan perkebunan lintas kabupaten / kota
h. Pedoman penyelenggaraan pengurusan erosi, sedimentasi, produktivitas lahan pada daerah aliran sungai lintas kabupaten / kota i. Pedoman penyelenggaraan rehabilitasi dan relamasi hutan produksi
dan hutan lindung
j. Penyelenggaraan perizinan lintas kabupaten / kota meliputi pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi, usaha perkebunan dan pengolahan hasil hutan
k. Pengawasan perbenihan, pupuk, pestisida, alat dan mesin di bidang kehutanan dan perkebunan
l. Pelaksanaan pengamatan, peramalan organism tumbuhan penggangu dan pengendalian hama terpadu tanaman kehutanan dan perkebunan m. Penyelengaraan dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi, system
silvikultur, budidaya dan pengolahan
n. Penyelengaraan pengelolaan taman hutan raya lintas kabupaten / kota o. Penetapan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan
(8)
p. Turut serta secara aktif bersama pemerintah dalam menetapkan kawasan serta perubahan fungsi dan status hutan dalam rangka perencanaan tata ruang provinsi berdasarkan kesepakatan antara provinsi dan kabupaten / kota
q. Perlindungan dan pengamanan hutan pada kawasan lintas kabupaten / kota
r. Penyediaan dukungan penyelengaraan pendidikan dan pelatihan teknis, penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan
Pasal 66 ayat 1 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjelaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. Selanjutnya pasal 66 ayat 2 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan dikatakan bahwa pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan.
2.3 Pendapatan Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 157, dinyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perUUan yang berlaku.
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : a. Hasil pajak daerah
(9)
9
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain penerimaan
daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaanya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda (Peraturan Daerah). Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. Hasil pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah ditetapkan dengan Perda (Peraturan Daerah) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah (UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat 6). Retribusi menurut Lasmana (1992) adalah pungutan sejumlah uang, dimana ada jasa timbal secara langsung kepada setiap pembayarannya dan pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan secara hukum tetapi lebih bersifat ekonomis kepada pembayar retribusi.
Sedang menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat 26, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
(10)
baik. Dana perimbangan merupakan kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi (Suparmoko, 2002).
Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumberdaya alam. Dana Bagi Hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang berkembang dan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah.
Menurut penjelasan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 157, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Sedang yang dimaksud desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 ayat 7).
Dalam PP RI No. 104 tahun 2000 dinyatakan bahwa :
1. Pasal 8 : Penerimaan daerah dari sumberdaya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
(11)
11
2. Pasal 9 :
Ayat 1 : Penerimaan Negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 terdiri dari : (a) Penerimaan iuran hak pengusahaan hutan, (b) Penerimaan provisi sumberdaya hutan.
Ayat 2 : Bagian Daerah dari penerimaan iuran hak pengusahaan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dibagi dengan perincian (a) 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, (b) 64% untuk Daerah Kabupaten atau Kota penghasil.
Ayat 3 : Bagian daerah dari penerimaan Negara Provisi Sumberdaya Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, dibagi dengan perincian : 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota penghasil dan 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.
2.4 Pajak
2.4.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
(12)
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan Undang -Undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak
2.4.2 Ciri Pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
a) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
(13)
13
b) Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
c) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
d) Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
2.4.3 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
(14)
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.4.4 Syarat Pemungutan Pajak
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
c) Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak d) Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
(15)
15
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
a.Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
b.Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
(16)
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, BKSDA Ciamis dan KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2008.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, baik berupa wawancara serta informasi dari pihak-pihak terkait.
Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden seperti : 1. Pejabat dan staf Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis,
2. Pejabat dan staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ciamis 3. Pejabat dan staf Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ciamis, dan
4. Pejabat dan staf Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis.
Data sekunder yang dipergunakan untuk memperkuat data primer yang diperoleh dari lembaga lembaga yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan sektor kehutanan. Data sekunder ini meliputi :
1. Buku Statistik Daerah Kabupaten Ciamis 2. Kondisi Geografis Kabupaten Ciamis
3. Struktur dan Komposisi Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis 4. Potensi Hutan Kabupaten Ciamis
(17)
17
3.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini,meliputi : 1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah langkah awal untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian dan membantu dalam pengumpulan data data yang dibutuhkan
2. Tehnik wawancara
Data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap narasumber dari Dinas Kehutanan, BKSDA, KPH dan Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis
3. Pengumpulan data-data sekunder yang berasal dari Dinas Kehutanan,
BKSDA, KPH, Badan Pusat Statistik dan Dinas Keuangan Kabupaten Ciamis.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Kegiatan pengolahan data dimulai dengan memilih jenis-jenis pendapatan daerah Kabupaten Ciamis yang termasuk ke dalam sektor kehutanan. Setelah itu, jenis-jenis pendapatan daerah Kabupaten Ciamis dari sektor kehutanan dikelompokkan ke dalam PAD dan Dana Perimbangan dan menghitung masing-masing kontribusinya terhadap pendapatan daerah Kabupaten Ciamis.
Adapun untuk menghitung kontribusi hutan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Ciamis dengan menggunakan rumus :
Ph
── X 100 % PD
Keterangan :
Ph : Pendapatan dari sektor kehutanan PD : Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis
(18)
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Ciamis, secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108020’ sampai dengan 108040’ Bujur Timur dan 7040’20” sampai dengan 7041’20” Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Ciamis mempunyai luas daerah sebesar 244.479 Ha yang meliputi 36 kecamatan, 340 desa, dan 7 kelurahan. Letak Kabupaten Ciamis berda di ujung Timur Provinsi Jawa Barat dengan jarak dari Ibu kota Provinsi sekitar 121 km. Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
Secara menyeluruh Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar-bergelombang sampai pegunungan, yang berkisar 0% - > 40%. Kemiringan lereng datar, yaitu 0 - 2% berada pada bagian Tengah Timur Laut ke Selatan Kabupaten Ciamis, sedang untuk kemiringan 2 - > 40% hampir tersebar pada seluruh kecamatan di Kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis dialiri oleh satu sungai besar, yaitu sungai Citanduy yang mengalir sepanjang 137 km dengan debit air rata-rata 2987,09 m3/detik dan debit normal 234,83 m3/detik.
Kabupaten Ciamis mempunyai luas 244.479 Ha dengan tata guna lahan yang terdiri dari lahan sawah seluas 51.149 Ha atau 17,30 Persen dan lahan bukan sawah seluas 244.479 Ha atau 82,70 persen. Lahan bukan sawah terdiri dari bangunan/pekarangan, tegalan/kebun, pengembalaan padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, hutan rakyat, kolam, hutan negara, perkebunan, dan lain-lain. Luasan masing-masing penggunaan serta proporsinya dapat dilihat pada Tabel 2.
(19)
19
Tabel 2 Jenis Penggunaan Lahan (Ha) di Kabupaten Ciamis Tahun 2006
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase
1 Sawah Irigasi
Irigasi Teknis 15.269 5,16
Irigasi 1/2 Teknis 3.108 1,05
Irigasi Sederhana/Desa 19.295 6,53
2 Sawah Tadah Hujan 13.447 4,56
3 Bangunan/Pekarangan 22.116 7,48
4 Tegalan/Kebun 76.446 25,86
5 Penggembalaan Padang Rumput 2.553 0,86
6 Lahan Sementara Tidak Diusahakan 203 0,07
7 Hutan Rakyat/Produksi 34.476 11,66
8 Hutan Negara/Lindung 21.678 7,33
9 Perkebunan Negara/Swasta 22.227 7,52
10 Lahan Basah
Rawa 51.688 17,48
Rawa yang ditanami 163 0,06
Tambak 19 0,01
Kolam/Tebet/Empang 3.730 1,26
11 Lain-lain 9.180 3,11
Jumlah 295.628 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Ciamis 2000
4.2 Potensi Sumber Daya Alam
Produksi padi sawah merupakan komoditas utama sektor pertanian di Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2006 produksi padi sawah di Kabupaten Ciamis mengalami penurunan sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan keadaan tahun 2005 dengan total produksi mencapai 613.563 ton. Pada tahun 2005 luas panen tercatat seluas 111.910 Ha dengan rata-rata hasil per hektarnya mencapai 54,83 kwintal. Sedangkan tahun 2006 luas panen mengalami penurunan 5,6 persen meskipun dilihat dari per hektarnya baik yaitu 55,19 kw per Ha. Begitu pula dengan padi ladang dan palawija seperti jagung, ubi jalar,
(20)
kacang tanah dan kedelai selama tahun 2006 mengalami penurunan produksi, dimana penurunan produksi terbesar dialami tanaman jagung dengan penurunan produksi sebesar 37,44 persen.
Potensi peternakan di wilayah Kabupaten Ciamis mencangkup peternakan besar (rumansial), peternakan sedang dan unggas. Potensi peternakan di Kabupaten Ciamis yang telah berkembang adalah ternak besar sapi potong, ternak kecil domba dan kambing serta ternak unggas yaitun ayam ras dan bukan ras. Populasi ternak sapi sepanjang tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 7,18 persen.
Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Ciamis merupakan sentra produksi perkebunan. Produksi perkebunan rakyat pada tahun 2006 mengalami fluktuatif yang bervariasi untuk semua komoditi. Beberapa komoditi ada yang mengalami kenaikan dan ada juga yang mengalami penurunan. Produksi paling banyak ada pada komoditi kelapa sebesar 74.678 ton, sedangkan yang paling kecil yaitu pala sebesar 9,5 ton. Kabupaten Ciamis pada tahun 2006 memiliki perkebunan rakyat seluas 95.772,07 Ha terdiri dari luas tanaman muda/belum menghasilkan 16,96 persen, tanaman menghasilkan 75,02 persen dan tanaman rusak 8,01 persen.
Potensi perikanan di Kabupaten Ciamis dikelompokan dalam 2 (dua) jenis pemanfaatan sumber air, yaitu perikanan darat dan perikanan laut. Luas areal tempat pemeliharaan ikan pada tahun 2006 tidak mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2005 masih tetap sama yaitu untuk tambak sebesar 29,99 Ha, kolam 2.636,79 Ha, sawah 115,64 Ha dan kolam air deras sebesar 131 Ha. Ditinjau dari jumlah produksi ikan pada tahun 2006 untuk produksi ikan dari tempat pemeliharaan kolam air deras, kolam dan tambak mengalami kenaikan masing-masing 29,15 persen, 105 persen dan 0,46 persen.
Kabupaten Ciamis memiliki kawasan hutan Negara seluas 34.497,18 Ha(14% dari luas wilayah) yang berdasarkan fungsinya terdiri dari : hutan produksi dan hutan produksi terbatas (dikelola Perum Perhutani) serta hutan konservasi ( dikelola BKSDA Jabar II) serta hutan rakyat adalah sekitar 23.806,44 Ha.
Sektor yang berpotensi sebagai sumber devisa/pendaptan disamping sektor pertanian daerah yaitu sektor pariwisata. Kabupaten Ciamis memiliki 22 objek wisata, terdiri dari 8 objek wisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, 4 objek wisata dikelola oleh Perum Perhutani dan 10 objek wisata belum dikembangkan
(21)
21
atau dikelola oleh pemerintah desa setempat. Untuk menunjang kepariwisataan, di Kabupaten Ciamis cukup tersedia sarana akomodasi atau penginapan yang tersebar sejak memasuki Kota Ciamis dan sebagai pusatnya di Pangandaran. Pada tahun 2006 di Kabupaten Ciamis terdapat 217 hotel dengan 3.198 kamar dan 5.664 tempat tidur.
Pada saat ini sektor pertambangan belum menjadi unggulan karena potensinya belum tergali secara profesional. Keberadaan potensi yang berupa bahan galian logam dan non logam cukup tersebar terutama di bagian Selatan, antara lain : timbal, pasir besi, emas(indikasi), fhosphat, kalsit, zeolit, lempung dan sebagainya. Potensi tambang batu gambit terdapat di daerah Banjarsari, Padaherang, Parigi, Cigugur dan Cijulang. Kalsit yang merupakan bahan pembuat alat optik, campuran kosmetik serta farmasi dan kedokteran terdapat di daerah Padaherang. Phosphat sebagai bahan untuk pupuk dan bahan kimia pembuatan fosfor terdapat di kecamatan Banjarsari, Padaherang hingga Cijulang. Di daerah yang sama juga terdapat bahan tras yang banyak digunakan untuk bahan semen.
4.3 Sarana dan Prasarana
Sarana pendidikan yang terdapat pada Kabpaten Ciamis mencangkup TK, SD sampai Perguruan Tinggi. Pada tahun 2006, terdapat 325 Taman Kanak-kanak, 1060 SD, 97 SLTP, 30 SMU, dan 32 SMK serta 3 buah Akademi/Perguruan Tinggi. Selain itu, terdapat pula sekolah dalam naungan Departemen Agama yaitu Madrasah Diniyah sebanyak 1.886 unit, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 119 unit dan Madrasah Aliyah sebanyak 38 unit.
Pada tahun 2006 telah tersedia Puskesmas sebanyak 51 unit, 110 unit Puskesmas pembantu (Pustu) dan 45 unit Puskesmas keliling. Tenaga kesehatan yang tersedia yaitu 86 tenaga Medis/Dokter, 621 Perawat, 410 Bidan, 35 Tenaga Farmasi, 44 ahli gizi, 33 teknisi medis, 46 Sanitasi dan 24 Tenaga Kesmas. Total tenaga kesehatan tahun 2006 sebanyak 1.299 orang yang berarti terdapat penambahan tenaga kesehatan sebanyak 68 orang dari tahun sebelumnya sebanyak 1.231 orang. Selain sarana dan prasarana kesehatan yang dikelola pemerintah, peran swasta pun ikut mendukung pada pelayanan kesehatan masyarakat yaitu terdapat 5 rumah sakit swasta, 86 balai pengobatan, 114 praktik dokter dan 291 praktik bidan.
(22)
Sarana peribadatan yang tersebar di Kabupaten Ciamis mencangkup langgar, mushalla dan masjid. Untuk meningkatkan iman dan taqwa SDM di Kabupaten Ciamis dilakukan pembinaan akhlak. Upaya pembinaan akhlak tersebut tidak terlepas dari fungsi dan peranan tokoh-tokoh agama dan masyarakat seperti Ulama, Mubalig dan lain-lain. Pada tahun 2006, di Kabupaten Ciamis terdapat 2.167 Ulama, 5.584 Khatib. Penyuluh Agama 39 orang dan 407 Penyuluh Agama Honorer. Selain itu terdapat pula 3.695 mesjid, 6.233 langgar, 1.941 mushola dan 8 gereja.
Sarana perhubungan merupakan infrastruktur pendukung yang sangat menentukan perkembangan dan kemajuan suatu wilayah. Panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten Ciamis pada tahun 2006 mencapai 4.793,62 km. Berdasarkan kondisi jalan dengan kondisi baik sepanjang 851,56 km, kondisi sedang 1.154,57 km, rusak 1.336,6 km dan kondisi berat sepanjang 1.450,8 km sedangkan menurut jenis permukaan jalan sebagian besar telah diaspal, hanya sebagian jalan yang dikelola desa masih ada yang belum diaspal. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, jalan tersebut dibagi dalm 4 kategori yaitu Jalan nasional sepanjang 109,58 km, jalan provinsi sepanjang 100,55 km, jalan kabupaten 582,8 km dan sisanya sepanjang 3.838,87 km merupakan jalan desa.
Stasiun kereta api di Kabupaten Ciamis terdiri dari : (1) Stasiun Cabang Besar di Kota Ciamis, (2) Stasiun Cabang Kecil di Kota Kecamatan Banjarsari, Stasiun Bojong (Cijeungjing), Padaherang, Cijulang, Pangandaran dan Parigi. Perhubungan laut/sungai di Kabupaten Ciamis yang ada sekarang ini dilakukan melalui pelabuhan Santolo dan Pelabuhan Manjingklak di Kecamatan Kalipucang. Kabupaten Ciamis sampai saat ini telah memiliki Bandar Udara Nusawiru sebagai lapangan terbang kelas 4 yang berada di Kecamatan Cijulang.
Sebagai sarana perdagangan Pemerintah Kabupaten Ciamis mengelola 9 pasar yang tersebar di beberapa Kecamatan, dengan jumlah kios sebanyak 6.329 unit dan 4.493 pedagang. Selain pasar Pemerintah Kabupaten juga terdapat pasar desa sebanyak 32 unit dengan jumlah pedagang 3.894 orang.
4.4Struktur Perekonomian Daerah
Struktur perekonomian Kabupaten Ciamis masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Melalui Produk Domestik Regional Bruto
(23)
23
(PDRB) dapat diketahui struktur ekonomi Kabupaten Ciamis terlihat dari data nilai PDRB Kabupaten Ciamis pada Tahun 2003-2006 baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 meningkat dari Rp 9.247.507,486 pada tahun 2005 menjadi Rp 10.781.601,905 sedangkan untuk harga konstan, meningkat dari Rp 5.766.617,526 pada tahun 2005 menjadi Rp 5.988.338,982pada tahun 2006.
Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Ciamis atas dasar harga berlaku tahun 2006 mencapai 16,59 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2005 sebesar 22,81 persen. Laju pertumbuhan PDRB sektor Keuangan mencapai 9,18 persen Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor industri serta sektor jasa masing-masing tumbuh sebesar 17,16 persen, 17,23 persen, 17,55 persen.
4.5 Kondisi Demografis
Berdasarkan Kabupaten Ciamis dalam Angka 2007, Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada ahir bulan Desember 2006 sebanyak 1.458.480 orang. Dibandingkan dengan tahun 2005, jumlah tersebut mengalam pertumbuhan sebesar 0,11 Persen. Dari segi komposisinya, terdiri dari 722.391 orang laki-laki dan 736.289 orang perempuan dengan sex ratio sebesar 98,11.
Pertumbuhan penduduk berakibat pada naiknya kepadatan di wilayah Kabupaten Ciamis yang mempunyai luas 2.444 kilometer persegi menjadi 597 orang perkilometer persegi. Dari segi penyebarannya 5,69 persen penduduk Kabupaten Ciamis bertempat tinggal di Kecamatan Ciamis sehingga mempunyai kepadatan tertinggi yaitu sekitar 2.506 orang perkilometer persegi. Kepadatan cukup tinggi juga dialami oleh Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, Kawali serta Kecamatan pemekaran yaitu Sindangkasih, Baregbeg, dan Lumbung. Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada Tahun 1980 sebanyak 1.367.766. Pada Tahun 2006, penduduk Kabupaten Ciamis bertambah menjadi 1.458.652 jiwa. Data jumlah penduduk Kabupaten Ciamis tahun 1980-2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Dari aspek ketenagakerjaan, jumlah Angkatan Kerja Tahun 2004 sebanyak 654.997 orang terdiri dari jumlah pencari kerja sebanyak 57.257 orang dan yang bekerja 588.740 orang.
(24)
Tabel 3 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kabupaten Ciamis Tahun 1980-2006 Tahun Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
1980 672.996 694.770 1.367.766
1981 672.425 691.587 1.364.012
1982 668.661 689.609 1.358.270
1983 665.514 686.901 1.352.415
1984 667.423 690.353 1.357.776
1985 667.571 691.325 1.358.896
1986 704.142 735.712 1.439.854
1987 705.287 735.287 1.440.574
1988 705.787 735.519 1.441.306
1989 705.319 735.631 1.440.950
1990 704.331 735.872 1.440.203
1991 705.650 736.534 1.442.184
1992 715.491 744.529 1.460.020
1993 716.827 745.741 1.462.568
1994 717.411 747.133 1.464.544
1995 718.140 748.432 1.466.572
1996 782.780 797.742 1.580.522
1997 782.618 798.047 1.580.665
1998 782.087 798.097 1.580.184
1999 794.066 805.021 1.559.087
2000 795.702 806.980 1.602.682
2001 795.234 808.177 1.603.411
2002 795.178 808.910 1.604.088
2003 719.335 732.121 1.451.456
2004 720.797 432.342 1.453.139
2005 721.881 735.265 1.457.146
2006 772.274 736.278 1.458.652
(25)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Hutan di Kabupaten Ciamis
Wilayah Kabupaten Ciamis memiliki potensi alam yang cukup besar. Disamping sektor pertanian dan pariwisata, juga memiliki sumber daya hutan yang sangat potencial untuk kesejahteraan masyarakat. Potensi ini perlu dikelola dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan prinsip-prinsip kelestariannya, sehingga dapat diperoleh manfaat yang berkelanjutan. Potensi hutan dan lahan dengan karakteristik geografisnya yang ada di wilayah Kabupaten Ciamis juga sangat memungkinkan menjadi andalan dan penopang tumbuhnya perekonomian masyarakat, dan bahkan tidak mustahil primadona pembangunan dapat dimunculkan melalui keberhasilan pembangunan kehutanan.
Hutan di wilayah Kabupaten Ciamis berdasarkan status kepemilikannya terdiri dari hutan negara dan hutan rakyat. Sedangkan menurut fungsinya terdiri dari hutan lindung, hutan produksi, cagar alam, suaka margasatwa dan kawasan wisata alam.
Kawasan hutan negara di Kabupaten Ciamis 14,32 % dari luas wilayah 244.479 Ha sedangkan hutan rakyat 9,74 % dengan perincian sebagai berikut :
No Status Hutan Luas hutan (ha)
Luas hutan terhadap luas wilayah kabupaten (%)
1 Hutan negara 35.007,08 14,32
a. Perum Perhutani 28.893,13 11,82 - Hutan produksi 10.297,83 4,21
- Hutan produksi terbatas 18.595,30 7,61 b. BKSDA 6.114,75 2,50
2 Hutan rakyat 23.806,44 9,74
JUMLAH 58.813,52 24,06
(26)
Perkembangan produksi kayu di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 5 : Tabel 5. Produksi kayu Kabupaten Ciamis ( M3 )
Produksi kayu Tahun ( M3)
2003 2004 2005 2006 2007
A. Hutan negara
1 Albazia -
13,310 -
588,876 -
2 Mahoni
2.532,307 8.803,030 5.349,982 7.583,269 2.452,680
3 Jati
28.953,042 40.257,128 32.787,262 57.711,580 46.911,418
4 Pinus
311,800 2.265,290 3.016,790 1.613,750 12.934,670
5 Rimba Campur
96,570 - -
71,150 -
6 Damar - - - -
794,100
7 Rasamala - - - -
150,670 Jumlah A 31.893,719 51.338,758 41.154,034 67.568,625 63.243,538 B. Hutan rakyat
1 Albazia
50.339,935
113.956,487
173.900,674 221,584.347
159.802,688
2 Mahoni
42.470,148
76.959,332
82.217,896 99,240.981
92.645,546
3 Jati
16.047,116
21.343,034 25,426.932 22,702.269
20.575,524
4 Pinus -
972,909 949.811,000 939.165,000 4.170,412
5 Rimba Campur 2.020,936
788,481 44,248.303 102,853.174
53.973,326 Jumlah B 110.878,135 214.020,243 1.205.929,570 939.165,000 331.167,496 Sumber : KPH dan Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis
Selain potensi diatas, Kabupaten Ciamis juga memiliki potensi lain untuk pengembangan aneka usaha kehutanan yang dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti persuteraan alam, lebah madu, pengembangan komoditas bambu dan jasa lingkungan.
(27)
27
Dalam pelaksanaan pembangunan hutan dan kehutanan di Kabupaten Ciamis, terdapat beberapa pihak (stakeholders) yang keberadaannya sangat penting untuk turut berperan aktif dalam upaya mensukseskan pembangunan hutan dan kehutanan di Kabupaten Ciamis :
1. Dinas Kehutanan sebagai pelaksana kewenangan bidang kehutanan.
2. Perum Perhutani Ciamis yang mengelola Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam.
3. BKSDA Jabar II yang merupakan unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam bertanggung jawab atas Kawasan Konservasi (Cagar Alam Darat dan Laut, Suaka Marga Satwa Gunung Sawal).
4. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan untuk wilayah Jawa dan Madura.
5. Stasiun Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Lapangan dari Balai Pengelolaan DAS Cimanuk-Citanduy, yang mengelola lahan-lahan kritis menjadi lahan produktif baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.
6. Diluar instansi resmi terdapat Asosiasi Pengusaha Kayu Rakyat, para pemilik hutan rakyat (Kelompok Tani Hutan Rakyat) berjumlah 983 kelompok, Kelompok Tani Hutan PHBM berjumlah 85 kelompok, Paguyuban Rimbawan Ciamis dan LSM yang peduli Lingkungan sebanyak 2 kelompok
5.2 Kontribusi Sektor Kehutanan Kabupaten Ciamis
Kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten Ciamis secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 5 sub sektor yaitu :
a) Hasil hutan kayu yang terdiri dari retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik dan leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan milik,
b) Hasil hutan non kayu yang terdiri dari Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet,
(28)
c) Jasa Rekreasi yang terdiri dari Usaha yang memperlihatkan/ menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA,
d) Ijin gangguan yang terdiri dari Retribusi ijin gangguan Industri hasil hutan dan retribusi ijin gangguan sarang burung walet, dan
e) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan.
Sedangkan kontribusi sektor kehutanan di tingkat regional dan nasional di Kabupaten Ciamis dikelompokkan menjadi 2 sub sektor yaitu :
a) Regional terdiri dari Bagi Hasil Pajak / Bukan Hasil Pajak serta bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan, dan
(29)
Tabel 6 Kontribusi sektor kehutanan kabupaten Ciamis
Jenis/macam kontribusi Tahun X Rp 1000
2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Rata-rata
I. Kehutanan Kabupaten
1 Retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan
milik 331.079,31 170.708,11 - - - 501.787,42 100.357,48
2 Leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan
milik - 2.460,00 11.220,50 12.147,00 - 25.827,50 5.165,50
3 Pajak pengusahaan sarang burung walet 100.364,62 93.661,40 60.794,65 39.867,77 14.515,50 309.203,92 61.840,78 4 Usaha yang memperlihatkan /menikmati
keindahan alam ( Perhutani) 98.684,62 91.882,20 57.031,45 38.012,57 53.002,05 338.612,87 67.722,57 5 Usaha yang memperlihatkan /menikmati
keindahan alam ( BKSDA) 1.680,00 1.779,20 3.763,20 1.855,20 - 9.077,60 1.815,52 6 Retribusi ijin gangguan indusri hasil hutan - 30.938,48 33.321,06 55.302,23 - 119.561,77 23.912,35
7 Retribusi ijin gangguan sarang burung
walet - - 84,00 69,20 - 153,20 30,64
8 Pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan - - - - 5.100,41 5.100,41 1.020,08
Jumlah I 531.808,54 391.429,38 166.214,85 147.253,96 72.617,96 1.309.324,69 261.864,94
II. Kehutanan regional dan nasional
1 Bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan - 113.000,06 44.701,93 467.591,54 384.420,04 1.009.713,57 201.942,71
2 Bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam
provisi sumber daya hutan ( PSDH) 639.457,08 490.425,91 742.267,81 202.229,55 881.152,63 2.955.532,99 591.106,60
Jumlah II 639.457,08 603.425,97 786.969,74 669.821,09 1.265.572,68 3.965.246,56 793.049,31
Jumlah I dan II 1.171.265,62 994.855,36 953.184,59 817.075,05 1.338.190,63 5.274.571,25 1.054.914,25
(30)
Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 10 tahun 2001. Adapun struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :
1. Penebangan pohon :
a. Jati milik rakyat sebesar Rp. 4.500/M3 b. Jati milik Perhutani sebesar Rp. 4.000/M3 c. Mahoni dan kayu rimba lainnya
milik rakyat sebesar Rp. 3.000/M3 d. Mahoni, Pinus dan kayu rimba lainnya
milik Perhutani sebesar Rp. 3.000/M3 e. Albizia/sengon, dan sebagainya sebesar Rp. 1000/ M3 f. Karet, kopi, kakao, kina, kayu manis
pala, kemiri dan sejenisnya sebesar Rp. 2.000/pohon g. Aren dan Kelapa sebesar Rp. 250/M h. Bambu kecil sebesar Rp. 50/batang i. Bambu besar sebesar Rp. 150/batang 2. Pengangkutan Kayu :
a. Kayu jati sebesar Rp. 2.500/M3 b. Kayu mahoni dan kayu rimba lainnya
sebesar Rp. 2.000/M3 c. Kayu albizia dan sejenisnya sebesar Rp. 2.000/M3 d. Kayu aren dan kelapa sebesar Rp. 2.000/M e. Bambu besar sebesar Rp. 50/batang f. Bambu kecil sebesar Rp. 25/batang g. kayu bakar sebesar Rp. 150/sm
3. Pengergajian :
a. gergaji rantai (chainsaw) sebesar Rp. 15.000/tahun b. gergaji materal statis circle/pita
besar 42 dan 44 sebesar Rp. 100.000/tahun c. gergaji materal statis circle/pita
(31)
31
d. gergaji material bergerak pita besar
sebesar Rp. 200.000/tahun
e. gergaji material bergerak pita kecil
sebesar Rp. 100.000/tahun
Berikut realisasi Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 7 :
Tabel .7 Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis : Komponen
Pendapatan
Tahun(Rp) X 1000
2003 2004 2005 2006 2007
Retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik
331.079,31 170.708,11 - - -
Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007)
Pada tahun 2005 terdapat perubahan peraturan daerah mengenai Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis, dimana untuk setiap pengusaha yang mengelola kayu milik hasil hutan tidak dikenakan biaya retribusi perijinan pengelolaan kayu milik, sehingga tidak memberikan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Ciamis. Di Kabupaten Ciamis kebijakan daerah yang mengatur sistem penyelenggaraan kehutanan khususnya pengembangan hutan rakyat, saat ini hanya ada satu yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2004 tentang produksi dan peredaran kayu rakyat.
Sejak adanya perubahan peraturan daerah tersebut, Dinas Kehutanan kabupaten Ciamis hanya memberikan Leges Ijin Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik yang diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 18 tahun 2005 tentang retribusi cetak tulis (leges) dan perporasi.
Burung Walet (Collocalia) merupakan salah satu satwa liar yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap menjamin keberadaan populasinya di alam. Oleh karena itu, agar dapat dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat tetapi keberadaannya tetap terjamin, maka setiap daerah harus memiliki peraturan mengenai besarnya tarif dari pemanfaatannya sendiri .
(32)
Adapun Pajak Pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 23 tahun 2005 tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 27 tahun 2001 tentang pajak pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dan sejenisnya. Dinas yang mengelola adalah Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis. Adapun yang menjadi obyek dari pajak ini adalah semua pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dan sejenisnya. Tarif pajak ditetapkan berdasarkan luas bangunan dikali index gangguan dikali tarif (Index gangguan untuk burung wallet ditetapkan bernilai 2) dimana besar tarif pajak yaitu burung walet Rp 5.000,00 dan burung kapinis Rp 500,00
Berikut perkembangan realisasi pajak pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Ciamis lima tahun terahir dapat dilihat pada Tabel 8 :
Tabel . 8 Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet Komponen
Pendapatan
Tahun(Rp) X 1000
2003 2004 2005 2006 2007
Pajak
pengusahaan sarang burung walet
100.364,62 93.661,40 60.794,65 39.867,77 14.515,50
Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007)
Usaha yang memperlihatkan keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA di Kabupaten Ciamis masuk ke dalam pajak daerah yaitu pajak hiburan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2005 tentang perubahan kedua atas peraturan daerah No 12 Tahun 1998 tentang pajak hiburan. Objek pajak hiburan adalah semua penyelenggara hiburan, dimana subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan sementara wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak dimana tarif pajak hiburan untuk usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam adalah 30% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan selama satu tahun.
Berikut perkembangan realisasi pajak hiburan Kabupaten Ciamis yang berasal dari usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam lima tahun terahir dapat dilihat pada Tabel 9 :
(33)
33
Tabel.9 Usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA :
Komponen Pendapatan
Tahun (Rp) X 1000
2003 2004 2005 2006 2007
Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( Perhutani)
98.684,62 91.882,20 57.031,45 38.012,57 53.002,05
Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( BKSDA)
1.680,00 1.779,20 3.763,20 1.855,20 -
Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007)
Undang-undang No 33 tahun 2004 pasal 7 menyebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi maka berdasarkan surat edaran Menteri Kehutanan No 2 tahun 2006 bahwa Usaha yang Memperlihatkan/Menikmati Keindahan Alam dari BKSDA tidak memberikan sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ciamis pada tahun 2007.
Retribusi ijin gangguan di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan daerah Kabupaten Ciamis No. 20 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Gangguan. Materi kewenangan yang dilimpahkan adalah untuk usaha penggilingan padi dan penggergajian kayu yang berpindah-pindah.
Peredaran hasil hutan masuk ke dalam bagi hasil pajak dari provinsi berdasarkan peraturan daerah Provinsi Jawa Barat no 20 tahun 2001. Adapun yang menjadi objek adalah hasil hutan yang masuk, beredar dan keluar dari daerah. Adapun struktur dan besarnya tarif retribusi dapat dilihat pada lampiran.
Provisi Sumber Daya Hutan masuk ke dalam penerimaan negara bukan pajak sedangkan peredaran hasil hutan masuk ke dalam bagi hasil pajak dari provinsi yang berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Besar PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dan yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada tabel 10:
(34)
Tabel 10. Perbandingan PSDH yang diterima Pemda dan PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis( X Rp 1000)
Tahun
PSDH yang dikeluarkan KPH
Ciamis
PSDH yang diterima Pemda (Rp)
Persentasi PSDH yang diterima Pemda dan PSDH
yang dikeluarkan KPH Ciamis
2003 1.796.380 639.457,08 35,60
2004 2.041.983 490.425,91 24,02
2005 1.464.511 742.267,81 50,68
2006 2.635.957 202.229,55 7,67
2007 5.708.512 881.152,63 15,44
Sumber : PSDH yang diterima Pemda dari Data Pendapatan Kabupaten Ciamis dan PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dari Data kewajiban KPH terhadap Negara
Dari data di atas terdapat perbedaan yang cukup besar antara PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dengan PSDH yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis.
Provisi Sumber Daya Hutan yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis hanya sebagian kecil saja dari PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis, yaitu dalam 5 tahun rata-rata sebesar 26,68 saja total PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis, yang masing-masing pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007 hanya sebesar 35,60%, 24,02%, 50,68%, 7,67% dan 15,44%.
Khusus penerimaan negara dari Sumber Daya Alam diatur dalam UU No 33 tahun 2004 pasal 14 dan 15, yaitu bahwa penerimaan negara dari SDA sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan negara dari SDA sektor kehutanan terdiri dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Bagian Daerah dari penerimaan negara PSDH dibagi dengan perincian 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota Penghasil, dan 32% dibagi dengan porsi yang sama besar untuk semua Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan. Lebih lanjut lagi dalam Peraturan Pemerintah RI No 104 tahun 2000 pasal 9 ayat 1 dan 2.
Berdasarkan perhitungan menurut Undang-undang 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2000, PSDH yang seharusnya diterima oleh Pemerintah Daerah dapat dilihat dalam tabel 10 dan 11
(35)
35
Tabel.11 Perhitungan Berdasarkan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah tahun 2000 ( X Rp 1000)
Tahun PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis(Rp) Pusat (20%) (Rp) Propinsi (16%) (Rp) Kabupaten penghasil (32%) (Rp) Kab.lain dalam Propinsi (32%) (Rp) 2003
1.796.380 359275,98 287420,79 574841,58 574841,58 2004 2.041.983 408396,50 326717,20 653434,40 653434,40 2005 1.464.511 292902,24 234321,79 468643,59 468643,59 2006
2.635.957
527191,31 421753,05 843506,10 843506,10 2007 5.708.512 1141702,35 913361,88 1826723,76 1826723,76 Sumber : KPH Ciamis
Tabel 12 Perbandingan PSDH yang diterima oleh Pemda dengan PSDH yang seharusnya diterima Pemda ( X RP 1000)
Tahun PSDH yang diterima Pemda (Rp)
PSDH yang seharusnya diterima
Pemda (Rp)
Persentase PSDH yang diterima dan PSDH yang seharusnya diterima Pemda
(Rp)
2003 639.457,08 574.841,58 111,24
2004 490.425,91 653.434,40 75,05
2005 742.267,81 468.643,59 158,39
2006 202.229,55 843.506,10 23,97
2007 881.152,63 1.826.723,76 48,24
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa PSDH yang seharusnya diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2003 dan 2005 lebih besar daripada yang seharusnya sedangkan pada Tahun 2004, 2006 dan 2007 jauh lebih kecil daripada yang seharusnya, hal ini menunjukan bahwa Undang-Undang No 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2000 belum sepenuhnya dilaksanakan.
Terlihat bahwa Otonomi Daerah dilakukan tidak sepenuh hati, terkesan setengah-setengah sehingga terjadi tarik menarik kewenangan antara pusat dan daerah sehingga untuk terjadinya konflik antar pelaku kewenangan cukup besar, salah satunya seperti yang terjadi di atas dalam pembagian dana perimbangan yang masih tidak sesuai dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah serta Peraturan Pemerintah RI No 104 tahun 2000.
(36)
5.3Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis Struktur dan Komposisi
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah akan sangat bergantung bagaimana daerah mendayagunakan sumber daya dan dana yang menjadi potensi daerah itu sendiri.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. Pada pasal 15 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000, dikatakan bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
1. Pendapatan Daerah, yang dirinci menurut kelompok dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Jenis pendapatan misalnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokais Khusus.
2. Belanja Daerah, yang dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Belanja menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, serta Dinas Daerah dan lembaga, misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lain. Jenis belanja, yaitu seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan belanja model/pembangunan.
3. Pembiayaan, yang dirinci menurut sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah antara lain seperti sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, serta penerimaan dari penjualan aset Daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran antara lain seperti pembayaran hutang pokok. Sumber-sumber pendapatan daerah sebagai mesin utama dalam upaya penghimpunan dana yang berguna baik untuk membiayai pelaksanaan pemerintah, kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan pembangunan di daerah. Agar sumber-sumber pendapatan daerah dapat digali secara optimal maka perlu dilakukan upaya yang sungguh-sungguh dan dipersiapkan dengan baik
(37)
37
Pemerintah Kabupaten Ciamis mempunyai perhatian yang cukup besar dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Hal ini tertuang dalam kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan penggalian sumber-sumber pendapatan daerah
dalam mencapai visi Kabupaten Ciamis yaitu ”Dengan Iman dan Taqwa Ciamis Terdepan dalam Agribisnis dan Pariwisata di Priangan Timur Tahun 2009”
Undang-undang No.32 tahun 2004 pasal 157 menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Pos-pos yang ada di Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis pada tahun anggaran 2003 sampai dengan 2007 dapat dilihat di bawah ini :
1. Pendapatan Asli Daerah 1.1Pajak Daerah
Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir
Pajak Sarang Burung Walet Pajak Televisi
1.2Retribusi Daerah
Retribusi Pelayanan Kesehatan
Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP
(38)
Retribusi Penggantian Cetak Catatan Sipil Retribusi Pelayanan Pasar
Retribusi Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Jasa Usaha Terminal
Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olah Raga Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Retribusi Ijin Gangguan
Retribusi Ijin dan Bongkar Reklame
Retribusi Ijin Usaha Industri Perdagangan, Gudang dan WDP Retribusi Leges dan Perporasi
Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik
1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Lembaga Keuangan Daerah yang Dipisahkan
Bagian Laba Dari Perusahaan Milik Daerah Bagian Laba Dari Lembaga Keuangan Daerah
Bagian Laba Atas Penyertaan Modal Investasi Kepada Pihak Ketiga
1.4Lain-lain PAD yang Sah
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan Penerimaan Jasa Giro
Sumbangan Pihak ketiga
Penerimaan Iuran Pertambangan Pendapatan Bunga Deposito
Komisi, Potongan dan Selisih Nilai Tukar Rupiah
Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendapatan Denda Retribusi
Pendapatan dari Pengembalian Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum
Pendapatan Dari penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Pendapatan dari Angsuran / Cicilan Rumah
(39)
39
2. Dana Perimbangan 2.1Bagi Hasil Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) BPHTB Kabupaten
Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Termasuk PPh Pasal 21) Bagian PBB Dari Pemerintah Pusat (65%)
Insentif PBB Bagian Pusat (35%) BPHTB Pusat
2.2Bagi Hasil Bukan Pajak
Bagi Hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Bagi Hasil Dari Iuran Eksploitasi/Royalti
Pungutan Pengusaha Perikanan
Bagi Hasil dari Pungutan Hasil Perikanan Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas Alam
2.3Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU)
2.4Dana Alokasi Khusus
DAK Bidang Transformasi/Prasarana Jalan DAK Bidang Perairan/Irigasi
DAK Bidang Kesehatan DAK Bidang Pendidikan
DAK Bidang Lingkungan Hidup
DAK Bidang Air Bersih Pendidikan dan Binamarga DAK Bidang Perikanan
DAK Bidang Pertanian
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pendapatan Hibah Dana Darurat
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
(40)
Komponen Pendapatan
Pendapatan (Rp) X 1000
2003 2004 2005 2006 2007
Pajak Daerah 5.916.039,47 4.975.907,97 5.065.796,12 5.190.330,74 5.477.835,88 Retribusi Daerah 15.621.835,25 15.810.011,80 15.527.873,60 20.620.493,88 23.394.010,04 Hasil Perusahaan Milik Daerah
dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan 572.355,30 478.942,43 793.078,72 848.227,22 1.094.446,14
Lain-lain PAD yang Sah 5.746.744,14 11.103.209,09 4.201.650,24 9.548.894,64 24.354.795,21
Pendapatan Asli Daerah 27.856.974,09 32.368.071,33 25.588.398,68 36.207.946,47 54.321.087,27
Bagi Hasil Pajak dan Bukan
Pajak 35.867.522,91 36.655.400,16 36.439.785,14 43.305.670,17 52.343.451,46 Dana Alokasi Umum 438.200.000,00 409.150.000,00 432.351.996,00 708.553.000,00 775.730.000,00 Dana Alokasi Khusus 9.100.000,00 9.250.000,00 - 52.900.000,00 73.344.000,00 Dana Hasil Pajak dan Bantuan
Keuangan Dari Propinsi 25.892.078,12 30.309.197,03 37.797.773,33 57.758.360,34 -
Bagian Dana Perimbangan 509.059.601,02 485.364.597,20 506.589.554,47 862.517.030,51 901.417.451,46
Bantuan Dana
Kontinjensi/Penyeimbang dari
Pemerintah 41.013.614,10 32.641.250,00 25.057.000,00 145.347.930,00 97.052.011,13
Lain-Lain Pendapatan Yang
Sah 41.013.614,10 32.641.250,00 25.057.000,00 145.347.930,00 97.052.011,13
Total Pendapatan Daerah 577.930.189,21 550.373.918,52 577.234.953,15 1.044.072.906,98 1.052.790.549,86 Sumber: Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis 2007 (diolah)
(1)
50
Lampiran 1 Struktur dan besarnya tarif retribusi peredaran hasil hutan Provinsi
Jawa Barat
No
Uraian
Satuan
Retribusi (Rp/Satuan)
1. Kayu Bulat (diameter 30 cm ke atas)
a. Kelompok Meranti
M
320.000
b. Kelompok Rimba Campuran
M
35.000
c. Kelompok Kayu Indah (termasuk Sono
Keling, Ramin, Ulin)
M
315.000
d. Kelompok Kayu lain (kayu Mentaos,
Kisereh, Perupuk Giam, Bilangeran dan
Kulim)
M
35.000
e. Kayu Jati.
M
315.000
f. Kayu Pinus.
M
33.000
II. Kayu Bulat Kecil
a. Semua kayu berdiameter 20 cm s/d 29
M
3200
cm kecuali Jati.
b. Cerucuk
Batang
100
c. Tiang Jermal
Batang
200
d. Galangan Rel
M
3500
e. Kayu Bakar
SM
100
III. Limbah Pembalakan
M
3500
IV. Bahan Baku Serpih (BBS)
M
3500
(Khusus untuk kelompok jenis Meranti dan
Rimba Campuran dengan diameter kurang
dari 20 cm)
V. Kayu Sortimen lain
a. Kayu Jati diameter 20-29 cm
M
310.000
b. Kayu Jati diameter < 19 cm
M
35.000
c. Kayu Kuning
Ton
5.000
d. Kayu Eboni
Ton
20.000
e. Bagian Kayu Cendana berteras dalam
Ton
20.000
segala bentuk
f. Gubal Kayu Cendana dalam segala
Ton
10.000
bentuk
g. Arang Kayu Bakau, Jati dan kelompok
Ton
5.000
jenis Meranti
h. Arang Kayu Rimba Campuran
Ton
3.000
i. Tunggak Jati
Ton
5.000
VI.1. Kayu Gergajian
a. Kelompok Meranti
M
315.000
b. Kelompok Rimba Campuran
M
310.000
c. Kelompok Kayu Indah (termasuk
M
320.000
Sono Keling, Ramin, Ulin)
(2)
51
Mentaos, Kisereh, Perupuk, Giam,
Bilangeran, Kulin)
e. Kayu Jati
M
320.000
f. Kayu Pinus
M
35.000
2. Getah
a. Getah Jelutung
Ton
6.000
b. Getah Ketiau
Ton
3.000
c. Getah Karet Hutan
Ton
2.500
d. Getah Hangkang
Ton
1.000
e. Getah Jernang
Ton
1.000
f. Getah Sundik
Ton
3.000
g. Getah Pinus
Ton
1.000
3. Damar
a. Damar Mata Kucing
Ton
3.000
b. Damar Batu
Ton
500
c. Damar Kopal
Ton
2.000
d. Damar Pilau
Ton
2.000
e. Damar Rasak
Ton
1.500
f. Damar Daging
Ton
1.000
g. Damar Gaharu
Kg
1.000
h. Sheetlac
Kg
2.000
i. Gubal Gaharu
Kg
7.000
j. Kemendangan
Kg
2.000
k. Biji Tengkawang
Ton
200
l. Biji Kemiri
Ton
5.000
m. Kenari
Kg
50
n. Kemenyan
Ton
1.000
o. Biga
Ton
2.000
p. Asam
Ton
2.000
q. Gambir
Ton
500
4. Minyak Atsiri
a. Minyak Kenanga
Kg
200
b. Minyak Sereh
Kg
200
c. Minyak Daun Cengkeh
Kg
200
d. Minyak Pala
Kg
200
e. Minyak Nilam
Kg
200
f. Minyak Cendana
Kg
200
g. Minyak Akar Wangi
Kg
200
h. Minyak Lawang
Kg
200
i. Minyak Kayu Putih
Kg
200
j. Minyak Keruing
Kg
200
5. Sarang Burung Walet yang diambil dari
alam
a. Walet Putih
Kg
10.000
b. Walet Hitam
Kg
10.000
6. Kulit Kayu
a. Akasia
Ton
10.000
(3)
52
c. Kalapari
Ton
1.000
d. Gelam
Ton
500
e. Kayu Seloro
Ton
200
f. Kayu Laut
Ton
500
g. Kayu Lawang
Ton
300
h. Kayu Kusarang
Ton
200
i. Kayu Manis
Ton
200
j. Masoi
Ton
5.000
k. Nyirih
Ton
3.000
l. Tangir
Ton
2.000
m. Tinggi
Ton
200
n. Tarok
Ton
2.000
o. Soga
Ton
500
p. Suka
Ton
500
q. Pulosantan
Ton
500
r. Gemor/salam pati
Ton
500
s. Medang Keladi
Ton
500
7. Tikar
a. Agel
Lembar
500
b. Kolosua
Lembar
50
c. Pandan
Lembar
50
8. Atap
Lembar
50
a. Atap Nipah/Kajan
Lembar
10
b. Atap Rumbia
Lembar
10
c. Atap Sirap
Lembar
10
9. Bambu
a. Bambu Apus
Batang
50
b. Bambu Pentung
Batang
50
c. Bambu Milah
Batang
50
10. Satwa Liar
a. Ikan Arwana
Ekor
10.000
b. Ikan lainnya
Ekor
1000
c. Aves
Ekor
1000
d. Mamalia
Ekor
10.000
e. Reptilia
Ekor
500
f. Primata
Ekor
10.000
11. Tumbuhan liar
Batang
5.000
12. Kulit satwa liar
Lembar
5.000
13. Bagian-bagian Satwa dan Tumbuhan
Pcs
5.000
(4)
RINGKASAN
Iis Hanhan Handayani. E14104023. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap
Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis.
Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir Dudung Darusman, MA.
Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Potensi hutan telah memberikan manfaat yang luar biasa besarnya baik manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung. Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah menimbulkan konflik antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat di daerah, namun hal itu tidak terjadi sehingga pada pelaksanaan di lapangan sering timbul permasalahan dan konflik dengan masyarakat setempat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa nuansa dan semangat baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia,diharapkan undang-undang otonomi daerah yang telah mengakui hak dan kewenangan daerah tersebut. UU 32 Tahun 2004 mengakui hak-hak yang dimiliki dalam mengelola segala aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya sehingga dapat menumbuhkan sumber daya yang terdapat di daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peraturan daerah yang berkaitan dengan pendapatan daerah khususnya dibidang kehutanan, mengetahui produksi hasil hutan khususnya kayu dan menaksir perkembangan kontribusi hutan dan kehutanan terhadap pendapatan daerah. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, BKSDA Ciamis dan KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten untuk dijadikan bahan masukan dalam menetapkan kebijakan dan strategi pembangunan Kabupaten Ciamis khususnya pembangunan di sektor kehutanan.
Penelitian dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, BKSDA Ciamis dan KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2008.Teknik pengambilan data yang dilakukan adalah studi pustaka, tehnik wawancara dan pengumpulan data-data sekunder. Untuk kegiatan pengolahan data dimulai dengan memilih jenis-jenis pendapatan daerah Kabupaten Ciamis yang termasuk ke dalam sektor kehutanan setelah itu dikelompokkan ke dalam PAD dan Dana Perimbangan dan menghitung masing-masing kontribusinya terhadap pendapatan daerah Kabupaten Ciamis.
Kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten Ciamis secara garis besar dikelompokan menjadi 5 sub sektor yaitu Hasil hutan kayu yang terdiri dari retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik dan leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan milik, Hasil hutan non kayu yang terdiri dari Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet, Jasa Rekreasi yang terdiri dari Usaha yang memperlihatkan/ menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA, Ijin gangguan yang terdiri dari Retribusi ijin gangguan Industri hasil hutan dan retribusi ijin gangguan sarang burung walet, dan Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan sedangkan kontribusi sektor kehutanan di tingkat regional dan nasional di Kabupaten Ciamis dikelompokan menjadi 2 sub sektor yaitu Regional terdiri dari Bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan dan Nasional terdiri dari Bagi hasil bukan pajak / sumber daya alam Provisi Sumber Daya Hutan.
Sektor kehutanan memberikan kontribusi yang masih tergolong kecil terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis, yaitu hanya berkisar 0,08-0,20 % saja. Masih kecilnya angka kontribusi ini disebabkan karena nilai hutan yang belum diperhitungkan sepenuhnya. Nilai hutan yang sudah diperhitungkan di Kabupaten Ciamis hanyalah dari hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu (dalam hal ini sarang burung walet), dan jasa rekreasi (nilai ekonomis), sedangkan nilai non ekonomis seperti nilai ekologis dan sosialnya masih belum dimasukkan. Peraturan Daerah di bidang kehutanan di Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2004 tentang produksi dan peredaran kayu rakyat, Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 23 tahun 2005 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 27 tahun 2001 tentang pajak pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dan sejenisnya, Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2005 tentang perubahan kedua atas
(5)
peraturan daerah No 12 Tahun 1998 tentang pajak hiburan dan Peraturan daerah Kabupaten Ciamis No. 20 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Gangguan. Produksi hutan di Kabupaten Ciamis selama jangka waktu 5 tahun adalah Hutan Negara sebesar 225.198,67 M3 atau sebesar 15,14 % dan Hutan Rakyat sebesar 1.430.129,43 M3 atau sebesar 84,86 %. Pendapatan dari sektor kehutanan tiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2003 Rp 1.171.265,62 sampai dengan tahun 2007 Rp 1.338.190,63 tetapi dari segi kontribusinya relatif menurun dari tahun 2003 sebesar 0,20 % sampai dengan 2007 sebesar 0,13 % hal ini disebabkan karena pendapatan daerah dari sektor lain meningkat.
(6)
SUMARRY
Iis Hanhan Handayani. E14104023. The Contribution of Forestry Sector to
Ciamis District Revenue.
Supervised by : Prof. Dr. Ir. Dudung. Darusman, MA
Forest is a countless gift to human kind. The forest potency gives magnificent advantages, both tangible and intangible. Thus far, forest management has caused conflicts between local government, local community, and the state government. Participation of local government and community is essential in arrangement of Forest management policy. But in fact, it did not ensue that has caused conflicts as mentioned above. Law No. 32 year of 2004 which has replaced Law No. 22 year of 1999 about Local government has bring new view and spirit in the local government organization, because the new law disclose the right and obligation of the local governments. UU No. 32 year of 2004 admits rights on aspirations management, society claims and needs, thus, it will influence resources growth for the whole society wealth.
The goals of this research were to find out the local regulation entailed to local or district revenue, particularly at forestry sector; to find out forest product, especially wood, at Ciamis District and envisage the forestry sector contribution development to local district revenue. This research will be beneficial to local government of Ciamis district, BKSDA Ciamis and KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III west Java and Banten in providing policies and strategies of Ciamis District development, especially at forestry sector.
The research was conducted at Ciamis District local government, BKSDA Ciamis and KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten, from June to July 2008. The data required for this research were collected through literatures study, survey with interview technique, and secondary data. Data analysis was initiated by selecting Ciamis district revenues that included in forestry sector, and then it was grouped into Original District Revenue (PAD) and Equilibrium Funds. Finally, data analysis was accomplished by evaluating each contribution to the Ciamis District revenue.
The contribution of forestry sector at Ciamis District mainly classified into 5 sub sectors. The 5 sub sectors are wood forest product which concludes retribution of private forest product organization services and legalese of organization services permission for private forest product; non wood forest products which concludes taxes of swallow nest business, tourism services that are exhibition/enjoyment of natural scenery from BKSDA and Perum Perhutani; disturb ing permission that are retribution of disturbing permission of forest product industries and swallow nest business; and fines for activities delay at forestry sector. Meanwhile, forestry sector contribution at regional and national level were grouped into 2 sub sector, that are regional profit share of forest products flow, and national profit share of non-taxes/natural resources of provision forest resources.
Forestry sector contributed 0,08-0,20% only to the Ciamis District revenue. This very low contribution was due to not all forest value is calculated. Forest values were counted at Ciamis District only wood forest product, non-wood forest product (swallow nest), and tourism services (economic value). Meanwhile, non-economics such as ecology value and social value were excluded. Local regulations of forestry sector at Ciamis district are Local Regulation of Ciamis District No. 19 year of 2004 about production and flow of private/community wood, Local regulation of Ciamis District No. 23 year of 2005 to replace Local Regulation of Ciamis District No. 27 year of 2001 about taxes of business and management of swallow nest and allied, Local regulation No. 19 year of 2005 about second change to Local Regulation No. 12 year of 1998 about taxes of entertainment, and Local Regulation of Ciamis District No. 20 year of 2000 about retribution of agitation permission.
Forest production of national forest and community forest at Ciamis District in the last 5 years were 225.198,67 M3 (15,14%) and 1.430.129,43 M3 (84,86%), respectively. Incomes of forestry sector tended to increase that was Rp 1.171.265,62 at 2003 and Rp 1.338.190,63 at 2007. However, the contribution of forestry sector to total district revenue tended to decrease, 0,20% at 2003 and become 0,13% at 2007, which caused by the increasing of district revenue from other sectors.