Analisis Pesan Moral Dalam Komik One Piece Karya Eiichiro Oda

(1)

ANALISIS PESAN MORAL DALAM KOMIK “ONE PIECE” KARYA EIICHIRO ODA

EIICHIRO ODA NO MANGA NO “ONE PIECE” NI OKERU DOUTOKU IITSUKE NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi persyaratan

mengikuti Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang

OLEH:

MUHAMMAD SYAFITRI 070708034

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG S-1 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISIS PESAN MORAL DALAM KOMIK “ONE PIECE” KARYA EIICHIRO ODA

EIICHIRO ODA NO MANGA NO “ONE PIECE” NI OKERU DOUTOKU IITSUKE NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi persyaratan

mengikuti Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang OLEH:

MUHAMMAD SYAFITRI 070708034

Pembimbing I Pembimbing II

Mhd. Pujiono, SS. M.Hum.

NIP. 1969 1011 2002 12 1 001 NIP. 1960 0919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum.

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG S-1 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Disetujui Oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

`Departemen Sastra Jepang Ketua,

NIP. 1960 0919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum


(4)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Analisis Pesan Moral Dalam Komik One Piece Karya Eiichiro Oda”, disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyelesaian study dan juga penyelesaian skripsi ini, mulai dari pengajuan proposal penelitian, pelaksanaan, sampai penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak menyisihkan waktu, pikiran, dan masukan-masukan selama dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Pembimbing Akademik. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah banyak memberikan penulis banyak masukan dan ilmu. Mulai dari tahun pertama hingga akhirnya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang diberikan bermanfaat bagi banyak orang.


(5)

5. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

6. Teristimewa sekali, penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada abah, Ahmad Fikri, dan bunda, Sri Sudarwati, yang sangat penulis sayangi, untuk semua kasih saying, doa, kesabaran, moril, dukungan semangat, keringat, air mata, serta dukungan materil yang tidak terhingga, demi kebahagiaan, pendidikan, serta keberhasilan anak-anaknya. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, rezeki, dan umur panjang sehingga senantiasa penulis akan dapat membahagiakan dan membalas semua kebaikan abah dan bunda. Juga kepada kedua adik penulis, Ozi dan Lutfi, yang telah banyak memberikan moral, serta dukungan semangat. Juga nenek, Kaminah, yang selama ini selalu menyiapkan sarapan pagi sebelum penulis pergi kuliah, serta memberikan dukungan. Buat wanita yang selalu penulis sayangi, Hafizah Fitri, yang selalu mendukung, memberikan dorongan semangat, serta materil. Terimakasih atas semua dukungannya.

7. Teman-teman se-Liga: David, Gea, Rifki, Romi dan Wahyu, yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka selama dalam perkuliahan. Juga rekan-rekan Mahasiswa Sastra Jepang 2007, Juhri, Leli, Nobe, Nova, Siti, Samuel dan yang lainnya, terimakasih dukungan semangat, dan masukannya. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terimakasih banyak.


(6)

Penulis berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini. Namun masih banyak kesalahan, baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi peraikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 10 September 2012

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 8

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan 9

1.4 Tinjauan Pustata dan Kerangka Teori 10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 17

1.6 Metode Penelitian 17

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN KOMIK 2.1 Defenisi Moral 19

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Moral 20

2.3 Sikap-Sikap Kepribadian Moral 22

2.4 Prinsip Etika Moral Bushido 27

2.5 Komik Jepang 32

2.6 Setting Cerita One Piece 35


(8)

BAB III. ANALISIS PESAN MORAL YANG DIUNGKAPKAN DALAM KOMIK ONE PIECE KARYA EIICHIRO ODA

3.1 Sinopsis Cerita One Piece 41

3.2 Analisis Cerita One Piece 45

3.2.1 Moral Kejujuran 46

3.2.2 Moral Keberanian 48

3.2.3 Moral Kebajikan atau Murah Hati 51

3.2.4 Moral Kesopanan atau Hormat 52

3.2.5 Moral Keadilan/Kesungguhan atau Integritas 54

3.2.6 Moral Kehormatan atau Martabat 57

3.2.7 Moral Kesetiaan 59

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 61

4.2 Saran 63

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(9)

ABSTRAK

ANALISIS PESAN MORAL DALAM KOMIK ONE PIECE KARYA EIICHIRO ODA

Sastra adalah ekspresi diri kehidupan dengan media bahasa yang khas. Sastra merupakan tulisan bernilai seni mengenai suatu objek, khususnya kehidupan manusia dalam suatu negeri pada suatu masa. Suatu karya sastra selain mengandung unsur hiburan, juga mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Sebuah karya sastra fiksi ditulis oleh pengarang anatara lain untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkan. Karya sastra dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa merupakan jenis karya sastra bersifat paparan. Salah satu jenis prosa adalah komik.

Komik “One Piece” karya Eiichiro Oda, yang merupakan salah satu komik yang digemari di Jepang. Komik “One Piece” menceritakan mengenai perjalanan Luffy dalam impiannya menjadi raja bajak laut ditemani beberapa anggotanya, Zoro sang pedekar pedang, Sanji sang koki, Usopp sang penembak jitu, Nami sang navigator, Chooper sang dokter, si pembuat kapal Franky, Robin sang arkeolog, dan juga Brook sang musisi.

Komik “One Piece” ini sarat akan pesan-pesan moral. Pesan-pesan moral yang ditunjukkan dalam komik ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian moral yang kuat. Sikap kepribadian moral yang kuat ini terdapat dalam prinsip etika bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian yang merupakan kemampuan untuk mengatasi


(10)

setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang, kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kesungguhan agar para samurai tidak semena-mena dalam menggunakan kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi, serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya.

Komik tentunya mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Dari segi moral, sastra bisa dipelajari dan ditelaah dengan menggunakan teori moral.

Moral menyangkut hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban dan norma. Teori moral dalam sastra bertolak dari dasar pemikiran bahwa sastra dianggap sebagai suatu medium yang paling efektif membina orang dan kepribadian suatu kelompok masyarakat. Moral pada sebuah karya sastra biasanya dilihat dari segi etika dan kenyakinan, sehingga teori ini cenderung menjerumus kepada segi-segi nilai kepercayaan/keagamaan. Salah satu moral yang mengandung nilai-nilai keagamaan adalah moral Bushido. Moral ini bersumber dari suatu kepercayaan dengan sentuhan Shinto, Zen Budhisim, dan ajaran Konfisius.

Moral Bushido, sebagai moral yang disanjung tinggi oleh masyarakat Jepang terdiri dari 7 unsur etika moral yaitu, kejujuran, keberanian, kebajikan, kesopanan, keadilan, kehormatan, dan kesetiaan.


(11)

Membuat keputusan yang benar dengan alasan yang tepat, yaitu Luffy adalah orang yang memiliki sifat jujur dan selalu berjalan di atas jalan yang ia yakini.

Keberanian, yaitu kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan kenyakinan yang pasti, yaitu Luffy dengan berani memutuskan untuk menyatakan perang terhadap Pemerintahan Dunia saat menyelamatkan Robin, bahkan ketika agen pemerintah CP9 menghalangi perjalanannya, sedikitpun keberaniaannya tidak ciut. Dia telah siap untuk menghadapi resiko yang akan dihadapinya nantinya.

Kebajikan, yaitu sikap mau memberi kasih ataupun memberikan perlindungan dan membela kaum yang lemah yang diperlakukan secara tidak adil, yaitu saat Sanji menolong Gin yang kapalnya telah dihancurkan oleh bajak laut dengan memberikannya makanan, bahkan makanan tersebut diberikan dengan cuma-cuma oleh Sanji.

Kesopanan, yaitu sikap menghormati semua orang. Menghargai orang sebagai martabat individu yang berharga, yaitu Luffy tidak pernah menganggap rendah setiap anggotanya, bahkan ia juga selalu bergantung pada anggotanya. Sekalipun Luffy telah terpandang, namun ia tetap menunjukkan sikap sopannya kepada anggotanya.

Keadilan, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang benar, bersikap sama kepada semua orang tanpa melihat status, yaitu Luffy menunjukkan keadilan dengan memutuskan menyelamatkan Smoker yang sebenarnya merupakan Angkatan Laut yang ingin menangkap Luffy.


(12)

Kehormatan, yaitu penghargaan oleh hasil kerja, yaitu walaupun kalah, Zoro masih memegang kuat kehormatannyanya sebagai seorang pendekar pedang.

Kesetiaan, yaitu sikap rela hati untuk melaksanakan tanggung jawab yaitu saat Zoro rela menggantikan nyawa Luffy, kaptennya yang telah dikalahkan oleh Kuma di Floriant Triangle. Kerelaan hatinya menunjukkan sikap setianya terhadap kaptennya yang telah dianggapnya sebagai tuannya.

Dari hasil analisis cuplikan komik One Piece dapat disimpulkan bahwa Eiichiro Oda sebagai pengarang, melalui para tokoh ceritanya, ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi hendaknya bisa memahami pentingnya nilai-nilai kepribadian moral sehingga dengan itu, manusia akan lebih bisa bersikap baik dan benar, dan mampu menghadapi setiap hal dalam kehidupan ini secara bijak.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Atar Semi, 1993:8).

Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yaitu sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi, dari kata dasar sas- yang berarti instruksi atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa merujuk kepada kesusasteraan atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata sastra bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah itu indah atau tidak.

Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan


(14)

bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan moralitas terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi moral. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan megenai hidup dan kehidupan (Andre Hardjana, 1985:60).

Pengalaman jiwa dalam karya sastra dapat memperkaya kehidupan batin pembaca sehingga pembaca lebih sempurna keadaannya. Pengungkapan yang estetis dan artistik menjadikan karya sastra lebih mempesona dari pada karya lainnya. Karya sastra membicarakan manusia dan aspek-aspek kehidupannya, sehingga sastra merupakan sarana penting dalam mengenal manusia dan zamannya. Pada karya sastra tercermin masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu masa serta usaha pemecahan sesuai dengan cita-cita mereka.

Secara umum, sastra terdiri atas jenis-jenis sastra yang amat bervariasi seperti misalnya: drama, teater, puisi, roman, prosa, dan lain lain. Salah satu hasil karya sastra ialah manga atau komik. Manga merupakan kata tentang komik Jepang.

Manga Jepang mengawali sejarahnya pada tahun 1959 ketika dua majalah, “Shonen Mingguan Hari Minggu” dan “Majalah Shonen Mingguan” diterbitkan


(15)

pada hari yang sama. Mereka mengalami kesuksesan besar dan menjadi pendorong mula-mula terjadinya ledakan manga.

Di Jepang, kata “manga” secara sederhana berarti “komik”. Tetapi bagi dunia secara keseluruhan, “manga” telah disamakan dengan gaya artistik tertentu bagi pembuatan sebuah komik yang berasal dari Jepang, dan yang telah mencapai popularitas yang mengagumkan di seluruh dunia. Gaya komik manga Jepang sekarang membentuk bagian penting dari kebudayaan pop dunia di abad ke-21 ini. Tidak dipertanyakan lagi bahwa apa yang telah dimulai di Jepang telah menjadi suatu kekuatan budaya yang berpengaruh di seluruh dunia.

Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat hal-hal yang menonjol bahwa masyarakat Jepang memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau etika bushido yang tertanam dalam masyarakat Jepang yang dapat memberikan motivasi tersendiri kearah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Keberadaan bushido sangat membantu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada bangsa Jepang, dari mulai perubahan-perubahan dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, serta pada tingkat penguasaan teknologi dan industri yang tidak dapat dipisahkan dari adanya warisan nilai samurai yang selalu melekat pada masyarakat Jepang.

Pada zaman feodal di Jepang, terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki falsafah hidup yang dikenal dengan bushido. Golongan samurai yang rela mati untuk mendapatkan kehormatan tertinggi yang ditujukan kepada tuannya ini menunjukkan sebuah kesetiaan yang absolut kepada tuan majikannya.


(16)

Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo (1981:31), bushido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Buddha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan.

Masyarakat feodal lahir bersamaan dengan lahirnya sistem wilayah yaitu wilayah pertanian yang berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan Kaisar, wilayah tersebut dikelola oleh keluarga bangsawan. Keluarga bangsawan disini adalah keturunan Kaisar yang tidak menjadi pewaris istana. Mereka menguasai bagian lahan, dengan mempunyai petani sendiri (Situmorang, 2006:80). Zaman Edo (1603-1867), adalah zaman dimana Jepang diperintahkan oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu berpusat di kota Edo (Tokyo). Lembaga keshogunan ini disebut juga bakufu (Situmorang, 1995:41).

Bushi adalah golongan masyarakat tertinggi. Pada zaman Edo, Bushi juga disebut sebagai guru masyarakat yang merupakan golongan yang menjadi teladan di masyarakat. Untuk menumbuhkan rasa kesetiaan yang kuat dari para samurai terhadap penguasa, Tokugawa Ieyasu mewajibkan mereka mempelajari ajaran Konfusius yang dianggap dapat memupuk ketaatan samurai terhadap pemerintah. Dalam ajaran konfusius dipaparkan tentang lima hubungan manusia, yaitu hubungan antara atasan dan bawahan, suami dengan isteri, orang tua dengan anaknya, kakak dengan adiknya, serta hubungan antar teman, yang disebut juga


(17)

dengan prisip gorin (Benedict, 1982:120). Kelima macam hubungan itu didasari prinsip perbedaan antara atasan dengan bawahan, yang mana diatas harus jadi pelindung dan panutan, sedangkan yang dibawah tunduk dan taat terhadap atasan. Hubungan inilah yang meningkatkan rasa ikut memiliki dan rasa kesetiaan.

Pemerintahan Tokugawa mengajarkan shido (bushido baru), sebagai ideologi baru bagi para bushi di Jepang yang bercirikan kesetiaan terhadap keshogunan (Situmorang, 1995:9). Hal ini disebabkan karena bushi atau samurai memadukan nilai-nilai budaya Jepang, dan juga karena etika bushido telah menjadi etika nasional sejak zaman Tokugawa hingga zaman modern. Walaupun pada awalnya bushido hanya untuk kaum samurai saja, namun akhirnya dengan berakhirnya system feodal, pengaruhnya semakin meluas hingga menjadi standar bagi kehidupan masyarakat Jepang.

Masyarakat Jepang, berdasarkan sejarahnya sejak jaman Bakufu sudah mengenal etika bushido. Bekerja keras hingga berhasil adalah cita-cita luhur dari setiap manusia. Untuk meraih hal tersebut diperlukan kerja keras dan disiplin yang tinggi. Bagi para samurai, kematian dalam rangka mewujudkan kesetiaan tertinggi pada sang tuan adalah cita-cita tertinggi. Namun, bagi manusia Jepang dewasa ini kerja keras dalam rangka mewujudkan keberhasilan itulah cita-cita tertinggi.

Kemudian, penulis mencoba untuk menghubungkan dengan kecenderungan beberapa masayarakat Jepang yang mecoba kembali menggali nilai-nilai masa lalu Jepang, diantaranya adalah etika bushido yang berlaku di zaman feodal. Nilai-nilai etika feodal tersebut banyak yang disisipkan dalam berbagai hal, diantaranya adalah tayangan-tayangan film dan drama di TV, kisah


(18)

cerita di novel atau komik, ataupun pembahasan-pembahasan secara ilmiah baik di media massa maupun di lingkungan pendidikan.

Salah satunya yang mengekspresikan kebudayaan Jepang khususnya bushido adalah komik “One Piece” karya Eiichiro Oda. “One Piece” merupakan salah satu komik fiksi terfavorit di Jepang dan juga sangat digemari di Indonesia, dan terkadang dijuluki sebagai salah satu dari "Holly Trinity of Shonen", dua yang lain adalah Naruto dan Bleach. Manga One Piece karya Eiichiro Oda dimulai tahun 1997 dan setahun kemudian di ikuti dengan animenya. Saat ini manga-nya sudah mencapai lebih dari 600 bab, yang biasanya tiap bab berisi sekitar 18 sampai 23 halaman, dan masih terus di terbitkan setiap minggunya di majalah Shonen Jump. Sedangkan anime-nya sudah mencapai lebih dari 500 episode dan masih terus diputar setiap minggu di stasiun TV Jepang.

Komik “One Piece” ini sarat akan pesan-pesan moral. Pesan-pesan moral yang ditunjukkan dalam komik ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian moral yang kuat. Sikap kepribadian moral yang kuat ini terdapat dalam prinsip etika Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian yang merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang, kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kesungguhan agar para samurai tidak semena-mena dalam menggunakan kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang


(19)

diberikan oleh tuannya. Pesan moral yang terkandung dalam komik “One Piece” ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Jepang.

Setelah membaca manga ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis. Karena, dalam komik “One Piece” ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral yang terdapat pada masyarakat jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui cuplikan sebagai berikut:

Gin : “Sanji, terima kasih”

“Aku berhutang padamu, dan nasi ini enak sekali!” “Boleh aku kembali lagi?”

Sanji : “Kapanpun kau mau” Zeff : “Hei Bocah!!!” Luffy : “Itu si kakek tua” Sanji : “Pergilah, Gin!” Gin : “Maafkan aku, Sanji”

“Aku membuatmu kena masalah karena makan gratis” (Sanji membuang piring ke dalam laut)

Sanji : “Sekarang tidak ada bukti” “Jadi tak akan ada masalah” (Gin bersujud terimakasih pada Sanji) (Volume 6: Halaman 18-19)

Sanji yang saat itu masih merupakan seorang koki pembantu di sebuah kapal restoran terapung, Barathie, memberikan makanan kepada Gin yang merupakan seorang bajak laut yang kapalnya telah dihancurkan oleh bajak laut lain, bahkan saat ketahuan oleh Zeff, sang koki utama, Sanji langsung menendang


(20)

piring yang telah kosong ke dalam laut, sehingga menenangkan Gin yang takut Sanji bakal dimarahi oleh Zeff. Dari cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, ini dapat dilihat saat Sanji menendang piring yang telah kosong kedalam laut, agar Gin tidak khawatir.

Menurut analisis penulis, simpati atau rasa belas kasihan di akui menjadi unsur tertinggi dalam kebajikan atau murah hati. Kebajikan atau murah hati merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai, dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang. Menurut Nitobe dalam Sipahutar (2007:31), rasa kasih sayang yang dimiliki oleh seorang samurai tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki rakyat biasa, tetapi pada seorang samurai harus didukung oleh kekuatan untuk membela dan melindungi.

Dengan demikian, penulis akan membahas tentang pesan moral yang seperti apa yang ada dalam komik “One Piece” dengan judul “Analisis Pesan Moral Dalam Komik One Piece Karya Eiichiro Oda”.

1.2 Perumusan Masalah

“One Piece” merupakan salah satu komik Jepang yang banyak digemari di Indonesia, selain Naruto dan Bleach. Berbeda dengan komik Jepang lain, yang biasanya mengangkat tema mengenai Ninja atau Samurai, komik “One Piece” bertema-kan mengenai bajak laut, yang notabene-nya merupakan peradaban Eropa, yang biasanya digambarkan sebagai kelompok yang anarkis. Namun, meskipun digambarkan sebagai kelompok yang anarkis, Eiichiro Oda dalam komik “One Piece”, banyak mengedepankan moralitas masyarakat jepang itu sendiri, yaitu moralitas bushido, seperti halnya kejujuran, keberanian, kebajikan


(21)

atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan.

Komik “One Piece” ini sarat akan pesan-pesan moral. Pesan-pesan moral yang ditunjukkan dalam komik ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian moral yang kuat. Sikap kepribadian moral yang kuat ini terdapat dalam prinsip etika bushido, sehingga sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Berdasarkan keterangan tersebut, penulis membuat perumusan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Pesan apa yang disampaikan Eiichiro Oda dalam komik “One Piece”? 2. Pesan-pesan moral yang bagaimana yang diungkapkan oleh Eiichiro Oda

dalam komik “One Piece”, khususnya pesan moral yang berkaitan dengan etika moral bushido?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Pembahasan masalah mengenai pesan-pesan moral ini, dikaji berdasarkan pada masalah yang berhubungan dengan moral yang tercermin melalui cerita peristiwa baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam karya sastra tersebut.

Dalam penelitian ini, agar penelitian tetap terfokus dan tidak melebar melewati fokus permasalahan perlu adanya pembatasan masalah. Adapun masalah


(22)

yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada pesan moral dalam komik “One Piece” yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian/etika moral bushido seperti halnya kejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan/harga diri, dan kesetiaan. Moral tersebut akan ditunjukkan dan dijelaskan melalui cuplikan-cuplikan yang memiliki indikasi moral bushido yang dilakukan oleh tokoh-tokoh utama yang ada dalam komik “One Piece”.

Sebelum menganalisis pesan moral yang ada pada komik “One Piece”, penulis akan menjelaskan juga mengenai defenisi moral, prinsip-prinsip dasar moral, sikap-sikap kepribadian moral, prinsip etika moral bushido, komik jepang, setting cerita, serta biografi pengarang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas. Moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Salam (1997:3) mengatakan moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia manusia. Moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari untung. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitas yang bernilai secara moral (Suseno, 1987:58).

Moralitas adalah tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan, tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkrit tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak


(23)

dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.

Prosa Fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan, dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2003:66)

Menurut Ahmad Amin dalam Reminisere (2011:9), fiksi disebut juga cerita rekaan, tulisan naratif yang timbul dari imajinasi pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah, yang meliputi cerita nasehat dan cerita dingeng tentang dewa-dewi.

Sastra dalam arti khusus yang digunakan dalam konteks kebudayaan adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya

Melalui karya sastra, dapat membawa pembaca terhibur dengan berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan. Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan.

Salah satu aspek moral karya sastra adalah konsep humanisme, yang merupakan salah satu sarana untuk membantu manusia dalam mencapai harkat yang lebih tinggi dan merupakan pengungkapan tentang masalah-masalah dan perjuangan hidup.


(24)

Tentunya, sastra tercipta untuk kepentingan manusia. Dari karya sastra tersebut, manusai akan mendapatkan pengajaran atau nilai-nilai moral yang dijadikan sebagai filsafah hidup.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan teori dalam mengungkapkan kebenaran yang terdapat di dalamnya. Begitu juga dalam penelitian sastra, dibutuhkan titik tolak untuk menganalisa setiap masalahnya. Pada penambahannya karya sastra merupakan suatu rangkaian kata indah yang merupakan hasil aspirasi, imajinasi dan kreativitas yang dapat dituangkan dalam sebuah karya seni sastra. Hal tersebut akan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia manusia itu sendiri. Salah satu ciri karya sastra adalah fungsinya sebagai sistem komunikasi.

Teori meringkas hasil penelitian, dan dengan adanya teori, generalisasi terhadap hasil penelitian dapat dilakukan dengan mudah. Teori juga dapat memadu generalisasi-generalisasi satu sama lain secara empiris sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan akan hubungan antar generalisasi atau pernyataan (Nazir, 2006:20)

Pendekatan moral bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium yang paling efektif membina orang dan kepribadian suatu kelompok masyarakat. Moral juga diartikan sebagai norma-norma sosial atau konsep kehidupan yang disanjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat. (Firdaus, 1986).


(25)

Pendekatan moral pada sebuah karya sastra dilihat dari etika dan keyakinan, sehingga pendekatan ini cenderung menjerumus kepada segi-segi nilai keagamaan.

Karya sastra yang baik adalah karya yang mengangkat masalah manusia dan kemanusian. Sesuatu yang mempunyai nilai moral, yaitu nilai yang berpangkal dari nilai-nilai kemanusian, serta nilai-nilai baik dan buruk yang universal.

Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Karya sastra amat penting bagi kehidupan rohani manusia. Oleh karena sastra adalah karya seni yang bertulang punggung pada cerita, maka mau tidak mau karya sastra dapat membawa pesan atau imbauan kepada pembaca (Djojosuroto, 2006:80).

Pesan ini dinamakan moral atau amanat. Dengan demikian, sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral (Darma, 1984:47). Pada penelitian ini, diperlukan suatu teori pendekatan yang menjadi acuan bagi penulis dalam menganalisis pesan-pesan moral dalam komik “One Piece” tersebut.

Secara umum, moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila (KBBI, 1998). Istilah “bermoral”, misalnya: tokoh bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk (Nurgiyantoro, 1995:321).

Berdasarkan pendekatan moral, penulis dapat mengungkapkan amanat atau pesan yang ada dalam komik “One Piece”, yang dikaji berdasarkan tindakan/perilaku positif oleh para tokoh cerita, yang menunjukkan pesan-pesan


(26)

moral, khususnya etika moral bushido, sehingga penulis menggunakan pendekatan moral bushido.

Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung adalah etika moral. Etika moral yang terdapat dalam etika moral Bushido berpusat pada konsep kemanusiaan.

Etika moral yang terkandung dalam bushido menurut Suryohadiprodjo (1981:31), meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan. Hal ini juga didukung oleh Benedict (1982:333), yang berpendapat bahwa bushido adalah perpaduan antara keadilan, keberanian, kebaikan hati, kehormatan, kesopanan, kesetiaan, dan pengendalian diri.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Menurut Ahmad Amin dalam Gultom (2009:17), etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia. Etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa


(27)

difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri.

Berdasarkan pendekatan moral bushido, penulis akan menunjukkan dalam cuplikan-cuplikan cerita, khususnya mengenai pembinaan orang dan kepribadian suatu kelompok masyarakat yang ada hubungannya dengan etika moral bushido yang terdapat dalam komik “One Piece”, dan kemudian akan dipilih bagian mana yang merupakan tindakan para tokoh yang menyampaikan pesan moral bushido. Oleh sebab itu, penulis menggunakan pendekatan moral bushido.

Pendekatan lain yang juga penulis gunakan adalah pendekatan semiotik. Pradopo, dkk (2007:71), menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti.

Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (1995:40), semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan, walaupun harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra, patung, dan lain-lain yang berda disekitar kita.


(28)

Sastra semiotik memusatkan kajiannya pada lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan di dalam karya sastra. Pendekatan semiotik beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki banyak interpretasi.

Di dalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala tertentu (gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat, dan seterusnya) berdasarkan sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. kaidah-kaidah itu merupakan sebuah kode, yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu, sehinnga gejela itu menjadi suatu tanda. (Luxemburg, 1984:44)

Dalam menafsirkan dan memahami karya sastra, kode-kode yang perlu diketahui adalah kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya. Pendekatan semiotik analisisnya tidak terbatas pada karya sastra itu sendiri, juga hubungannya dengan hal-hal yang berada di luarnya (antara kode budaya, seperti masalah budaya, dan sistem tata nilai yang mewarnai karya sastra).

Berdasarkan pendekatan semiotik, penulis dapat menginterpretasikan sikap para tokoh-tokoh ke dalam tanda. Tanda yang ada pada komik akan di-interpretasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana yang merupakan tindakan para tokoh yang menyampaikan pesan moral, khususnya etika moral bushido. Oleh sebab itu, penulis juga akan menggunakan pendekatan semiotik.


(29)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah.

1. Untuk mengetahui pesan moral yang berlatar belakang etika Bushido yang terdapat dalam komik “One Piece” terhadap pembaca;

2. Untuk mengetahui pesan yang disampaikan pengarang dalam komik “One Piece” kepada pembaca.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah.

1. Menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Jepang khususnya mengenai moralitas.

2. Memberi sumbangan dalam teori sastra dan teori moralitas dalam mengungkap komik One Piece.

3. Membantu pembaca lebih memahami isi cerita dalam komik One Piece, terutama kondisi kejiwaan para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu yaitu moralitas dan sastra.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilandaskan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu


(30)

manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan (Soekanto, 2003:410).

Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam komik One Piece, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), bahwa penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterpretasikan data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research) yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku dan referensi yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Data yang diperoleh dari berbagai referensi tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.

Dalam memecahkan permasalahan penelitian ini, penulis mengumpulkan keseluruhan data yang ada yang berupa data tulisan. Data ini dapat berupa buku-buku, artikel, informasi baik dari media elektronik maupun tulisan, selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Departemen Bahasa dan Sastra Jepang, pemanfaatan buku-buku pribadi penulis, serta website atau situs-situs yang menunjang dalam proses pengumpulan data-data dalam penelitian ini.


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN KOMIK

2.1 Defenisi Moral

Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.

Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, dan semacamnya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.

Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Reminisere (2011:18), terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.

Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang


(32)

dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.

Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia.

2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Moral 1. Prinsip Sikap Baik

Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain.

Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia.

Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif, dengan menghendaki yang baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan,


(33)

mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno, 1989:131).

Bagaimana sifat bauk itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masing-masing baik bagi yang bersangkutan.

2. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih. Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi.

Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132).

Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.

Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan, termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang.


(34)

3. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri

Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133)

Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.

Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.

Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3 Sikap-Sikap Kepribadian Moral 1. Kejujuran

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan


(35)

itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain.

Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan.

Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita, melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita.

Selanjutnya, orang yang jujur harus bersikap fair (wajar) terhadap orang lain. Ia memperlakukannya menurut standart-standartyang diharapkannya akan dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya.

2. Nilai-Nilai Otentik

Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri. “Otentik” berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.


(36)

3. Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya.

Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang dimulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.

Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu selesai.

Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipal, tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia bersedia untuk mengarahkan tenaga dan kemampuan ketika ia ditentang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146).

Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan. Ia tidak pernah akan melempar tanggung jawab atas suatu kesalahan yang dilakukannya terhadap orang lain.

Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah tanda kekuatan batin yang sudah matang.


(37)

4. Kemandirian Moral

Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral yang kita yakini.

Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.

Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

5. Keberanian Moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab, juga kalu ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela, ditentang atau di ancam oleh banyak orang.

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147)

Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang kuat, yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani


(38)

mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani, dalam arti ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu.

6. Kerendahan Hati

Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah kerendahan hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148). Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga melihat kekuatannya.

Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan “kebaikan” kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.

Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani membuka diri.

Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar, apabila benar-benar diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa bahwa dirinya terlalu penting, karena keberanian akan datang apabila ia sudah yakin bahwa sikapnya telah memiliki nilai moral.


(39)

2.4 Prinsip Etika Moral Bushido

Bushido merupakan suatu sistem moral, sehingga etika yang terkandung adalah etika moral. Etika moral yang terdapat dalam etika moral Bushido berpusat pada konsep kemanusiaan.

Etika moral yang terkandung dalam Bushido menurut Suryohadiprodjo (1982:49), meliputi kejujuran (makoto), keberanian (yu), kebajikan atau murah hati (jin), kesopanan atau hormat (rei), keadilan/kesungguhan atau integritas (gi), kehormatan atau martabat (meiyo), dan kesetiaan (chungi).

1. Kejujuran

Kejujuran (Makoto) adalah tentang bersikap jujur kepada diri sendiri sebagaimana kepada orang lain. Artinya, bertingkah laku yang benar secara moral dan selalu melakukuan hal-hal dengan kemampuan terbaik.

Kejujuran merupakan keyakinan dalam kode etik samurai. Didalam diri samurai tidak ada yang lebih buruk dari pada curang dalam pergaulan dan perbuatan yang tidak wajar.

Ajaran Bushido mendefinisikan kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, kejujuran adalah kekuatan pasti pada setiap tingkah laku tanpa keragu-raguan. Samurai siap mati jika di anggap pantas untuk untuk mati dan berhenti sebagai samurai jika di anggap sebagai kebenaran.

Konsep kejujuran dalam Bushido adalah perbuatan keputusan yang benar dengan alasan yang tepat, alasan yang tepat ini adalah Giri. Giri-lah yang merupakan alasan seseorang untuk memutuskan berbuat sesuatu dan bersikap


(40)

dengan orang tua, kepada masyarakat luas. Menurut Nitobe dalam Sipahutar (2007:30), kejujuran adalah sifat yang wajib dimiliki oleh samurai.

Jika seseorang memiliki sifat jujur dan berjalan di atas jalan lurus, dapat dipastikan bahwa ia seseorang yang pemberani. Berani tidak saja mengacu pada keberanian dalam berperang, tetapi juga berani menghadapi berbagai cobaan hidup.

Kejujuran dikalangan samurai merupakan etika yang tidak bisa diragukan lagi. Ia harus tegas ketika menghadapi kapan harus mengorbankan nyawa dan kapan harus mmbunuh, asalkan demi kebenaran yang di anutnya. Keberanian seorang samurai harus di dasari oleh kejujuran serta akal sehat, tanpa kecerobohan maupun kecurangan.

2. Keberanian

Keberanian (Yu) merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan. Keberanian ini dapat di lihat dari sikap orang Jepang dalam mempertahankan kelompoknya. Untuk dapat membela kebenaran, diperlukan rasa keberanian dan keteguhan hati. Seorang samurai tidak dibenarkan ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya. Karena jika seorang samurai merasa ragu-ragu dalam melaksanakan suatu hal, akan membuat mereka menjadi terlihat tidak mempunyai pendirian dalam mengambil keputusan ataupun dalam melaksanakan tugas.

Dalam ajaran Konfusionisme, keberanian itu adalah melakukan hal yang di anggap benar. Namun, keberanian itu juga di bedakan antara berani dalam hal


(41)

membela atau mempertahankan prinsip kebenaran dengan keberanian yang ada pada tingkah laku kejahatan (Napitupulu, 2007:21).

3. Kebajikan atau Kemurahan Hati

Kebajikan (Jin) merupakan gabungan antara kasih sayang dan kemurahan hati. Prinsip ini terjalin dengan Gi, dan menghindarkan samurai dari penggunaan keahlian mereka dengan congkak atau untuk mendominasi.

Simpati dan rasa belas kasihan di akui menjadi unsur tertinggi dalam kebajikan. Kebajikan merupakan semangat dalam membangun pribadi kaum samurai, dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang.

Menurut Nitobe dalam Sipahutar (2007:31), rasa kasih sayang yang dimiliki oleh seorang samurai tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki rakyat biasa, tetapi pada seorang samurai harus didukung oleh kekuatan untuk membela dan melindungi.

4. Kesopanan atau Hormat

Kesopanan (Rei) adalah hal yang berkenaan dengan kesopanan dan prilaku yang pantas kepada orang lain.

Menurut Nitobe dalam Napitupulu (2008:22). di Jepang penghayatan musik merdu dan sajak-sajak indah merupakan kurikulum pendidikan untuk membangun perasaan dan jiwa lembut, yang kemudian akan menggugah penghayatan terhadap penderitaan orang lain. Kerendahan hati untuk memahami orang lain adalah akar dari sikap sopan santun.


(42)

Kemudian, menurut Nitobe dalam Sipahutar (2007:31-32). etika kesopanan bangsa Jepang sudah dikenal di dunia. Dan sikap ini merupakan unsur kemanusiaan tertinggi dan hasil terbaik dari hubungan masyarakat. Kesopanan yang tercermin pada masyarakat Jepang bermula dari tata-cara yang bersifat rutinitas. Bagaimana seseorang harus tunduk pada teguran orang lain, bagaimana seseorang harus berjalan, duduk, mengajar dan di ajar dengan penuh kepedulian.

5. Keadilan atau Kesungguhan

Keadilan (Gi) merupakan kemampuan untuk membuat keputusan yang benar dengan keyakinan moral, dan untuk bersikap adil serta bersikap sama kepada semua orang tanpa memperdulikan warna kulit, ras, gender ataupun usia.

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang Bushi atau samurai harus memandang sama semua golongan, hal ini juga ada agar para samurai tidak semena-mena dalam mnggunakan kekuasaan aataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar.

6. Kehormatan atau Martabat

Kehormatan (Meiyo) dicapai dengan sikap positif dalam berpikir dan hanya akan mengikuti perilaku yang tepat. Selain itu, kehormatan merupakan implikasi dari satu kesadaran hidup akan martabat individu yang berharga.

Menurut Nitobe dalam Sipahutar (2007:32), seorang samurai yang lahir dan dibesarkan dengan nilai-nilai kewajiban dan keistimewaan profesi mereka, sadar benar kehormatan adalah kemuliaan pribadi yang mewarnai jiwa mereka. Didalam bahasa Jepang, ada istilah seperti na (nama), memoku (wajah), dan


(43)

guaiban (pendengaran). Istilah ini bisa diterjemahkan sebagai reputasi atau nama baik seseorang. Nama baik adalah bagian non-fisik yang tidak kelihatan dari manusia, tetapi dapat dirasakan. Kalau hal ini tidak dijaga, maka reputasi bisa jatuh dan memberikan kesan yang tidak baik bagi orang lain.

Kehormatan bagi bangsa Jepang diyakini sebagai suatu sensifitas, bahkan sejak anak telah berada dalam kandungan ibunya. Hilangnya kehormatan bagi bangsa Jepang tercermin dari rasa malu yang merupakan hukuman yang paling buruk. Kesadaran akan rasa malu menjadikan orang Jepang menolak untuk terhadap segala sesuatu yang berupa penghinaan.

Landasan filosofi yang terkandung dalam etika kehormatan ini adalah adanya yang mencerminkan kebutuhan individu terhadap penghargaan berupa hasil kerja. Dalam Bushido, kehormatan bisa dicapai sejalan dengan bertambahnya usia yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi. Reputasi ini harus dijaga dengan baik, karena reputasi yang dibangun bertahun-tahun mungkin saja bisa hancur dalam satu hari saja.

7. Kesetiaan

Kesetiaan (Chungi) merupakan dasar dari semua prinsip, tanpa dedikasi dan kesetiaan pada tugas yang sedang dikerjakan dan kepada sesama, seseotang tidak dapat berharap akan mencapai hasil yang di inginkan.

Kesetiaan merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang samurai. Kesetiaan muncul dari adanya rasa solidaritas yang memunculkan rasa kebersamaan dalam kehidupan sosial untuk mempertahankan daerah atau wilayah mereka dari serangan musuh.


(44)

Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan kewajiban seorang samurai untuk menaati nilai-nilai kemasyarakatan dengan caramengabdi sepenuhnya kepada tuan mewujudkan pengabdian itu dengan cara berprestasi sebaik mungkin.

Kesetiaan yang di ajarkan dalam Bushido merupakan kesetiaan seseorang bushi dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Dalam menjalankan tugasnya ini mereka dituntut untuk tunduk terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh tuannya.

Sedangkan dalam Konfusionisme, makna kesetiaan menjadi bernuansa moral, nilai moral yang terkandung didalamnya meliputi niali moral sosial, yang mendasarkan ajarannya dengan adanya hubungan antara anak dengan orang tua, kakak dengan adik, antar sesama, terhadap pejabat pemerintah, dan terhadap kaisar (Sipahutar dalam Reminisere, 2011:32).

2.5 Komik Jepang

Manga, yang kadang kala kita sering mengejanya dengan Ma-Nga, merupakan bahasa Jepang yang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai komik. Bangsa Jepang sendiri mengeja Manga dengan Man-Ga atau Ma-Ng-Ga dan arti harfiah dari kata Manga adalah gambar aneh. Manga di Jepang diawali pada jaman Edo, di mana seorang pemahat kayu dan pelukis bernama Katsushika Hokusai (1760-1849), menciptakan istilah Hokusai Manga pada serial sketsanya yang berjumlah 15 volume dan diterbitkan pada tahun 1814. Hokusai itu sendiri berasal dari 2 huruf Cina yang memiliki arti gambar manusia untuk menceritakan sesuatu.


(45)

Di akhir abad 18, Kibyoushi, sebagai buku komik pertama yang berisi cerita muncul dengan tatanan gambar yang dikelilingi oleh tulisan (atau tulisan di samping gambar) sebagai narasinya. Manga tidak begitu berkembang hingga Perang Dunia II. Pada awal abad 19, muncul seorang mangaka yang membawa sejarah baru di dunia manga Jepang. Dia adalah Osamu Tezuka (1928-1989), karyanya yang terkenal adalah Tetsuwan Atom (yang di Indonesia dikenal sebagai Astro Boy) dan manga-nya yang diadaptasi dari novel Treasure Island karya Robert Louis Stevenson meraih nilai penjualan tertinggi nasional karena sukses dijual sebanyak 400.000 eksemplar.

Karena pada mulanya komik di Jepang adalah peniruan dari film animasi dari Walt Disney, maka saat itu para penggemar komik Jepang adalah anak-anak. Namun pada tahun 1959, mulai diterbitkan dua majalah mingguan untuk anak laki-laki yaitu Shonen Magazine dan Shonen Sunday. Saat itu hiburan untuk anak di Jepang hanyalah komik saja, belum ada anime (sebutan untuk film animasi di Jepang) dan tentu saja belum ada game komputer. Sepuluh tahun kemudian, majalah komik untuk remaja mulai terbit, Manga Action (1967), Young Comic (1967), Play Comic (1968) dan Big Comic (1967). Pembaca komik yang usianya kurang lebih sembilan tahun pada tahun 1959, maka pada saat itu (tahun 1967) mereka telah berumur kurang lebih delapan belas tahun dan telah masuk masa remaja sehingga mereka mau membaca komik yang cocok dengan usia dan selera mereka

Ciri-ciri khusus gambar komik genre baru ini adalah realisme. Gaya realis atau yang disebut juga “Gekiga” (Geki artinya gambar, Ga artinya gambar)


(46)

merupakan gaya yang mendominasi komik Jepang saat itu. Pada masa itu cerita juga berubah menjadi realistis dan serius.

Kemudian dari tahun ke tahun komik Jepang terus berkembang dengan munculnya mangaka-mangaka baru yang menghasilkan genre-genre baru yang lebih variatif dan menarik, seperti Gundam, One Piece, Naruto, Bleach, Slam Dunk, dan lain-lain.

Selain komik Jepang, majalah mingguan komik yang setiap minggu muncul juga penarik para penggemar manga di Jepang. Majalah mingguan ini biasanya berisi minimal 400 halaman atau lebih dan juga berisi minimal lima judul komik. Di Jepang majalah komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.

Misalnya ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar jutaan dan majalah komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak laki-laki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP. Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira 20-30 tahun dan ada juga majalah dewasa umum, yaitu majalah komik yang diterbitkan khusus dewasa dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk membelinya. Namun komik seperti ini kebanyakan dijual di mini market-mini market jadi anak kecil pun bisa membelinya kalau ingin membeli. Hal seperti inilah yang harus dihilangkan.


(47)

Di Jepang peredaran komik impor dari luar negeri sedikit sekali dibandingkan produk lokal. Tentu saja gambar ala komik Amerika sudah diambil menjadi salah satu unsur gaya komik Jepang, misalnya gaya gambar Toriyama Akira pengarang Dragon Ball, dan siapa saja tahu nama Superman, Batman, Spiderman tetapi komiknya tidak dapat ditemukan di toko buku di Jepang. Di antara komik Amerika, yang lumayan laris adalah serial Peanuts (cerita si anjing Snoopy) saja. Sementara komik Prancis, yaitu Bande Dessinee (BD), terutama karya Moebius atau Enki Bilal berpengaruh besar pada pengarang komik Jepang, misalnya Otomo Katsuhiro (pengarang Akira) . Tetapi sayangnya di Jepang BD dijual sebagai barang seni rupa, dan harganya cukup mahal.

Kebanyakan komik dari Jepang telah dibuat anime (film animasi) yang sesuai dengan cerita yang terkandung di dalam komik tersebut sejak tahun 1950 untuk menigkatkan penjualan dan mempromosikan kepada masyarakat, sehingga selain membaca, para penggemar komik juga dapat melihat filmnya. Seperti : Crayon Shinchan, Doraemon, Dragon Ball, Gundam, One Piece dan masih banyak lagi.

2.6 Setting Cerita

Menurut Brook dalam Reminisere (2011:34), latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang di dalam cerita. Wellek dan Werren dalam Reminisere (2011:34) juga mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan alam sekitar, terutama lingkungan dalam yang dipandang sebagai pengekspresian watak secara metominik dan metafori.


(48)

Hudson dalam Reminisere (2011:35) membagi setting/latar cerita atas latar fisik (material) dan latar sosial. Yang termasuk latar fisik adalah latar yang berupa benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah, dan sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya, sosial masyarakat; seperti adat istiadat, cara hidup, bahasa kelompok sosial, dan sikap hidupnya yang melewati cerita.

Tentunya latar membantu kejelasan jalan cerita, sehingga dalam membahas setting/latar cerita komik One Piece ini, penulis akan menjelaskan latar tempat dan latar waktu sebagai berikut:

1. Latar Tempat

Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang digunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, ataupun lokasi tanpa nama yang jelas.

Dalam komik One Piece, yang mengangkat tema bajak laut, sebagian besar mengambil setting lokasi hanya disebut sebagai desa kecil, pulau kecil, dan sebagainya. Adapun beberapa latar tempat terjadinya peristiwa dalam komik One Piece adalah sebagai berikut;

1. Desa Fusha

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Ini adalah desa Fusha, desa pelabuhan kecil” (Volume 1, Halaman 4)

2. Restoran Barathie

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Ini adalah rostoran mengapung, Barathie” (Volume 5, Halaman 147)


(49)

3. Desa Kokoyashi

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Di suatu tempat di desa Kokoyashi” (Volume 8, Halaman 161)

4. Logue Town

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: Ini adalah Logue Town, kota awal dan akhir” (Volume 11, Halaman 116)

5. Calm Belt

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Celaka... Kita berada di Calm Belt!! Lautan tanpa angin!!” (Volume 12, Halaman 38)

6. Whiskey Peak

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Setelah meninggalkan Laboon dan Crocus... Kapal mereka langsung berlayar ke Whiskey Peak” (Volume 12, Halaman 134)

7. Little Garden

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Itu Little Garden!! Pulau kedua dari Grand Line!!” (Volume 13, Halaman 130)

8. Big Horn

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Inilah desa kami… Perkampungan bersalju, Big Horn” (Volume 15, Halaman 133)

9. Alabasta

Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Alabasta adalah wilayah besar… sekali mereka lolos, sulit menemukannya kembali” (Volume 18, Halaman 74)


(50)

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual atau waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.

Dalam komik One Piece, biasanya berlatar waktu di siang atau malam hari. Namun ada juga beberapa latar yang terdapat dalam komik One Piece, diantaranya;

Latar waktu pada cerita ini dimulai pada kata “dulu”, yang sebenarnya tidak faktual. Frasa ini terdapat pada volume 1 halaman 1, yang menyatakan “Dulu, ada seseorang yang telah memiliki semua kekayaan, kekuatan dan kekuasaan di dunia ini”.

Latar waktu yang menggunakan tahun juga ada digunakan, yang terdapat pada volume 1 halaman 4, yang menyatakan “Kira-kira sejak setahun yang lalu, sebuah kapal bajak laut berlabuh disana”.

Latar waktu pada cerita ini juga terdapat pada saat cuaca hari yang bagus dan cuaca hari yang dingin. Frase ini terdapat pada volume 1 halaman 59, yang menyatakan “Wah… cuaca hari ini bagus sekali”, dan pada volume 15 halaman 92, yang menyatakan “Halo! Hari ini dingin sekali ya…”

2.7 Biografi Pengarang

Eiichiro Oda dilahirkan tepat pada 1 Januari 1975 di Kumamoto, yang sejak kecil sudah tertarik pada dunia gambar. Saat berusia 4 tahun, ia selalu berangan-angan sebagai bajak laut dan sudah menetapkan cita-citanya menjadi


(51)

seorang mangaka, karena menurutnya dengan begitu ia tidak perlu pergi ke kantor layaknya orang dewasa yang bekerja.

Di waktu kecil, Odacchi (digunakan para penggemar komik One Piece memanggil Eiichiro Oda) mempunyai kehidupan yang relatif sama dengan anak-anak Jepang seusianya. Ia suka berburu serangga, membaca komik, dan bermain olahraga. Cuma ia tidak suka matematika dan kecoa.

Ketika duduk di bangku SMP, Odacchi sangat bangga karena karyanya berhasil menjadi pemenang dalam perlombaan sketsa. Seperti diketahui, Odacchi telah memutuskan untuk menjadi seorang mangaka, tapi ia sangat setia pada cita-citanya. Bahkan ketika ditanya apakah ia mempunyai cita-cita yang lain, Odacchi dengan tersenyum hanya menjawab bahwa ia belum pernah memikirkannya. Tidak bisa diungkiri bahwa minat Odacchi memang terfokus pada gambar, hal ini terlihat dari kenyatan bahwa menggambar adalah pelajaran kesukaaannya.

Pada saat usia 17 tahun, ia menyerahkan karyanya Wanted! dan memenangkan beberapa penghargaan. Ada kejadian unik dibalik pembuatan Wanted!, yaitu 3 hari sebelum deadline penyerahan naskah, Odacchi mengalami kecelakaan mobil! Yang konyol, dalam perjalanan ke rumah sakit, hal pertama yang terpikir olehnya adalah bahwa hari itu ia harus mengembalikan kaset video yang dipinjamnya. Dokter memutuskan bahwa Odacchi harus diopname 1 hari. Dan selama di rumah sakit itulah ia berjuang mati-matian menyelesaikan Wanted! yang berlatar belakang dunia western. Dalam karya ini, Odacchi menggunakan pen name Getsu Ka Sui Moku Kin Do, yang bisa juga dibaca Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu. (Di jepang, kata Bulan Api Air Kayu Emas dan Tanah dipergunakan sebagai nama hari). Setahun kemudian,


(52)

karya pertamanya sebagai mangaka profesional berjudul Kami Kara Mirai No Present yang dimuat di majalah Jump Original edisi Oktober 1993. Menurut Odacchi, karyanya ini terwujud karena sudah lama ia ingin membuat manga dengan tema takdir dan menggambar adegan kehancuran. Namun ditekankannya lagi bahwa itu bukan berarti dia ingin menghancurkan dirinya sendiri. Pada tahun yang sama, Odacchi juga meraih Gold Honors dalam ajang Hoop Step Award (kontes pencarian bakat yang diadakan Weekly Jump setiap bulan, kini namanya berubah menjadi Tenkai Icchi Manga Awards) untuk karyanya yang berjudul Ikki Yako.

Karya lain yang di hasilkan adalah One Piece. Berbicara tentang One Piece, ternyata penamaan "One Piece" adalah sebuah rahasia kecil milik Odacchi. Sayangnya karena terlalu rahasia, ia tidak mau menceritakan kepada kita. Dalam One Piece sendiri, Gaimon (seorang pria yang telah terjebak di dalam kotak kayu lebih dari 20 tahun) adalah tokoh yang paling berkesan bagi Odacchi. Hal ini terjadi karena Odacchi sendiri bingung dari mana ide gila itu berasal. Dalam mendesain karakter-karakter One Piece sendiri Odacchi punya sebuah trik untuk membangun karakter yang tepat sifatnya, yaitu dengan bertanaya kepada dirinya pada saat ia menggambar karakter tersebut. "Apa yang dikatakan oleh karakter ini?". Kata-kata awal inilah yang akan membantu Odacchi membangun karakternya. Selain itu, dia juga sadar bahwa ia harus selalu menempatkan dirinya di posisi pembaca untuk mencari tahu cerita seperti apakan yang harus ia buat, yaitu cerita yang disukai pembaca.


(53)

BAB III

ANALISIS PESAN MORAL YANG DIUNGKAPKAN DALAM KOMIK ONE PIECE KARYA EIICHIRO ODA

3.1 Sinopsis Cerita One Piece

Pada awal cerita One Piece, terdapatlah bajak laut yang hebat, Raja Bajak Laut bernama Gol D. Roger. Dia telah menguasai setiap harta karun yang ada di dunia. Kalimat terakhirnya sebelum dia di-eksekusi telah menginspirasi semua orang menjadi bajak laut:

"Ingin harta karun terbesarku? Aku akan memberikannya kepada meraka yang dapat menemukannya. Aku sudah mengumpulkan semua yang ada di dunia ini, dan menyembunyikannya di tempat itu..."

Dunia telah memasuki era bajak laut. Kalimat terakhir raja bajak laut Gol D. Roger sebelum di-eksekusi telah menggerakkan banyak bajak laut untuk mencari pulau terakhir dari Grand Line, pulau Raftel, dimana raja bajak laut menyembunyikan harta karun terbesarnya, "One Piece". Kisah One Piece di ikuti dengan kisah seorang anak muda bernama Monkey D Luffy, yang bermimpi menemukan "One Piece" dan menjadi bajak laut terhebat didunia.

Sewaktu kecil, Luffy terinspirasi oleh bajak laut yang menggunakan kota tempat tinggal Luffy sebagai markas beroperasi, Shanks sang Rambut Merah. Terobsesi menjadi bajak laut, Luffy terus memaksa Shanks untuk membawanya ke laut, meski pada kenyataannya dia tidak bisa berenang. Setelah Shanks mengalami kejadian saat menghadapi bandit lokal, Higuma, Luffy kehilangan rasa bangganya pada bajak laut, dan tanpa disadari luffy secara tidak sengaja memakan


(54)

Gomu Gomu no Mi, Buah iblis langka yang menyebabkan luffy menjadi manusia karet dan membuatnya benar-benar tidak bisa berenang untuk selamanya. Beberapa hari kemudian, saat Shanks pergi melaut, Luffy berhadapan dengan Higuma lagi, dan diculik saat dia tidak terima dengan perbuatan Higuma terhadap Shanks. Higuma hampir membunuh Luffy saat Shanks kembali. Seorang anggota Shanks dengan satu tangan menghabisi semua group bandit Higuma, namun Higuma kabur ke laut bersama Luffy. Namun, dapat kabur dari bajak laut, keberuntungan Higuma berubah dan dia dimakan oleh monster laut setelah membuang Luffy ke laut. Saat monster laut ingin memakan Luffy kemudian secara menakjubkan Shanks muncul dan menyelamatkan Luffy, mengorbankan tangan kirinya dalam usaha menyelamatkan Luffy.

Setelah kejadian ini, Luffy memutuskan akan menjadi bajak laut dengan sendirinya, mengumpulkan anggota yang lebih kuat dari anggota Shanks, menemukan harta karun terbesar di dunia dan menjadi bajak laut terhebat di dunia. Tepat sebelum keberangkatan terakhirnya, Shanks memberikan Luffy Topi Jerami favoritnya, dan meminta Luffy untuk mengembalikannya saat dia menjadi bajak laut yang hebat. Kisah Luffy dimulai 10 tahun kemudian, ketika Luffy akhirnya meninggalkan rumahnya dalam perncarian mencari teman dan bertualang, dan untuk mencapai impiannya menjadibajak laut terhebat di dunia.

Di awal perjalanannya, dia bertemu berbagai macam musuh sesama bajak laut seperti Alvida, Buggy Badut, Kuro, Don Krieg, dan Arlong. Dia juga telah mengumpulkan rekan seperjalannya yaitu Zoro, Nami, Sanji, dan Usopp yang akan mendampinginya mewujudkan cita-citanya. Sampai akhirnya Luffy dan


(55)

kelompoknya yang dijuluki Kelompok Bajak Laut Topi Jerami berhasil memasuki lautan legendaris Grand Line dimana “One Piece” berada.

Di Grand Line, awalnya mereka terlibat konflik langsung dengan organisasi kriminal Baroque Works yang dipimpin oleh Crocodile, seorang agen pemerintah. Setelah berhasil menumbangkan Baroque Works beserta menggagalkan semua rencana menumbangkan sebuah negeri, Luffy dan kawan-kawan berlayar kembali dan berakhir di negeri langit Skypiea, disini mereka harus menghentikan ambisi seorang pemimpin serakah bernama Enel. Kelompok berhasil mengalahkan Enel dan menyelamatkan Skypiea dari kehancuran. Mereka berlayar kembali dan terlibat konflik antara Nico Robin, salah seorang anggotanya dengan agen rahasia pemerintah CP9, Demi membebaskan Nico Robin, grup bajak laut Topi Jerami menyatakan perang terbuka terhadap pemerintah dunia sehingga mengakibatkan harga buruan masing-masing kru bertambah. Di Water Seven bertambah satu anggota lagi, yaitu Franky (Cutty Flam) dan kapal barunya Thousand Sunny yang terbuat dari kayu (Adam’s Tree) yang sama dengan kapal Gol D. Roger, sang raja bajak laut. Kapal Thousand Sunny ini dibuat sebagai pengganti dari kapal Merry-Go yang tidak mampu berlayar lagi.

Mengikuti log pose, seharusnya tujuan selanjutnya ada Pulau Mermaid, tetapi grup bajak laut Topi Jerami malah terdampar di Floriant Triangle dan masuk ke Thriller Bark, suatu kapal besar tempat kediaman seorang Shichibukai, Gekkou Moria.

Di Thriller Bark, grup Topi Jerami berhasil menundukkan OZ (zombie terkuat ciptaan Moria) dan Moria itu sendiri. Zoro mendapatkan pedang baru dari Master Ryuuma dengan nama Shushui yang merupakan salah satu 12 pedang


(56)

tertajam. Kemudian muncul kembali salah satu Shichibukai lain, yaitu Bartholomew Kuma (dengan julukannya “sang Tirani”) yang ingin memusnahkan semua saksi mata kekalahan Moria. Dan pertarungan melawan Kuma pun dimulai. Pertempuran itu berakhir dengan Zoro menanggung semua luka yang diderita Luffy karena Kuma mempunyai kemampuan menghilangkan luka dan penyakit dan sebagai ganti Kuma tak boleh menyentuh luffy.

Brook, si manusia tengkorak mesum, pemakan buah Yomi Yomi menjadi kru kesembilan sebagai pemusik dengan kemampuan berpedang layaknya Zoro namun hanya satu pedang dan kemampuannya adalah melemahkan musuh dengan suara yang diciptakannya melalui biola. Dia adalah pelaut yang berjanji kepada Laboon, paus yang berada di Reverse Mountain, Red Line (pintu masuk Grand Line).

Mengikuti Log mereka keluar dari Triangle Floriant dan bertemu dengan orang yang memiliki muka yang sama dengan poster Sanji dan juga duyung bernama Camie dan Merman Hacchi, salah satu mantan anak buah bajak laut Arlong yang dulu menguasai Desa Kokoyashi, asal Nami. Hacchi juga merupakan pedagang Takoyaki yang terkenal enak. melalui keduanya mereka tahu jika ingin melewati Red Line ada dua jalan, yaitu melalui Marie Joa markas angkatan laut atau melalui pulau merman yang berada 10.000 meter di bawah permukaan laut. Mereka meminta bantuan dari Rayleight atau Dark King yang dulu merupakan anak buah dikapal Gol D. Roger untuk memnuat kapal mereka bisa tenggelam tapi tidak rusak. Karena jalan satu-satunya menuju belahan lain Grand Line bagi bajak laut adalah melalui Pulau Merman.


(57)

Sebelum membuat kapal mereka tengelam mereka bertemu dengan 11 orang bajak laut yang disebut dengan Eleven Supernova (termasuk Luffy), yaitu bajak laut dengan nilai buruan diatas seratus juta beri. mereka adalah Capone Gang Benge bajak laut Firetank (138.000.000), Jewellry Bonney ‘Big Eater’ bajak laut Bonney (140.000.000), Basil Hawkins bajak laut Hawkins (249.000.000), Eustass Kid bajak laut Kid (315.000.000), Scrathmen Apoo ‘Roar of The Sea’ bajak laut On Air (198.000.000), X Drake ‘Red Flag’ bajak laut Drake (222.000.000), Urouge ‘Mystery Monk’ bajak laut Fallen Monk (108.000.000), Killer ‘Massacre Man’ kru bajak laut Kid (162.000.000), Trafalgar Law ‘Dark Doctor’ bajak laut Heart (200.000.000), Roronoa Zoro kru bajak laut Topi Jerami (120.000.000), dan Monkey D. Luffy bajak laut Topi Jerami (300.000.000)

Sebelumnya, saat mereka meninggalkan Floriant Triangle ada kabar kalau Portgas D. Ace, kakak Luffy tertangkap oleh Shicibukai baru pengganti Crocodille, yaitu Kurohige atau Marshall D. Teach dan akan dihukum mati sehingga Shirohige yang juga merupakan salah satu kaisar lautan menyatakan perang terhadap pemerintahan dunia.

Mereka juga membuat masalah dengan Tenryuubito atau keturunan dari para pendiri pemerintahan dunia, sehingga siapa saja yang berani menggangunya akan berurusan dengan admiral. Mereka mempunyai kekuasaan absoulut. Mereka juga mau memjadikan Caime sebagi budak.

Luffy, Trafalgar Law, dan Eustass Kid menghadapi secara langsung Admiral Kizaru yang diperintahkan oleh Sengoku.


(58)

3.2 Analisis Cerita One Piece

Sebagaimana yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka untuk selanjutnya penulis akan menjelaskan satu persatu prinsip moral bushido yang meliputi kejujuran, keberanian, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan/kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan kesetiaan yang terdapat dalam komik “One Piece”.

Teori-teori tersebut akan di analisis pada cuplikan-cuplikan dari cerita komik “One Piece” sebagai berikut:

3.2.1 Moral Kejujuran

Luffy: “Oh ya! Aku juga harus membangunkan Pak Kades!” Cuplikan:

Warga: “Hei, kalian!!”

“Kami semua adalah warga desa ini”

“Apa bajak laut itu bertengkar dengan sesama temannya sendiri?” “Bisakah kalian memberitahu kami?”

Nami: “Oh, warga desa?”

“Ku pikir masih ada bajak laut yang tersisa!” “Sebenarnya ... kejadiannya agak rumit ...”

Warga: “Ah! Pak Kades!! Apa yang terjadi dengan anda?” Warga: “Sialan!! apa para bajak laut yang melakukan ini?”

“Ini pasti ulah para bajak laut itu!!” Luffy: “Ah! Maafkan aku!”


(59)

Warga: “Apa?!!”

Nami: “Hei! Kenapa kau ngomong seperti itu? Luffy: “Kau juga melihatnya kan?”

Nami: “Ya, aku tahu! Tapi bukankan lebih baik menjelaskannya ...” Warga: “Kalian berani sekali melukai pak Kades!!”

“Jangan banyak alasan! Cepat mengaku!”

“Siapa kalian!? Apa kalian ini juga Bajak Laut?!” Nami: (Ooh... Bagaimana ini?)

(Jika kami jawab “Pencuri” atau “Bajak Laut”, kami pasti akan mati...!!!)

Luffy: “Kami memang bajak laut!” Warga: “Sudah kami duga!!”

Zoro: “Hahahaha” Nami: “Goblok!!”

Luffy: “Tapi itu memang benar, kan!” “Hihihihi… Ayo kita pergi!” Warga: “Ahh! Mereka mau kabur!”

“Tangkap mereka!” Nami: “Celaka”

Warga: “Jangan biarkan mereka lolos!!”

“Kita balas ulah mereka pada pak kades!” Nami: “Kenapa kau buat situasi ini tambah ruwet?” Luffy: “Hihihihi… Desa ini bagus juga…”


(60)

“Apapun alasan kita, mereka pasti akan tetap marah” (Volume 3: Halaman 72-74)

Cuplikan diatas mengambil setting tempat disebuah desa kecil yang disebut Desa Orange. Dari cuplikan di atas, terlihat jelas indeksikal penyampaian pesan moral kejujuran. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa Luffy memiliki sikap terbuka. Hal ini pada kalimat “Ah! Maafkan aku! Akulah yang mendorongnya hingga pingsan!”, padahal sebenarnya ada alasannya, yaitu Luffy telah berjanji agar pak Kades tidak akan mati. Sebelumnya Luffy sedang bertarung dengan para bajak laut yang sedang menyerang desa yang menyebabkan para warga mengungsi ketempat yang lain, pak Kades ingin ikut bertarung melawan bajak laut, namun Luffy khawatir dengan keselamatan Pak Kades, sehingga Luffy mendorongnya hingga pingsan.

Analisis:

Dalam analisis penulis, Luffy adalah orang yang memiliki sifat jujur dan selalu berjalan di atas jalan yang ia yakini. Ini menunjukkan sikap moral kejujuran seorang bushi, yaitu membuat alasan yang tepat. Selain itu, tampak bahwa kejujuran yang di tunjukkan oleh Luffy ini sejalan dengan ajaran Bushido, yaitu kejujuran yang menunjukkan kekuatan pasti pada setiap tingkah lakunya tanpa keragu-raguan.


(1)

Kuma: “Mengenai Ambisimu itu... Kau ingin menggantikan nyawa orang ini... Apa kau telah siap untuk mati?”

Zoro: “Ku kira sudah tidak ada jalan lain...”

“Jika melindungi kapten saja tidak bisa, ambisi apapun tidak ada artinya!”

“Luffy adalah orang yang akan menjadi Raja Bajak Laut!” (Volume 50: Halaman 76-78)

Dari cuplikan di atas. Terlihat jelas indeksikal penyampaian pesan moral kesetiaan. Zoro yang merupakan kru pertama yang di rekrut Luffy dalam perjalanannya menjadi seorang Raja Bajak Laut, rela menggantikan nyawa Luffy, kaptennya yang telah dikalahkan oleh Kuma di Floriant Triangle.

Analisis:

Menurut analisis penulis, Zoro memiliki sikap yang setia terhadap kaptennya. Ketika ia tahu bahwa ia tidak bisa melawan Kuma dalam menyelamatkan Luffy, ia tidak mencoba untuk lari dan bahkan mencoba menggantikan tempat kaptennya yang akan dibunuh, hal ini dapat dilihat saat Zoro berkata . “Jika melindungi kapten saja tidak bisa, ambisi apapun tidak ada artinya!” Hal ini menunjukkan etika moral kesetiaan dalam bushido, yaitu mengabdi kepada tuannya.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap komik “One Piece”, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Samurai atau Bushi adalah golongan masyarakat atas yang bertugas melindungi dan mengabdi pada tuannya.

2. Komik “One Piece” karya Eiichiro Oda menceritakan tentang Luffy dalam perjalanannya menjadi seorang raja bajak laut, menaplikasikan etika Bushido.

3. Didalam komik “One Piece” tersurat dan tersirat makna Bushido yang ditunjukkan oleh para tokohnya.

4. Dalam kehidupan ini, kita hendaknya berjalan di atas garis yang lurus, bersikap jujur kepada orang lain, demikianpun pada diri sendiri. Kejujuran akan membawa kita kepada kemudahan ketika menghadapi/melakukan sesuatu.

5. Hendaknya manusia berani mempertaruhkan prinsip kebenaran yang diyakini, dan akan berani mengambil resiko, sekalipun prinsip kebenaran yang diyakini itu akan ditentang oleh sebagian pihak.

6. Manusia sebagai mahluk sosial akan menjadi manusia yang lebih sempurna ketika ia mau untuk memberi kebaikan kepada sesamanya. Membuat manusia merasa bahagia ketika ia memberikan kebaikan kepada sesamanya adalah salah satu wujud kebajikan.


(3)

7. Berperilaku yang pantas kepada orang lain dan menghormati semua orang adalah unsur kemanusiaan tertinggi dan hasil terbaik dalam hubungan masyarakat.

8. Manusia dituntut untuk mampu bersikap yang baik dan benar kepada sesama, tanpa memandang golongan, usia, maupun ras.

9. Manusia yang dianugrahi akal, rasa, dan karsa harus mampu menjadikan dirinya sebagai pribadi yang berharga.

10.Kesetiaan didasarkan atas sikap kerelaan hati. Kesetiaan akan membawa kita kepada manusia yang penuh dngan rasa tanggung jawab dan rasa kebersamaan yang solid.


(4)

4.2 Saran

Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi ini, diharapkan kepada pembaca agar dapat mengambil manfaat, yaitu:

1. sikap bushido dari samurai yang diaplikasikan dalam kehidupan sosial oleh rakyat biasa dalam komik “One Piece” karya Eiichiro Oda, seperti kesetiaan, keberanian, keteguhan hati, kehormatan atau harga diri serta pengendalian diri.

2. Ada baiknya jika mahasiswa Sastra Jepang menambah pengetahuan mereka tentang Jepang, karena pada umumnya dalam hasil karya sastra Jepang, isinya selalu disangkut pautkan dengan unsur kebudayaan Jepang. 3. Penulis berharap melalui karya sastra ini, menjadi lebih banyak orang yang

mengerti pentingnya nilai-nilai kepribadian moral, sehingga ketika kita telah memahaminya, akan menjadikan kita sebagai manusia yang dapat bertindak lebih baik dan bijaksana dalam menjalani hidup.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2003. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo Offset.

Atar Semi, M. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Serunai: Pola-Pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan

Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esai Sastra. Jakarta: PT Karya Unipress.

Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati, M. L. A. 2004. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra. Penerbit Nuansa.

Firdaus, Zulfahnur Z. 1986. Analisis dan Rangkuman Bacaan Sastra. Jakarta: Universitas Terbuka, Debdikbud.

Gultom, Anto. 2009. Skripsi: Etika Bushido Dalam Novel Shiosai Karya Yukio Mishima. Medan: Fakultas Ilmu Dudaya USU.

Hardjana, Andre. 1985. Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 1976. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

.

Luxemburg, Weststeijn dan Mieke Bal. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (edisi terjemahan oleh Dick Hartoko). Jakarta: Gramedia.

Moekijat. 1995. Asas-Asas Etika Dasar. Bandung: Mandar Maju. Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(6)

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial: Asal Moral dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Simanjuntak, Reminisere. 2011. Skripsi: Analisis Pesan Moral Dalam Dongeng Momotaro Karya Yei Theodora Ozaki. Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo

Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan Kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo di Jepang (1603-1868). Medan: USU Press.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pribadi dan Masyarakat. Bandung: Alumni

Suryohadjiprodjo, Sayidiman. 1981. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: UI Press.

Suseno, Franz Magnis. 1989. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.