Penetapan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi(COD) Dalam Air Limbah Secara Spektrofotometri

(1)

PENETAPAN KADAR KEBUTUHAN OKSIGEN

KIMIAWI (COD) DALAM AIR LIMBAH SECARA

SPEKTROFOTOMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH :

SYAFRIZAL 052410073

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNUVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR KEBUTUHAN OKSIGEN

KIMIAWI (COD) DALAM AIR LIMBAH SECARA

SPEKTROFOTOMETRI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SYAFRIZAL 052410073

Medan, Juni 2008 Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M. S, Apt NIP :131 283 722

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP : 131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. Khususnya dorongan dan semangat serta do’a dari Ibunda penulis yaitu ibunda Mahwani Parinduri, yang memegang andil seutuhnya setelah ayahanda M. Yakti S.sos Wafat. Ibunda merupakan inspirator dan memacu semangat penulis agar tidak pernah berhenti untuk menempuh cita-cita yang diharapkan.

Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc, Apt, selaku koordinator program Diploma-III Analis Farmasi USU.

3. Bapak Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S, Apt, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas akhir ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Farmasi USU.

5. Kakak Agustina Rahmadhani, SSi yang telah meluangkan waktunya untuk penulis.


(4)

6. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. 7. Kedua teman saya Rahmah dan Halimah yang telah bekerja sama

sepenuhnya sehingga terselesaikannya praktek kerja lapangan.

Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun. Oleh karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin menyumbangkan masukan dan kritikan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Terima Kasih.

Medan, Juni 2008 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan. ... 2

1.2.2. Manfaat. ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Sumber Air ... 3

2.1.1. Air laut ... 3

2.1.2. Air tanah ... 3

2.1.3. Air hujan. ... 4

2.2. Pencemaran Air. ... 4

2.3. Sumber Air Limbah... 6

2.4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Pada Air Limbah ... 10

2.4.1. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen kimiawi dalam air limbah... 12

2.4.2. Dampak buruk kebutuhan oksigen kimiawi yang terlalu rendah ... 13

2.5. Manfaat Pengendalian ... 16

2.6. Spektrofotometer ... 16

2.6.1. Hubungan antara panjang gelombang dan sinar tampak. 19

2.6.2. Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh molekul ... 19

2.6.3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Visibel ... 22

BAB III. METODOLOGI ... 24

3.1. Peralatan dan Bahan ... 24

3.1.1. Peralatan.. ... 24

3.1.2. Bahan... 24

3.2. Pembuatan Pereaksi ... 24

3.2.1. Larutan pencerna (digestion solution) pada kisaran ... konsentrasi tinggi. ... 24

3.2.2. Larutan pencerna (digestion solution) pada kisaran ... konsentrasi rendah. ... 25

3.2.3. Laruran pereaksi asam sulfat. ... 25


(6)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Hasil ... 27

4.2. Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1. Kesimpulan ... 29

5.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Limbah merupakan pencemar yang dapat mengganggu keseimbangan alam yang menimbulkan ancaman bagi manusia. Adanya pencemaran yang disebabkan oleh limbah yang berasal dari kawasan industri, areal pertanian maupun limbah rumah tangga akan merubah sifat-sifat fisika dan kimia yang akan menurunkan kualitas air.

Semakin meningkatnya pembangunan, terutama yang mengarah pada bidang industrilisasi, disatu sisi memberikan dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan, akan tetapi disisi lain juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat disekitarnya

Limbah industri memberikan dampak yang membahayakan bagi lingkungan, akibat kandungan bahan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi pertumbuhan mikroba. Banyaknya sumber makanan yang diperoleh mikroba dari bahan organik, sehingga mikroorganisme tersebut dapat berkembang dengan cepat dan dapat mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air yang menyebabkan pengurangan kadar oksigen terlarut di dalam air.

Kebanyakan limbah penduduk dibuang begitu saja ke sungai. Tanpa kita sadari limbah tersebut banyak mengandung zat-zat beracun sehingga dapat menimbulkan pencemaran. Oleh karena itu, sebelum limbah dibuang ke sungai, limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) atau disebut juga dengan kebutuhan oksigen kimiawi merupakan


(8)

salah satu identifikasi apakah air telah tercemar. Bila kadar bahan organik dalam air sudah terlalu tinggi dan kadar oksigen terlarut habis, maka akan menimbulkan bau busuk dan warna gelap pada air. Selain itu, apabila kadar protein dalam air tinggi, maka akan dihasilkan hidrogen sulfida (H2

1.2.1. Tujuan

S) juga menimbulkan bau yang menyengat dan dapat menghitamkan bangunan-bangunan yang di cat disekitarnya. Berdasarkan hal diatas untuk memahami, mencegah dan mengatasi kebutuhan oksigen kimia, maka penulis mengambil judul “Penetapan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi Dalam Air Limbah Secara Spektrofotometri”.

Sehingga penulis berharap dapat mendalami hal tersebut dan membandingkan yang diperoleh dari teori dan penerapannya dalam praktek dan kehidupan sehari-hari.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Untuk mengetahui kadar kebutuhan oksigen kimia pada air, serta memahami, mencegah dan mengatasi kebutuhan oksigen kimia pada air limbah, sehingga tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan .

1.2.2. Manfaat

Tulisan ini diharapkan dapat menambah peningkatan kesehatan lingkungan, menyelamatkan Biota air seperti ikan dan tumbuhan air dan membandingkan kadar limbah yang diperoleh dengan baku mutu air yang telah ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber Air

Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi. Bumi dilingkupi air sebanyak 70 %, sedangkan sisanya 30 % berupa daratan. Udara mengandung zat cair atau uap air sebanyak 15 % dari tekanan atmosfer. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air mulai dari mandi, membersihkan tempat tinggal, makan dan minum sampai kegiatan yang lainnya. (Gabriel, 2001)

Secara garis besar air bersumber dari air laut, air tanah dan air hujan.

2.1.1. Air laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut sebanyak 3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat sebagai air minum.

2.1.2. Air tanah

Menurut Riyadi (1984), air tanah terbagi atas tiga yaitu : a. Air tanah dangkal.

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri. Sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia atau garam-garam yang terlarut.


(10)

b. Air tanah dalam .

Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk memperolehnya harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalam tanah berkisar 100-300 meter. Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.

c. Mata air.

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan air dalam.

2.1.3. Air hujan

Air hujan dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi karena adanya pengotoran yang disebabkan oleh asap industri dan debu, sehingga air hujan dapat bersifat korosif atau karat. (Riyadi 1984 )

2.2. Pencemaran Air

Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 82 tahun 2001 menyebutkan : Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya.

Di indonesia, peruntukan badan air atau air sungai menurut kegunaannya ditetapkan oleh gubernur. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 20


(11)

tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukkannya adalah :

- Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

- Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. - Golongan C : Air yang dapat dipergunakan untuk keperluan

perikanan dan peternakan.

- Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air.

Menurut defenisi di atas, bila suatu sumber air yang termasuk dalam golongan B (air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum) mengalami pencemaran yang berasal dari air limbah suatu industri sehingga tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk air baku air minum, maka dikatakan sumber air tersebut telah tercemar. (Ricki, 2005)

Pencemaran air dapat semakin luas, tergantung dari kemampuan badan air penerima polutan untuk mengurangi kadar polutan secara alami. Apabila kemampuan badan air tersebut rendah dalam mereduksi kadar polutan, maka akan terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tercemar. (Robert dan Roestam, 2005)

Menurut Gabriel (2001) akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air adalah : a. Terganggunya kehidupan organisme air.

b. Pendangkalan dasar perairan. c. Punahnya biota air seperti ikan.


(12)

d. Menjalarnya wabah penyakit seperti muntaber. e. Banjir akibat tersumbatnya saluran air.

2.3 Sumber Air Limbah

Pengertian limbah menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001. Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasi dan jumlahnya baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk lain.

Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia atau dari aktifitas dapur dan kamar mandi. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90 % cairan. Zat yang terdapat dalam buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta mikro organisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat fisik kimiawi maupun biologi. (Robert dan Roestam, 2005)

Tabel 1 Karakteristik kimiawi dari air buangan domestik

Parameter (mg/l) Konsentrasi

Kuat Medium Lemah

Total Zat Padat (TS) - Zat Padat Terlarut (DS) - Zat Padat Tersuspensi (SS)

1200 850 350 720 500 220 350 250 100

BOD 5 400 220 110

TOC 290 160 80

COD 1000 500 250


(13)

P Total 15 8 4

Cl- 100 50 30

Alkalinitas (CaCO3) 200 100 50

Lemak 150 100 50

Sumber : LPM-ITB 1994

Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri fungsi dari air antara lain :

a. Sebagai air pendingin. Berfungsi untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri.

b. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

c. Sebagai air proses , misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman. d. Untuk mencuci dan membilas produk atau gedung serta instalasi.

Tabel 2 Baku mutu limbah cair industri minyak sawit

No Parameter Kadar maksimum

(mg/l)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

1. BOD 250 1,5

2. COD 500 3,0

3. TSS 300 1,8

4. Minyak dan lemak 30 0,18

5. Ammonia Total 20 0,12

6. pH 6,0-9,0

Sumber : Keputusan Mentri lingkungan hidup No : Kep-51/Men LH/10/1995 Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat yang terkandung didalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing masing


(14)

industri. Oleh sebab itu dampak yang diakibatkan juga bervariasi. Bergantung kepada zat yang terkandung di dalamnya. (Ricki, 2005)

Berdasarkan baku mutu limbah cair diperoleh beberapa analisis antara lain : a. Analisa Biochemical Oxygen Demand (BOD).

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau disebut juga dengan kebutuhan oksigen biologi adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan kecilnya sisa oksigen terlarut maka kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel. Uji BOD dilakukan selama 5 hari pada suhu 20o

b. Total Organic Carbon (TOC).

C kesempurnaannya mencapai 60-70 %. (Achmad, 2004)

Pengukuran analisis ini dilakukan dengan menggunakan katalis yang dapat mengoksidasi bahan organik dalam air dengan jalan mengukur Total Organik Karbon. Analisis ini menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan tidak menggunakan waktu yang cukup lama.

c. Alkalinitas.

Alkalinitas merupakan konsentrasi garam-garam alkali atau basa dalam air yang dapat diukur dan diterapkan dengan cara titrasi dengan asam. Senyawa-senyawa yang menyebabkan alkalinitas adalah Senyawa-senyawa karbonat, bikarbonat,


(15)

hidroksida, fosfat dan silikat. Alkalinitas dapat ditetapkan dengan cara titrasi asam dengan menggunakan indikator Methyl Orange. (Achmad, 2004)

d. Minyak dan Lemak.

Minyak dan lemak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Oleh karena itu perlu dilakukan penganalisaan limbah yang disebabkan karena adanya minyak dan lemak di dalam air sebelum dibuang langsung ke lingkungan. Adapun maksud dari analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kadar minyak dan lemak dalam air limbah, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya limbah dibuang langsung ke lingkungan. (Achmad, 2004) e. Klorida (Cl-).

Klorida (Cl

-Power Hidrogen (pH) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan derajat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Dalam limbah cair pH merupakan ) adalah salah satu senyawa umum yang terdapat pada perairan alam. Senyawa-senyawa klorida tersebut mengalami proses disosiasi dalam air membentuk ion. Ion klorida pada dasarnya mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat kimia dan biologi perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion klorida secara umum tidak membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan ion-ion logam. Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak bersifat toksik. Tetapi kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu sangat penting dilakukan analisa terhadap Klorida, karena kelebihan klorida dalam air menyebabkan pembentukan noda berwarna putih di pinggiran badan air. (Achmad, 2004)


(16)

faktor yang sangat berpengaruh mengingat derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktifitas makhluk hidup di air. (Achmad, 2004)

2.4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Pada Air Limbah

Menurut Ricki, 2005 Chemical Oxygen Demand (COD), adalah jumlah total Oksigen agar limbah organik yang ada dalam air teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh K2Cr2O7 sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD atau kebutuhan oksigen kimia merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik.

Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi oksidasi berwarna kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organik seimbang dengan jumlah K2Cr2O7 yang digunakan pada reaksi oksidasi. Makin banyak K2Cr2O7 yang digunakan pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan.

Adanya senyawa khlor yang dapat bereaksi dengan kalium dikromat (K2Cr2O7), akan mengganggu dalam Pengujian COD. Pengujiam COD dilakukan dengan mengambil contoh, dengan volume tertentu kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu, memakai katalis asam sulfat (H2SO4

Uji COD atau kebutuhan oksigen kimia dikembangkan karena banyaknya zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD 5 hari. Tetapi senyawa-senyawa organik ini tetap menurunkan ) diperlukan waktu 2 jam. Maka kebanyakan zat organik akan teroksidasi, dengan penentuan kalium dikromat yang dipakai, sehingga COD dapat dihitung.


(17)

kualitas air, sehingga perlu diketahui konsentrasi zat organik dalam limbah setelah masuk kedalam perairan sungai atau danau. (Tresna, 2000)

Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen didalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi biota pada badan air, terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya potensi yang dapat digali dari sumber daya alam yang telah tercemar COD dan BOD. Pengaruh lain adanya kandungan COD dan BOD dalam air yang melebihi batas waktu 18 jam, akan menyebabkan penguraian (degradasi) secara anaerob, sehingga menimbulkan bau dan kematian ikan di dalam air. (Robert dan Roestam, 2005)

Uji coba kebutuhan oksigen kimiawi juga digunakan secara luas sebagai ukuran kekuatan pencemaran dari air limbah domestik maupun sampah industri. Uji coba tersebut direncanakan untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat pada sampel limbah. Manfaat untuk uji coba COD atau kebutuhan oksigen kimia ini ialah waktunya yang singkat, kira-kira 3 jam. Ketentuan ini penting untuk menjamin keadaan aerob dalam daerah perairan yang menampung zat-zat pencemar dalam bentuk air limbah, sampah industri dan selokan yang berasal dari instalasi sarana pembenahan. (soemarwoto, 1981).

2.4.1. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen kimiawi dalam air limbah

Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen, tanpa terkecuali yang hidup di air dan di darat. Ikan di dalam air mendapatkan oksigen dalam bentuk oksigen


(18)

terlarut. Kehidupan di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kebutuhan organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air, tergantung pada suhu, tekanan oksigen dalam atmosfer, serta kandungan garam dalam air. Berdasarkan volume oksigen di dalam udara yang bersih dan kering terdapat 20,95%. Pada suhu 20o C dengan tekanan 1 atmosfer diperoleh konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh 9,2 ppm, tetapi bila temperatur naik menjadi 50o

Air limbah yang masih baru, secara relatif berkadar Amonia bebas rendah dan berkadar Nitrogen organik tinggi. Urine dan kotoran manusia mengandung sejumlah Klorida yang diperoleh dari garam yang terdapat di dalam makanan dan minuman, sehingga turut dibuang dalam sampah tubuh. Tubuh manusia

C dengan tekanan 1 atmosfer adalah 5,6 ppm. (Robert dan Roestam, 2005)

Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan makhluk hidup. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah karena adanya bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan buangan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia di dalam air dikonsumsi oleh bakteri memecah bahan buangan. (Achmad, 2004)

Zat organik dalam limbah yang secara umum mewakili bagian yang mudah menguap dari seluruh padatan yang terdiri dari bahan-bahan Nitrogen, Karbohidrat, lemak dan minyak mineral, bentuknya tidak tetap dan membusuk sambil menghasilkan bau yang tidak sedap.


(19)

mengeluarkan 8-15 gram Sodium Khlorida seharinya. Oleh karena itu, air limbah mengandung khlorida yang lebih tinggi.

Sumber pencemaran lingkungan juga disebabkan oleh Sulfida. Sulfida merupakan hasil dari pada pembusukan zat-zat organik dan juga akibat dari penurunan kadar belerang. Pembusukan anaerobik dari berbagai zat yang mengandung belerang menjadi Sulfida menghasilkan bau yang tidak menyenangkan. Hidrogen Sulfida (H2

Hidrogen Sulfida (H

S) juga menyebabkan kerusakan semen dan berkaratnya logam-logam. (Soemarwoto,1981)

2S) dalam larutan air melakukan disosiasi sebagai berikut : H2S H+ + HS- H+ + S-2

Pada suhu 25 oC dan pH kurang dari 6, sebagian besar H2S terlarut dalam bentuk yang tidak berdisosiasi, tetapi pada pH lebih besar dari 7,8 ion bisulfit mulai mendominasi sehingga penurunan Oksigen terlarut dan pengaruh toksik yang disebabkan oleh Hidrogen Sulfida menyebabkan kematian makhluk hidup di air. (Connell and gregori, 1995)

2.4.2. Dampak buruk kebutuhan oksigen kimia yang terlalu rendah

Kepekaan Oksigen terlarut yang lebih rendah di dalam massa air menyebabkan pengambilan Oksigen yang rendah oleh makhluk hidup. Akibatnya otot-otot pada makhluk hidup seperti ikan tidak dapat cukup diberi Oksigen untuk melanjutkan pernapasan aerob pada laju optimal. Hal ini menyebabkan ikan dengan cepat memompa oksigen melalui insang. Jika pengambilan oksigen tidak cukup, maka akan menyebabkan kematian makhluk hidup di air. (Connell and gregori, 1995)


(20)

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah :

a. Gangguan kesehatan.

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air. Selain itu di dalam air limbah juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya.

Menurut Robert dan Roestam (2005), menyatakan faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh limbah terhadap kesehatan antara lain :

- Daya tahan tubuh.

- Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima oleh tubuh - Akumulasi dosis limbah kedalam tubuh

- Sifat-sifat racun (toxic) dari limbah terhadap tubuh

- Alergi (tubuh sensitif) terhadap limbah dalam bentuk tertentu, seperti bau dan debu.

b. Penurunan kualitas lingkungan.

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan misalnya danau atau sungai, dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan. Sebagai contoh bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut didalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu.


(21)

Air limbah yang dapat merembes kedalam air tanah, menyebabkan pencemaran air tanah, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukkannya.

c. Gangguan terhadap keindahan.

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air. Air limbah yang mengandung bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Jika air limbah ini mencemari badan air,maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.

d. Gangguan terhadap kerusakan benda.

Adakalanya air limbah mengandung zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2

- Amoniak dalam konsentrasi 0,3 ppm dapat mengganggu atau penurunan kandungan oksigen dalam darah.

S, gas ini dapat mempercepat proses pengkaratan pada benda yang terbuat dari besi. (Ricki, 2005)

Sebagai gambaran, berikut ini disampaikan bahan buangan dan pengaruhnya terhadap kesehatan :

- Nitrit mempunyai pengaruh yang dapat mengikat hemoglobin dalam darah dan akan menghambat perjalanan oksigen yang dibutuhkan dalam tubuh manusia.

- Sulfida mempunyai pengaruh bau dan sifat beracun.

- Chromium dan Fenol menyebabkan gangguan pada tubuh pada dosis 0,4 -0,8 ppm.


(22)

- Chlorine mempunyai pengaruh dan gangguan terhadap sistem pernapasan dan selaput mata.

- Alergi yang menyebabkan gangguan tubuh berupa batuk-batuk dan gatal pada paru-paru . (Robert dan Roestam, 2005)

2.5. Manfaat Pengendalian

Bagi makhluk hidup di dalam air, manfaat pengendalian lingkungan akan memberikan dampak positif, dimana meningkatnya kehidupan biota air seperti ikan dan tumbuhan air, dikarenakan kecukupan oksigen yang diperoleh makhluk hidup di air. Bagi manusia, manfaat yang dihasilkan oleh pengendalian pencemaran air mencakup perbaikan kesehatan penduduk, dimana mengembalikan sungai pada sifat pemanfaatannya, sehingga sungai dapat menjadi sumber-sumber penyediaan air untuk keperluan rumah tangga. Manfaat pengendalian lingkungan juga memberikan fasilitas rekreasi yang menarik karena pemeliharaan lingkungan yang bersih dan sehat akan menimbulkan rasa nyaman. (Soemarwoto, 1981)

2.6. Spektrofotometer.

Analisis spektrofotometri UV/Visibel merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang telah lama dikenal dan banyak digunakan di berbagai laboratorium. Hampir sebagian besar laboratorium pengujian memiliki peralatan ini mulai dari yang sederhana atau portable yang bisa dibawa ke lapangan hingga yang telah dilengkapi sistem komputer sesuai dengan tujuan analisis dan aplikasi. Spektrofotometer sering digunakan karena mudah dioperasikan, waktu analisis


(23)

relatif cepat, hasilnya memiliki ketelitian cukup memadai dan aplikasinya dapat menjangkau di berbagai bidang analisis.

Menurut Dachriyanus (2004), Spektrofotometer UV-Visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultaviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang 400-800 nm. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk memperoleh elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Hukum Lambert Beer adalah hukum yang menghubungkan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Hukum Lambert Beer biasanya ditulis dengan :

A = ε . b . C

A = absorban (serapan)

ε = koefisien ekstingsi molar M-1cm

- Sinar yang digunakan dianggap kromatis.

-1

b = tebal kuvet (cm) C = konsentrasi (M)

Hukum lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang ditentukan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer ada beberapa pembatas yaitu , (Sudjadi, 2007) :


(24)

- Penyerapan terjadi dalam satu volume yang mempunyai penampang luas yang sama.

- Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap senyawa lain di dalam larutan.

- Tidak terjadi peristiwa fluoresensi dan fosforesensi.

Spektofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spekrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dan jangkauan 200 nm hingga 800 nm. Dalam pemeriksaan ini larutan yang dianalisa harus bening, dimana tidak terdapat kotoran. Pada panjang gelombang 240 nm-280 nm, kesalahan pengukuran tidak boleh ± 0,5. Pada panjang gelombang 280 nm-320 nm, kesalahan pengukuran tidak boleh ± 1 nm. Serta tidak lebih dari ± 2 nm pada panjang gelombang di atas 320 nm. Spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang lebih kecil dari 400 nm menggunakan pelarut yang dianalisis tidak berwarna. Sedangkan spektrofotometer sinar tampak, larutan yang dianalisis memiliki warna. (Depkes RI, 1979)

2.6.1. Hubungan antara panjang gelombang dengan sinar tampak

Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombang. Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat dipilih dari sinar putih. Warna-warna yang dihubungkan dengan panjang gelombang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(25)

Tabel 3 Hubungan antara panjang gelombang dan sinar tampak Panjang

Gelombang Warna Yang Diserap

Warna Yang Diamati /Warna Komplementer

400 – 435 nm Ungu (lembayung) Hijau kekuningan

450 – 480 nm Biru Kuning

480 – 490 nm Biru kehijauan Orange

490 – 500 nm Hijau kebiruan Merah

500 – 560 nm Hijau Merah anggur

560 – 580 nm Hijau kekuningan Ungu (lembayung)

580 – 595 nm Kuning Biru

595 – 610 nm Orange Biru kekuningan

610 – 750 nm Merah Hijau kebiruan

Jika salah satu komponen warna putih dihilangkan dengan absorbsi, maka sinar yang dihasilkan akan nampak sebagai komplemen warna yang diserap. Jadi jika warna biru (450 – 480 nm) dihilangkan dari sinar putih tersebut, maka radiasi yang dihasilkan adalah warna kuning. (Sudjadi, 2007)

2.6.2. Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh molekul

Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh keberadaan elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang mengabsobsi dapat dihubungkan, yang mungkin ada dalam suatu molekul. Proses penyerapan ultraviolet dan sinar tampak antara lain :

1. Penyerapan oleh transisi ikatan dan elektron anti ikatan (elektron sigma, σ; elektron phi, π; dan elektron yang tidak berikatan atau non bonding elektron, n).


(26)

a. Elektron sigma.

Orbital molekul ikatan yang menyebabkan terjadinya ikatan tunggal disebut ikatan sigma. Elektron-elektron yang menempatinya disebut dengan elektron sigma (σ). Distribusi rapat muatan didalam orbital sigma adalah simetris disekeliling poros ikatan, sedangkan pada orbital sigma anti ikatan atau sigma star (σ*

b. Ikatan phi (π).

) tidak simetris.

Dalam molekul organik yang berikatan rangkap, terdapat dua macam orbital molekul, yaitu orbital sigma dan orbital phi. Orbital phi terjadi karena tumpang tindih dua orbital atom p. Distribusi rapat muatan dalam orbital phi adalah sedemikian rupa sehingga sepanjang poros ikatan antara kedua atom terdapat suatu daerah yang disebut dengan daerah nodal. Dimana pada daerah ini rapat muatannya rendah.

c. Elektron bukan ikatan (elektron n = non bonding elektron).

Disebut non bonding elektron karena elektron tersebut tidak ikut serta dalam pembentukan ikatan kimia dalam suatu molekul. Non bonding elektron biasanya terdapat disekitar atom N, O, S dan halogen. Transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada 4, yaitu transisi sigma-sigma star (σ σ*

), transisi n-sigma star (n σ*), transisi n-phi star (n π *), dan trasisi phi-phi star (π π *

2. Penyerapan yang melibatkan elektron d dan f. Kebanyakan ion-ion logam transisi menyerap di daerah ultraviolet dan sinar tampak. Untuk seri lantanida dan aktanida, proses absorbsi dihasilkan oleh transisi elektronik elektron 4f dan 5f. Untuk logam-logam golongan transisi pertama dan


(27)

kedua, yang bertanggung jawab terhadap absorbsi adalah elektron-elektron 3d dan 4d. Penyerapan oleh ion golongan lantanida dan aktinida menyerap didaerah ultraviolet dan visibel. Pembedaan yang nyata antara pita serapan senyawa organik dengan senyawa anorganik adalah bahwa pita serapan anorganik lebih sempit dan mempunyai karakteristik tertentu, yang mana hanya sedikit terpengaruh oleh ligan yang terikat pada ion logam tertentu. Penyerapan oleh logam transisi pertama dan kedua cenderung menyerap sinar ultraviolet. Penyerapan ini juga dipengaruhi faktor lingkungan kimia.

3. Penyerapan oleh perpindahan muatan, proses perpindahan muatan terejadi karena kecendrungan perpindahan elektron meningkat sehingga dibutuhkan sejumlah kecil energi radiasi, untuk proses perpindahan muatan, dan kompleks yang dihasilkan akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Satu contoh yang dikenal untuk penyerapan perpindahan muatan adalah kompleks besi (III) tiosianat. Penyerapan foton akan menyebabkan perpindahan elektron dari ion tiosianat ke orbital ion besi (II) dan radikal netral tiosianat. Sebagaimana elektron lainnya, elektron akan kembali ke keadan semula dalam waktu yang singkat. Meskipun demikian, disosiasi kompleks tereksitasi dapat terjadi dengan menghasilkan produk-produk oksidasi reduksi fotokimia. Misalnya ion tiosianat adalah contoh pemberi elektron yang lebih baik dibanding ion klorida. Dimana kompleks besi (III) tiosianat terjadi pada daerah visibel dan kompleks besi (III) klorida berada pada daerah ultraviolet. (Sudjadi, 2007)


(28)

2.6.3. Hal - hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Visibel

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Visibel terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometer visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa berwarna. Hal yang harus diperhatikan antara lain : a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visibel.

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan mengubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu reaksi selektif dan sensitif, reaksi cepat, dan hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.

b. Waktu operasional (operating time).

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang.

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.


(29)

d. Pembuatan kurva baku.

Dibuat larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (X). Bila hukum Lambert Beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus harus sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaki ikatan yang terjadi.

e. Pembacaan absorbansi sampel dan cuplikan.

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). (Sudjadi, 2007)


(30)

BAB III METODOLOGI

3.1. Peralatan dan Bahan 3.1.1. Peralatan

- Tabung COD - COD reaktor - Rak tabung - Pipet ukur

- Spektrofotometer

3.1.2. Bahan

- H2SO4 pekat - K2CrO7 - Ag2SO4 pekat - Hg2SO

Tambahkan 10,216 gram Kaliumdikromat (K 4

- Akuades

- Sampel limbah cair 01-03/LC/02/08

3.2. Pembuatan Pereaksi

3.2.1 Larutan pencerna (digestion solution) pada kisaran konsentrasi tinggi.

2Cr2O7) yang telah dikeringkan pada suhu 150 0C selama 2 jam kedalam 500 ml air suling.


(31)

Tambahkan 167 ml H2SO4 (P) dan 33,3 gram Hg2SO4. larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 ml.

3.2.2 Larutan pencerna (digestion solution) pada kisaran konsentrasi rendah.

Tambahkan 1,022 gram K2CrO7 yang telah dikeringkan pada suhu 150 0C selama 2 jam kedalam 500 ml air suling. Tambahkan 167 ml H2SO4(P) dan 33,3 gram Hg2SO4

3.2.3 Larutan pereaksi asam sulfat.

. larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai.

Tambahkan serbuk atau kristal Ag2SO4 kedalam H2SO4(P) dengan perbandingan 10,12 gram untuk tiap 1000 ml H2SO4(P) . Dibiarkan hingga larut.

3.3. Langkah-Langkah Pengujian

- Dipastikan analis telah memakai masker dan sarung tangan untuk melindungi dari panas dan kemungkinan ledakan tinggi pada suhu 1500C.

- Diletakkan dua tabung COD ke dalam rak tabung dimana rak tabung pertama untuk blanko dan tabung ke dua untuk sampel. Masing-masing tabung tersebut berisi 2 ml larutan digestion solution dan 1 ml pereaksi asam sulfat.

- Ditambahkan ke dalam tabung pertama 2 ml akuadest sebagai blanko dan 2 ml sampel pada tabung lainnya.

- Ditutup masing-masing tabung dan kocok perlahan sampai homogen. Maka masing-masing tabung akan mengeluarkan panas.


(32)

- Dihidupkan alat reaktor dimana sebelum tabung dimasukkan ke dalam reaktor terlebih dahulu dipanaskan sehingga mencapai suhu yang optimal 1500C.

- Diletakkan tabung pada reaktor yang telah dipanaskan pada suhu 1500C dan direfluks selama 2 jam.

- Setelah 2 jam maka alat COD reaktor akan berbunyi menandakan pemanasan selama 2 jam telah selesai.

- Diangkat tabung dari reaktor dan diletakkan dirak tabung.

- Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang.

- Ditekan power pada alat spektrofotometer sinar tampak.

- Ditekan nomor program 430 untuk analisa COD enter, layar akan menunjukkan dial nm to 420.

- Diputar pengatur panjang gelombang hingga menujukkan angka 420 nm. - Ditekan enter, layar akan menunjukkan mg/l COD FV.

- Dimasukkan blanko pada dudukan tabung, kemudian tutup. - Ditekan Zero, pada layar akan menunjukkan 0,00 mg/l COD FV.

- Dikeluarkan blanko dan dimasukkan tabung ke dua yang berisi sampel, kemudian tutup.

- Tekan READ, pada layar akan tampil nilai COD dari sampel . - Dicatat hasil analisa kadar COD yang ditunjukkan pada layar. - Dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel yang lain.


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pemeriksaan sampel limbah cair yang dilaksanakan di UPT. Laboratorium Balai Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 2008 dengan kode sampel 01-03/LC/02/08 dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4 Hasil analisis kebutuhan oksigen kimiawi

Sampel

Pembacaan Alat ( mg/l )

Hasil ( mg/l )

I II III

Sampe I 753 754 755 754

Sampel II 776 777 777 776,7

Sampel III 252 252 251 251,7

4.2 Pembahasan

Dari hasil analisa kebutuhan oksigen kimiawi pada limbah cair, diperoleh pada sampel tiga memenuhi persyaratan karena pada baku mutu limbah cair industri minyak kelapa sawit, kadar maksimumnya 500 mg/l. Sedangkan pada sampel satu dan dua tidak memenuhi persyaratan karena melewati baku mutu.

Kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.Uji kebutuhan oksigen kimiawi pada umumnya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD, karena bahan bahan yang stabil


(34)

terhadap pereaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji kebutuhan oksigen kimiawi.

Kelemahan uji BOD jika dibandingkan dengan uji COD yaitu waktu dalam pengujian BOD cukup lama yakni 5 hari, sedangkan uji COD memerlukan waktu 3 jam. Uji BOD memperlihatkan 68 % dari total pencemar, sedangkan COD mencapai 96 %.

Adanya senyawa khlor yang dapat bereaksi dengan kalium dikromat, selain mengganggu uji BOD juga dapat mengganggu uji COD atau kebutuhan oksigen kimiawi. Untuk mencegah reaksi dikromat dengan khlor, maka ditambahkan merkuri sulfat sekitar sepuluh kali jumlah khlor didalam sampel.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) yang terkandung di dalam limbah cair, pada sampel pertama diperoleh 754 mg/l dan pada sampel kedua diperoleh 776,7 mg/l. Kedua sampel ini tidak memenuhi persyaratan karena melewati baku mutu industri minyak kelapa sawit, dimana kadar maksimumnya 500 mg/l. Sedangkan pada sampel ketiga diperoleh 251,7 mg/l, sampel ini memenuhi persyaratan baku mutu industri minyak kelapa sawit.

5.2Saran

Disarankan kepada penulis lain untuk membandingkan serta membahas hasil analisis Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) dengan menggunakan metode dan standar baku mutu lain.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Jakarta , Hal 39-109

Connell dan gregory, J. M., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Terjemahan, Penerbit UI-Press, Jakarta, Hal 132-140

Dachriyanus., 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Cetakan Pertama, Penerbit Andalas Universitas Press, Padang, Hal 1-8 Depkes RI., 1979, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Edisi Ke III, Hal 684

Gabriel, J. F., 2001, Fisika Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Hipokrates, Jakarta, Hal 79-87.

Ricki, M., 2005, Kesehatan lingkungan. Cetakan Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Hal 46-71

Riyadi, S., 1984, Pencemaran Air, Penerbit Karya Anda, Surabaya, Hal 18-24 Robert, J. K. dan Roestam S., 2005, Pengolahan Sumber Daya Alam Terpadu,

Penerbit Andi, Yogyakarta, Hal 170-173

Soemarwoto., 1981, Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri, Cetakan Pertama, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, Halaman 31-34.

Standar Nasional Indonesia., 1994. Pengujian Kualitas Air Sumber Dan Limbah Cair. Penerbit Direktorat Pengembangan Laboratorium Rujukan dan Pengolahan Data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta, SNI 06-6989.2-2004 Hal 2-7


(37)

Sudjadi., 2007, Kimia Farmasi Analisis, CetakanPertama, Penerbit Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Hal 222-256

Tresna, S., 2000, Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Hal 84-105

Wardhana, A. W., 2001, Dampak Pencemaran Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta


(1)

reaktor terlebih dahulu dipanaskan sehingga mencapai suhu yang optimal 1500C.

- Diletakkan tabung pada reaktor yang telah dipanaskan pada suhu 1500C dan direfluks selama 2 jam.

- Setelah 2 jam maka alat COD reaktor akan berbunyi menandakan pemanasan selama 2 jam telah selesai.

- Diangkat tabung dari reaktor dan diletakkan dirak tabung.

- Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang.

- Ditekan power pada alat spektrofotometer sinar tampak.

- Ditekan nomor program 430 untuk analisa COD enter, layar akan menunjukkan dial nm to 420.

- Diputar pengatur panjang gelombang hingga menujukkan angka 420 nm. - Ditekan enter, layar akan menunjukkan mg/l COD FV.

- Dimasukkan blanko pada dudukan tabung, kemudian tutup. - Ditekan Zero, pada layar akan menunjukkan 0,00 mg/l COD FV.

- Dikeluarkan blanko dan dimasukkan tabung ke dua yang berisi sampel, kemudian tutup.

- Tekan READ, pada layar akan tampil nilai COD dari sampel . - Dicatat hasil analisa kadar COD yang ditunjukkan pada layar. - Dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel yang lain.


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pemeriksaan sampel limbah cair yang dilaksanakan di UPT. Laboratorium Balai Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Februari 2008 dengan kode sampel 01-03/LC/02/08 dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4 Hasil analisis kebutuhan oksigen kimiawi

Sampel

Pembacaan Alat ( mg/l )

Hasil ( mg/l )

I II III

Sampe I 753 754 755 754

Sampel II 776 777 777 776,7

Sampel III 252 252 251 251,7

4.2 Pembahasan

Dari hasil analisa kebutuhan oksigen kimiawi pada limbah cair, diperoleh pada sampel tiga memenuhi persyaratan karena pada baku mutu limbah cair industri minyak kelapa sawit, kadar maksimumnya 500 mg/l. Sedangkan pada sampel satu dan dua tidak memenuhi persyaratan karena melewati baku mutu.

Kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.Uji kebutuhan oksigen kimiawi pada umumnya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen


(3)

kebutuhan oksigen kimiawi.

Kelemahan uji BOD jika dibandingkan dengan uji COD yaitu waktu dalam pengujian BOD cukup lama yakni 5 hari, sedangkan uji COD memerlukan waktu 3 jam. Uji BOD memperlihatkan 68 % dari total pencemar, sedangkan COD mencapai 96 %.

Adanya senyawa khlor yang dapat bereaksi dengan kalium dikromat, selain mengganggu uji BOD juga dapat mengganggu uji COD atau kebutuhan oksigen kimiawi. Untuk mencegah reaksi dikromat dengan khlor, maka ditambahkan merkuri sulfat sekitar sepuluh kali jumlah khlor didalam sampel.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) yang terkandung di dalam limbah cair, pada sampel pertama diperoleh 754 mg/l dan pada sampel kedua diperoleh 776,7 mg/l. Kedua sampel ini tidak memenuhi persyaratan karena melewati baku mutu industri minyak kelapa sawit, dimana kadar maksimumnya 500 mg/l. Sedangkan pada sampel ketiga diperoleh 251,7 mg/l, sampel ini memenuhi persyaratan baku mutu industri minyak kelapa sawit.

5.2Saran

Disarankan kepada penulis lain untuk membandingkan serta membahas hasil analisis Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) dengan menggunakan metode dan standar baku mutu lain.


(5)

Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Jakarta , Hal 39-109

Connell dan gregory, J. M., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran,

Terjemahan, Penerbit UI-Press, Jakarta, Hal 132-140

Dachriyanus., 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Cetakan Pertama, Penerbit Andalas Universitas Press, Padang, Hal 1-8 Depkes RI., 1979, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Edisi Ke III, Hal 684

Gabriel, J. F., 2001, Fisika Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Hipokrates, Jakarta, Hal 79-87.

Ricki, M., 2005, Kesehatan lingkungan. Cetakan Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Hal 46-71

Riyadi, S., 1984, Pencemaran Air, Penerbit Karya Anda, Surabaya, Hal 18-24 Robert, J. K. dan Roestam S., 2005, Pengolahan Sumber Daya Alam Terpadu,

Penerbit Andi, Yogyakarta, Hal 170-173

Soemarwoto., 1981, Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri, Cetakan Pertama, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, Halaman 31-34.

Standar Nasional Indonesia., 1994. Pengujian Kualitas Air Sumber Dan Limbah Cair. Penerbit Direktorat Pengembangan Laboratorium Rujukan dan Pengolahan Data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta, SNI 06-6989.2-2004 Hal 2-7


(6)

Sudjadi., 2007, Kimia Farmasi Analisis, CetakanPertama, Penerbit Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Hal 222-256

Tresna, S., 2000, Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Hal 84-105

Wardhana, A. W., 2001, Dampak Pencemaran Lingkungan, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta