Sejarah Ruko Perkembangan Ruko di Indonesia

6 Kehidupan di dalam ruko secara khas mencerminkan manajemen bertahan hidup di tengah kepadatan dan hiruk pikuk perkotaan tanpa teknologi yang rumit. Ruko tidak jarang dihuni oleh suatu keluarga besar yang semua anggotanya turut terlibat peran dalam bisnis keluarga tersebut. Lazimnya, sebuah ruko juga memiliki sebuah altar leluhur yang merupakan simbol kehadiran anggota keluarga yang telah tiada. dengan demikian, ruko juga memiliki arti penting sebagai simbol status keluarga yang terus dipelihara dan diturunkan ke generasi berikutnya. kadang juga ruko berfungsi sebagai rumah klanabu keluarga atau mengemban fungsi sosial sebagai rumah perkumpulan atau organisasi, Sopandi dalam Kompas, 2004.

2.1.2. Sejarah Ruko

Pada Umumnya masyarakat Tionghoa dikenal sebagai kaum pedagang, begitu juga dengan masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia. Masyarakat Tionghoa di Indonesia menjalin hubungan yang baik dengan bangsa Eropa, oleh karena itu mereka dipercaya untuk memegang kendali perdagangan. Pada masa kolonial, masyarakat Tionghoa diberi wilayah permukiman yang terpisah dari penguasa dan masyarakat pribumi. Saat itu masyarakat Tionghoa harus menyesuaikan diri dengan regulasi tata kota. Bentrokan antara aturan tata kota dengan konsep rumah yang dibawa oleh masyarakat Tionghoa yang berasal dari Cina Selatan membentuk konsep rumah baru yang telah beradaptasi. Hunian bentuk baru inilah yang disebut sebagai ruko yang merupakan gabungan dari rumah dan toko Kurniawan, 2010. 7 Alain Viaro dalam Kurniawan, 2010 menyatakan bahwa ruko tidak berasal dari Cina. Ia menyatakan bahwa kemunculan ruko merupakan percampuran arsitektur yang timbul akibat perdagangan disepanjang kota-kota pantai antara Cina dan Asia Tenggara oleh orang Eropa, Cina, serta penduduk setempat. Oleh karena itu ruko tersebar pada hampir semua kota-kota pantai di daerah Cina Selatan sampai Asia Tenggara. Menurut Wicaksono 2007 ruko telah dikenal di berbagai belahan dunia sejak zaman dulu. Di Yunani, terdapat pasar-pasar tradisional tempat melakukan transaksi perdagangan yang juga digunakaan sebagai tempat tinggal dan letaknya berdekatan dengan pelabuhan karena Yunani merupakan negara kepulauan. Demikian juga di Timur Tengah, telah dikenal bangunan yang berfungsi ganda, sebagai hunian dan tempat usaha. Namun, hunian di Timur Tengah terkesan lebih privat dan memisahkan aktivitas laki-laki dan perempuan.

2.1.3. Perkembangan Ruko di Indonesia

Sebagai sosok arsitektur di Indonesia, ruko memiliki sejarah panjang dan berperan penting dalam memberi bentuk dan warna terhadap perkembangan kota- kota di Indonesia. Perkembangan ruko di Indonesia dimulai di kota-kota besar. Pada umumnya, ruko-ruko di Indonesia memiliki sejarah perkembangan yang sama dengan ruko Singapura. Menurut Lombard dalam Kurniawan 2010 ruko diperkenalkan di Jawa sejak abad ke 17 dengan teknik pembangunan yang menggunakan penggaris khusus dengan panjang 43 cm, Bentuk dasar ruko di Indonesia rata-rata 8 dindingnya dari bata, atapnya terbuat dari genting. Setiap unit memiliki lebar 3 sampai 6 meter, dengan panjang 6 sampai 8 kali lebarnya. Satu deret ruko biasanya terdiri dari belasan unit yang digandeng menjadi satu. Kemudian pada akhir abad ke 20, corak ruko semakin bervariasi, namun bentuk dasarnya tidak mengalami banyak perubahan, begitu juga dengan denah ruko. Kini, ruko bisa bertingkat hingga 3 atau 4 lantai memberi kesempatan bagi penghuninya untuk mengembangkan usahanya. Semakin berkembangnya suatu kawasan ruko, menyebabkan nilai ekonomis kawasan semakin meningkat. Pembangunan ruko menjadi tidak terkendali, kurang memperhatikan syarat hunian dan non hunian yang bercampur dalam kawasan tersebut yang menyebabkan terbentuknya bangunan yang tidak manusiawi dan menghilangkan identitas lingkungnannya Harisdani dan Lubis, 2004.

2.1.4. Perkembangan Ruko di Kota Medan