57
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK
D. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Milik
Ketentuan Hak Atas Tanah Menurut UUPA tercantum pada pasal 33 ayat
1 UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA Pasal 1 ayat 2 memberi
wewenang kepada negara UUPA Pasal 20:
Ayat 1 : Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan inengingat ketentuan dalam Pasal 6.
Ayat 2 : Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. lntinya, ciri hak milik adalah sebagai berikut:
a. Turun-temurun
Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya telah meninggal dunia maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh
ahli warisnya, sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. b. Terkuat dan terpenuh
Kata-kata “terkuat” dan “terpenuh” dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh artinya: paling.
c. Dapat beralih dan dialihkan Dari segi bahasa, ada perbedaan antara “beralih” dan “dialihkan”.
Peristiwa “beralih” bentuk aktif dapat terjadi tanpa adanya sesuatu subjek yang melakukan pengalihan. Di sini, tidak diperlukan suatu subjek movens
menggerakkan. Hal tersebut berbeda dengan peristiwa “dialihkan” bentuk pasif, yang harus ada suatu subjek movens. Berpindahnya hak milik atas tanah
karena dialihkan atau pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT, kecuali lelang dibuktikan dengan berita acara lelang
yang dibuat oleh pejabat dan kantor lelang. Berpindahnya hak milik atas tanah tersebut harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupatenkota setempat untuk
dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik tanah yang baru.
Peralihan hak milik atas tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang asing, kepada seseorang yang mempunyai dua
kewarganegaraan, atau kepada badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Artinya, tanahnya
kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. 1. Jangka waktu
2. Tidak dibatasi.
3. Objek tanahnya
4. Tanah pertanian dan bukan tanah pertanian.’
5. Subjek hak
Perorangan Warga Negara Indonesia WNI dan badan hukum yang ditunjuk, antara lain meliputi bank-bank yang didirikan oleh negara bank negara,
koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. 6. Terjadinya hak milik
Terjadinya hak milik dapat melalui 3 cara, antara lain: a.
Menurut hukum adat Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah pembukaan
hutan. Artinya, pembukaan tanah hutan tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua
adat melalui sistem penggarapan, yaitu matok sirah, matok sirah gilir galeng, dan sistem bluburan atau terjadi karena timbulnya “lidah tanah”
aanslibbing. Lidah tanah adalah tanah yang timbulmuncul karena terbloknya arus sungai atau tanah di pinggir pantai, biasanya terjadi dari
lumpur yang makin lama makin tinggi dan mengeras. Dalam hukum adat, lidah tanah yang tidak begitu luas menjadi hak bagi pemilik tanah yang
berbatas. Hak milik tersebut dapat didaftarkan pada kantor pertanahan kabupatenkota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak miliknya.
b. Penetapan pemerintah
Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan pemberian hak milik atas tanah semula berasal dari tanah negara oleh pemohon dengan
memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional BPN. Setelah semua terpenuhi, BPN menerbitkan
Surat Keputusan Pemberian Hak SKPII. SKPH tersebut wajib didaftarkan oleh pemohon kepada kepala kantor pertanahan
kabupatenkota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sebagai sertifikat hak milik atas tanah.
c. Ketentuan Undang-Undang
Terjadinya hak milik atas tanah ini didasarkan karena konversi perubahan menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA, semua hak atas
tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
6. Penggunaan hak milik oleh bukan pemiliknya UUPA mengatur bahwa hak milik atas tanah dapat digunakan atau diusaha-kan oleh bukan pemiliknya.
Penggunaan tersebut dibatasi dan diatur dengan peraturan perundang- undangan. Misalnya, hak milik atas tanah dibebani dengan hak guna
bangunan, hak milik atas tanah dibebani dengan hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak gadai gadai tanah, hak usaha bagi basil perjanjian bagi hasil,
hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian. 7. Wajib didaftarkan
Hak milik atas tanah, demikian pula setiap peralihan, pembebanan dengan hak-hak lain, dan hapusnya hak milik atas tanah harus didaftarkan ke kantor
pertanahan kabupatentkota setempat. Pendaftaran ini merupakan alat bukti yang kuat UUPA Pasal 23.
Kepada pemilik hak atau yang memperoleh hak lebih lanjut melalui pembebanan atas hak tersebut diberikan sertifikat yang merupakan certificate of
title yang merupakan salinan dari registrasi tersebut. Dalam PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah yang Menggantikan PP No. 10 Tahun 1961, bukti dari keberadaan hak atas tanah tersebut termasuk pembebanannya diwujudkan dalam bentuk sertifikat hak
atas tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur atau gambar situasi. 8. Pembebanan hak tanggungan
Hak milik atas tanah dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
9. Hapusnya hak milik Faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada
negara, antara lain: a.
Pencabutan hak. b.
Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. c.
Ditelantarkan d.
Subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah e.
Peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
f. Tanahnya musnah, misalnya karena adanya bencana alam.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang “Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria” yang mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 adalah
merupakan saat berlakunya Hukum Tanah Nasional. Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan atas UUPA, di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan
kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya, terutama masih bergerak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
mempunyai fungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Hukum agraria yang berlaku sebelum UUPA atau hukum agraria
penjajahan, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur, ternyata yang terjadi adalah sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat daripada tercapainya
cita-cita tersebut. Hal itu disebabkan terutama : a.
Karena hukum agraria yang berlaku sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi
olehnya, sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan
revolusi nasional sekarang ini; b.
Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya
peraturan-peraturan dari hukum adat disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai
masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa;
c. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan tidak menjamin kepastian
hukum. Oleh karena tiga hal tersebut diperlukan adanya hukum agraria baru yang
nasional, yang akan mengganti hukum agraria penjajahan, yang tidak lagi bersifat dualisme, yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagaimana dimaksud diatas dan
juga harus sesuai dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Sehubungan
dengan hal-hal tersebut maka hukum yang baru tersebut sendi-sendi dan ketentuan-ketentuan pokoknya perlu disusun di dalam peraturan lainnya. Oleh
karenanya pemerintah membuat UUPA sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria yang baru, dan yang dimuat di dalamnya hanyalah asas-asas serta pokok-
pokok dalam garis besarnya saja dan oleh karena itu disebut UUPA. Pelaksanaan dari UUPA tersebut akan diatur dalam berbagai Undang-Undang, Peraturan-
peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pada pokoknya tujuan UUPA adalah:
36
a. “Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional, yang
akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur; b.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.” Setiap Hukum Tanah selalu mengatur berbagai jenis hak penguasaan atas
tanah sesuai dengan konsepsi hukum yang dipakai di Negara yang bersangkutan. Demikian pula dalam UUPA diatur berbagai hak penguasaan atas tanah dalam
Hukum Tanah Nasional berdasarkan tata susunan menurut hirarkinya sebagaimana disebutkan dibawah ini. Hak-hak penguasaan tanah dalam Hukum
Tanah Nasional:
36
Undang-Undang Pokok Agraria, UU No. 5 tahun 1960, LN No. 104 tahun 1960, TLN No. 2043, Penjelasan Umum
1. Hak Bangsa Indonesia Pasal 1 UUPA.
2. Hak Menguasai dari Negara Pasal 2 UUPA.
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat-masyarakat hukum adat tertentu Pasal 3 UUPA.
4. Hak-hak Perorangan individual atas Tanah, yang terdiri:
a. Hak-hak atas Tanah:
i. Hak-hak atas tanah yang primer, yaitu hak-hak atas tanah yang
diberikan oleh Negara dan bersumber langsung pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah. Jenis haknya adalah Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai. j.
Hak-hak atas tanah yang sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh pemilik tanah dan bersumber secara tidak langsung pada
Hak Bangsa Indonesia atas tanah. Hak atas tanah yang sekunder disebut pula hak baru yang diberikan diatas tanah Hak Milik dan selalu
diperjanjikan antara pemilik tanah dan pemegang hak baru dan akan berlangsung selama jangka waktu tertentu. Jenis haknya adalah Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai atas Tanah dan Hak Menumpang.
b. Hak Atas Tanah Wakaf Pasal 49 UUPA jo Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik. c.
Hak-Hak Jaminan Atas Tanah: disebut Hak Tanggungan diaturdalam Pasal 25, 33, 39 dan 51 jo 57 UUPA.
5. Sekalipun bukan hak perorangan atas tanah, namun Hak Milik atas Satuan umah Susun atau Hak Milik atas Satuan Gedung Bertingkat sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, yang mulai berlaku tanggal 31 Desember 1985, selalu terkait dengan memakai tanah
hak bersama, dimana rumah susun tersebut didirikan. Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 UUPA menyebutkan hak-hak atas tanah yang ada dalam Hukum Tanah
Nasional adalah sebagai berikut: “1 Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah:
a. Hak milik. b. Hak guna usaha,
c. Hak guna bangunan, d. Hak pakai,
e. Hak sewa, f. Hak membuka tanah,
g. Hak memungut hasil hutan, h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
2 Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 ialah:
a. Hak guna air, b. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c. Hak guna ruang angkasa.”
Tanah Negara itu sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
37
1. Tanah Negara Bebas Tanah Negara Bebas adalah tanah negara yang langsung di bawah
penguasaan negara, diatas tanah tersebut tidak ada satupun hak yang dipunyai oleh pihak lain selain negara. Tanah ini dapat langsung dimohonkan kepada
negarapemerintah dengan melalui prosedur yang lebih pendek daripada prosedur terhadap Tanah Negara Tidak Bebas.
2. Tanah Negara Tidak Bebas Tanah Negara Tidak Bebas adalah tanah negara yang diatasnya sudah
ditumpangi oleh suatu hak kepunyaan pihak lain, misal di atas tanah negara tersebut terdapat Hak Pengelolaan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau Hak Guna
Bangunan. Tanah Negara Tidak Bebas tersebut dapat dimohonkan kepada negara menjadi tanah Hak Milik apabila kita telah memperoleh ijin danatau
membebaskan hak-hak yang ada diatas tanah negara tersebut dari pemegangnya baik dengan memberikan ganti rugi atau tanpa ganti rugi. Pihak yang memiliki
kewenangan untuk memberikan atau membatalkan Hak Milik atas tanah negara adalah Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya dan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi serta Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional dengan lingkup kewenangan masing-
masing, yaitu:
38
37
Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara Dan Tanah Pemda, cet.I, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm.111.
38
Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan PertanahanNasional Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, PMNAKaBPN No.
3 tahun 1999, Ps. 3, Ps. 7, Ps. 14.
1. Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya berwenang memberikan
Hak Milik atas: 2.
Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha atau 20.000 m2; 3.
Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2, kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;
4. Tanah dalam rangka pelaksanaan program:
i. Redistribusi tanah; ii. Konsolidasi tanah;
iii. Pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.
2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi berwenang memberikan Hak Milik atas:
a. Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha atau 20.000 m2; b. Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5.000 m2, kecuali yang
kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya.
3. Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional berwenang memberikan dan membatalkan hak atas tanah yang kewenangannya tidak
diberikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kotamadya dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. Sesuai dengan pokok
permasalahan dalam penulisan ini yaitu Hak Milik yang berada di dalam wilayah Kemayoran, dimana Hak Milik tersebut berasal dari tanah Hak Pengelolaan, maka
dibawah ini akan diuraikan tata cara permohonan Hak Milik atas Tanah Negara Tidak Bebas yaitu:
39
1. Melengkapi dokumen-dokumen persyaratan seperti:
a. identitas perorangan dan akta pendirian badan hukum;
b. dokumen yang membuktikan bahwa pemohon telah menguasai Tanah
Negara Tidak Bebas tersebut dari pihak lain berupa akta pelepasan hak, akta jual beli, ataupun akta danatau surat lainnya yang sejenis.
c. Data fisik tanah negara yang dimohon seperti Surat Ukur atau Gambar
Situasi dan Ijin Mendirikan Bangunan. 2.
Menyampaikan surat permohonan disertai dengan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada Kantor Pertanahan letak tanah Negara tersebut.
3. Membayar biaya permohonan atau biasa disebut Uang Pemasukan kepada kas
negara saat menjelang Kantor Pertanahan membukukan keputusan pemberian hak ke dalam buku tanah. Besarnya Uang Pemasukan yang harus dibayar
adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan
Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Keputusan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang
Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal. 4.
Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara atas nama pemohon atau disebut penerima hak. Pasal 19 ayat 1 UUPA mengatur
sebagai berikut: “untuk menjamin kepastian hukum setiap hak-hak atas tanah
39
Hermit, op.cit, hlm.118
khususnya Hak Milik, Pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.” Definisi dari Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
40
1. “Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan; Tujuan dari
diadakannya pendaftaran adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang haknya, dimana diatur secara rinci dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah PP 24 tahun1997, yaitu:
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
40
Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24, LN No. 59 tahun 1997, TLN No. 3696, Ps. 1 butir 1.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.” Agar tujuan dari
pendaftaran tanah tersebut dapat tercapai dan tentunya agar masyarakat ikut serta secara aktif dalam melaksanakan pendaftaran tanah maka Pasal 2 PP
241997 mengatur bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas- asas sebagai berikut:
a. Sederhana artinya ketentuan dan prosedurnya mudah dimengerti oleh
pihak yang berkepentingan terutama pemilik tanah. b.
Aman artinya harus dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum.
c. Terjangkau artinya kegiatan dan pelayanan dalam rangka pendaftaran
tanah harus terjangkau oleh pihak yang memerlukan. d.
Mutakhir artinya data yang tersedia dan tersimpan di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir atau keadaan nyata di
lapangan. Bentuk nyata dari memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, adalah dengan memberikan sertipikat hak atas tanah kepada pemegang hak yang bersangkutan. Faktor yang
mempengaruhi kepastian hukum disini termasuk juga kepastian letak dan batas- batas setiap bidang tanah. Oleh karenanya sertipikat tanah terdiri dari buku tanah
dan surat ukur, dan isinya memuat data fisik dan data yuridis atas bidang tanah
yang bersangkutan. Kepastian hukum hak atas tanah juga dipengaruhi oleh berbagai factor yang tercakup dalam sistem hukum pendaftaran tanah, yaitu:
41
1. Substansi hukum, yang terdiri dari tujuan, sistem dan tata laksana
pendaftaran tanah; 2.
Struktur hukum, yang terdiri dari aparat pertanahan dan lembaga penguji kepastian hukum, bahkan juga lembaga pemerintah terkait;
3. Kultur hukum, yang terdiri dari kesadaran hukum masyarakat dan realitas
sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam pejelasan Pasal 32 PP 241997 mengenai
sertipikat, yaitu: “sertipikat adalah merupakan alat pembuktian atau tanda bukti hak yang kuat, artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya maka data
fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya haru diterima sebagai data yang benar.”
Objek pendaftaran tanah itu sendiri, adalah:
42
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai; 2.
Tanah hak pengelolaan; 3.
Tanah wakaf; 4.
Hak milik atas satuan rumah susun; 5.
Hak tanggungan; 6.
Tanah negara.
41
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, cet. I, Penerbit Republika,Jakarta, 2005 hal. 115
42
Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24, LN No. 59 tahun 1997, TLN No. 3696, Ps. 9.
Pendaftaran atas hak milik juga diatur dalam Pasal 23 UUPA, yaitu setiap peralihan, hapusnya dan pembebanan atas hak milik harus didaftarkan.
Pelaksanaan dari pendaftaran tanah meliputi: 1.
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali; dan 2.
pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 PP 241997 dapat dilakukan melalui: a.
Pendaftaran Tanah Secara Sistematik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilaksanakan secara serentak yang meliputi semua objek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan, dan juga berdasarkan pada suatu rencana kerja dan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. b.
Pendaftaran Tanah Secara Sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan secara individual atau massal, dan dilaksanakan atas permintaan yang berkepentingan.
E. Kedudukan Hak Milik