Teori Konsentrasi Perbankan Landasan Teori

10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Konsentrasi Perbankan

Konsentrasi mengacu pada tingkat penguasaan firm-firm besar terhadap aktivitas perekonomian. Peningkatan derajat konsentrasi dapat terjadi karena pembesaran ukuran firm-firm dominan danatau penyusutan ukuran firm-firm bukan dominan. Sebaliknya penurunan derajat konsentrasi disebabkan oleh pembesaran ukuran firm- firm bukan dominan danatau penyusutan ukuran firm-firm dominan dalam perekonomian Tushaj, 2010; Sharma and Bal, 2010. Keterkaitan antara derajat konsentrasi dan tingkat persaingan industri perbankan telah menjadi perdebatan yang menarik selama beberada dekade terakhir. Berbagai penelitian mengenai konsentrasi perbankan telah dilakukan hingga melahirkan teori konsentrasi yang dikenal sebagai Teori Pro-Konsentrasi Pro-Concentration Theory dan Teori Kontra-Konsentrasi Cons-Concentration Theory. Para pendukung teori pro-concentration berpendapat bahwa peningkatan konsentrasi melalui merger dan akuisisi bank dapat menciptakan skala ekonomis economic of scale bagi industri perbankan, yang berarti bahwa dengan meningkatkan konsentrasi sama halnya dengan meningkatkan efisiensi Demirgüç-Kunt dan Levine, 2000. Beberapa argumen teoritis dan studi empiris di beberapa negara menunjukkan bahwa industri perbankan yang kurang terkonsentrasi dengan bank-bank kecil yang berjumlah dominan akan lebih rentan terhadap krisis dibandingkan dengan industri perbankan yang lebih terkonsentrasi dengan beberapa bank besar. Hal ini dikarenakan penurunan derajat konsentrasi akan meningkatkan persaingan pada industri perbankan dimana peningkatan persaingan tersebut dapat menciptakan risiko yang semakin besar bagi industri perbankan Sharma dan Bal, 2010. Franchise value hypothesis merupakan salah satu paradigma yang menganalisis hubungan antara persaingan bank dengan perilaku pengambilan risiko yang berlebihan 11 excessive risk taking oleh bank. Francise value merupakan salah satu penentu keputusan pengambilan risiko yang dilakukan bank dimana untuk mempertahankan nilai franchise value tersebut bank akan berusaha menghindari pengambilan risiko yang berlebihan. Namun, ketika persaingan yang terjadi semakin ketat yang berdampak pada penurunan profit margin dan francise value bank, maka bank akan cenderung mengurangi perilaku kehati-hatian yang dimiliki dan lebih memilih melakukan langkah-langkah berisiko tinggi untuk mempertahankan keuntungannya. Bank akan cenderung mengalokasikan dana yang dimiliki kepada aset-aset dan kredit berisiko tinggi namun memberikan profit margin yang tinggi pula sehingga berpotensi meningkatkan rasio NPL yang lebih tinggi dan mengarah kepada ketidakstabilan industri perbankan Le, 2014. Para pendukung pandangan “concentration-stability” ini berpendapat bahwa bank yang besar dapat menciptakan diversifikasi usaha dengan lebih baik sehingga sistem perbankan dengan sedikit bank besar akan lebih tahan guncangan daripada sistem dengan bank-bank kecil. Selain itu sistem perbankan yang terkonsentrasi dapat menciptakan laba yang lebih besar sehingga tidak mudah terguncang. Laba yang tinggi dapat menjadi “buffer” untuk menahan guncangan variabel ekonomi makro dan mengurangi insentif bagi pemilik bank untuk mengambil resiko yang berlebihan. Lebih jauh lagi, dengan sedikit bank besar akan semakin mempermudah pengaturan dan pengawasan oleh bank sentral atau otoritas terkait dan karenanya akan lebih mampu menciptakan stabilitas perbankan Allen dan Gale, 2004. Sebaliknya teori cons-concentration berpendapat struktur perbankan yang lebih terkonsentrasi justru akan membuat industri perbankan menjadi lebih lemah dan lebih rentan terhadap krisis. Pandangan ini pada prinsipnya dibangun dari paradigma pengalihan risiko risk shifthing paradigm yang menganalisis dampak dari persaingan terhadap dorongan moral mazard dan adverse selection dari para nasabah bank Le, 2014. Para pendukung pandangan “concentration-fragility” ini beralasan bahwa peningkatan konsentrasi akan menghasilkan masalah too-big-to-fail pada industri perbankan. Kekhawatiran para pemangku kebijakan terhadap dampak sistemik yang 12 ditimbulkan atas kegagalan atau penutupan bank besar dapat mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi terhadap bank-bank besar yang pada gilirannya akan memperburuk masalah moral hazard. Hal tersebut dikarenakan semakin besar subsidi untuk bank besar dapat meningkatkan pengambilan resiko bagi bank sehingga menciptakan ketidakstabilan perbankan Mishkin, 1999. Selain itu bank besar yang memiliki cakupan kegiatan lebih kompleks akan mempersulit pengaturan dan pengawasan dengan konsekuensi ketidakstabilan sistem perbankan. Jika bank besar mempunyai market power yang lebih besar dari bank yang lebih kecil, bank besar akan dapat mengenakan bunga yang lebih tinggi kepada konsumen, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kredit macet Berger et al, 2008.

2.1.2 Paradigma Structure-Conduct-Performance SCP