8 dindingnya dari bata, atapnya terbuat dari genting. Setiap unit memiliki lebar 3
sampai 6 meter, dengan panjang 6 sampai 8 kali lebarnya. Satu deret ruko biasanya terdiri dari belasan unit yang digandeng menjadi satu.
Kemudian pada akhir abad ke 20, corak ruko semakin bervariasi, namun bentuk dasarnya tidak mengalami banyak perubahan, begitu juga dengan denah
ruko. Kini, ruko bisa bertingkat hingga 3 atau 4 lantai memberi kesempatan bagi penghuninya untuk mengembangkan usahanya.
Semakin berkembangnya suatu kawasan ruko, menyebabkan nilai ekonomis kawasan semakin meningkat. Pembangunan ruko menjadi tidak terkendali, kurang
memperhatikan syarat hunian dan non hunian yang bercampur dalam kawasan tersebut yang menyebabkan terbentuknya bangunan yang tidak manusiawi dan
menghilangkan identitas lingkungnannya Harisdani dan Lubis, 2004.
2.1.4. Perkembangan Ruko di Kota Medan
Di kota Medan, kemunculan ruko timbul akibat perkembangan di bidang perdagangan di awal abad ke-20, khusunya di area pecinan. Ruko pada pecinan ini
didesain dengan sistem grid dan terlihat mirip dengan ruko-ruko di wilayah koloni Inggris di Asia Tenggara
Strait Settlement. Ciri-cirinya antara lain, ukiran di atas pintu, dan berbagai jenis jendela di lantai dua. Fasade lantai duanya menjorok ke
arah jalan dan memberikan perlindungan bagi pejalan kaki di selasar bawahnya yang juga berfungsi sebagai elemen penyatu ruko satu dengan lainnya. Gaya
arsitektur pada ruko-ruko ini merupakan gaya hybrid yang terbentuk melalui
kontak penduduk lokal dengan penjajah Loebis, 2002.
9 Gambar 2.1 Ruko-Ruko di Kota Medan pada tahun 1920-an Sumber :
tropenmuseum
2.1.5. Tipologi Ruko
Ruko sebagai sebuah tipologi arsitektur perkotaan di indonesia sebenarnya memiliki sejarah panjang dan peran yang penting dalam memberi bentuk dan
kehidupan kota-kota di indonesia. namun pada perjalanannya, khususnya dalam beberapa dasawarsa terakhir, tipologi ruko tampil dengan citra yang serampangan.
Bahkan, ruko juga dikambinghitamkan sebagai salah satu penyebab kesemrawutan kota-kota di Indonesia, Sopandi dalam Kompas, 2004.
Di pecinan pada kota-kota kolonial , ruko biasanya dibangun di blok kota yang padat dengan gang di belakang dan gang buntu di dua sisi blok Widodo,
2009. Ruko memiliki bentuk yang sempit dan memanjang. Terkadang teras ruko terhubung dengan teras tetangganya sehingga menciptakan jalan beratap menerus.
Jalan ini mengikuti tipologi jalan berukuran lima kaki five foot way yang
terkadang disebut sebagai kaki lima. Jalan seperti ini dapat ditemukan di kota- kota permukiman selat yang dikembangkan Inggris contohnya di Penang, Malaka
dan Singapura. Tipikal ruko adalah unit modul hunian berlantai dua yang dibangun di atas
tanah berukuran panjang 14 hingga 40 meter dan lebar 3 hingga 5 meter Widodo,
10 2009. Ruko dapat terdiri atas satu atau lebih tipikal modul asal maupun dasar.
Selain sebagai hunian, fungsi lain ruko adalah sebagai toko, bengkel, industri rumahan, gudang, hotel, bahkan kuil. Ruko merupakan penyusunan spasial dan
memiliki fungsi yang sangat serbaguna dan berkelanjutan. Menurut Sopandi dalam Kompas, 2004, Sejalan dengan perkembangan
waktu, tipologi ruko juga mengalami perubahan akibat berubahnya nilai-nilai, teknologi, situasi ekonomi, dan budaya bermukim penghuninya. makna ruang-
ruang di dalamnya pun turut berubah seiring berubahnya kebiasaan penghuni, misalnya hadirnya pesawat televisi dan barang-barang elektronik, “simplifikasi”
altar leluhur yang makin lama makin ditinggalkan seiring kelunturan tradisi ritual cina, perubahan fungsi komersial perubahan layout toko, perubahan bentuk
usaha, dan lain-lain. pergeseran makna chimchay juga diakibatkan karena
berubahnya standar higienitas terhadap area basah atau kotor dapur, cuci, dan kakus sehingga bergeser ke bagian belakang rumah. dengan ini modernitas pun
ikut hadir ke dalam ruko.
11 Gambar 2.2
Tipologi Ruko Wicaksono, 2007
2.2. Tinjauan Tipologi 2.2.1. Definisi Tipologi