Lain lagi halnya dengan kekerasan seksual yang mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak akan sembuh, gangguan pikiran atau
kejiwaan sekurang-kurangnya selama empat minggu terus menerus atau satu tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun atau denda paling sedikit
Rp25.000.000,00 dua puluh lima juta rupiah dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. pasal 46 – pasal 48.
Demikian juga akan dikenakan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 lima belas juta rupiah bagi
pelaku penelantaran rumah tangga pasal 49. Tindakan tersebut apabila tidak memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang
yang ada dalam lingkup rumah tangganya. Hal ini juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
danatau melarang bekerja yang layak sehingga korban berada dibawah kendali pelaku.
B. Kebijakan Penerapan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan
1. Peran Polri dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Penegakan Hukum Pidana merupakan tugas komponen-komponen aparat penegak hukum yang tergabung dalam Sistem Peradilan Pidana.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Institusi Polri merupakan aparat dari komponen SPP criminal justice system yang terikat pada KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau
Undang-Undang No.81981. Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum, polisi senantiasa harus menghormati hukum dan hak asasi manusia.
Secara garis besar tugas polisi disamping sebagai agen penegak hukum law enforcement agency, juga sebagai pemelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat order maintenance officer. Dalam model yang lain, tugas polisi dapat dipilah ke dalam upaya preventif dan represif. Upaya
preventif dilakukan dengan maksud mencegah terjadinya kejahatan yang meresahkan masyarakat, sedangkan upaya represif dilakukan polisi melalui
serangkaian tindakan penyidikan kasus kejahatan. Tujuannya agar pelaku kejahatan dapat diseret ke Pengadilan dan dijatuhi hukuman setimpal jika
terbukti. Tindakan represif dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang goncang akibat dicabik-cabik perilaku para penjahat restitutio in integrum.
99
Sebagai bagian
dari integrated criminal justice system, polisi
merupakan organ paling depan bagi tegaknya hukum. Polisi bertugas mengurai benang ruwetnya kejahatan dengan melakukan penyelidikan dan
penyidikan. Dalam pelaksanaan tugas ini, diperlukan profesionalisme polisi, agar mampu menangkap pelaku kejahatan. Sebab bila tidak, masyarakat
akan tetap terancam oleh perilaku menyimpang dari penjahat.
100
99
M.Khoidin Sadjijono,Mengenal Figur Polisi Kita,Yogyakarta:LaksBang, 2007,hal. 58.
100
Ibid.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Dua tugas Polisi diatas menurut Mardjono Reksodiputro merupakan dua sisi dari fungsi polisi. Dalam mengkaji pola penanggulangan kejahatan
kekerasan melalui mekanisme peradilan pidana, polisi memerankan fungsi penegakan hukum. Fungsi polisi sebagai penegakan hukum ini secara umum
yang diharapkan masyarakat adalah penegakan hukum pidana enforcing the criminal law, dengan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan dan
menyelesaikan kejahatan yang terjadi dengan menangkap serta menghadapkan pelakunya ke pengadilan. Upaya menanggulangi kejahatan
kekerasan dan kejahatan yang serius violent and serious crimes ini, polisi didesak masyarakat untuk bergerak cepat melaksanakan tugas penegakan
hukum.
101
Penanggulangan Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di
Kota Medan selama ini dilakukan polisi dengan memberkas perkara Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga melalui proses penyelidikan dan
penyidikan serta meneruskannya ke tingkat selanjutnya. Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, supaya bisa menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan merupakan
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti
101
Mardjono Reksodiputro, op. cit., hal. 161.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
tersebut bisa membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
102
Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepolisian di kota Medan,
ditemukan data tentang adanya unsur kekerasan oleh polisi terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada proses penyidikan.
Hal ini tergambar pada Tabel 5 berikut : Tabel 5 : Pendapat Kepolisian tentang Kekerasan dalam Proses Penyidikan
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
N o
Kekerasan oleh aparat dalam proses penyidikan
Jumlah informasi
Persenta se
1 Ada 3
60 2 Tidak
Ada 2
40
J u m l a h 5
100
Sumber: Data primer hasil wawancara dengan aparat kepolisian di wilayah hukum Poltabes Medan
Berdasarkan Tabel
5 di
atas, maka tiga orang aparat polisi menyatakan adanya unsur kekerasan dalam proses memberkas perkara.
Sedangkan dua orang informan kepolisian menyatakan tidak ada unsur kekerasan dalam proses pemberkasan perkara Tindak Pidana Kekerasan
Dalam Rumah Tangga di Kota Medan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebanyakan proses pemeriksaan pelaku Tindak Pidana Kekerasan
Dalam Rumah Tangga selama ini di Kepolisian terdapat unsur kekerasan 60.
102
Lihat Pasal 1 butir 5 dan butir 2 KUHAP
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Peristiwa penyiksaan
tersangka nampaknya sudah merupakan hal biasa dalam proses penyidikan. Tidak mengherankan jika kita mendapati
tersangka babak belur setelah “dikerjai” polisi. KUHAP merupakan aturan hukum bagi pelaksanaan peradilan pidana, mulai dari proses penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan bahkan sampai pelaksanaan putusan pengadilan. KUHAP memberi wewenang untuk
melaksanakan penyidikan hanya kepada polisi. Tidak ada kekuasan lain yang berwenang melaksanakan penyidikan penangkapan, penyitaan barang,
penggeledahan dan penahanan selain polisi. Tersangka berhak untuk memberikan keterangan secara bebas, dan wajib dijauhkan dari perasaan
takut akibat intimidasi dan penyiksaan saat menjalani pemeriksaan. Jika terjadi kekeliruan dalam proses peradilan, tersangka berhak menuntut ganti
rugi dan rehabilitasi Pasal 50-68 KUHAP.
103
Kepolisian punya wewenang melakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Kepolisian Kota Besar Medan selama ini melakukan penahanan terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan
wawancara dengan informan kepolisian di wilayah Poltabes Medan, diperoleh data sebagai berikut:
103
M.Khoidin Sadjijono, op.cit, hal. 86.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 6 : Penahanan terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan oleh aparat kepolisian
N o
Penahanan pelaku TP KDRT oleh kepolisian
Jumlah informasi
Persenta se
1 Ditahan 3
60 2 Ditangguhkan
2 40
J u m l a h 5
100
Sumber: Data primer hasil wawancara dengan aparat kepolisian di wilayah hukum Poltabes Medan
Berdasarkan Tabel 6 diatas, diketahui bahwa 3 orang 60 informan menyatakan selalu dilakukan penahanan terhadap pelaku Tindak Pidana
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan 2 orang 40 menyatakan penahanan masih bisa ditangguhkan. Artinya dalam proses penyidikan,
mayoritas pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga selalu dikenakan penahanan oleh aparat kepolisian.
Alasan dilakukannya
penahanan terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan ini menurut aparat
kepolisian adalah sebagai berikut : a. Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP;
b. Adanya keinginan memberikan efek jera kepada pelaku sehingga dengan ditahan, maka pelaku akan berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan;
c. Memberikan kepuasan bahwa dengan ditahannya pelaku, maka korban merasa puas dan begitu juga masyarakat;
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
d. Memberikan rasa aman dan tentram di hati masyarakat.
104
Alasan penahanan terhadap pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebenarnya sudah diatur secara jelas di dalam KUHAP.
Pasal 21 Ayat 1 menyatakan alasan penahanan terhadap pelaku bila ada dugaan pelaku akan mengulangi melakukan tindak pidana. Sedangkan Pasal
21 Ayat 4 huruf a bahwa penahanan dikenakan pada tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Semua ini merupakan
alasan yudisial mengapa terhadap seorang tersangka pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dilakukan penahanan.
105
Dua orang aparat kepolisian menyatakan tersangka pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga bisa tidak dikenakan penahanan
dengan syarat harus ada nota perdamaian antara pelaku dan korban. Nota perdamaian ini sifatnya tidak menghentikan proses pelimpahan perkara ke
tahap selanjutnya, melainkan hanya menjadi unsur yang meringankan dalam pertimbangan jaksa dan hakim di proses pemeriksaan perkara.
106
Pemidanaan dalam
persepsi kepolisian diharapkan masih mampu
sebagai salah satu alat dalam penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7
berikut :
104
Wawancara dengan 3 orang polisi di Sat Reskrim Unit PPA Poltabes Medan pada tanggal 24 Juli 2008, pukul 12.00-12.30 wib.
105
Ibid.
106
Wawancara dengan 2 orang polisi di Sat Reskrim Unit PPA Poltabes Medan pada tanggal 24 Juli 2008, pukul 12.30-13.00 wib.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 7 : Tujuan Pemidanaan menurut Aparat Kepolisian di Kota Medan
N o
Tujuan pemidanaan menurut kepolisian
Jumlah informasi
Persenta se
1 Retributif 1
20 2 Deterrence
3 60
3 Treatment 1
20
J u m l a h 5
100
Sumber: Data primer hasil wawancara dengan aparat kepolisian di wilayah hukum Poltabes Medan
Berdasarkan Tabel
7 diatas
maka 20 aparat kepolisian menyatakan bahwa tujuan pemidanaan masih bersifat retributif pembalasan, 60 aparat
kepolisian sepakat bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk deterrence pencegahan, dan 20 aparat memahami bahwa tujuan pemidanaan adalah
untuk pembinaan treatment. Tujuan pemidanaan selama ini menurut persepsi aparat kepolisian di atas dominan untuk deterrence pencegahan.
Pemidanaan diharapkan menjadi deterrence effect bagi pelaku untuk tidak mengulangi kejahatannya kembali, serta masyarakat diharapkan tidak
mencontoh kejahatan tersebut. Fungsi utama dari Kepolisian adalah menegakkan hukum dan
melayani kepentingan masyarakat umum. Dapat dikatakan tugas polisi adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Kepolisian Kotabesar Medan selama ini berusaha melakukan pelayanan yang terbaik kepada korban Tindak Pidana
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan dengan informasi dari LBH APIK Medan diperoleh data sebagai berikut :
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 8 : Pendapat LBH APIK tentang Pelayanan Kepolisian terhadap korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
N o
Layanan Kepolisian terhadap korban TP KDRT
Jumlah informasi
Persenta se
1 Baik 3
75 2 Kurang
Baik 1
25
J u m l a h 4
100
Sumber: Data primer hasil wawancara dengan 4 orang anggota LBH APIK Medan.
Berdasarkan Tabel
8 diatas bahwa 75 informan menyatakan bahwa pelayanan kepolisian terhadap korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam
Rumah Tangga sudah cukup baik. Artinya dalam melayani korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga pihak Kepolisian berusaha
melakukan pelayanan yang terbaik. Hal ini diwujudkan dengan merespon Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No.Pol.:10 Tahun 2007 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Unit PPA di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian Republik
Indonesia telah membuka Unit untuk kelompok Perempuan dan Anak yang disebut Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Unit PPA yang merupakan
bagian dari Satuan Reserse Kriminil yang berada di setiap tingkat kepolisian. Penugasan polisi wanita di Ruang Pelayanan Khusus. Lebih berempati
terhadap masalah korban dan sensitif gender. Pelayanan tersebut membuat korban merasa nyaman dalam melapor.
107
Untuk pelayanan terbaiknya bagi
107
Wawancara dengan 3 orang informan dari LBH APIK Medan pada tanggal 28 Juli 2008, pukul 10.00-11.30 wib.Lihat juga Herti Sudinar.S,”Crisis Centre Ditinjau dari Perspektif POLRI”,
dari Diskusi Terbatas Mitra Perempuan tentang “Status Hukum dan Sosial Women’s Crisis Center di Indonesia Penguatan Antar Lembaga”,Hotel Atlet Century Park, Jakarta, 7 September 2001 yang
menyatakan bahwa sejak tanggal 6 April 1999 kepolisian mulai membuka police women desk atau di Indonesia disebut sebagai RPK Ruang Pelayanan Khusus. RPK didirikan di kantor-kantor polisi,
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
kelompok perempuan dan anak korban kekerasan Kepolisian RI juga menyediakan Ruang Pelayanan Khusus RPK dan ruang konseling.
Keberadaan ruang konseling dimaksudkan agar sebelum membuat laporan tentang Tindak Kekerasan yang dialaminya, korban perempuan dan anak
diberikan kesempatan untuk mengadakan konseling yang dibimbing oleh petugas polisi wanita dari Unit PPA yang selalu setia melayani selama 24 jam
sehari. Untuk
membangun sinergi
dalam upaya penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga bersama dengan aparat kepolisian,
LBH APIK menyediakan rumah aman atau shelter kepada korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sehingga memungkinkan si korban
atau saksi untuk sementara waktu tinggal di shelter sambil melakukan konseling secara terus menerus. Pendirian rumah aman atau shelter ini
didasari pertimbangan bahwa ketika kasus tersebut dilaporkan dan kemudian ditindaklanjuti sampai diputus oleh pengadilan bagi korban umumnya akan
terutama dimaksudkan untuk menerima pengaduan kasus-kasus kriminal dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Usaha pendirian RPK dirintis oleh sekelompok mantan Polwan yang tergabung
dalam LBPP Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan DERAP Warapsari. RPK adalah suatu ruangan khusus yang aman dan nyaman untuk melayani serta menangani perempuan dan anak korban
kekerasan. Petugas RPK terdiri dari Polwan-polwan yang terlatih dalam pelayanan terhadap korban kekerasan. Kebanyakan kasus yang diterima samapi saat ini adalah kasus kekerasan dalam rumah
tangga KDRT. Sayangnya pembentukan RPK-RPK tersebut belum menasional sampai pada tingkat Kepolisian Sektor Polsek mengingat jumlah Polwan yang tidak memadai. Perkembangan RPK-RPK
harus dilihat sangat positif, dan perlu memperoleh dukungan banyak pihak. Satu dukungan yang diperlukan tentu saja adalah adanya jumlah Polwan yang memadai, serta dukungan dana dan kebijakan
internal Polri.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
tetap meninggalkan persoalan-persoalan yang menyangkut psikis yang harus diselesaikan.
108
Melihat kondisi di atas terlihat bahwa kebutuhan tersedianya RPK yang didukung sumber daya manusia petugas kepolisian yang memiliki
pengetahuan tentang konsep kekerasan gender, instrumen hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut, serta berperspektif gender dan
memiliki empati mutlak diperlukan di setiap tingkat kepolisian. Sayangnya, penurut penuturan petugas terkait keberadaan RPK masih belum merata di
seluruh Polres di Indonesia karena di beberapa daerah masih kesulitan SDM dan biaya operasional. Selain itu RPK yang sudah ada biaya operasionalnya
sering berasal dari inisiatif pribadi Kapolres atau petugas RPK sendiri.
109
Selain itu
pelayanan dari
pihak kepolisian terhadap korban dianggap
cepat dalam merespon laporan tentang terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang datangnya dari korban. Dalam hal kewajiban
kepolisian untuk melindungi korban juga telah diupayakan dengan baik dari pihak kepolisian Kotabesar Medan seperti yang diamanatkan dalam Pasal 20
ayat c Undang-undang No.23 Tahun 2004.
110
Berbeda dengan
pendapat bahwa
pelayanan pihak kepolisian sudah baik sebanyak 75 informan, ada juga satu orang 25 informan yang
108
Wawancara dengan Cut Bietty, SH, Direktur LBH APIK Medan, pada tanggal 28 Juli 2008, pukul 11.30-13.00 wib.
109
Sulistyowati Irianto Lidwina Inge Nurtjahyo, Perempuan di Persidangan Pemantauan Peradilan Berperspektif Perempuan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Convention Watch, Pusat
Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia dan NZAID, 2006, hal. 140.
110
Wawancara dengan 3 orang anggota LBH APIK Medan pada tanggal 28 Juli 2008, pukul 10.00-11.30 wib.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
mengatakan bahwa selama melakukan pedampingan terhadap korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pelayanan yang diberikan
kepolisian terhadap korban kurang baik. Hal ini menyangkut dalam menerapkan peraturan yang dijadikan landasan dalam penyidikan.
Sebagai salah satu ujung tombak penegakan hukum di Indonesia sangat penting bagi aparat kepolisian untuk memiliki pengetahuan seluas
mungkin mengenai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengetahuan yang luas ini penting agar penegak hukum tersebut dalam
menangani suatu kasus kejahatan atau pelanggaran hukum dapat bertindak tepat dengan mengetahui pasal mana dari peraturan manakah yang dapat
dijadikan landasan penyidikannya. Untuk itulah penting juga bagi aparat kepolisian untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan masalah
kekerasan, gender, dan instrumen hukumnya terutama dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
111
Pada pemantauan dari LBH APIK di Medan, sebetulnya petugas RPK sudah mempunyai keinginan untuk menggunakan Undang-undang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap kasus-kasus kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau anak, tetapi karena
ditolak oleh pihak Kejaksaan penggunaan Undang-undang tersebut sebagai landasan hukum tidak jadi dipergunakan. Alasannya UUP KDRT belum bisa
111
Sulistyowati Irianto Lidwina Inge Nurtjahyo, op. cit, hal. 141.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
berdiri sendiri, sehingga harus di-junctokan dengan pasal KUHP. Alasan Jaksa Undang-undang tersebut belum tersosialisasi di kalangan Jaksa. Dan
kalaupun Jaksa sudah mengetahui keberadaan Undang-undang ini, jaksa belum yakin untuk menggunakannya. Akibatnya sulit untuk memasukkan
Pasal-pasal dalam Undang-undang tersebut ke dalam laporan hasil penyidikan yang akan diserahkan ke Kejaksaan.
112
Dari keterangan tadi nampak tidak ada koordinasi antara aparat penegak hukum dalam memasukkan pemikiran baru, termasuk introduksi
instrumen hukum yang baru dan inisiatif dalam menciptakan terobosan, bagi kepentingan perempuan korban. Alasan yang sering dikemukakan penegak
hukum berkaitan dengan penolakan untuk menggunakan suatu peraturan di luar KUHP baik dalam pemeriksaan maupun penyidikan adalah peraturan
yang bersangkutan belum disosialisasikan, atau peraturan yang bersangkutan belum ada hukum acaranya.
Berbagai pandangan
dari sikap aparat kepolisian dalam menangani kasus Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Harus diakui aparat
kepolisian selalu berusaha untuk memperbaiki upaya pelayanan terhadap masyarakat. Proses menuju perbaikan tersebut sudah tentu membutuhkan
waktu untuk pencapaian hasil yang maksimal. Untuk mengetahui kinerja aparat kepolisian dalam menangani kasus Tindak Pidana Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini:
112
Wawancara dengan Cut Bietty, SH, Direktur LBH APIK Medan, op. cit.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 9 : Pendapat korban terhadap kinerja Kepolisian dalam menangani Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan
N o
Kinerja Kepolisian Jumlah
informasi Persenta
se
1 Baik 1
33,3 2 Kurang
Baik 2
66,6
J u m l a h 3
100
Sumber: Data primer hasil wawancara dengan 3 orang korban TP KDRT di Medan.
Tabel 9 di atas menunjukkan bagaimana penilaian dari pihak korban mengenai kinerja kepolisian dalam menangani kasus Tindak Pidana
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hasilnya adalah 33,3 informan yang menyatakan kinerja kepolisian sudah baik dan 66,6 informan yang
menyatakan bahwa kinerja kepolisian dalam menangani kasus Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga kurang baik.
Kurang baiknya kinerja kepolisian menurut korban berkaitan dengan masalah penerimaan kompensasi dalam bentuk barang uang dari salah
satu pihak yang berperkara.
113
Penerimaan kompensasi tersebut selain mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap citra polisi untuk bertindak
objektif dalam menangani suatu perkara. Kesulitan untuk bertindak objektif ini disebabkan karena pihak pemberi dana tersebut pasti mengharapkan suatu
tindakan sebagai suatu timbal balik dari apa yang mereka berikan. Akan tetapi selama pengawasan terhadap kinerja kepolisian dan dana operasional
113
Wawancara dengan 2 orang korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada tanggal 29 Juli 2008, pukul 10.30-11.30 wib.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
bagi tugas kepolisian masih kurang, maka kejadian-kejadian di atas masih akan selalu dialami para pihak yang berperkara.
114
Selain itu, aparat Kepolisian dinilai oleh 66,6 informan, kurang serius memperhatikan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. Aparat
Kepolisian sering memiliki persepsi yang cenderung menyalahkan korban sebagai penyebab suami melakukan kekerasan. Dalam menangani laporan
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sering kali aparat bersikap pasif atau berupaya mendamaikan para pihak pelaku dan korban, terkadang
meskipun keadaan korban sudah mengalami trauma terhadap kekerasan yang dialaminya.
Cara pandang masyarakat terhadap Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai hal internal, oleh karena itu terhadap pihak yang
bertikai dalam masalah tersebut selalu diajukan saran untuk berdamai. Saran tersebut berasal dari tokoh masyarakat atau Kepolisian, sekalipun salah satu
pihak sudah mengalami cacat fisik secara permanen atau gangguan psikologis karena trauma. Selain merupakan urusan internal, oleh sebagian
114
Dari hasil cross check wawancara informal pada tanggal 25 Juli 2008, pukul 10.45-11.30 wib dengan seorang petugas kepolisian yang berpangkat Bripda yang bersangkutan menolak dirinci
indentitasnya bahwa penerimaan kompensasi yang diberikan oleh masyarakat yang perkaranya ditangani polisi, dirasa kurang baik. Dalam kenyataannya, biaya operasional polisi dalam menyidik
suatu kasus sangatlah tinggi. Misalnya untuk mengejar tersangka atau menyisir TKP untuk mencari barang bukti, sering diperlukan waktu berhari-hari, kadang harus pergi ke tempat yang jauh dan
terpencil, dan untuk itu dibutuhkan biaya transport dan perbekalan. Dana untuk biaya operasional inilah yang sering didapatkan dari anggota masyarakat.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
masyarakat masih dianggap sebagai upaya pembelajaran karena tindakan istri atau anak yang dianggap kurang tepat.
115
Suami sebagai kepala keluarga berhak memberi hukuman kepada istri atau anaknya yang dianggap bersalah itu. Hal ini terjadi karena masih
dianutnya pola pikir patriarkis oleh sebagian anggota masyarakat. Masyarakat yang dipengaruhi pola pikir patriarkis menganggap bahwa istri
dan atau anak adalah semata-mata milik suami. Sebagai milik, istri dan anak dapat diperlakukan dan diatur sesuai kehendak suami tidak memiliki
keinginan atau kehendak sendiri. Sehubungan dengan anggapan masyarakat tersebut di atas, aparat penegak hukum dalam menangani
laporan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sering kali berupaya untuk mendamaikan para pihak yang bertikai. Hal ini selain terjadi
dalam tingkat penyidikan juga masih terjadi dalam proses Pengadilan Agama. Penegak hukum yang menangani Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah
Tangga juga cenderung masih bersikap bias gender. Mereka sering menganggap terjadinya kekerasan disebabkan oleh karena istri memiliki
kekurangan yang tidak dapat ditoleransi suami. Kenyataan demikian mengakibatkan korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
mengalami kekerasan berlapis.
116
115
Evarisan, Pendampingan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Semarang, Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian: Peta Ketidakadilan Gender di Indonesia, Semarang: PSW Unika
Soegijapranata, 2004, hal. 10.
116
Muhamad Hakimi, Membisu Demi Harmoni Kekerasan Terhadap Istri dan Kesehatan Perempuan di Jawa Tengah, Indonesia, Yogjakarta: LPKGM, Rifka Annisa Women’s Crisis Centre
dan Ume University-Sweden, Womens Health Exchange, USA,2007, hal. 14.
Anda Nurani : Peran Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
2. Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan Tindak Pidana