Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol yang Mengandung Cetylpyridinium Chloride (CPC) dengan Chlorhexidine (CHX) terhadap Streptococcus mutans (Penelitian In Vitro).

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR BEBAS

ALKOHOL YANG MENGANDUNG CETYLPYRIDINIUM

CHLORIDE (CPC) DENGAN CHLORHEXIDINE (CHX)

TERHADAP Streptococcus mutans

(PENELITIAN IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

NIM : 050600087 NUR SYAMSI ELZA PUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2009

Nur Syamsi Elza Putri

Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol yang Mengandung Cetylpyridinium Chloride (CPC) dengan Chlorhexidine (CHX) terhadap

Streptococcus mutans (Penelitian In Vitro)

x + 54 halaman

Cetylpyridinium Chloride (CPC) dalam sediaan obat kumur, dapat membantu

pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi. CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol yang menyebabkan CPC lebih menguntungkan untuk digunakan. Chlorhexidine (CHX) merupakan bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik lainnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan uji efektifitas obat kumur yang mengandung CPC yang dibandingkan dengan CHX sebagai kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang merupakan bakteri pemicu pembentukan plak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan efektifitas diantara obat kumur bebas alkohol yang mengandung CPC dalam menghambat Steptococcus mutans dan melihat perbedaan efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung CPC dengan obat kumur yang mengandung CHX terhadap Streptococcus mutans.


(3)

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posttest only Control Group

Design. Sampel yang digunakan adalah biakan murni Streptococcus mutans serotip

c. Penelitian ini menggunakan teknik agar difussion test dengan bahan coba obat kumur yang mengandung CPC dalam berbagai sediaan bebas alkohol yang tersedia di pasaran. Sebagai kontrol, digunakan obat kumur yang mengandung CHX. Masing- masing bahan coba dilakukan pengulangan sebanyak sepuluh kali.

Hasil uji Anova, terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada zona hambat rata-rata diantara sediaan CPC dan CHX. Hasil uji komparasi ganda, tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) pada zona hambat rata-rata diantara sediaan-sediaan CPC.

Chlorhexidine memiliki zona hambat paling besar dibanding sediaan-sediaan

CPC karena Streptococcus mutans memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap CHX dibanding CPC.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, September 2009

Pembimbing : Tanda tangan

1. Lisna Unita,drg., M.Kes ... NIP : 131 101 881

2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes ... NIP : 132 007 131


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 17 September 2009

TIM PENGUJI

KETUA : 1. Lisna Unita R, drg., M.Kes

ANGGOTA : 2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes 3. Yendriwati, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, keluarga, sahabatnya juga kepada kita semua selaku umatnya.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Prost (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Lisna Unita R, drg., M.Kes., selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi yang bersedia memberikan masukan dan arahan dalam skripsi ini.

3. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes selaku dosen pembimbing atas waktu arahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K)., selaku kepala bagian UPT penelitian FKG USU yang telah memberikan masukan-masukan atas skripsi ini.

5. Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen penguji atas masukan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini

6. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku kepala bagian laboratorium Biologi FMIPA USU atas izin dan bantuan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku PUDEK I FKM-USU, atas bimbingan dan bantuan dalam pengolahan data penelitian.


(7)

8. Kawan-kawan assistant laboratorium mikrobioogi FMIPA USU atas bantuannya yang sangat besar dalam proses pengerjaan penelitian

Terima kasih yang tak terhingga atas curahan kasih sayang dan dukungan baik materil dan spirituil kepada keluarga tersayang:

• Ayahanda (alm. Drs. Elvie Syamsuar) dan Ibunda (Zaibun Nisa, S.Pd) yang telah memberikan perhatian, doa dan semangat kepada penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih pada adinda Ardika Zaivie dan kakanda Adlin Rezki Hendrawan Dalimunthe, ST, tiada seorang pun yang bisa menggantikan kalian dalam kebersamaan dan kasih sayang.

• Teman-teman penulis yang selalu mengisi hari-hari penulis Nia, Adi, Aniq, Farah, Mala, Agung, Dian, Citra, Indira, Rida, Rini, Fani, Aya, Ayu kakanda-kakanda tercinta Irni, Nita, Daus, Ranu, Akbar, Mitra, Dimas, Reza, Andri, Tassa, Ade, seluruh rekan-rekan angkatan 2005, dan kawan-kawan seperjuangan HMI komisariat FKG USU. Terimakasih atas perhatian,semangat, dan doa yang diberikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kedokteran gigi.

Medan, September 2009 Penulis

(Nur Syamsi Elza Putri) 050600087


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Obat Kumur ... 5

2.1.1 Komposisi yang Terkandung dalam Obat Kumur ... 5

2.1.2 Penggunaan Alkohol sebagai Komposisi dalam Obat Kumur ... 7

2.1.3 Efek Samping Alkohol sebagai Komposisi dalam Obat Kumur ... 7

2.2 Cetylpyridinium Chloride ... 9

2.2.1 Peranan Cetylpyridinium Chloride (CPC) dalam Menghambat Plak ... 10

2.2.2 Peranan Cetylpyridinium Chloride (CPC) dalam Menghambat Streptococcus mutans ... 11

2.3 Chlorhexidine ... 13

2.3.1 Peranan Chlorhexidine (CHX) dalam Menghambat Plak ... 14

2.3.2 Peranan Chlorhexidine (CHX) dalam Menghambat Streptococcus mutans ... 15


(9)

2.4 Streptococcus mutans ... 15

2.4.1 Metabolisme Sukrosa oleh Streptococcus mutans ... 16

2.4.2 Sterptococcus mutans dalam Pembentukan Plak ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ... 20

3.1 Kerangka Konsep ... 22

3.2 Hipotesa Penelitian ... 23

... BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Rancangan Penelitian... 24

4.2 Sampel, dan Besar Sampel ... 24

4.3 Variabel Penelitian ... 25

4.4 Defenisi Operasional ... 27

4.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 28

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 31

4.8 Analisis Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN.... 35

5.1 Hasil Penelitian... 35

5.2 Analisis Hasil Penelitian ... 36

5.2.1 Rata-Rata Zona Hambat Bahan Coba ... 37

5.2.2 Uji Anova ... 37

5.2.3 Uji Komparasi Ganda (LSD) ... 38

BAB 6 PEMBAHASAN ... 39

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

7.1 Kesimpulan ... 43

7.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan rata-rata zona hambat cetylpyridinium chloride (CPC)

dan chlorhexidine (CHX) terhadap Streptococcus mutans setelah 24 jam (dalam mm)... 36 2. Hasil analisa uji komparasi ganda antara sediaan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur senyawa cetylpyridinium chloride ... 10

2. Interaksi CPC terhadap bakteri ... 12

3. Struktur senyawa chlorhexidine ... 13

4. Pipet mikro ... 30

5. Pipetmanstarter kit (Gilson USA) ... 30

6. Cakram kosong (oxoid) ... 30

7. Penetesan bahan coba pada cakram kosong ... 32

8. Peletakan cakram yang telah ditetesi bahan coba pada media MHA ... 33

9. Bahan coba yang telah diletakkan pada MHA ... 33

10. Zona bening yang terbentuk setelah 24 jam ... 35

11. Hasil percobaan uji sensitivitas cetylpyridinium chloride dan kontrol terhadap Streptococcus mutans setelah 24 jam ... 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Skema Alur Fikir... 48

2 Skema Alur Penelitian ... 49

3 Hasil pengukuran zona hambat masing-masing bahan coba ... 52


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2009

Nur Syamsi Elza Putri

Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol yang Mengandung Cetylpyridinium Chloride (CPC) dengan Chlorhexidine (CHX) terhadap

Streptococcus mutans (Penelitian In Vitro)

x + 54 halaman

Cetylpyridinium Chloride (CPC) dalam sediaan obat kumur, dapat membantu

pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi. CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol yang menyebabkan CPC lebih menguntungkan untuk digunakan. Chlorhexidine (CHX) merupakan bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik lainnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan uji efektifitas obat kumur yang mengandung CPC yang dibandingkan dengan CHX sebagai kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang merupakan bakteri pemicu pembentukan plak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan efektifitas diantara obat kumur bebas alkohol yang mengandung CPC dalam menghambat Steptococcus mutans dan melihat perbedaan efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung CPC dengan obat kumur yang mengandung CHX terhadap Streptococcus mutans.


(14)

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posttest only Control Group

Design. Sampel yang digunakan adalah biakan murni Streptococcus mutans serotip

c. Penelitian ini menggunakan teknik agar difussion test dengan bahan coba obat kumur yang mengandung CPC dalam berbagai sediaan bebas alkohol yang tersedia di pasaran. Sebagai kontrol, digunakan obat kumur yang mengandung CHX. Masing- masing bahan coba dilakukan pengulangan sebanyak sepuluh kali.

Hasil uji Anova, terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada zona hambat rata-rata diantara sediaan CPC dan CHX. Hasil uji komparasi ganda, tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) pada zona hambat rata-rata diantara sediaan-sediaan CPC.

Chlorhexidine memiliki zona hambat paling besar dibanding sediaan-sediaan

CPC karena Streptococcus mutans memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap CHX dibanding CPC.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat kumur sering digunakan untuk kontrol plak sehari-hari, khususnya bagi individu dengan higiena oral yang buruk. Pada umumnya kontrol plak sehari-hari dilakukan secara mekanis melalui penyikatan gigi dan pembersihan interdental dengan benang gigi. Penggunaan obat kumur dalam kontrol plak sehari-hari ditujukan sebagai tambahan dalam penyingkiran plak secara mekanis tersebut. Hal ini disebabkan berkumur dengan obat kumur dapat mencapai lebih banyak permukaan-permukaan dari rongga mulut.

Pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol. Alkohol dimasukkan dalam obat kumur untuk beberapa kegunaan, antara lain sebagai antiseptik, menstabilkan ramuan-ramuan aktif dalam obat kumur, memperpanjang masa simpan dari obat kumur, mencegah pencemaran dari mikroorganisme, dan melarutkan bahan-bahan pemberi rasa.

1

1

Namun demikian, menurut Witt dkk (2005), kandungan alkohol dalam obat kumur ini menyebabkan individu-individu tertentu tidak dapat menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak, ibu hamil/menyusui, pecandu alkohol, pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, pasien dengan xerostomia, dan penganut keyakinan religius tertentu.2

Wynder dkk (1983), menyatakan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam obat kumur juga dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila digunakan pada pemakaian reguler.

3


(16)

Elmore dan Horwitz (1995), tentang penggunaan jangka panjang alkohol yang terdapat dalam produk-produk sehari-hari untuk perawatan kesehatan rongga mulut. Penggunaan tersebut telah diteliti dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut dan kerongkongan.1

Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa amonium kuartenari yang

merupakan bakterisid monokationik.

4,5,6

CPC biasanya digunakan untuk terapi infeksi superfisial rongga mulut dan kerongkongan. CPC dapat larut dalam air, alkohol, kloroform, benzena dan eter.6 Sifat kelarutanya tersebut menyebabkan CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol. Ketiadaan alkohol pada formula CPC menyebabkan CPC lebih menguntungkan dan cocok untuk semua individu.

CPC dalam sediaan obat kumur, dapat membantu pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi. Hal ini sesuai dengan penelitian Witt dkk, tentang efektifitas yang ditunjukkan CPC terhadap permukaan gigi yang disikat dan yang tidak disikat, hasilnya adalah masing-masing pengurangan plak terjadi sebesar 39% dan 25% pada daerah tersebut.

2,3

2

Chlorhexidine (CHX) telah diteliti selama lebih dari 20 tahun, merupakan

bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik lainnya.

Streptococcus mutans sangat berperan dalam mekanisme pembentukan plak gigi dan

peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi. 7

8

Plak akan berakumulasi sebanding dengan pertumbuhan Streptococcus mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi. Hal ini yang menjadi pemicu akumulasi dan


(17)

interaksi dari bakteri lain. Streptococcus mutans bersama protein-protein saliva dan partikel-partikel makanan akan meningkatkan kontaminasi dalam produksi asam dan retensi dari bakteri tersebut di dalam rongga mulut. Hal-hal tersebut di atas merupakan awal dari karies gigi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan uji efektifitas obat kumur bebas akohol yang mengandung CPC yang dibandingkan dengan CHX sebagai kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang merupakan bakteri pemicu pembentukan plak.

9

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat

Streptococcus mutans?

2. Apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans


(18)

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pertimbangan untuk memilih obat kumur yang terdapat di pasaran 2. Memperoleh hasil penelitian yang dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Kumur

Obat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas rongga mulut dengan sejumlah tujuan antara lain untuk menyingkirkan bakteri perusak, bekerja sebagai penciut, untuk menghilangkan bau tak sedap, mempunyai efek terapi dan menghilangkan infeksi atau mencegah karies gigi.

Obat kumur dikemas dalam dua bentuk yakni dalam bentuk kumur dan spray. Untuk hampir semua individu obat kumur merupakan metode yang simpel dan dapat diterima untuk pengobatan secara topikal dalam rongga mulut.

10

2.1.1 Komposisi yang terkandung dalam obat kumur

10

Hampir semua obat kumur mengandung lebih dari satu bahan aktif dan hampir semua dipromosikan dengan beberapa keuntungan bagi pengguna. Masing-masing obat kumur merupakan kombinasi unik dari senyawa-senyawa yang dirancang untuk mendukung higiena rongga mulut. Beberapa bahan-bahan aktif beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam obat kumur, antara lain11

a) Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol, benzethonium,

cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid, hexetidine, hypochlorous acid


(20)

b) Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga mulut dan busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat, contoh: hidrogen peroksida, perborate

c) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal

berkontraksi dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol, seng klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic,

asetic, dan asam sitrat

d) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak

eukaliptol, minyak watergreen

e) Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari fermentasi sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate

f) deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang

dihasilkan dari proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil

g) deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian menyebabkan bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. Di samping itu aksi busa dari deterjen membantu mencuci mikroorganisme ke luar rongga mulut, contoh: sodium

laurel sulfate

Beberapa bahan inaktif juga terkandung dalam obat kumur, antara lain: a. Air, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan

b. Pemanis, seperti gliserol, sorbitol, karamel dan sakarin c. Bahan pewarna


(21)

2.1.2 Penggunaan alkohol sebagai komposisi dalam obat kumur

Pada uraian di atas telah disinggung bahwa alkohol merupakan bagian komposisi obat kumur yang berfungsi sebagai astringents (zat penciut) dengan tujuan untuk memicu kontraksi pembuluh darah yang dapat mengurangi bengkak pada jaringan.11

Pada umumnya obat kumur mengandung 5-25 % alkohol. Alkohol sendiri dimasukkan ke dalam obat kumur untuk beberapa pertimbangan. Menurut Quirynen dkk (2005) Alkohol dimasukkan dalam obat kumur dengan pertimbangan sifat-sifat alkohol tersebut, diantaranya adalah alkohol sendiri merupakan antiseptik dan dapat menstabilkan ramuan-ramuan aktif dalam obat kumur. Alkohol juga dapat memperpanjang masa simpan dari obat kumur dan mencegah pencemaran dari mikroorganisme, serta melarutkan bahan-bahan pemberi rasa.

2.1.3 Efek samping alkohol sebagai komposisi dalam obat kumur

1

Menurut Witt dkk, dengan adanya alkohol sebagai kandungan dari obat kumur, akan membatasi penggunaan obat kumur tersebut untuk golongan-golongan tertentu, antara lain anak-anak, ibu hamil/menyusui, pasien dengan serostomia, dan golongan-golongan yang menganut keyakinan religius tertentu.2 Eldridge dkk (1998) menyatakan bahwa orang-orang dengan mukositis, pasien-pasien yang mengalami irradiasi kepala dan leher dan gangguan sistem imunitas tidak disarankan menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol.

Para ahli telah melaporkan dan kemudian dipublikasikan dalam Dental

Journal of Australia bahwa obat kumur yang mengandung alkohol memberi


(22)

kontribusi dalam peningkatan risiko perkembangan kanker rongga mulut. Penelitian internasional telah memperlihatkan pada kebiasaan 3210 orang dan dijumpai bahwa penggunaan obat kumur dengan kandungan alkohol sehari-hari merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap perkembangan kanker rongga mulut. Penelitian ini tanpa memperhatikan pengguna obat kumur tersebut perokok atau peminum alkohol.

Risiko perokok yang mengunakan obat kumur 9 kali lebih besar, demikian juga halnya dengan peminum alkohol yang menggunakan obat kumur risiko yang terjadi 5 kali lebih besar, dan pada pengguna obat kumur yang tidak perokok dan peminum alkohol, peningkatan risiko terjadinya kanker adalah 4-5 kali. Tim peneliti dari university of Sao Paulo mengatakan bahwa produk-produk obat kumur berkontak langsung dengan mukosa rongga mulut sebanyak pecandu minuman beralkohol, dan dapat menyebabkan agregasi kimia dari sel-sel.

12,13

Mekanisme alkohol dalam meningkatkan risiko kanker rongga mulut adalah melalui etanol dalam obat kumur yang berperan sebagai zat karsinogen. Zat karsinogen berpenetrasi dalam lapisan rongga mulut dengan demikian kerusakan terjadi. Di samping itu asetaldehid yang merupakan racun dari alkohol, dapat berakumulasi dalam rongga mulut ketika seseorang berkumur-kumur. Karena hal tersebut di atas risiko kanker meningkat karena senyawa ini merupakan penyebab kanker.

12,13


(23)

2.2 Cetylpyridinium Chloride

Penggunaan senyawa antimikroba dalam bentuk formulasi obat kumur memainkan peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan mulut melalui mekanisme kerjanya dalam pencegahan pembentukan plak dan pada akhirnya pencegahan terhadap gingivitis dan karies.4 Salah satu formulasi obat kumur yang memainkan peranan tersebut adalah cetylpyridinium chloride (CPC). CPC adalah senyawa amonium kuaternari yang merupakan bakterisid monokationik dengan kegunaan yang mirip dengan agen-agen aktif kationik lainya.4,5,6 CPC biasanya digunakan untuk terapi infeksi superfisial rongga mulut dan kerongkongan.4

CPC dengan konsentrasi 0,05%-0,1% efektif meningkatkan aktivitas penghambat plak ketika digunakan sebagai tambahan disamping penyingkiran plak secara mekanis. Sebuah percobaan klinis yang dilakukan oleh Rawlinson dkk ( 2008), yang mencoba memperlihatkan perbedaan efektifitas antara CPC 0,05% dan CPC 0,01%, namun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam efektifitas obat kumur CPC dengan konsentrasi yang berbeda tersebut.

1

Dosis yang fatal dari CPC adalah sekitar 1-3 g. Gejala-gejala keracunan yang ditimbulkan dari dosis tersebut adalah muntah, iritasi gastro intestinal, gelisah,

confusion, gangguan pernafasan, sianosis, kolaps, konvulsi, koma, lemah otot, dan

pada akhirnya kematian yang disebabkan oleh paralisis otot-otot pernafasan.


(24)

Gambar 1. Struktur senyawa cetylpyridinium chloride14

CPC larut dalam air, alkohol, benzena, kloroform dan eter. CPC termasuk efektif pada larutan yang bersifat netral. Larutan CPC secara umum kurang dapat diwarnai, tidak berbau, tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik pada konsentrasi yang bersifat bakterisid. CPC bersifat kompatibel terhadap bahan-bahan lain di dalam larutannya, namun CPC bersifat inkompatibel terhadap jenis sabun dan agen-agen aktif anionik permukaan lainnya.

Obat kumur CPC mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibanding dengan obat kumur clorhexidine (CHX). CHX dapat menyebabkan perubahan sensasi rasa sementara, pewarnaan terhadap gigi, mukosa oral, Gigi tiruan akrilik dan bahan restorasi.

6

15,16

Ditambah lagi efek samping yang ditimbulkan oleh kandungan alkohol yang terdapat dalam larutan obat kumur CHX. CPC seperti clorhexidine juga menimbulkan efek pewarnaan ekstrinsik namun hanya sedikit jika dibandingkan dengan obat kumur CHX.

2.2.1 Peranan cetylpyridinium chloride (CPC) dalam menghambat plak

1

Penelitian secara klinis yang dilakukan oleh Witt dkk (2005), tentang efektifitas yang ditunjukkan CPC terhadap permukaan gigi yang disikat (penyingkiran plak secara mekanis) dan yang tidak disikat, hasilnya adalah masing–


(25)

masing pengurangan plak terjadi sebesar 39% dan 25% pada daerah tersebut. Penelitian terhadap obat kumur CPC pada daerah yang tidak disikat mendukung kegunaanya dalam membantu pasien mengontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi.2

Hasil percobaan klinis yang dilakukan oleh Rawlinson dkk (2008), menunjukkan bahwa dua obat kumur yang mengandung CPC 0,05% dan 0,1% memperlihatkan peningkatan dalam menghambat plak secara klinis dan statistik jika dibandingkan dengan placebo. Pada penelitian ini telah ditunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kedua obat kumur tersebut.

Rane dkk, memeriksa perubahan dari mikroflora plak selama lebih dari 3 minggu karena berkumur menggunakan obat kumur CPC 0.07% dan dilaporkan juga mengenai adanya perubahan terhadap komposisi bakteri patogen yang berkurang pada periode selanjutnya. Penelitian ini menegaskan kepada kita bahwa CPC mempunyai khasiat terhadap penghambatan plak.

1

Di samping itu Charles dkk, juga memperlihatkan dari penelitian secara klinisnya bahwa level pengurangan plak oleh CPC sama dengan percobaan klinis pada penggunaan CHX.

2.2.2 Peranan cetylpyridinium chloride (CPC) dalam menghambat Streptococcus mutans

1

Schie, menyatakan bahwa obat kumur CPC mempunyai keuntungan efek terapi oleh karena aksi anti bakteri spektrum luas yang terkandung. Aktivitas anti mikroba CPC mirip dengan CHX yang menyerang banyak bakteri oral melalui penetrasi terhadap membran sel bakteri sehingga menyebabkan kebocoran kandungan


(26)

interseluler & gangguan metabolisme bakteri, menghambat pertumbuhan sel dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada sel.1, 2, 17,18

.

Gambar 2. Interaksi CPC terhadap Bakteri (a) CPC dengan muatan positif bertemu bakteri dengan muatan negatif, (b) CPC secara cepat berinteraksi dengan membran bakteri dan melarutkanya, (c) membran yang larut merusak permeabilitas melepasan kunci internal dari kelompok-kelompok bakteri, (d) CPC tertinggal dalam rongga mulut dalam jangka waktu yang panjang setelah penggunaan2

(a) (b)


(27)

Senyawa kationik mempunyai ciri-ciri sebagai bakterisid yang menyerang organisme gram positif dan organisme gram negatif, namun CPC relatif tidak efektif terhadap spora, virus, dan organisme jamur.6 Berbeda dengan pernyataan Edlind dkk yang justru mengatakan CPC cocok untuk mencegah dan merawat infeksi jamur.18

Berkumur dengan obat kumur yang mengandung CPC 0.1% selama 60 detik dapat menurunkan kadar Colony Forming Unit (CFU) Streptococcus mutans hingga 22.7%. Hal ini menunjukkan bahwa CPC sangat berperan dalam menekan

Streptococcus mutans sehingga dapat mengkontrol pembentukan plak dan pada

akhirnya mengkontrol proses karies dan penyakit gingivitis.

2.3 Chlorhexidine

6

Chlorhexidine (CHX) mulai dikenal sejak tahun 1950 sebagai antimikroba

dengan rumus kimia:

Gambar 3. Struktur senyawa chlorhexidine

CHX merupakan antiseptik golongan bisguanida yang mempunyai spektrum yang luas dan bersifat bakterisid. CHX menyerang bakteri-bakteri gram positif dan gram negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus

16

16,19

CHX juga tidak dilaporkan memiliki bahaya terhadap pembentukan substansi karsinogenik. CHX sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh karena itu CHX memiliki toksisitas yang rendah. Namun demikian, CHX memberikan efek


(28)

samping berupa rasa yang tidak enak, mengganggu sensasi rasa, dan menghasilkan warna coklat pada gigi yang susah disingkirkan. Hal ini juga dapat terjadi pada mukosa membran dan lidah yang dihubungkan dengan pengendapan faktor diet

chromogenic pada gigi dan membran mukosa.

Penggunaan jangka panjang dari CHX sebaiknya dilarang pada pasien dengan keadaan periodontal yang normal. CHX digunakan dalam jangka waktu yang pendek hingga dua minggu ketika prosedur higiena oral sukar atau tidak mungkin dilakukan. Seperti pada infeksi rongga mulut akut, dan setelah prosedur bedah rongga mulut.

16

16

2.3.1 Peranan chlorhexidine (CHX) dalam menghambat plak

Penelitian Loe dan Schiott pada golongan Aarthus, menyatakan bahwa CHX dapat menghambat pertumbuhan plak dan mencegah gingivitis. Pembentukan plak dapat dicegah dengan berkumur-kumur larutan CHX 0,2%, Namun pengaruh CHX terhadap plak subgingiva berkurang jika dibandingkan pengaruh CHX terhadap plak supragingiva.

Dasar yang kuat untuk mencegah terbentuknya plak adalah terjadinya ikatan antara CHX dengan molekul-molekul permukaan gigi antara lain polisakarida, protein, glikoprotein, saliva, pelikel, mukosa serta permukaan hidroksiapatit. Akibat adanya ikatan-ikatan tersebut maka pembentukan plak dihambat.

19

16,19

Hal ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi dari medikasi, pH, temperatur, lamanya waktu kontak larutan dengan struktur rongga mulut.16 Penyelidikan lain secara in vitro, CHX yang diserap oleh hidroksiapatit pada permukaan gigi dan mucin pada saliva, kemudian dilepas dalam bentuk yang aktif, yang menyebabkan efek antimikroba diperpanjang


(29)

sampai 12 jam, keadaan ini yang menjadi dasar aktivitas CHX dalam menghambat plak.

2.3.2 Peranan chlorhexidine (CHX) dalam menghambat Streptococcus mutans

15,18

CHX telah terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara muatan-muatan positif dari molekul-molekul CHX dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan meningkatkan permeabilitas dinding sel bakteri yang menyebabkan membran sel ruptur, terjadinya kebocoran sitoplasma, penetrasi ke dalam sitoplasma, dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada mikroorganisme.

CHX telah diteliti sebagai bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik bahan lainnya.

15,18

7

2.4 Streptococcus mutans

Sel Streptococcus mutans berbentuk bulat & oval dengan diameter sekitar 2 milimikron dan merupakan kokus gram positif. Dalam koloni Streptococcus mutans berpasangan atau membentuk rantai bersama, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pada pengkulturan mereka membentuk rantai panjang dan mempunyai metabolisme anaerob, namun mereka juga dapat hidup dalam fakultatif anaerob. Pada media solid mereka berbentuk kasar, runcing, dan berkoloni mukoid. Untuk pertumbuhannya Streptococcus mutans membutuhkan CO2 jika diinkubasikan pada suhu 37° selama 48 jam. 6


(30)

Streptococcus mutans hidup di rongga mulut pada permukaan yang keras dan

solid seperti gigi, gigi tiruan, dan alat ortodonti cekat. Bakteri ini juga ditemukan dalam luka gigitan. Habitat utama Streptococcus mutans adalah permukaan gigi, namun bakteri ini tidak dapat tumbuh secara bersama ke seluruh permukaan gigi, melainkan Streptococcus mutans sering tumbuh pada area tertentu pada permukaan gigi. Biasanya kita dapat menemukan koloni Streptococcus mutans dalam pit fisur, permukaan oklusal, area proksimal permukan gigi, dekat gusi, atau pada lesi karies gigi. Jumlah populasi Streptococcus mutans dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: diet, sukrosa, topikal aplikasi fluor, penggunaan antibiotik, obat kumur yang mengandung antiseptik, dan keadaan higiena oral. 6

2.4.1 Metabolisme sukrosa oleh Streptococcus mutans

Streptococcus mutans mampu memproduksi senyawa glukan dan fruktan

dalam jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan dua enzim ekstraseluler yang disebut glucosyltransferase dan fructosyltransferase. Enzim ini dapat ditemukan di permukan dinding sel bakteri. Melalui enzim yang diproduksinya ini Streptococcus

mutans dapat menghidrolisis sukrosa yang dikonsumsi menjadi glukosa atau fruktosa.

Dari hasil metabolisme gula tersebut terbentuklah rantai panjang dari glukosa yang disebut glukan atau dekstran dan polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut fruktan atau levan.9 Kemudian, jenis polimer-polimer ini khususnya glukan mempunyai peranan penting dalam pembentukan plak pada gigi.

Polisakarida ekstraseluler Glukan atau Dekstran disintesis oleh

Glucosyltranferase dari Streptococcus mutans, secara umum polimer tersebut


(31)

mempunyai rantai glycocidic α(1→6) dan rantai α(1→3).8,9,20 Glukan dihubungkan terhadap kariogenik alami dari bakteri. Glukan membantu perlekatan bakteri pada permukaan padat dengan bertindak sebagai pembawa bakteri lainnya dan membentuk matriks.20 Kelarutan Glukan atau dekstran dalam air akan berpengaruh terhadap pembentukan koloni Streptococcus mutans pada permukaan gigi.6 Metabolisme dari sukrosa ekstraselular oleh Streptococcus mutans yang memproduksi dekstran yang tidak larut dalam air dengan rantai α(1→3) sangat mempengaruhi pe mbentukan plak dan peningkatan kolonisasi dari bakteri pada plak, semakin tidak larut air maka pembentukan plak akan semakin baik.8

` Strain tertentu Streptococcus mutans dapat mensintesis fruktan disamping glukan dari sukrosa. Fruktan atau levan merupakan polimer fuktosa yang disintesis dari kelompok fruktosil melalui ikatan fructofuranoside β(2→1), ikatan ini yang paling dominan dan sintesisnya dikatalisir oleh fructosyltransferase.

9

Tidak seperti glukan, fruktan terlihat tidak memainkan peranan penting dalam agregasi sel

Streptococcus mutans. Polimer ini rusak oleh bakteri pada plak lainnya dalam plak.8

Pada saat gigi mulai erupsi, gigi segera dilindungi oleh lapisan tipis glikoprotein yang disebut acquired pellicle. Glikoprotein dari saliva segera diabsorbsi oleh hidroksiapatit dan kemudian melekat erat pada permukaan gigi. Pada awal pembentukan plak, pertama sekali bakteri aerob yang akan melekat pada permukaan pelikel, yaitu bakteri Streptococcus sanguis yang dominan dan kemudian diikuti bakteri lainnya.

2.4.2 Streptococcus mutans dalam pembentukan plak


(32)

bersifat reversible, sehingga bakteri tidak membentuk koloni. Setelah Streptococcus

mutans serotip c mensintesis dekstran ekstraseluler dari sukrosa baru perlekatan dan

agregasi bakteri terhadap permukaan enamel terjadi dan kemudian diikuti dengan peningkatan kolonisasi. Terjadinya agregasi bakteri dikarenakan adanya reseptor dekstran pada permukaan dinding sel bakteri, reseptor spesifik yang terdapat pada permukaan gigi ini juga membantu bakteri untuk melekat pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan terjadinya interaksi antar sel selama pembentukan plak lebih mudah.

Streptococcus sanguis juga mampu mensintesis dekstran ekstraseluler dari

sukrosa yang berbentuk rantai (1→6) dan larut dalam air. Sebaliknya Streptococcus mutans mensintesis lebih banyak dekstran yang tidak larut dalam air dengan rantai

(1→3), sehingga Streptococcus mutans lebih baik dalam pembentukan plak daripada Streptococcus sanguis karena organisme ini tidak mempunyai reseptor dekstran di

permukaan sel nya. 8

Metabolisme sukrosa ekstraseluler oleh Streptococcus mutans serotipe c dengan produk dekstran ikatan α(1→3) yang tidak larut dalam air, sangat berperan dalam mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi dalam plak. Peningkatan kolonisasi ini , terjadi karena agregasi bakteri melalui tiga dasar interaksi sel. Interaksi yang terjadi meliputi perlekatan bakteri pada permukaan gigi, perlekatan homotipik antar sesama sel, dan perlekatan heterotipik antar sel yang berbeda. Dekstran dengan ikatan α(1→3) juga bertindak sebagai mediator agregasi antara

S.mutans, S.sanguis dan A.viscosus. Oleh karena itu dekstran yang pembentukanya


(33)

dikatalisis oleh glukosyltranferase (GTF), merupakan ekspresi esensial dari virulensi

Streptococcus mutans.

Steptococcus mutans pada plak memetabolisme sukrosa menjadi asam lebih

cepat daripada bakteri lain di dalam agregasi. Koloni Streptococcus mutans ditutupi oleh glukan atau dekstran yang dapat mengurangi perlindungan dan aktifitas anti bakteri pada saliva terhadap plak gigi. Plak dapat menghambat difusi asam ke saliva dan sebagai hasil konsentrasi asam menjadi tinggi di permukaan enamel. Hal ini akan membuat produksi asam meningkat dan reaksi dalam rongga mulut menjadi asam dan kondisi ini akan membuat kondisi demineralisasi gigi terus berlanjut yang merupakan proses awal terjadinya karies.

8


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

Pada penelitian ini bahan coba yang akan digunakan adalah obat kumur yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) dalam berbagai sediaan bebas alkohol yang sudah tersedia di pasaran, kemudian dibandingkan dengan obat kumur yang mengandung chlorhexidine (CHX). Dalam percobaan, CPC dan CHX yang telah ditetesi ke dalam cakram kosong akan diletakkan di atas media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diinokulasi oleh suspensi S.mutans sebelumnya. Efek penghambatan dari CHX dan beberapa sediaan CPC terhadap S.mutans akan diamati berdasarkan besarnya diameter zona hambat disekitar cakram yang telah ditetesi bahan coba.

Schie, menyatakan bahwa CPC yang bermuatan positif akan bertemu dengan muatan negatif pada dinding sel bakteri, selanjutnya terjadi penetrasi terhadap membran sel bakteri yang akan melarutkan membran bakteri. Membran yang larut akan merusak permeabilitas yang menyebabkan kebocoran interseluler dan gangguan pada metabolisme bakteri yang menghambat pertumbuhan sel dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada sel.

CHX telah diteliti selama lebih dari 20 tahun, merupakan bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik lainnya

1,2,17,18

7

. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini CHX dipakai sebagai kontrol positif.


(35)

CHX merupakan antibakteri golongan bisguanida dengan spektrum luas. CHX sangat efektif untuk menyerang bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, termasuk aerob dan anaerob, ragi dan jamur.16,19 CHX seperti halnya CPC dapat mengikat bakteri melalui interaksi antara muatan-muatan positif dari molekul-molekul CHX dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan meningkatkan permeabilitas sel bakteri yang menyebabkan membran sel ruptur terjadi kebocoran sel pada sitoplasma, penetrasi ke dalam sitoplasma dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada mikroorganisme.15,18

Diameter zona hambat, baik yang terdapat pada CHX maupun pada beberapa sediaan CPC akan dibandingkan. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan efektifitas antara obat kumur CPC pada sediaan bebas alkohol dan obat kumur CHX pada sediaan yang mengandung alkohol.


(36)

Streptococcus mutans

Cetylpyridinium chloride chlorhexidine 0,2%

Muatan negatif pada dinding sel

Muatan positif molekul CHX

Permeabilitas dinding sel meningkat

Membran sel ruptur

Penetrasi obat kumur dalam sitoplasma

Kematian pada sel Penetrasi terhadap membrane sel

bakteri

gangguan metabolisme bakteri

Kematian pada sel

Muatan positif pada molekul CPC

Kebocoran kandungan interseluler

menghambat pertumbuhan sel

Kebocoran sitoplasma

Zona hambat ?

3.1 Kerangka konsep

--- ---

= Ikatan antar molekul


(37)

3.2 Hipotesis penelitian

Dari uraian di atas dapat kita ambil hipotesa dari penelitian ini adalah

1. Tidak ada perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat bakteri Streptococcus

mutans

2. Tidak ada perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian

Jenis penelitian ini adalah Eksperimental Laboratorium dengan rancangan penelitian yang digunakan yaitu Posttest Only Control Group Design.

4.2 Sampel dan besar sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan biakan murni Streptococcus mutans serotip c yang berasal dari laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Jumlah pengulangan yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan rumus umum:

Keterangan : t = perlakuan

n = jumlah perlakuan ulang (sampel)

Penelitian ini menggunakan 3 kelompok, yaitu : Kelompok 1 : CPC 1

Kelompok 2 : CPC 2 Kelompok 3 : CHX

Jadi: perlakuannya (t) adalah: 3 (3-1).(n-1) >15

2.(n-1 )>151


(39)

n-1 > 7,5 n > 8,5

Jumlah perlakuan ulang (n) yang digunakan adalah 10, artinya pada tiap-tiap kelompok dilakukan masing- masing 10 kali pengulangan.

4.3 Variabel penelitian .

Variabel bebas:

•Obat kumur bebas alkohol yang mengandung Cetylpyridinium Chloride

Obat kumur yang mengandung Chlorhexidine 0,2 % sebagai kontrol positif

Variable terkendali

Media untuk subkultur S.mutans

• Suhu inkubasi

Waktu pembiakan

• Sterilisasi alat, bahan dan media

• Keterampilan operator

• Lamanya waktu perendaman disk

Jarak waktu antara inokulasi

S.mutans dan penanaman cakram • Waktu pengamatan

• Konsentrasi masing -masing bahan coba

Suspensi S.mutans pada saat diinokulasi pada media MHA

Serotip Streptococcus mutans

Variable tergantung:

pertumbuhan Streptococcus mutans pada media MHA dengan metode pengukuran zona

Variabel tidak terkendali


(40)

4.3.1 Variabel bebas

variabel bebas yang termasuk pada penelitian ini adalah

Obat kumur bebas alkohol yang mengandung Cetylpyridinium Chloride

Obat kumur yang mengandung Chlorhexidine 0,2% sebagai kontrol positif

4.3.2 Variable tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans pada Mueller Hinton Agar yang diukur dengan metode zona

hambat

4.3.3 Variabel terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah

Media untuk subkultur S.mutans yaitu pada Nutrient Agar.

Suhu yang digunakan untuk menumbuhkan S.mutans (370

Waktu pembiakan S. mutans (24 jam).

C).

 Sterilisasi alat, bahan coba dan media (oven & autoklaf).

 Keterampilan operator dalam pelaksanaan penelitian.

 Lamanya waktu perendaman disk pada bahan coba (60 menit).

Jarak waktu inokulasi S.mutans dan penanaman disc (15 menit).

 Waktu pengamatan terhadap kelompok perlakuan (24 jam).

 Konsentrasi masing-masing bahan coba (CHX 0,2%, CPC 0,05% dan 0,053%).

Suspensi S.mutans pada saat diinokulasi pada media MHA (disesuaikan dengan standar Mc Farland.)


(41)

Penelitian ini menggunakan Streptococcus mutans Serotip c.

4.3.4 Variabel tidak terkendali

Variabel tidak terkendali pada penelitian ini adalah suhu kamar tempat penelitian dilakukan.

4.4 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional pada penelitian ini adalah:

 CPC merupakan beberapa sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung zat aktif CPC yang tersedia di pasaran.

CHX adalah obat kumur Chlorhexidine Gluconate 0,2% yang tersedia di pasaran.

Streptococcus mutans merupakan biakan bakteri yang telah murni yang

diperoleh dari laboraturium mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

 Diameter zona hambat adalah diameter zona dimana bakteri tidak tumbuh ditandai dengan zona bening yang diukur dengan kaliper dengan satuan millimeter.


(42)

Diameter zona hambat =

2 ØI + Ø II

= ØI = Ø II = Zona hambat

4.5 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

4.5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang dipakai adalah:

1. Beberapa sediaan obat kumur yang mengandung CPC (Total Care® dan Oral B®

2. Obat kumur yang mengandung CHX 0,2%

)

3. Larutan NaCl 0,85% 4. Media Nutrient Agar (NA)

5. Media Mueller-Hinton Agar (MHA)

6. Biakan murni Streptococcus mutans serotip c 7. Alkohol 96%

8. Aquadest DISK


(43)

5.2 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Cakram kosong

2. Inkubator (Fisher scientific isotemp incubator model 630-D) 1 unit 3. Oven (Gallenkamp, Jerman) 1 unit

4. Autoklaf (Webwco, Karl Kolb D-6702, Dreieich-West Jerman) 1 unit 5. Kaliper Geser (Vernier, China)

6. Ose 1 buah dan kapas lidi 2 bungkus 7. Lampu spiritus 1 buah

8. Pinset

9. Cawan Petri 15 buah 10. Gelas Ukur (Pyrex, Japan)

11. Tabung reaksi 30 buah (Pyrex, Japan) 12. Pipetman starter kit (Gilson, USA) 13. Pipet mikro 10 buah

14. Rak tabung reaksi 1 buah

15. Beaker glass 250 ml dan 500ml (Pyrex, Japan) 16. Hotplate (Fisons, UK)


(44)

.

Gambar 4. Pipet mikro

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Gambar 5. Pipetmanstarter kit (Gilson USA)


(45)

4.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian diperkirakan dalam jangka waktu tiga bulan, yaitu Mei- Juli 2009.

4.7 Prosedur pengambilan dan pengumpulan data

Tahap-tahap pengambilan dan pengumpulan data pada penelitian ini adalahsebagai berikut :

4.7.1 Pembuatan media

Untuk mendapatkan 10 tabung, nutrient agar sebanyak 1,15 gr dilarutkan dalam 50 ml aquadest lalu dipanaskan diatas hotplate dan diaduk menggunakan stearer hingga mendidih. Kemudian media yang telah dimasak, dituang kedalam 5 tabung reaksi dan disterilkan dalam autoklaf selama15 menit dengan tekanan udara 2 atm suhu 1210

Pada pembuatan media MHA sebagai media untuk uji efektifitas antibakteri, maka dilarutkan sebanyak 3,8 gr bubuk MHA ke dalam 100 ml aquades lalu dipanaskan di atas hotplate dan diaduk menggunakan stearer hingga mendidih. Kemudian media yang telah dimasak, dituang kedalam 10 tabung reaksi dan disterilkan dalam autoklaf selama15 menit dengan tekanan udara 2 atm suhu 121

C. Setelah disterilkan media disimpan dalam lemari es. Jika akan dipergunakan kembali, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituang ke dalam sepuluh tabung reaksi steril. Kemudian tabung reaksi dimiringkan untuk mendapatkan media miring sebagai media peremajaan bakteri Streptococcus mutans.

0 C. Setelah disterilkan media disimpan dalam kulkas. Jika akan dipergunakan kembali, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituang ke dalam 10 petri yang steril dalam jumlah yang sama dan dibiarkan hingga menjadi agar.


(46)

4.7.2 Peremajaan S. mutans

Peremajaan S. mutans dilakukan ketika bakteri akan digunakan. S.mutans pada biakan murni diambil menggunakan ose steril kemudian ditanam ke dalam media miring Nutrient agar yang telah steril tadi. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

4.7.3 Uji efektifitas antibakteri

Urutan pengujian efek antibakteri pada S.mutans adalah sebagai berikut:

a. Penetesan bahan coba pada cakram kosong

Cakram kosong diambil dengan pinset dan diletakkan pada piring petri steril. Sebanyak 10 mikroliter bahan coba diteteskan pada cakram kosong sesuai kelompok dengan menggunakan pipet mikro. Setelah ditetesi, dibiarkan selama 60 menit.


(47)

b. Persiapan suspensi bakteri

Biakan bakteri diambil sebanyak beberapa sengkelit menggunakan ose steril dan disuspensikan kedalam larutan NaCL 0,85% sampai diperoleh kekeruhan yang sesuai dengan standar Mc Farland atau sebanding dengan jumlah bakteri 1,5x108

c. Peletakan cakram yang telah ditetesi bahan coba pada media Mueller Hinton Agar dan pengukuran zona hambat

CFU/mL. Suspensi bakteri diusapkan secara merata dengan kapas lidi steril pada media MHA pada cawan petri. Setelah diusap, didiamkan selama 15 menit.

Cakram yang berisi bahan coba diletakkan pada petri yang telah terdapat bakteri. Setelah itu, media dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 370C dan diamati setelah 24 jam ukur zona hambat dengan kaliper geser.

Gambar 9. Bahan coba yang telah diletakkan pada media MHA

Gambar 8. Peletakan cakram yang telah ditetesi bahan coba pada media MHA


(48)

4.8 Analisis data

Data dari setiap perlakuan dianalisis secara statistik dengan tingkat kemaknaan (α=0,05), dengan memakai uji statistik sebagai berikut:

1. Uji Anova, untuk melihat perbedaan efek anti bakteri semua kelompok perlakuan 2. Uji komparasi ganda (LSD), untuk melihat perbedaan efek antibakteri antar kelompok


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Setelah peletakan cakram yang berisi bahan coba pada media MHA yang telah diinokulasi suspensi Streptococcus mutans, kemudian diinkubasi dan dilakukan pengamatan untuk melihat zona bening yang terbentuk 24 jam kemudian.

Masing-masing bahan coba dilakukan sepuluh kali pengulangan. Pengamatan dilakukan terhadap seluruh pengulangan dari bahan coba dalam waktu yang bersamaan.

5.1 Hasil Penelitian

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian ini, ditemukan zona hambat atau zona bening disekitar cakram yang berisi bahan coba dan kontrol. Zona bening ini merupakan zona dimana koloni Streptococcus mutans dihambat pertumbuhannya oleh bahan – bahan coba.

Gambar 10. Zona bening yang terbentuk setelah 24 jam

CPC 1

CPC 2


(50)

Gambar 11. Hasil percobaan uji sensitivitas cetylpyridinium chloride dan kontrol terhadap Streptococcus mutans setelah 24 jam (CPC: Cetylpyridinium chloride, CHX:

chlorhexidine)

5.2 Analisis Hasil Penelitian

Tabel 1. PERBEDAAN RATA-RATA ZONA HAMBAT CETYLPYRIDINIUM CHLORIDE (CPC) DAN CHLORHEXIDINE (CHX) TERHADAP Streptococcus mutans SETELAH 24 JAM (dalam mm)

Kelompok N χ χ ± SD P

CPC 1 10 13,13 13,13±0,393

0,0001*

CPC 2 10 13,76 13,76±0,053

CHX 10 15,27 15,27±0,109

*Terdapat perbedaan yang bermakna pada P<0,05 CPC1 CHX CHX CHX CHX CHX CHX CHX CHX CHX CPC2 CPC2 CPC2 CPC2 CPC2 CPC2 CHX CPC2 CPC2 CPC2 CPC1 CPC1 CPC1 CPC2 CPC1 CPC1

CPC1 CPC1

CPC1 CPC1


(51)

5.2.1 Rata-Rata Zona Hambat Bahan Coba ( χ )

Pada tabel 1 di atas menunjukkan rata-rata zona hambat sediaan CPC 1 adalah 13,13 mm, sediaan CPC 2 adalah 13,76 mm dan sediaan CHX adalah 15,27 mm. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa zona hambat CHX terhadap Streptococus

mutans adalah zona hambat yang paling besar diantara bahan coba lainnya. Zona

hambat diantara sediaan CPC hanya memiliki sedikit perbedaan. Sediaan CPC 1 mempunyai zona hambat yang sedikit lebih kecil dari sediaan CPC 2. Selisih perbedan rata-rata zona hambat adalah 0,63 mm.

Dilihat dari besarnya zona hambat, efektifitas kontrol terhadap penghambatan

Streptococcus mutans lebih besar daripada efektifitas kedua sediaan CPC, sedangkan

diantara sediaan diantara CPC efektifitas penghambatan terhadap Streptococcus

mutans hanya mengalami sedikit perbedaan.

5.2.2 Uji Anova

Dari tabel 2 (hasil uji anova) dapat dilihat bahwa P adalah 0,0001. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) diantara sediaan CPC dan CHX. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata zona hambat diantara masing-masing bahan coba, dapat dilihat dari uji komparasi ganda (LSD).


(52)

5.2.3 Uji Komparasi Ganda (LSD)

TABEL 2. HASIL ANALISIS UJI KOMPARASI GANDA ANTARA SEDIAAN CETYLPYRIDINIUM CHLORIDE (CPC) DAN CHLORHEXIDINE (CHX)

Kelompok P

CPC 1- CPC 2 0,068

CPC 1- CHX 0,0001*

CPC 2 – CHX 0,0001*

*Terdapat perbedaan yang bermakna pada P<0,05

Pada tabel 2 dapat diperoleh bahwa nilai P adalah 0,068. Hal ini berarti bahwa, tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata zona hambat diantara sediaan CPC.

Uji Komparasi ganda pada kedua sediaan CPC, dapat diperoleh bahwa nilai P adalah 0,0001. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) diameter zona hambat antara masing-masing sediaan CPC dengan CHX sebagai kontrol.


(53)

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian mengenai uji sensitivitas ini menggunakan teknik agar difussion

test. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat

kumur yang mengandung CPC dan melihat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur yang mengandung CPC yang bebas alkohol dengan obat kumur yang mengandung CHX. Efektifitas obat kumur dilihat dari besarnya diameter zona hambat yang terbentuk disekitar cakram yang berisi bahan coba yang diamati pada media MHA yang telah diinokulasi oleh Streptococcus mutans.

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata zona hambat sediaan CPC 1 adalah 13,13 mm, sediaan CPC 2 adalah 13,76 mm dan CHX adalah15,27 mm. Dilihat dari hasil pengukuran zona hambat, sediaan yang membentuk zona hambat rata-rata paling besar adalah sediaan obat kumur yang mengandung CHX. Hal ini menunjukkan bahwa, CHX merupakan obat kumur yang paling efektif dalam menghambat Streptococcus mutans dibandingkan sediaan CPC. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Emilson CG, Loesche, Meurman, Kidd, bahwa CHX merupakan bahan kemoterapi yang paling potensial dalam menghambat

Streptococcus mutans dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan sebagai

kontrol positif untuk penilaian potensi antikariogenik bahan lainnya.

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa CPC efektif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans secara in vitro. Hal ini sesuai dengan penelitian eksperimental yang dilakukan oleh R.A Regina NS, hasil penelitian tersebut


(54)

menyatakan bahwa, berkumur dengan obat kumur yang mengandung CPC 0.1% selama 60 detik dapat menurunkan kadar CFU Streptococcus mutans pada level saliva hingga 22.7%. Hal ini menunjukkan bahwa CPC sangat berperan dalam menekan pertumbuhan Streptococcus mutans sehingga dapat mengkontrol pembentukan plak dan pada akhirnya mengkontrol proses terjadinya karies dan penyakit gingivitis.6 Penelitian lain yang dilakukan oleh Rane dkk, yang memeriksa perubahan dari mikroflora plak selama lebih dari 3 minggu karena berkumur menggunakan obat kumur CPC 0.07% dan dilaporkan juga mengenai adanya perubahan terhadap komposisi bakteri patogen yang berkurang pada periode selanjutnya. Penelitian ini menegaskan kepada kita, bahwa CPC mempunyai khasiat terhadap penghambatan plak.1

Berdasarkan hasil uji komparasi ganda, tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) pada zona hambat rata-rata diantara sediaan CPC. Penelitian Rawlinson dkk juga memperlihatkan perbedaan yang tidak bermakana diantara sediaan CPC dalam menghambat plak.

Pada penelitian ini, chlorhexidine gluconate 0,2% mempunyai zona hambat yang paling besar terhadap Streptococcus mutans ketika dibandingkan dengan sediaan-sediaan CPC. Hal ini terjadi karena sensitivitas Streptococcus mutans terhadap CHX lebih tinggi dari sediaan-sediaan CPC. Namun demikian, dari hasil penelitian klinis yang ditujukan langsung terhadap penghambatan plak, Charles dkk memperlihatkan bahwa level pengurangan plak oleh CPC sama dengan percobaan klinis pada penggunaan CHX.

1


(55)

Penelitian Addy dkk, memperlihatkan bahwa penggunaan secara klinis obat kumur yang mengandung CHX dapat memberikan efek samping berupa rasa yang tidak enak, mengganggu sensasi rasa, dan menghasilkan warna coklat pada gigi yang susah disingkirkan. Hal ini juga dapat terjadi pada mukosa membran dan lidah yang dihubungkan dengan pengendapan faktor diet chromogenic pada gigi dan membran mukosa.16 Di samping itu, menurut Wynder, terdapat risiko kanker rongga mulut yang disebabkan oleh kandungan alkohol yang terdapat pada beberapa produk obat kumur. Dalam hal ini beberapa produk obat kumur yang mengandung CHX juga mengandung alkohol untuk mencegah kontaminasi produk tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, menurut Eley, penggunaan jangka panjang dari CHX sebaiknya dilarang pada pasien dengan keadaan periodontal yang normal. CHX digunakan dalam jangka waktu yang pendek hingga dua minggu ketika prosedur higiena oral sukar atau tidak mungkin dilakukan. Seperti pada infeksi rongga mulut akut, dan setelah prosedur bedah rongga mulut.

3

Kelemahan pada penelitian ini adalah penggunaaan sampel yang merupakan biakan murni Streptococcus mutans yang telah ada dan dilakukan replikasi pada tiap-tiap bahan cobanya. Hal ini berarti bahwa, biakan murni Streptococcus mutans pada tiap pengulangan percobaan merupakan hasil isolasi Streptococcus mutans dari plak yang berasal individu yang sama.

16

CPC dalam sediaanya, dapat ditambahkan dengan bahan-bahan antimikroba lainnya yang dapat meningkatkan efektifitasnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Herrera dkk, mengenai efektifitas CPC ketika ditambahkan dengan bahan antibakteri lain yaitu benzydamine hydrochloride. Hasilnya adalah CPC yang


(56)

ditambahkan dengan benzydamine hydrochloride secara siginifikan menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menghabat plak dibandingkan sediaan CPC saja. Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya dapat diteliti bahan-bahan antibakteri lainnya yang dapat ditambahkan dalam sediaan CPC, sehingga dapat meningkatkan efektifitasnya dalam menghambat Streptococcus mutans.4

Bakteri golongan Streptococcus dan Actinomyces merupakan bakteri-bakteri pengkolonisasi awal pada tahap pembentukan plak.

9

Berdasarkan hal tersebut, selain

Streptococcus mutans juga perlu diteliti efektiftas obat kumur bebas alkohol CPC


(57)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap perbandingan efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung CPC dengan obat kumur yang mengandung CHX dalam menghambat Streptococcus mutans, dapat disimpulkan bahwa:

1. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) diantara sediaan obat kumur cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans 2. Terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) antara sediaan-sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus

mutans

3. Chlorhexidine memiliki zona hambat paling besar dibanding sediaan-sediaan cetylpyridinium chloride karena Streptococcus mutans memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap chlorhexidine dibanding cetylpyridinium chloride.

7.2 Saran

1. Perlu diteliti bahan-bahan yang dapat meningkatkan efektifitas obat kumur

cetylpyridinium chloride terhadap Streptococcus mutans, sehingga dapat

dikembangkan sediaan bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride yang baru dengan efektivitas yang lebih tinggi.


(58)

2. Perlu diteliti efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung


(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rawlinson A, Pollington S, Walsh TF, et al. Efficacy of two alcohol free

cetylpyridinium chloride mouthwashes – a randomized double-blind crossover study. J Clin Periodontol 2008; 35: 230-5

2. Witt J, Ramji N, Gibb R, et al. Antibacterial and antiplaque effects of a novel,

alcohol- free oral rinse with cetylpyridinium chloride. Journal Contemporary

Dental Practice 2005 ; 6(1) : 2-8

3. Quirynen M, Soers C, Desnyder M, et al. A 0.05% cetyl pyridinium

chloride/0.05% chlorhexidine mouth rinse during maintenance phase after initial periodontal therapy. J Clin Periodontol 2005; 32:391–2

4. Herrera D, santos S, Barbieri G, et al. Efficacy of 0.15% benzydamine

hydrochloride and 0.05% cetylpyridinium chloride mouth rinse on 4 – day de novo plaque formation. J Clin Periodontol 2005;32:595-6

5. Watanabe E, Tanomaru JMG, Nascimento AP, et al. Determination of the

maximum inhibitory dilution of cetylpyridinium chloride-based mouthwashes againts Staphylococcus aureus an in vitro study, J Appl Oral Sci. 2008; 16(4):

275

6. RA Regina NS. The effect of mouthwash containing cetylpyridinium chloride on

salivary level of streptococcus mutans. 2007 Jurnal PDGI; 57(1): 19-24

7. Emilson CG. Potential Efficacy of Chlorhexidine against Mutans streptococci


(60)

8. Boedi Oetama Roeslan. Imunologi oral-kelainan dalam rongga mulut, Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002: 121-3

9. Robert G, Quivey Jr. Caries. In: Lamont RJ, Robert AB, Lantz MS LeBlanc DJ, eds. Oral microbiology and immunology. Washington DC: ASM Press, 2008 : 233-5

10. Akande OO, Alada ARA, Aderinokun GA, et al. Efficacy of diferent brands of

mouthwash rinses on oral bacterial loud count in healthy adults. African Journal

of Biomedical Research. 2004; 7: 125-6

11. Anonymus. The antebacterial action of mouthwash.

12. Chow R. Alcohol-containing mouthwashes strongly linked to increased. www. waksmanfoundation.org/labs/Rochester/ mouthwash.htm

13. McCullough MJ, Farah CS. The role of alcohol in oral carcinogenesis with

particular reference to alcohol-containing mouthwashes. ADJ. 2008: 304

14. Sandt C, Barbeau J, Gagnon MA, et al. Role of the ammonium group in the

diffusion of quarternary ammonium in streptococcus mutans in biofilms. JAC.

2007: 2

15. Prijantojo. Peranan chlorhexidine terhadap kelainan gigi dan rongga mulut. Cermin Dunia Kedokteran. 1996; 113: 33- 36

16. Eley BM. Antibacterial agents in the control of supragingival plaque- review. British dent J. 1999; 186(6):286-93


(61)

17. Albert-Kiszley A, Pjetursson BE, Salvi GE, et al. Comparison of the effects of

cetylpyridinium chloride with an essential oil mouthrinse on dental plaque and gingivitis- a six month randomized controlled clinical trial. 2007; 34: 658

18. DePaola LG, Spolarich AE. Safety and efficacy of antimicrobial mouthrinse in

clinical practice. Journal of Dental Hygiene 2007: 13-22

19. Prijantojo. Antiseptik sebagai obat kumur- peranannya terhadap pembentukan

plak gigi dan radang gusi. Cermin Dunia Kedokteran. 1996; 113: 28-31

20. Bhatia R, Ichpujalni RL. Microbiology for dental students. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers, 2003: 256-7


(62)

JUDUL PENELITIAN

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR BEBAS ALKOHOL YANG MENGANDUNG CETYLPYRIDINIUM CHLORIDE (CPC) DENGAN CHLORHEXIDINE

(CHX) TERHADAP Streptococcus mutans (PENELITIAN IN VITRO)

Streptococcus mutans sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi.7

 Plak akan berakumulasi sebanding dengan pertumbuhan Streptococcus mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi. 8

 Hal ini yang menjadi pemicu akumulasi dan interaksi dari bakteri lain.8

Streptococcus mutans bersama protein-protein

saliva dan partikel–partikel makanan akan meningkatkan kontaminasi dalam produksi asam dan retensi dari bakteri tersebut di dalam rongga mulut. Hal-hal tersebut di atas merupakan awal dari karies gigi.8

 kontrol plak secara mekanis tidak dapat mencapai seluruh permukaan rongga mulut dibutuhkan obat kumur sebagai tambahan dalam kontrol plak yang dapat menjangkau seluruh permukaan rongga mulut.1

Menurut Quirynen, dkk (2005 cit. Rawlinson dkk, 2008) pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol.3

 Namun, terdapat individu-individutertentu yang tidak dapat menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak, ibu hamil/menyususi, penderita diabetes, pecandu alkohol, pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, pasien dengan xerostomia, dan umat muslim.1,2

Wynder dkk (1983, cit. Quirynen dkk, 2005) menyatakan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam obat kumur juga dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila digunakan pada pemakaian reguler.3

Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa

amonium kuartenari yang merupakan bakterisid monokationik.4,5,6

 Sifat kelarutan CPC menyebabkan CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol.2,3

 Ketiadaan alkohol pada formula CPC menyebabkan CPC lebih menguntungkan dan cocok untuk semua individu.2,3

 CPC dalam sediaan obat kumur, dapat membantu pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi.2

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan uji efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) yan dbandingkan dengan obat kumur yang mengandung chlorhexidine (CHX) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri pemicu pembentukan plak.

Streptococcus mutans sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi.7

 Plak akan berakumulasi sebanding dengan pertumbuhan Streptococcus mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi. 8

 Hal ini yang menjadi pemicu akumulasi dan interaksi dari bakteri lain.8

Streptococcus mutans bersama protein-protein

saliva dan partikel–partikel makanan akan meningkatkan kontaminasi dalam produksi asam dan retensi dari bakteri tersebut di dalam rongga mulut. Hal-hal tersebut di atas merupakan awal dari karies gigi.8

 kontrol plak secara mekanis tidak dapat mencapai seluruh permukaan rongga mulut dibutuhkan obat kumur sebagai tambahan dalam kontrol plak yang dapat menjangkau seluruh permukaan rongga mulut.1

Menurut Quirynen, dkk (2005 cit. Rawlinson dkk, 2008) pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol.3

 Namun, terdapat individu-individutertentu yang tidak dapat menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak, ibu hamil/menyususi, penderita diabetes, pecandu alkohol, pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, pasien dengan xerostomia, dan umat muslim.1,2

Wynder dkk (1983, cit. Quirynen dkk, 2005) menyatakan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam obat kumur juga dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila digunakan pada pemakaian reguler.3

Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa

amonium kuartenari yang merupakan bakterisid monokationik.4,5,6

 Sifat kelarutan CPC menyebabkan CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol.2,3

 Ketiadaan alkohol pada formula CPC menyebabkan CPC lebih menguntungkan dan cocok untuk semua individu.2,3

 CPC dalam sediaan obat kumur, dapat membantu pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi.2

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan uji efektifitas obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) yan dbandingkan dengan obat kumur yang mengandung chlorhexidine (CHX) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri pemicu pembentukan plak.

Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung

cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans?

2. Apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium

chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans?

Tujuan

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung

cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans?


(63)

Lampiran 2. Skema Alur Penelitian

1. Pembuatan media Nutrient Agar (NA) dan Mueller Hinton Agar (MHA)

NA (1,15 MHA (3,8

Dilarutkan dalam 50 mL Dilarutkan dalam 100 mL

Dipanaskan hingga mendidih di atas hotplate

Dipanaskan hingga mendidih di atas hotplate

Disterilkan dalam autoklaf Media dibagi ke dalam 5

tabung dalam jumlah yang

Media dibagi ke dalam 10 tabung dalam jumlah yang sama

Disimpan dalam lemari es

Jika akan dipergunakan kembali dipanaskan di atas hotplate hingga mencair kembali

NA : dibuat dalam bentuk agar miring

MHA : tiap media dalam tabung dituang dalam petri (10


(64)

2. Peremajaan Streptococcus mutans

3. Uji Efektifitas Obat Kumur dengan Metode Difusi Agar Penetesan bahan coba pada cakram kosong

Satu sengkelit Biakan murni S.mutans serotip c diambil dengan ose steril

Ose tersebut digoreskan secara merata pada 5 tabung media

Inkubasi selama 24 jam, suhu

Koloni S.mutans pada media

CPC 1 CHX

masing-masing bahan coba diteteskan pada 10 cakram kosong. Tiap cakram kosong ditetesi

sebanyak 10 μL menggunakan pipet mikro CPC 2


(65)

Persiapan Suspensi Bakteri

Peletakan Cakram yang Telah berisi bahan Coba pada media MHA

Koloni S.mutans pada media NA

Diambil beberapa sengkelit menggunakan ose steril

Disuspensikan pada larutan NaCl 0,85%, kemudian di vortex dan disesuaikan kekeruhanya

dengan standar Mc Farland

Diusapkan secara merata pada 10 petri yang berisi media MHA

Didiamkan selama 15 menit

Cakram yang berisi CPC

Diletakkan pada media MHA yang telah diinokulasi S.mutans tadi

Cakram yang berisi CPC Cakram yang berisi

10 Petri berisi media MHA yang telah diinokulasi S.mutans tadi masing-masing dibagi dalam tiga

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C

Pengamatan zona hambat yang terbentuk disekitar cakram


(66)

Hasil Pengukuran Zona Hambat Masing-Masing Bahan Coba

Kelompok Chlorhexidine CPC 2 CPC 1

Ulangan d1 d2 d

rata-rata d1 d2

d

rata-rata d1 d2

d rata-rata 1 1.44 1.34 1.39 1.27 1.35 1.31 1.27 1.29 1.28 2 1.54 1.62 1.58 1.41 1.38 1.395 1.32 1.36 1.34 3 1.83 1.71 1.77 1.31 1.35 1.33 1.35 1.25 1.3 4 1.5 1.54 1.52 1.4 1.37 1.385 1.38 1.28 1.33 5 1.39 1.41 1.4 1.36 1.39 1.375 1.33 1.36 1.345 6 1.49 1.51 1.5 1.41 1.43 1.42 1.26 1.22 1.24 7 1.47 1.53 1.5 1.39 1.29 1.34 1.28 1.29 1.285 8 1.61 1.53 1.57 1.49 1.49 1.49 1.37 1.38 1.375 9 1.43 1.49 1.46 1.29 1.38 1.335 1.36 1.24 1.3 10 1.53 1.63 1.58 1.38 1.37 1.375 1.29 1.38 1.335 rata-rata 1.527 1.3755 1.313


(1)

17.

Albert-Kiszley A, Pjetursson BE, Salvi GE, et al. Comparison of the effects of

cetylpyridinium chloride with an essential oil mouthrinse on dental plaque and

gingivitis- a six month randomized controlled clinical trial. 2007; 34: 658

18.

DePaola LG, Spolarich AE. Safety and efficacy of antimicrobial mouthrinse in

clinical practice. Journal of Dental Hygiene 2007: 13-22

19.

Prijantojo. Antiseptik sebagai obat kumur- peranannya terhadap pembentukan

plak gigi dan radang gusi. Cermin Dunia Kedokteran. 1996; 113: 28-31

20.

Bhatia R, Ichpujalni RL. Microbiology for dental students. 3rd ed. New Delhi:

Jaypee Brothers, 2003: 256-7


(2)

JUDUL PENELITIAN

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR BEBAS ALKOHOL YANG MENGANDUNG CETYLPYRIDINIUM CHLORIDE (CPC) DENGAN CHLORHEXIDINE

(CHX) TERHADAP Streptococcus mutans (PENELITIAN IN VITRO)  Streptococcus mutans sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi.7  Plak akan berakumulasi sebanding dengan

pertumbuhan Streptococcus mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi. 8

 Hal ini yang menjadi pemicu akumulasi dan interaksi dari bakteri lain.8

Streptococcus mutans bersama protein-protein saliva dan partikel–partikel makanan akan meningkatkan kontaminasi dalam produksi asam dan retensi dari bakteri tersebut di dalam rongga mulut. Hal-hal tersebut di atas merupakan awal dari karies gigi.8

 kontrol plak secara mekanis tidak dapat mencapai seluruh permukaan rongga mulut dibutuhkan obat kumur sebagai tambahan dalam kontrol plak yang dapat menjangkau seluruh permukaan rongga mulut.1

Menurut Quirynen, dkk (2005 cit. Rawlinson dkk, 2008) pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol.3

 Namun, terdapat individu-individutertentu yang tidak dapat menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak, ibu hamil/menyususi, penderita diabetes, pecandu alkohol, pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, pasien dengan xerostomia, dan umat muslim.1,2

Wynder dkk (1983, cit. Quirynen dkk, 2005) menyatakan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam obat kumur juga dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila digunakan pada pemakaian reguler.3  Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa amonium kuartenari yang merupakan bakterisid monokationik.4,5,6

 Sifat kelarutan CPC menyebabkan CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol.2,3

 Ketiadaan alkohol pada formula CPC menyebabkan CPC lebih menguntungkan dan cocok untuk semua individu.2,3

 CPC dalam sediaan obat kumur, dapat membantu pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi.2

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan uji efektifitas obat kumur bebas alkohol

yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) yan dbandingkan dengan obat kumur yang

mengandung chlorhexidine (CHX) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri pemicu pembentukan plak.

Streptococcus mutans sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri dalam plak gigi.7  Plak akan berakumulasi sebanding dengan

pertumbuhan Streptococcus mutans jika bakteri tersebut tidak dapat disingkirkan dari permukaan gigi. 8

 Hal ini yang menjadi pemicu akumulasi dan interaksi dari bakteri lain.8

Streptococcus mutans bersama protein-protein saliva dan partikel–partikel makanan akan meningkatkan kontaminasi dalam produksi asam dan retensi dari bakteri tersebut di dalam rongga mulut. Hal-hal tersebut di atas merupakan awal dari karies gigi.8

 kontrol plak secara mekanis tidak dapat mencapai seluruh permukaan rongga mulut dibutuhkan obat kumur sebagai tambahan dalam kontrol plak yang dapat menjangkau seluruh permukaan rongga mulut.1

Menurut Quirynen, dkk (2005 cit. Rawlinson dkk, 2008) pada umumnya obat kumur mengandung 5-25% alkohol.3

 Namun, terdapat individu-individutertentu yang tidak dapat menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol, seperti anak-anak, ibu hamil/menyususi, penderita diabetes, pecandu alkohol, pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, pasien dengan xerostomia, dan umat muslim.1,2

Wynder dkk (1983, cit. Quirynen dkk, 2005) menyatakan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam obat kumur juga dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama bila digunakan pada pemakaian reguler.3  Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa amonium kuartenari yang merupakan bakterisid monokationik.4,5,6

 Sifat kelarutan CPC menyebabkan CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol.2,3

 Ketiadaan alkohol pada formula CPC menyebabkan CPC lebih menguntungkan dan cocok untuk semua individu.2,3

 CPC dalam sediaan obat kumur, dapat membantu pasien mengkontrol plak pada area-area yang sulit dijangkau sikat gigi atau benang gigi.2

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan uji efektifitas obat kumur bebas alkohol

yang mengandung cetylpyridinium chloride (CPC) yan dbandingkan dengan obat kumur yang

mengandung chlorhexidine (CHX) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri pemicu pembentukan plak.

Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans?

2. Apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans?

Tujuan

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dalam menghambat Streptococcus mutans

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara sediaan obat kumur bebas alkohol yang mengandung cetylpyridinium chloride dengan sediaan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans?


(3)

Lampiran 2. Skema Alur Penelitian

1.

Pembuatan media Nutrient Agar (NA) dan Mueller Hinton Agar (MHA)

NA (1,15

MHA (3,8

Dilarutkan dalam 50 mL

Dilarutkan dalam 100 mL

Dipanaskan hingga mendidih di

atas hotplate

Dipanaskan hingga mendidih di

atas hotplate

Disterilkan dalam autoklaf

Media dibagi ke dalam 5

tabung dalam jumlah yang

Media dibagi ke dalam 10

tabung dalam jumlah yang sama

Disimpan dalam lemari es

Jika akan dipergunakan kembali dipanaskan

di atas hotplate hingga mencair kembali

NA : dibuat dalam bentuk agar

miring

MHA : tiap media dalam

tabung dituang dalam petri (10


(4)

2.

Peremajaan Streptococcus mutans

3.

Uji Efektifitas Obat Kumur dengan Metode Difusi Agar

Penetesan bahan coba pada cakram kosong

Satu sengkelit Biakan murni S.mutans

serotip c diambil dengan ose steril

Ose tersebut digoreskan secara

merata pada 5 tabung media

Inkubasi selama 24 jam, suhu

Koloni S.mutans pada media

CPC 1

CHX

masing-masing bahan coba diteteskan pada 10

cakram kosong. Tiap cakram kosong ditetesi

sebanyak 10

μL menggunakan pipet mikro

CPC 2


(5)

Persiapan Suspensi Bakteri

Peletakan Cakram yang Telah berisi bahan Coba pada media MHA

Koloni S.mutans pada

media NA

Diambil beberapa sengkelit

menggunakan ose steril

Disuspensikan pada larutan NaCl 0,85%,

kemudian di vortex dan disesuaikan kekeruhanya

dengan standar Mc Farland

Diusapkan secara merata pada 10

petri yang berisi media MHA

Didiamkan selama 15 menit

Cakram yang berisi CPC

Diletakkan pada media MHA yang

telah diinokulasi S.mutans tadi

Cakram yang berisi CPC

Cakram yang berisi

10 Petri berisi media MHA yang

telah diinokulasi S.mutans tadi

masing-masing dibagi dalam tiga

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37°C

Pengamatan zona hambat yang

terbentuk disekitar cakram


(6)

Hasil Pengukuran Zona Hambat Masing-Masing Bahan Coba

Kelompok

Chlorhexidine

CPC 2

CPC 1

Ulangan

d1

d2

d

rata-rata

d1

d2

d

rata-rata

d1

d2

d

rata-rata

1

1.44 1.34

1.39

1.27 1.35

1.31

1.27 1.29

1.28

2

1.54 1.62

1.58

1.41 1.38

1.395

1.32 1.36

1.34

3

1.83 1.71

1.77

1.31 1.35

1.33

1.35 1.25

1.3

4

1.5

1.54

1.52

1.4

1.37

1.385

1.38 1.28

1.33

5

1.39 1.41

1.4

1.36 1.39

1.375

1.33 1.36

1.345

6

1.49 1.51

1.5

1.41 1.43

1.42

1.26 1.22

1.24

7

1.47 1.53

1.5

1.39 1.29

1.34

1.28 1.29

1.285

8

1.61 1.53

1.57

1.49 1.49

1.49

1.37 1.38

1.375

9

1.43 1.49

1.46

1.29 1.38

1.335

1.36 1.24

1.3

10

1.53 1.63

1.58

1.38 1.37

1.375

1.29 1.38

1.335