Efektifitas Pengelolaan Sampah dalam Menciptakan Kebersihan Lingkungan Di Kota Medan

(1)

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SAMPAH DALAM

MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

MUHAMMAD TAMRIN

097024065/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SAMPAH DALAM

MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN

DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD TAMRIN

097024065/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis :

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

SAMPAH

DALAM MENCIPTAKAN

KEBERSIHAN LINGKUNGAN DI KOTA

MEDAN

Nama Mahasiswa : Muhammad Tamrin Nomor Pokok : 097024065

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si) (Nurman Achmad, S.Sos., M.Soc,Sc Ketua

) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 30 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Nurman Achmad, S.Sos., M.Soc,Sc

2. Drs. Irfan, M.Si

3. Husni Thamrin, S.Sos., MSP 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA


(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SAMPAH DALAM MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap efektifitas pengelolaan sampai dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan. Hal ini disebabkan penanganan sampah di Kota Medan terkesan sesuatu business as usul_dan rutinitas semata yang memandang sampah sebagai barang buangan yang menjijikan sehingga penanganannya dipahami hanya sebatas urusan memindahkan, membuang dan memusnahkan dengan cara yang sangat tidak aman dan cenderung mencemari lingkungan.

Penelitian ini merupakan studi terhadap hal-hal yang dilakukan dalam mencapai efektifitas pengelolaan sampah dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriftif kualitatif. Untuk memperoleh hasil yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dipergunakan teknik informan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa kemampuan armada pengangkutan sampah belum optimal. Dengan armada pengangkutan yang terdiri dari 18 unit arm roll Truck yang beritasi 6 trip/hari, 18 unit Dump Truck yang beritasi 2 trip/hari, 86 unit Typer Truck yang beritasi 2 trip/hari dan 30 unit Compactor Truck yang beritasi 2 trip/hari ternyata hanya mampu mengangkut 79,24 % atau 3.396 m3 dari total timbulan sampah Kota Medan. Ritasi pengangkutan sampah dengan menggunakan Arm Roll Truck saat ini adalah 6 rit/hari, yang mana nilai ini telah melebihi batasan optimal kemampuan pengangkutan dalam satu hari, yaitu sebesar 4 rit/hari/truk pengangkut. Sementara itu, ritasi pengangkutan

sampah dengan menggunakan Dump Truck dan Typer truck masih bisa

ditingkatkan lagi menjadi 3 trip perhari. Kemampuan pengangkutan sampah yang ada saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi dan umur kendaraan. Umur efektif pemakaian kendaraan adalah 7 tahun. Rata-rata umur kendaraan pengangkut sampah yang digunakan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan telah mencapai lebih dari 7 tahun. Untuk pengangkut sampah jenis Typer Truck 96,5 % atau 83 unit telah berumur 15 tahun. Sedangkan untuk jenis Arm Roll Truck yang berjumlah 18 unit, ternyata 88,9 % berumur di atas 7 tahun. Lokasi penempatan TPS atau kontainer yang strategis adalah di lahan yang menjadi milik Pemerintah Kota, agak jauh dari pemukiman, dapat dilalui oleh kendaraan/truk pengangkut sampah serta pengangkutan sampahnya tidak boleh lebih dari satu hari (24 jam). Sistem TPS yang tepat untuk Kota Medan adalah jenis kontainer tertutup atau dengan sistem transfer depo.


(7)

ABSTRACT

This study is aimed to expose the effectiveness in management through promoting the cleanness of environmental in Medan. This matter is recognized prominently theme due to the solution for the trash by the authority has been assumed as business as usual and set it as routine duties, to view the trash as discarded object and disgusted that then in handling it only referred a matter to remove, throwing it out, and destroying it in a certain way unsad and tend to pollute the environment.

This study deals with thing in points to be done in achieving effectiveness how manage rubbihs and at once promote clean in environment cleanliness in the city. The research adopted a qualitative descretive method. If finding more informantion involved some informants.

The results of study showed that the capability of trucks to transport rubbsh has not optimal yet. The authority has about 18 units of arm roll truck with 6 trips /trip going and back, 18 units of Dump Truck 2 trips / day going and back, 86 units of Typer Truck with 2 trips/day going and back and 30 units Compactor Truck with 2 trips/day going and back, in fact almost capable to carry up about 79.24% or 3396 m3 of total heap of rubbish throughuot city of Medan. Rotating in carrying up rubbish uses arm Roll Truck at present is 6 rhythm/day, where by this rate has exceeded the limitation by optimum in carrying up per day as it is assumed 4 trips/day truck. Whrere as, rotation in carrying up rubbish by using dump truck and Typer truk is possible to rise into 3 trips per day. Capability in carrying up rubbish available to day in also influenced by any condition and age of vihicle. The effective age using vehicle is 7 years operation. Average age of vehicle for carrying up rubbish in operation belongs to the city authority Dinas Kebersihan Kota Medan has achieved more than 7 years. For carrying up rubbish at Typer truck 96.5% or 83 units had got aged 15 years opration, while the Arm Roll Truck vehicle totaling 18 units, is recorded 88.9% got aged above 7 years. The site for accommodation and warehouse for container is strategic for keeping it on in space belong to the City authority, it should far away from the settlement, and it should be easy to run by vehicles / trucks in carrying it up and to carry up the rubbish away should not be more than a day (24 hours). Appopriate TPS site system for the city administration is with a covered container or by transfer depot system.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Efektifitas Pengelolaan Sampah dalam Menciptakan Kebersihan Lingkungan Di Kota Medan,” guna memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pascasarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu saya selama proses perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga selesai menjadi sebuah tesis yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Drs. Nurman Achmad, S.Sos., M.Soc.Sc, selaku Dosen Pembimbing II 6. Bapak Drs. Irfan, S.Sos, dan Bapak Husni Thamrin, S.Sos., MSP selaku

Dosen Pembanding.

7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak/Ibu staf sekretariat Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

9. Orangtua, mertua, abang, adik yang telah member support selama penulis dalam pendidikan.


(9)

10.Istri dan anak-anakku tercinta yang mendukung, member kekuatan, semangat dan support serta doa selama pendidikan hingga sampai penyelesaian tesis ini.

11.Ucapan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Magister Studi

Pembangunan, dukungan, kebersamaan dan memberikan saran dan pendapat hingga terselesaikannya tesis ini.

12.Semua pihak yang telah membantu, mendukung dalam proses pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan, dan semoga tesis ini dapat bermamfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Muhammad Tamrin

Tempat Tanggal lahir : Medan, 17 Februari 1972

Pekerjaan : PNS

Alamat :Jl. Pancing I No. 26 Lk. III Medan

Status : Kawin

PENDIDIKAN FORMAL :

a. SD Impres Medan Denai : Tahun 1985 b. SLTP PAB 8 Sampali : Tahun 1988 c. Madrasah Aliyah Teladan : Tahun 1991

d. S1 UMA : Tahun 1999

e. STIA Bandung : Tahun 2002 f. S2 MSP FISIP USU : Tahun 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

A. BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Perkembangan Kota dan Permasalahan Lingkungan .... 14

2.2. Pengertian Efektivitas ... 16

2.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 18

2.4. Good and Clean Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 21

2.5. Pengertian Sampah ... 26

2.6. Sistem Pengelolaan Sampah ... 33


(12)

2.6.2. Aspek Kelembagaan ... 40

2.6.3. Aspek Pembiayaan ... 41

2.6.4. Aspek Peraturan/ Hukum ... 42

2.6.5. Aspek Peran Serta Masyarakat ... 43

2.7. Dampak Jika Sampah Tidak Dikelola ... 43

2.8. Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 46

C. BAB III ... METODOLOGI PENELITIAN 52

3.1. Jenis Penelitian ... 52

3.2. Lokasi Penelitian ... 53

3.3. Informan ... 53

3.4. Definisi Konsep ... 54

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.6. Metode Analisis Data ... 60

D. BAB IV ... HASIL DAN PEMBAHASAN 61 4.1. Hasil Penelitian ... 61

4.1.1. Letak Wilayah dan Pembagian Administrasi ... 61

4.1.2. Kondisi Fisik Dasar Wilayah ... 62

4.1.3. Penggunaan Lahan ... 64

4.1.4. Kependudukan ... 65


(13)

4.2. Sistem Pengelolaan Sampah Di Kota Medan... 70

4.2.1. Sistem Kelembagaan ... 70

4.2.2. Timbulan Sampah ... 77

4.2.3. Kegiatan Pengumpulan ... 80

4.2.4. Tempat Pembuangan Sementara ... 84

4.2.5. Pemindahan ... 87

4.2.6. Kegiatan Pengangkutan ... 87

4.2.7. Daerah Pelayanan ... 90

4.2.8. Pembuangan Akhir ... 91

4.3. Pembahasan ... 96

4.3.1. Aspek Organisasi ... 96

4.3.2. Timbulan dan Komposisi Sampah ... 98

4.3.3. Kegiatan Pengumpulan ... 99

4.3.4. Tempat Pembuangan Sampah Sementara ... 101

4.3.5. Kegiatan Pengangkutan ... 104

E. BAB V PENUTUP ... 106

5.1. Kesimpulan ... 106

5.2. Saran ... 107


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan ... 41

2. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ... 62

3. Letak Geografis dan Ketinggian di Kota Medan ... 63

4. Kondisi Iklim Kota Medan, 2009 (Hasil Pengukuran Stasiun Sampali Medan) ... 64

5. Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Penggunaan Lahan Utama di Kota Medan ... 65

6. Banyaknya Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin ... 66

7. Penduduk Menurut Kecamatan, Kepadatan dan Rumah TanggaTahun 2009 ... 66

8. Banyaknya Sekolah Menurut Tingkat Sekolah di Kota Medan ... 67

9. Banyaknya Sarana Kesehatan Dirinci Menurut Jenisnya dan Kecamatan di Kota Medan ... 68

10. Banyaknya Pasar dan Perusahaan Dagang Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Medan ... 69

11. Panjang Jalan Dirinci Menurut Kondisi Jalan dan Jenis Jalan di Kota Medan ... 70

12. Jumlah Pegawai Dinas Kebersihan Kota Medan berdasarkan Pendidikan ... 72

13. Jumlah Pegawai Dinas Kebersihan Kota Medan berdasarkan Status Pekerjaan ... 73

14. Timbulan Sampah Kota Medan, Tahun 2006 – 2010 ... 79

15. Komposisi Fisik Sampah Kota Medan ... 80


(15)

17. Daftar Lokasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) per

Kecamatan ... 85

18. Jumlah Sampah Terangkut dan Tingkat Pelayanan Sampah di Kota Medan. ... 90

19. Data Mengenai Kondisi TPA Namo Bintang dan TPA Terjun ... 92

20. Hasil Uji Kualitas Air Lindi di TPA Namo Bintang ... 93


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Manajemen Pengelolaan Sampah ... 34

2. Teknis Operasional Pengelolaan Sampah ... 35

3. Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung ... 37

4. Pola Pengumpulan Sampah Komunal ... 37

5. Skema Definisi Konsep Penelitian ... 56


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap efektifitas pengelolaan sampai dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan. Hal ini disebabkan penanganan sampah di Kota Medan terkesan sesuatu business as usul_dan rutinitas semata yang memandang sampah sebagai barang buangan yang menjijikan sehingga penanganannya dipahami hanya sebatas urusan memindahkan, membuang dan memusnahkan dengan cara yang sangat tidak aman dan cenderung mencemari lingkungan.

Penelitian ini merupakan studi terhadap hal-hal yang dilakukan dalam mencapai efektifitas pengelolaan sampah dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriftif kualitatif. Untuk memperoleh hasil yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dipergunakan teknik informan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa kemampuan armada pengangkutan sampah belum optimal. Dengan armada pengangkutan yang terdiri dari 18 unit arm roll Truck yang beritasi 6 trip/hari, 18 unit Dump Truck yang beritasi 2 trip/hari, 86 unit Typer Truck yang beritasi 2 trip/hari dan 30 unit Compactor Truck yang beritasi 2 trip/hari ternyata hanya mampu mengangkut 79,24 % atau 3.396 m3 dari total timbulan sampah Kota Medan. Ritasi pengangkutan sampah dengan menggunakan Arm Roll Truck saat ini adalah 6 rit/hari, yang mana nilai ini telah melebihi batasan optimal kemampuan pengangkutan dalam satu hari, yaitu sebesar 4 rit/hari/truk pengangkut. Sementara itu, ritasi pengangkutan

sampah dengan menggunakan Dump Truck dan Typer truck masih bisa

ditingkatkan lagi menjadi 3 trip perhari. Kemampuan pengangkutan sampah yang ada saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi dan umur kendaraan. Umur efektif pemakaian kendaraan adalah 7 tahun. Rata-rata umur kendaraan pengangkut sampah yang digunakan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan telah mencapai lebih dari 7 tahun. Untuk pengangkut sampah jenis Typer Truck 96,5 % atau 83 unit telah berumur 15 tahun. Sedangkan untuk jenis Arm Roll Truck yang berjumlah 18 unit, ternyata 88,9 % berumur di atas 7 tahun. Lokasi penempatan TPS atau kontainer yang strategis adalah di lahan yang menjadi milik Pemerintah Kota, agak jauh dari pemukiman, dapat dilalui oleh kendaraan/truk pengangkut sampah serta pengangkutan sampahnya tidak boleh lebih dari satu hari (24 jam). Sistem TPS yang tepat untuk Kota Medan adalah jenis kontainer tertutup atau dengan sistem transfer depo.


(18)

ABSTRACT

This study is aimed to expose the effectiveness in management through promoting the cleanness of environmental in Medan. This matter is recognized prominently theme due to the solution for the trash by the authority has been assumed as business as usual and set it as routine duties, to view the trash as discarded object and disgusted that then in handling it only referred a matter to remove, throwing it out, and destroying it in a certain way unsad and tend to pollute the environment.

This study deals with thing in points to be done in achieving effectiveness how manage rubbihs and at once promote clean in environment cleanliness in the city. The research adopted a qualitative descretive method. If finding more informantion involved some informants.

The results of study showed that the capability of trucks to transport rubbsh has not optimal yet. The authority has about 18 units of arm roll truck with 6 trips /trip going and back, 18 units of Dump Truck 2 trips / day going and back, 86 units of Typer Truck with 2 trips/day going and back and 30 units Compactor Truck with 2 trips/day going and back, in fact almost capable to carry up about 79.24% or 3396 m3 of total heap of rubbish throughuot city of Medan. Rotating in carrying up rubbish uses arm Roll Truck at present is 6 rhythm/day, where by this rate has exceeded the limitation by optimum in carrying up per day as it is assumed 4 trips/day truck. Whrere as, rotation in carrying up rubbish by using dump truck and Typer truk is possible to rise into 3 trips per day. Capability in carrying up rubbish available to day in also influenced by any condition and age of vihicle. The effective age using vehicle is 7 years operation. Average age of vehicle for carrying up rubbish in operation belongs to the city authority Dinas Kebersihan Kota Medan has achieved more than 7 years. For carrying up rubbish at Typer truck 96.5% or 83 units had got aged 15 years opration, while the Arm Roll Truck vehicle totaling 18 units, is recorded 88.9% got aged above 7 years. The site for accommodation and warehouse for container is strategic for keeping it on in space belong to the City authority, it should far away from the settlement, and it should be easy to run by vehicles / trucks in carrying it up and to carry up the rubbish away should not be more than a day (24 hours). Appopriate TPS site system for the city administration is with a covered container or by transfer depot system.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesatnya kemajuan yang dicapai umat manusia dibidang ilmu

pengetahuan dan teknologi pada abad modern ini, serta cepatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia telah mengakibatkan dieksploitasinya sumber daya alam secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia yang begitu besar dan kompleks. Peningkatan kebutuhan hidup ini secara langsung menyebabkan meningkatnya konsumsi masyarakat. Peningkatan konsumsi ini dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahannya adalah semakin meningkatnya volume sampah yang dihasilkan manusia.

Kondisi inilah yang akhir-akhir ini dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Kota sebagai pusat aktivitas penduduk, akan selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis dalam frekuensi yang cepat. Hal ini sebagaimana dikemukakan Gallion dan Eisner (1996:3), bahwa :

Suatu daerah perkotaan dapat juga didefinisikan sebagai gabungan sel lingkungan perumahan atau tempat dimana orang bekerja bersama untuk kepentingan umum. Jenis daerah perkotaan bisa beragam sebesar beragamnya berbagai kegiatan yang dilakukan di sana, alat-alat produksi dan bermacam-macam barang perdagangan, transportasi, pengadaan barang dan jasa atau gabungan dari semua aktivitas-aktivitas tersebut. Namun demikian, pesatnya perkembangan industri, perdagangan dan


(20)

jumlah penduduk kota, akhir-akhir ini dirasakan sudah tidak seimbang lagi dengan daya dukung alamnya. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung secara pelan tapi pasti mulai berkembang menjadi kota Metropolitan. Tipe kota seperti ini selalu mempunyai masalah dengan keterbatasan fungsi lahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gallion dan Eisner (1996:116),bahwa :

Ciri buruk dari kota besar adalah tiadanya skala yang manusawi. Kesan lingkungan dirusak oleh kelabunya kota-kota industri. Dengan berkembangnya kota-kota ke arah atas dan samping, maka penduduk meninggalkan pusat-pusat kota untuk pergi ke pinggiran. Lingkungan-lingkungan tempat tinggal satelit di negara-negara barat menempel pada jalur-jalur ekonomi kota yang ada, dan wilayah-wilayah permukiman perkotaan terbesar sebenarnya memanjang yang menerus. Tetapi perluasan kawasan pinggiran menghabiskan ruang-ruang yang semula akan dilestarikan, dan memperpanjang fasilitas umum dan jalur komunikasi kota secara berkelebihan.

Kondisi ini mengakibatkan terganggunya keseimbangan fungsi lingkungan kota. Hal ini tercermin dari timbulnya pencemaran udara dan pencemaran sungai,

yang berasal dari kehidupan kota-kota tersebut.

Disisi lain dengan semakin meningkatnya peradaban manusia, tuntutan akan pentingnya kebersihan kota juga semakin besar. Hal ini tentu berkaitan dengan upaya manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan sesuai dengan hakekat dan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Salah satu unsur yang secara langsung terkait dengan kebersihan dan keindahan lingkungan adalah masalah sampah. Persoalan sampah inilah yang akhir-akhir ini menjadi fenomena aktual kota-kota besar di Indonesia.


(21)

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3)

bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.

Berdasarakan kajian “Peningkatan Pelayanan Kebersihan di Kawasan Perkotaan” yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Diklat Aparatur Lembaga Administrasi Negara Bandung pada tahun 2007, salah satu kota di Indonesia yang mempunyai masalah dengan sampah adalah Kota Medan. Sebagai kota Metropolitan, Kota Medan tentu menghadapi masalah kompleks berkaitan dengan jumlah penduduk dan keterbatasan fungsi lahan. Kondisi ini sangat berpengaruh

terhadap strategi pembangunan kota.

Berkaitan dengan permasalahan aktual yang dihadapi kota-kota Metropolitan di Indonesia, maka pengelolaan sampah menjadi bagian penting dari upaya menciptakan iklim kota yang kondusif. Seperti hal-nya kota-kota besar di


(22)

Indonesia, Medan pun tidak lepas dari masalah klasik yang berkaitan dengan sampah. Besarnya jumlah penduduk, keterbatasan fungsi lahan dan tingginya tingkat konsumsi mengakibatkan bertumpuknya sampah diberbagai sudut kota.

Menurut Sudrajat (2002 : 6), Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial, bahkan sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural, karena dampaknya terkena pada berbagai sisi kehidupan, terutama di kota-kota besar seperti: Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Palembang dan Medan. Menurut Prakiraan volume sampah yang dihasilkan per-orang rata-rata 0,5 kg/kapita/hari.

Pada tahun 2007, diproyeksikan penduduk Kota Medan mencapai

2.083.156 jiwa. Dibanding hasil sensus Penduduk tahun 2000 terjadi pertumbuhan penduduk tahun 2000-2007 sebesar 1,28 % pertahun, dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 7858 jiwa/km² .

Sementara menurut data Dinas Kebersihan Kota Medan pada tahun 2009 dengan pertambahan penduduk Kota Medan sebesar 2.578.315 jiwa menghasilkan sampah sebesar 5.616 m³/hari (1.404 ton/hari) dengan volume sampah sebesar itu jika tidak dilakukan dengan manajemen pengelolaan yang baik akan mengalami penurunan kualitas lingkungan.

Growth Centre Wilayah I Sumut-NAD tahun 2010 juga menjelaskan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang dan Desa Terjun menunjukkan sumber sampah berasal dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan


(23)

di Kota Medan, Komposisi sampah terdiri dari 70,69 persen bahan organik dan 29,31 persen bahan anorganik.

Ditempat-tempat tertentu, khususnya di setiap permukiman padat penduduk, hampir selalu ditemukan tumpukan sampah. Kondisi ini dapat ditemui antara lain wilayah Kecamatan Medan Area sekitar Sukaramai. Tumpukan sampah yang berserakan disekitar TPS (Tempat Pembuangan Sementara) Aksara, menjadi pemandangan yang kurang menyenangkan. Bahkan pada waktu-waktu tertentu tumpukan sampah tersebut dibiarkan berserakan di badan jalan. Akibatnya banyak pemakai jalan yang merasa terganggu dengan kondisi jalan

yang kotor, becek dan bau.

Tumpukan sampah lainnya yang ditemukan adalah sekitar 10 meter dari simpang Jalan Adam Malik/Gelugur By Pass yang sangat meresahkan masyarakat. Menurut warga kondisi itu sudah berlangsung sedemikian lama. Bahkan sejak tahun 2006, keluhan menumpuknya sampah sudah disampaikan ke kelurahan, sampai ke Walikota dan DPRD Medan, namun tidak mendapat respon.

Meskipun tersedia tempat pembuangan sementara, tetap saja sampah yang dihasilkan masyarakat melebihi kapasitas yang tersedia. Hal ini disebabkan karena

proses pembuangan sampah dari TPS ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan sering terlambat. Akibatnya sampah yang tidak tertampung di TPS menumpuk dan berserakan ke tempat-tempat sekitarnya. Selain menimbulkan bau tidak enak, sampah yang berserakan tersebut juga


(24)

menyebabkan lingkungan sekitarnya terkesan menjadi kumuh, sehingga mengganggu pemandangan.

Fenomena lebih serius dapat dilihat di pasar-pasar besar di Kota Medan. Berdasarkan pengamatan sementara di sekitar Pasar Kampung Lalang, Pasar Melati, Pasar Mandala, sampah yang dihasilkan para pedagang hanya dibuang sembarangan disekitar tempat mereka berdagang. Mereka sama sekali tidak menyediakan tempat khusus sebagai penampungan sampah sementara di kios mereka. Akibatnya lorong/jalan yang digunakan untuk berbelanja menjadi kotor oleh daun-daunan, buah-buahan, plastik, kertas pembungkus dan sebagainya.

Yang lebih parah lagi, sampah-sampah tersebut kadang-kadang bercampur dengan air bekas mencuci ikan atau daging yang dibuang sembarangan. Akibatnya lorong pasar menjadi becek dan bau. Hal ini tentu mengakibatkan kenyamanan masyarakat yang berbelanja menjadi kurang nyaman.

Selain itu depan pasar juga sering ditemukan tumpukan sampah yang berserakan sampai ke trotoar dan badan jalan. Berdasarkan pengamatan sementara hal ini disebabkan karena keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS yang hal ini disebabkan karena keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS yang

tersedia di pasar yang bersangkutan ke TPA terdekat.

Fenomena lainnya adalah masih sering dijumpai sampah yang berserakan disekitar trotoar dan badan jalan-jalan umum kota Medan. Jalan protokol seperti jalan Bakti, Simpanglimun serta hampir disepanjang jalan Veteran merupakan


(25)

jalan yang sangat rawan dengan sampah yang dihasilkan para pedagang kaki lima. Sampah tersebut selain berasal dari pengguna jalan/pejalan kaki, juga berasal dari pedagang kaki lima yang memanfaatkan trotoar dan sebagian badan jalan sebagai tempat usaha mereka. Sampah yang berserakan di pinggir-pinggir jalan protokol tersebut tidak saja mengganggu pemandangan para pejalan kaki dan pengendara, namun lebih dari itu juga dapat mencoreng citra kota Medan sebagai pusat pemerintahan.

Kondisi ini memaksa pemerintah daerah memacu kemampuan untuk mengelola sampah dengan baik dan benar berdasarkan pengetahuan yang relative

minim. Namun hasil ini belum seperti yang diharapkan, dimana niat baik pemerintah itu masih jauh dari memadai bila diukur dari sistem dan metode pengelolaan sampah yang efektif, aman, sehat, ramah lingkungan dan ekonomis. Bahkan pada umumnya penanganan sampah ini masih terkesan sesuatu yang

business as usual dan rutinitas semata yang memandang sampah sebagai barang buangan yang menjijikkan sehingga penanganannya dipahami hanya sebatas urusan memindahkan, membuang, dan memusnahkan dengan cara yang sangat tidak aman dan cenderung mencemari lingkungan.

Dari kacamata pemerintahan, kerapkali pengelolaan sampah dipahami sangat sektoral yakni hanya dikelola oleh Dinas Kebersihan semata dan berorientasi keproyekan, yakni masalah sampah menjadi dasar dan alasan Dinas berwenang untuk memunculkan usulan-usulan proyek seputar pengelolaan


(26)

sampah. Hal ini kerap diperparah oleh suatu pemahaman bahwa pengelolaan sampah hanya sebatas pada bagaimana menarik dana sebanyak mungkin dari retribusi sampah. Di lain pihak pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pembayar retribusi amat minim. Misalnya keluhan lamban dalam pengumpulan sampah, TPS dibiarkan berserakan, diangkut dengan truk yang bercecerana dan sebagainya. Padahal dalam pengelolaan sampah tidak hanya murni ekonomi dan bersifat komersial (profit motive) tetapi juga menghadirkan aspek pelayanan umum (public service) yang merupakan tanggung jawab pemerintah/instansi

publik. Dengan demikian ada kejelasan tanggung jawab sosial (social

responsibility), tanggung jawab hukum (liability), dan terpenuhinya kewajiban adanya akuntabilitas publik (public accountability).

Berbagai fenomena di atas menunjukkan bahwa penanganan sampah, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota maupun masyarakat belum berjalan dengan efektif. Sebagai institusi yang memegang mandat menangani masalah kebersihan kota, Dinas Kebersihan Kota Medan dituntut untuk bekerja lebih serius. Fenomena di atas bisa menjadi gambaran bahwa masalah sampah merupakan masalah serius yang harus segera ditangani oleh Dinas Kebersihan Kota Medan.

Sebagai institusi pelayanan masyarakat Dinas Kebersihan Kota Medan dituntut untuk lebih profesional dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat.


(27)

Persoalan penanganan persampahan tidaklah mudah, melibatkan banyak pelaku, memerlukan teknologi, membutuhkan dana (fasilitas) yang cukup dan memerlukan keinginan yang kuat untuk melaksanakanannya, termasuk kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk berperan dalam menjaga kebersihan dilingkungannya terutama sekali yang berkaitan dengan sampah yang dirasakan masih rendah. Tantangan dan permasalahan inilah yang menjadi beban bagi Pemerintah Kota Medan yang perlu dicari pemecahannya, sehingga peranan masyarakat dan pemerintah dapat terlaksana berhasil guna dan berdaya guna dalam pengelolaan sampah, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat, salah satunya pelayanan di bidang kebersihan, sekaligus juga mewujudkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang berbunyi “Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi”.

Pada sisi yang lain hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak masyarakat. Hak ini menurut Heinghard dalam Hardjasoemantri

(2002:93) bahwa apa yang dinamakan hak-hak subyektif adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Hak tersebut memberikan kepada yang mempunyainya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat


(28)

didukung oleh prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh masalah penanganan sampah di Kota Medan dalam Tesis yang berjudul: “Efektivitas Pengelolaan Sampah Dalam Menciptakan Kebersihan Lingkungan Di Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan sangatlah penting bagi suatu penelitian yang berguna

untuk menjadikan penelitian tersebut lebih terarah pada masalah yang diteliti. Menurut Nasution dan Thomas (2010:81) setiap permasalahan perlu dibatasi secara spesifik, karena tanpa pembatasan penulis tidak mengetahui secara jelas keterangan atau data apakah sebenarnya yang harus dikumpulkannya.

Berdasarkan uraian tersebut maka adapun pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pola dan sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas

Kebersihan Kota Medan ?

2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan Kota

Medan dalam menciptakan efektivitas pengelolaan sampah ?

3. Bagaimana pengaruh efektivitas pengelolaan sampah dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan?


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola dan sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan Kota Medan dalam menciptakan efektivitas pengelolaan sampah .

3. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas pengelolaan sampah dalam

menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat bagi dunia akademik :

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang peran dan fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan dalam pengelolaan sampah.

2. Manfaat bagi dunia praktis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi Dinas Kebersihan Kota Medan dalam upaya meningkatkan efektivitas pelayanan kebersihan kepada masyarakat.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat, khusunya dalam rangka meningkatkan tanggung jawab mereka terhadap kebersihan kota.


(30)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang diajukan maka untuk keperluan penelitian selanjutnya dirumuskan ruang lingkup penelitian untuk menjelaskan fokus penelitian. Dengan tujuan agar permasalahan penelitian ini tidak melebar dan menimbulkan tafsir yang berbeda-beda sebagaimana yang diharapkan.

Ruang lingkup penelitian ini berada pada sekitar efektivitas pengelolaan sampah dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan. Efektivitas pengelolaan sampah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

1. Peraturan hukum yang berlaku.

2. Organisasi pelaksana pengelola sampah.

3. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh pengelola sampah. 4. Tata cara dan pola yang dilakukan dalam pengelolaan sampah. 5. Sarana dan prasarana yang dimiliki.

6. Anggaran yang dialokasikan. 7. Peran serta masyarakat.

Selanjutnya penelitian ini juga akan melihat pola dan sistem pengelolaan

sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan. Pada kapasitas ini akan dilakukan observasi kepada pelaku pengelola sampah di Kota Medan, selanjutnya hasil observasi tersebut dianalisis. Tingkatan selanjutnya adalah mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan Kota


(31)

Medan dalam menciptakan efektivitas pengelolaan sampah serta pengaruh efektivitas pengelolaan sampah dalam menciptakan kebersihan lingkungan di Kota Medan.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Kota Dan Permasalahan Lingkungan

Sebuah kota pada hakikatnya merupakan suatu tempat pertemuan antara

bangsa-bangsa (Soekanto, 2004: 158). Kota-kota di dunia pada hakekatnya berkembang dengan karakteristik yang berbeda-beda, karena perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dan sejarah/kebudayaan. Keadaan geografis kota lebih mempengaruhi fungsi dan bentuk kota, sedangkan sejarah dan kebudayaan akan mempengaruhi karakteristik dan sifat kemasyarakatan kota.

Wikipedia (2011:1) menjelaskan: Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan

warganya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian town dan city dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim kota yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi.

Dinas Pendidikan Nasional (2003:997) menjelaskan bahwa kota adalah:

1. Daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan

kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat.


(33)

dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian. 3. Dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan.

Kota adalah suatu wilayah geografis tempat bermukim sejumlah penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi, kegiatan utamanya di sektor non agraris serta mempunyai kelengkapan prasarana dan sarana yang relatif lebik baik dibandingkan dengan kawasan sekitarnya. Kota dengan daya tarik yang dimilikinya, agar mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya harus memiliki penghuni yang aktif, kreatif, bertanggungjawab, juga memiliki sumber modal.

Beban lingkungan dalam menunjang pembangunan akan semakin berat. Pertumbuhan industri di berbagai bidang serta tekanan terhadap sumber daya alam menyebabkan timbulnya permintaan, inovasi, dan produksi sumber bahan sintesis, yang sering tergolong dalam bahan berbahaya, demikian pula buangannya. Industrialisasi akan membawa serta kebutuhan akan permukiman tenaga kerja yang terkonsentrasi di daerah urban/periurban. Kota-kota akan bertambah, baik jumlah maupun besarnya. Dengan demikian permintaan akan pelayanan kesehatan lingkungan akan bertambah dan semakin komplex (Slamet, 2009:19).

Perkembangan kota akan diikuti pertambahan jumlah penduduk, yang juga akan diikuti oleh masalah-masalah sosial dan lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Permasalahan lingkungan yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.


(34)

Sampah memang telah menjadi polemik tersendiri, Perkara sampah tidak hanya merupakan masalah krusial, tetapi telah menjadi problematika kultural yang mendarah daging. Dampak sampah tidak hanya merongrong sebagian kecil golongan, tetapi telah mengena ke berbagai sisi kehidupan. Apabila masalah ini tidak tertangani secara bijaksana, cepat atau lambat, sampah akan menenggelamkan kehidupan dengan beragam dampak negatif yang ditimbulkannya (Tim Penulis PS, 2010:15).

Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya. Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah

berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup, sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Degradasi tersebut lebih terpicu oleh pola perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah di badan air sehingga sampah akan menumpuk di saluran air yang ada dan menimbulkan berbagai masalah turunan lainnya. Kondisi ini sering terjadi di wilayah-wilayah padat penduduk di perkotaan.

2.2. Pengertian Efektivitas

Situs (2011:1) menjelaskan Efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas


(35)

dapat juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

Dinas Pendidikan Nasional (2003:284) menjelaskan bahwa efektivitas adalah kata yang berasal dari kata dasar efektif yang berarti ada pengaruhnya, efeknya, manjur atau mujarab dan dapat membawa hasil atau berdaya guna.

Sedangkan Hersey dan Blanchard (1992:133) mengemukakan bahwa: Dalam hal membicarakan efektivitas maka aspek yang paling penting adalah hubungannya dengan organisasi secara keseluruhan. Disini perhatian tidak hanya dipusatkan pada hasil dari upaya kepemimpinan tertentu tetapi pada efektivitas

unit organisasi selama periode tertentu.

Untuk lebih jelasnya, pandangan mengenai efektivitas itu dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pandangan dari segi efektivitas individu, yaitu pandangan yang paling dasar yang menekankan hasil karya anggota tertentu dari organisasi, dan tugas yang harus dilaksanakan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan organisasi serta prestasi kerja individu dinilai secara rutin melalui proses evaluasi hasil karya yang merupakan dasar bagi kenaikan gaji, promosi dalam

organisasi.

b. Pandangan dari segi efektivitas kelompok, yaitu sebagian jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Hal ini karena jarang sekali individu bekerja sendirian terpisah dari orang lain dalam organisasi, tetapi dalam kenyataannya individu


(36)

biasanya bekerja bersama-sama dalam kelompok kerja

c. Pandangan dari segi efektivitas organisasi, yaitu sebagai hasil dari sejumlah besar variabel termasuk teknologi, hambatan lingkungan, kesempatan baik, kecakapan perseorangan dan motivasi.

Pendapat-pendapat di atas cenderung memandang efektivitas dalam dimensi yang lebih sempit, yaitu memandang efektivitas dari aspek hasil atau out put. Sebagi sebuah konsep manajemen, efektivitas juga dapat dipandang dari aspek yang berdimensi lebih luas.

2.3. Pengelolaan Lingkungan Hidup

Istilah lingkungan merupakan terjemahan dari istilah dalam Bahasa Inggeris environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis dengan I’environment. (Siahaan, 2004:4).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selalu mempergunakan istilah lingkungan hidup di dalam berbagai ketentuan. Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 mengatakan lingkungan hidup adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.


(37)

Otto Soemarmoto dalam Siahaan (2004:4) mendefisinikan lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang ditempati yang mempengaruhi kehidupan”.

Mengingat banyak permasalahan yang terdapat dalam lingkungan hidup ini, maka untuk memahami aneka permasalahan yang ada perlu adanya pendekatan yang membatasi diri pada satu kajian khusus tentang lingkungan. Sekarang ini yang diperlukan adalah pendekatan yang bersifat lintas sektor multidisipliner, transdisipliner pendekatan yang sejenis itu.

Pengelolaan lingkungan hidup pada hakekatnya merupakan kegiatan yang

dilakukan manusia terhadap lingkungan hidup, baik pada tahap penentuan kebijaksanaan, pengawasan dan pengendaliannya untuk mencapai kelestarian fungsinya (Putra, dkk, 2003:149).

Selanjutnya beberapa ahli mengadakan pengelompokkan lingkungan atas beberapa macam, secara umum dapat digolongkan atas 3 (tiga) golongan yaitu: a. Lingkungan fisik dan kimia

b. Lingkungan biologis.

c. Lingkungan manusia yang meliputi bentuk sosial-ekonomi, sosial-budaya.

(Suratmo, 2007:3).

Adapun uraiannya adalah: a. Lingkungan Fisik.


(38)

mati seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, sinar matahari dan lain-lain yang semacamnya.

b. Lingkungan Biologis.

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berupa golongan organisme hidup lainnya selain dari manusia itu sendiri, binatang, tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lain-lainnya.

c. Lingkungan Sosial.

Lingkungan sosial adalah segala sesuatu yang berada di sekitarnya seperti tetangga, teman dan lain-lain.

Lingkungan hidup Indonesia adalah lingkungan hidup yang ada dalam batas wilayah negara Republik Indonesia, menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah negara ataupun wilayah administratif. Akan tetapi jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya, maka harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut, karena itu jelas bahwa konsep ekologi semata, akan tetapi juga merupakan konsep hukum dan politis.

Lingkungan hidup Indonesia menurut konsep kewilayahan merupakan suatu pengertian hukum. Dalam pengertian ini, lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah kawasan Nusantara yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan


(39)

kondisi alamiah dan kedudukan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa dan rakyat Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspek kehidupannya.

Untuk hidup dan untuk meningkatkan kehidupan manusia membutuhkan air, udara, energi, mineral, kayu dan serat untuk kebutuhan hidup, ketersediaan bahan-bahan itu tergantung pada mutu lingkungan, berarti lingkungan itu merupakan sumber daya yang memenuhi kebutuhan kita sebagai bahan produksi.

Jadi sumber daya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Suatu ekosistem yaitu lingkungan tetap berlangsungnya hubungan

timbal balik antara makhluk hidup satu sama lainnya. Oleh karena itu pendayagunaan sumber daya pada hakekatnya adalah melakukan perubahan-perubahan di dalam satu ekosistem yang pengaruhnya akan menjalar pada seluruh jaringan kehidupan.

Dengan demikian lingkungan hidup itu selalu berkaitan dan berhubungan dengan keseluruhan sumber daya baik sumber daya manusia maupun daya alam.

2.4. Good and Clean Governance Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Good and clean governance diartikan sebagai pemerintahan yang baik dan bersih (Sepriyant populer dalam dua dekade ini, semakin menjadi tuntutan, dalam kondisi dimana korupsi, kolusi, nepotisme dan penyalahgunaan wewenang lainnya begitu


(40)

menggejala di berbagai belahan dunia. Kekecewaan terhadap performance

pemerintahan di berbagai negara, baik di negara dunia ketiga maupun di negara maju, telah mendorong berkembangnya tuntutan akan kehadiran pemerintahan yang baik dan bersih

Toha (2008:95) menjelaskan salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatnya menghormati hukum. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik itu hanya bisa dibangun melalui pemerintahan yang bersih (clean government) dengan aparatur birokrasinya yang terbebas dari KKN. Dalam rangka mewujudkan clean government, pemerintah harus memiliki moral dan proaktif mewujudkan partisipasi serta check and balances. Tidak mungkin mengharapkan pemerintah sebagai suatu komponen dari proses politik memenuhi prinsip clean government dalam ketiadaan partisipasi

Apapun terjemahannya, governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.

Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Bahkan institusi non pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam governance tersebut, atau bahkan lebih dari itu pemerintah


(41)

tidak mengambil peran apapun. (Dwiyanto, 2008:77).

Pemerintahan yang baik dan bersih diukur dari performance birokrasinya. Pengalaman dan kinerja birokrasi di berbagai negara telah melahirkan dua pandangan yang saling bertentangan terhadap birokrasi. Pandangan pertama melihat birokrasi sebagai kebutuhan, yang akan mengefisienkan dan meng-efektifkan pekerjaan pemerintahan. Pandangan kedua, melihat birokrasi sebagai musuh bersama, yang kerjanya hanya mempersulit hidup rakyat, sarangnya korupsi, tidak melayani, cenderung kaku dan formalistis, penuh dengan arogansi (yang bersembunyi di balik hukum), dan sebagainya. (Sepriyant

Padahal secara konseptual, birokrasi, sebagai sebuah organisasi pelaksana pemerintahan, adalah sebuah badan yang netral. Faktor di luar birokrasilah yang akan menentukan wajah birokrasi menjadi baik atapun jahat, yaitu manusia yang menjalankan birokrasi dan sistem yang dipakai, dimana birokrasi itu hidup dan bekerja. Artinya, bila sistem (politik, pemerintahan dan sosial budaya) yang dipakai oleh suatu negara adalah baik dan para pejabat birokrasi juga orang-orang yang baik, maka birokrasi menjadi sebuah badan yang baik, lagi efektif.

Sebaliknya, bila birokrasi itu hidup didalam sebuah sistem yang jelek, hukumnya lemah, serta ditunggangi oleh para pejabat yang tidak jujur, maka birokrasi akan menjadi buruk dan menakutkan bagi rakyatnya.


(42)

Indikator buruknya kerja birokrasi pada umumnya berfokus pada terjadinya korupsi di dalam birokrasi tersebut. Indonesia dari waktu ke waktu terkenal dengan tingkat korupsi yang tinggi. Pada tahun 1998, siaran pers Tranparansi Internasional, sebuah organisasi internasional anti korupsi yang bermarkas di Berlin, melaporkan, Indonesia merupakan negara korup keenam terbesar di dunia setelah lima negara gurem, yakni; Kamerun, Paraguay, Honduras, Tanzania dan Nigeria. Tiga tahun kemudian, 2001, Transparansi Internasional telah memasukkan Indonesia sebagai bangsa yang terkorup keempat dimuka bumi. Sebuah identifikasi yang membuat bangsa kita tidak lagi punya hak

untuk berjalan tanpa harus menunduk malu. Dan, ditahun 2002, hasil survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia, dikuntit India dan Vietnam. (Sepriyant

Survey Nasional Korupsi yang dilakukan oleh Partnership for Governance Reform melaporkan bahwa hampir setengahnya (48 %) dari pejabat pemerintah diperkirakan menerima pembayaran tidak resmi. Artinya, setengah dari pejabat birokrasi melakukan praktek korupsi (uang). Belum lagi terhitung korupsi dalam

bentuk penggunaan waktu kerja yang tidak semestinya, pemanfaatan fasilitas negara untuk kepentingan selain itu. Maka hanya tinggal segelintir kecil saja aparat birokrasi yang mempertahankan kesucian dirinya, dilingkungan yang demikian kotor.


(43)

Konsep Good and clean governance melingkupi semua aspek kinerja pemerintahan termasuk juga dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Penerapan konsep Good and clean governance dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi amat penting karena dengan adanya Good and clean governance maka dalam hal menelurkan kebijakan yang berhubungan dengan publik maka kebijakan tersebut akan mencerminkan suatu akibat bagi pengelolaan lingkungan yang baik.

Meskipun konsep Good and clean governance pada dasarnya adalah suatu proses yang berhubungan dengan pelayanan umum, khususnya pelayanan umum yang diselenggarakan oleh birokrasi pemerintahan, tetapi sifat atau keluaran hasil

dari pelayanan umum tersebut juga harus berhubungan dengan pengelolaan lingkungan yang baik.

Hal ini sebagimana dikatakan oleh Moenir (2010:6) bahwa menelusuri arti pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal usul timbulnya istilah pelayanan umum. Dengan kata lain antara kepentingan umum ada korelasi dengan pelayanan umum. Kepentingan umum dalam hal ini salah satunya adalah lingkungan hidup.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan melaksanakan fungsi pelayanan

umum memiliki hubungan dalam hal pengelolaan lingkungan melalui kebijakan yang dijalankannya serta melalui izin-izin yang diberikannya dalam hal kegiatan suatu badan usaha maupun kegiatan pemerintahan itu sendiri.


(44)

yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan yang pada akhirnya juga berdampak terhadap manusia. Oleh karena itu penerapan kemajuan industri dan teknologi tersebut harus ditinjau kembali agar penerapan kemajuan industri dan teknologi tersebut dapat memberikan hasil dan manfaat yang lebih baik bagi kelangsungan hidup manusia.

Demikian juga halnya dengan peranan birokrasi dalam menyikapi good and clean governance, karena dengan menyikapi good and clean governance

secara baik dan benar maka akan didapatkan peran yang baik pula dari para

birokrasi sehingga kebijakan yang dikeluarkan benar-benar berwawasan lingkungan hidup yang baik pula.

2.5. Pengertian Sampah

Yang dimaksud dengan sampah menurut Notoatmodjo (2007:187): Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan “Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”.


(45)

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika Membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Notoatmodjo, 2007:188).

Kaleka (2010:1) mengemukakan bahwa :

Rumah tangga merupakan penghasil sampah terbesar. Hampir setiap kegiatan rumah tangga selalu menghasilkan sampah. Misalnya seorang ibu yang memasak, ia menyeisakan potongan sayuran yang tidak ikut dimasak. Ini merupakan material sisa yang dipandang sebagai barang yang tidak berguna lagi sehingga cepat-cepat disingkirkan dari dapur atau tempat tinggal. Sampah itu dibuang di tempat sampah, di sungai, atau di lahan kosong.

Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas:

1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

3. Sampah spesifik meliputi:

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. c. Sampah yang timbul akibat bencana.

d. Puing bongkaran bangunan.

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah).

Ditinjau dari dasar dan sifatnya sampah dapat dibagi dalam 4 kategori, yaitu :


(46)

1. Sampah yang mudah membususk 2. Sampah yang tidak mudah membusuk 3. Sampah yang mudah terbakar

4. Sampah yang tidak mudah terbakar

Mengenai keempat macam sampah yang telah dikemukakan diatas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sampah yang mudah membusuk

Sampah jenis ini terdiri dari sisa-sisa potongan hewan, sayur-sayuran atau buah-buahan dan makanan lainnya. Sampah ini berasal dari tempat-tempat

pemukiman, restoran, rumah sakit, pasar dan lain sebagainya. 2. Sampah yang tidak mudah membusuk

Sampah jenis ini merupakan bahan-bahan yang berasal dari sisa proses industri seperti kaca dan bahan-bahan yang terbuat dari logam. Sampah ini biasanya berasal dari rumah tangga dan perkantoran serta pabrik-pabrik.

3. Sampah yang mudah terbakar

Sampah jenis ini adalah sampah kering yang terdiri dari kertas, plastik, karet dan kayu-kayuan yang mudah terbakar.

4. Sampah yang tidak mudah terbakar

Sampah jenis ini pada umumnya terdiri dari kaca, kaleng, serta logam atau besi-besi.


(47)

Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan terdahulu bahwa sampah mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha dalam meningkatkan kebersihan dan keindahan. Sampah sebagai benda atau bahan yang tidak dipakai lagi harus dibuang atau dimusnahkan, karena dapat berpengaruh buruk terhadap kehidupan manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa sampah tersebut perlu diusahakan sedemikian rupa sehingga keadaan kota kelihatan bersih dan indah sekaligus akan menciptakan lingkungan yang sehat.

Sebaliknya apabila sampah dibiarkan begitu saja, maka akan menyebabkan pula keadaan suatu daerah menjadi kotor dan akan membawa penyakit, serta dapat

menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan dan terjadinya banjir.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sampah dalam hubungan dengan kebersihan dan keindahan sangat tergantung dengan cara pengelolaannya.

Dengan demikian usaha untuk meningkatkan kebersihan bukanlah merupakan tanggung jawab pemerintah semata-mata, tetapi merupakan tanggung jawab seluruh anggota masyarakat. Begitu juga dengan usaha meningkatkan kebersihan dan keindahan berbagai tempat lainnya seperti pertokoan, pasar-pasar serta tempat-tempat rekreasi merupakan tanggung jawab bersama antara

pemerintah dan masyarakat.

Menurut Basriyanta (2007:18) berdasarkan asalnya, sampah padat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:


(48)

1. Sampah organik.

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (Selain kertas, karet dan plastik, tepung, sayuran, kulit buah, daun kering dan ranting).

2. Sampah anorganik.

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non

hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikro organisme secara keseluruhan. Sementara sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama.

Penggolongan jenis sampah juga dapat didasarkan pada sifat atau komposisi kimianya, mudah tidaknya terbakar, dan karakteristiknya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini :

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah dibagi menjadi : a. sampah bersifat organik, misalnya sisa sayuran, daun-daunan dan


(49)

b. sampah bersifat anorganik, diantaranya kaleng bekas, abu dan pecahan gelas.

2. Berdasarkan dapat tidaknya sampah terbakar, sampah dibagi menjadi :

a. Sampah mudah terbakar, misalnya sampah kertas, kain, plastik, kayu dan karet.

b. Sampah tidak mudah terbakar, misalnya sampah kaca, logam, kaleng, potongan besi. Sampah jenis ini mempunyai rantai ikatan kimiawi yang panjang, sehingga sukar terurai dan terbakar serta dapat mengakibatkan sanitasi lingkungan menjadi buruk, mengurangi keindahan dan

kenyamanan lingkungan serta terganggunya keseimbangan ekologi serta sumber daya alam.

3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk, sampah dibagi menjadi :

a. Sampah yang sukar membusuk, misalnya plastik, karet, kaleng, abu.

b. Sampah yang mudah membusuk, misalnya daging, sisa-sisa makanan, buah-buahan dan lainnya.

4. Berdasarkan karakteristiknya, sampah terdiri dari :

a. Sampah basah, yaitu sampah yang dihasilkan dalam proses pengolahan

makanan. Jenis sampah ini terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran dari pengolahan.

b. Sampah kering, yaitu sampah kering yang terdiri dari sampah yang berasal dari rumah penduduk, pusat perdagangan, kantor, misalnya kertas karbon,


(50)

kardus, plastik, sobekan kain, dan lain-lain. c. Sampah abu

Yaitu sisa-sisa pembakaran zat-zat yang mudah terbakar, baik dirumah, kantor maupun industri.

d. Binatang mati

Yaitu sampah biologi berupa bangkai-bagkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau kecelakaan.

e. Sampah dari pembersihan jalan

Yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, baik dengan

tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas, daun-daunan dan lainnya.

f. Sampah industri

Yaitu sampah yang terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri, pengolahan hasil bumi dan industri lainnya

g. Sampah khusus

Yaitu termasuk sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengolahannya misalnya kaleng cet, film bekas, radio aktif, zat teknik dan

lain-lain.

h. Rongsokan kenderaan.

Yaitu sampah yang terdiri dari kenderaan bekas milk umum dan pribadi dan suku cadang kenderaan bekas seperti ban mobil, becak dan lain-lain.


(51)

2.6. Sistem Pengelolaan Sampah

Notoarmodjo (2003:168) menjelaskan bahwa sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab penyakit, dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit. Oleh karena itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat.

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu

dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat Kelima aspek tersebut diatas ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, organisasi, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri.


(52)

(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)

Gambar 1. Skema Manajemen Pengelolaan Sampah

2.6.1. Aspek Teknik Operasional

Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek persampahan. Perencanaan system persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara


(53)

Pengelolaan Sampah di Permukiman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.

(Sumber: Standar Nasional Indonesi(SNI 19-2454-2002)

Gambar 2. Teknis Operasional Pengelolaan Sampah

Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan.


(54)

1. Penampungan sampah

Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektivitas tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002).

2. Pengumpulan sampah

Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikelompokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :

a. Pola Individual

Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.


(55)

Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 3. Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung

b. Pola Komunal

Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan.

Sumber: SNI 19-2454-2002

Gambar 4. Pola Pengumpulan Sampah Komunal

Sumber Sampah Pengumpulan Pengangkutan

TPA

Sumber Wadah Pengangkutan


(56)

3. Pemindahan sampah

Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur kembali.

4. Pengangkutan sampah

Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga

tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat.

Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman.


(57)

5. Pembuangan akhir sampah

Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu :

a. Metode Open Dumping

Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.

b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)

Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)

Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir


(58)

jam operasi.

2.6.2. Aspek Kelembagaan

Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup

bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola.

Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, system pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI

19-2454-2002).

Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di Indonesia disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut :


(59)

Tabel 1. Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan No. Kategori Kota Jumlah Penduduk

(jiwa)

Bentuk Kelembagaan

1 Kota Raya (metropolitan) Kota Besar

>1.000.000 500.000-1.000.000

Perusahaan Daerah, Dinas tersendiri

2 Kota Sedang 250.000-500.000 Dinas tersendiri

3 Kota Sedang II 100.000-250.000 Dinas/ Suku Dinas, -

UPTD/ PU, Seksi/ PU

4 Kota Kecil 20.000-100.000 UPTD/ PU, - Seksi/

PU Sumber : SNI T-13-1990

2.6.3. Aspek Pembiayaan

Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan

sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari retribusi.

Menurut SNI – T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari

biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut : Biaya pengumpulan 20 % - 40 %

Biaya pengangkutan 40 % - 60 % Biaya pembuangan akhir 10% - 30 %.


(60)

Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain: penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal ± 10 % dari APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional pengelolaan sampah.

Di Indonesia, besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya ± 0,5 % dan maksimum 1 % dari penghasilan per rumah tangga per bulan.

2.6.4. Aspek Peraturan/ Hukum

Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturan-peraturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yang

meliputi:

Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan. Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan.

Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan kebersihan

Peraturan–peraturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pembayaran retribusi.


(61)

2.6.5. Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan.

Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan kerja bakti, penyediaan tempat sampah.

2.7. Dampak Jika Sampah Tidak Dikelola

Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2010:5) menjelaskan sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,

rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya. Bahkan sampah bisa berasal dari puing-puing bahan bangunan dan besi-besi tua bekas kendaraan bermotor.


(62)

Jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu:

1. Dampak terhadap Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal

dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

d. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa

(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2. Dampak terhadap Lingkungan


(63)

akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

3. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang

kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.


(64)

memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

Meskipun sampah membawa dampak yang pada dasarnya tidak baik apabila dikelola secara tidak baik pula Tetapi sebaliknya apabila dikelola sampah juga bisa bermanfaat. Menurut Sofian (2010:2) sampah sebenarnya masih bisa dimanfaatkan, asalkan mau memilahnya antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan dan

terurai menjadi menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau. Sementara itu sampah anorganik adalah sampah yang tidak bisa mengalami pelapukan.

2.8. Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pemberdayaan (Dinas Pendidikan Nasional, 2003:242) adalah proses, cara, perbuatan memberdayakan. Pemberdayaan pada dasarnya terbentuk oleh ide untuk menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri. Pada proses pemberdayaan, salah satu penekanannya adalah pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat, agar individu di dalam masyarakat menjadi lebih berdaya. Dengan kata lain, proses pemberdayaan masyarakat sering disebut dengan istilah peran


(65)

serta masyarakat atau popular dengan istilah Pembangunan Bertumpu Kepada Masyarakat (Community Based Development).

Istilah peran serta sering juga disebut dengan partisipasi. Partisipasi tersebut secara umum mempunyai pengertian sebagai suatu usaha berkelanjutan, yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, baik secara aktif maupun pasif.

Ada banyak alasan yang dapat diberikan untuk menyertakan masyarakat

dalam kebijakan. Salah satunya adalah realita bahwa permasalahan yang ada di dalam masyarakat saat ini berkembang secara cepat, dinamis, dan semakin

bervariasi serta rumit, sehingga tanpa keterlibatan masyarakat maupun pihak-pihak diluar pemerintah, maka akan menyulitkan pemerintah sendiri bila bersikeras untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada di dalam masyarakat seorang diri.

Dengan berkembangnya kompleksitas, keterkaitan dan kepastian isu-isu, serta kecepatan perubahan dari situasi, mengandalkan banyak orang dan kelompok sudah barang tentu akan membantu dalam mencapai sebuah pandangan yang seimbang terhadap suatu isu. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat menjadi

penting. Di samping itu, partisipasi masyarakat menjadi bagian penting dalam penentuan kebijakan publik.

Paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang benar adalah pemerintah memerintah berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat demi menjamin


(66)

kepentingan bersama seluruh rakyat. Untuk menciptakan clean environmental management dan good environmental governance, menuntut peryaratan adanya keterbukaan, kesetaraan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta akuntabilitas.

Lahirnya pemikiran pembangunan partisipasi dilatarbelakangi oleh program, proyek dan kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar komunitas. Kenyataan konsep pembangunan ini sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Karena itu dilakukan reorientasi terhadap strategi pembangunan masyarakat yang lebih mengedepankan partisipasi

dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu diperlukan seperangkat teknik-teknik yang dapat menciptakan kondisi adanya pemberdayaan masyarakat melalui proses pembangunan masyarakat secara partisipatif.

Kaitan partisipasi dengan pembangunan adalah sebagai berikut :

1. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terutama berlangsung dalam proses politik tetapi juga dalam proses sosial hubungan antar

kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat.

2. Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam memobilisasi sumber-sumber pembiayaan dalam pembangunan, kegiatan produktif yang serasi,


(67)

pengawasan sosial atas jalannya pembangunan, dan lain-lain.

3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara

berkeadilan. Bagian - bagian daerah ataupun golongan-golongan masyarakat tertentu dapat ditinggalkan keterlibatannya dalam bentuk kegiatan produktif mereka melalui perluasan kesempatan-kesempatan dan pembinaan tertentu.

Masyarakat hendaknya perlu dilibatkan dalam tiap proses pembangunan, yang meliputi:

1. Identifikasi permasalahan, dimana masyarakat bersama perencana ataupun pemegang otoritas kebijakan tersebut mengidentifikasikan persoalan dalam

diskusi kelompok, identifikasi peluang, potensi dan hambatan

2. Proses perencanaan, dimana masyarakat dilibatkan dalam penyusunan rencana dan strategi dengan berdasarkan pada hasil identifikasi.

3. Pelaksanaan proyek pembangunan, dimana masyarakat merupakan pelaku

dalam pembagunan

4. Evaluasi, yaitu masyarakat dilibatkan untuk menilai hasil pembangunan yang telah dilakukan, apakah pembangunan memberikan hasil guna ataukah justru masyarakat dirugikan dengan proses yang dilakukan, merupakan inti dari

proses evaluasi ini

5. Mitigasi, yakni kelompok masyarakat dapat terlibat dalam mengukur sekaligus mengurangi dampak negatif pembangunan


(68)

dapat berkelanjutan. Dalam tahap ini juga dimungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian berkaitan dengan situasi dan informasi terakhir dari program pembangunan yang telah dilaksanakan.

Partisipasi bukanlah proses yang seragam, namun lebih merupakan suatu rangkaian pendekatan yang meliputi bentuk dan cara seperti:

1. Berbagi informasi : informasi searah kepada masyarakat, misalnya tentang suatu penyampaian kebijakan pemerintah atau sosialisasi peraturan pemerintah melalui surat kabar, majalah, brosur, selebaran, poster, tayangan radio, televisi, dan lain-lain.

2. Konsultasi atau dialog : informasi dua arah diantara pemerintah dan

masyarakat, misalnya evaluasi partisipatoris terhadap suatu proyek atau kegiatan di suatu daerah, pertemuan-pertemuan / rapat-rapat konsultatif, penilaian warga terhadap manfaat yang mereka terima dari suatu proyek atau kegiatan, kunjungan ke lapangan, wawancara terhadap warga suatu kelurahan/desa untuk mengetahui secara langsung manfaat suatu kegiatan.

3. Kerjasama : berbagi peran/tugas dalam proses pengambilan keputusan;

perencanaan partisipatoris, lokakarya untuk menetapkan peran dan prioritas

kerja para stakeholders mencakup kepanitian bersama, pembentukan gugus; pembagian tugas dan tanggung jawab dalam implementasi proyek atau aktivitas; serta mengadakan berbagai pertemuan untuk mengatasi perbedaan pendapat dan melakukan evaluasi bersama atas rancangan kebijakan dan revisi


(1)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan armada pengangkutan sampah belum optimal. Dengan armada pengangkutan yang terdiri dari 18 unit Arm Roll Truck yang beritasi 6 trip/hari, 18 unit Dump Truck yang beritasi 2 trip/hari, 86 unit Typer Truck yang beritasi 2 trip/hari dan 30 unit Compactor Truck yang beritasi 2 trip/hari ternyata hanya mampu mengangkut 79,24 % atau 3.396 m3 dari total timbulan sampah Kota Medan.

2. Ritasi pengangkutan sampah dengan menggunakan Arm Roll Truck saat ini adalah 6 rit/hari, yang mana nilai ini telah melebihi batasan optimal kemampuan pengangkutan dalam satu hari, yaitu sebesar 4 rit/hari/truk pengangkut. Sementara itu, ritasi pengangkutan sampah dengan menggunakan Dump Truck dan Typer truck masih bisa ditingkatkan lagi menjadi 3 trip perhari.

3. Kemampuan pengangkutan sampah yang ada saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi dan umur kendaraan. Umur efektif pemakaian kendaraan adalah 7 tahun. Rata-rata umur kendaraan pengangkut sampah yang digunakan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan telah mencapai lebih dari 7 tahun. Untuk pengangkut sampah jenis Typer Truck 96,5 % atau 83 unit telah berumur 15


(2)

tahun. Sedangkan untuk jenis Arm Roll Truck yang berjumlah 18 unit, ternyata 88,9 % berumur di atas 7 tahun.

4. Lokasi penempatan TPS atau kontainer yang strategis adalah di lahan yang menjadi milik Pemerintah Kota, agak jauh dari pemukiman, dapat dilalui oleh kendaraan/truk pengangkut sampah serta pengangkutan sampahnya tidak boleh lebih dari satu hari (24 jam). Sistem TPS yang tepat untuk Kota Medan adalah jenis kontainer tertutup atau dengan sistem transfer depo.

5. Penanganan sampah dengan Sistem Open Dumping yang saat ini diterapkan di TPA Sampah Namo Bintang sangat mempengaruhi kualitas lingkungan hidup di TPA. Hal ini ditunjukkan dari kualitas air lindi yang telah melebihi Baku Mutu Lingkungan, sedangkan kualitas udara ambien di TPA Namo Bintang masih memenuhi Baku Mutu Lingkungan.

5.2. Saran

1. Di bidang kelembagaan harus ada pemisahan peran yang jelas antara pembuat peraturan/kebijakan, pengatur/pembina dan pelaksana (operator).

2. Perlu penambahan jumlah Gerobak sampah dan TPS (kontainer) yang sesuai dengan kriteria standar, sehingga jumlah sampah yang terkumpul dapat diangkut dalam waktu kurang dari 24 jam.

3. Perlu dilakukan peremajaan terhadap kendaraan pengumpul/gerobak dan truk pengangkut sampah, serta penambahan jumlah armada pengangkutan sampah


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku:

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Basriyanta, 2007, Memanen Sampah, Yogyakarta: Kanisus.

Dwiyanto, Agus, 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyajarta: Gadjah Mada University Press.

Gallion, Arthur B, dan Eisner, Simon, 1996, Pengantar Perancangan Kota, Alih Bahasa Sussongko dan Januar Wahtu Indarto, Jakarta: Erlangga.

Hardjasoemantri, Koesnadi, 2002, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Herdiansyah, Haris, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Empat.

Hersey, Paul dan Blanchard, Ken, 1992, Manajemen Perilaku Organisasi, Terjemahan Agus Dharma, Jakarta: Erlangga.

Kaleka, Norbertus, 2010, Kompos Dari Sampah Keluarga, Surakarta: Delta Media.

Moenir, HAS, 2010, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J, 1998, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya. Nasional, Dinas Pendidikan, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN.

Balai Pustaka.

Nasution, S dan Thomas, M, 2010, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi Disertasi Makalah, Jakarta: Bumi Aksara.


(5)

Notoatmodjo, Soekijo, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta.

________________, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta. PS. Tim Penulis, 2010, Penanganan dan Pengolahan Sampah, Jakarta: Penebar

Swadaya.

Purwendro, Setyo dan Nurhidayat, 2010, Mengolah Sampah Untuk Pupuk Pestisida Organik, Jakarta: Penebar Swadaya.

Putra, Ida Bagus Wyasa, dkk, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Bandung: Refika Aditama.

Siahaan, NHT, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Erlangga.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.

Slamet, Juli Soemirat, 2009, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soefian, 2010, Sukses Membuat Kompos Dari Sampah, Jakarta: Agro Media Pustaka.

Soekanto, Soerjono, 2004, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudrajat, 2006, Mengelola Sampah Kota, Jakarta: Penebar Swadaya. Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.

Suratmo, F. Gunawan, 2007, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Thoha, Miftah, 2008, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Jakarta: Prenada Media Group.


(6)

Andi.

Wirartha, I Made, 2006, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Yogyakarta: Andi.

B. Internet/Makalah:

Kelompok Mahasiswa Prodi Matematika, “Mengkritis Clean and Good Governance di Indonesia”

Sepriyanto, “Syariat Islam Dalam Mewujudkan Clean Governance and Good Government”

Wikipedia Indonesia, “Kota”,


Dokumen yang terkait

Peran Dinas Kebersihan Kota Medan Dalam Penanganan dan Pengelolaan Sampah di Kota Medan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Baru)

1 26 84

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

3 30 109

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

0 0 15

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

0 0 8

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

0 0 22

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Pengelolaan Bank Sampah Mutiara Dalam Menciptakan Kebersihan di Lingkungan Xviii Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2016 Appendix

0 0 6

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG BERKELANJUTAN (Studi tentang Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Semarang) - Unissula Repository

1 1 141

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG BERKELANJUTAN (Studi tentang Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Semarang) - Unissula Repository

1 2 139