Perbuatan Tidak Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada yang Berwenang dalam Perspektif Hukum Pidana

(1)

PERBUATAN TIDAK MELAPORKAN PEMAKAI NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum Oleh : S

SIIHHAARR MMAARRUULLII TTUUAA SSIIHHOOTTAANNGG NIM. 080200410

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

PERBUATAN TIDAK MELAPORKAN PEMAKAI NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum Oleh : S

SIIHHAARR MMAARRUULLII TTUUAA SSIIHHOOTTAANNGG NIM. 080200410

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH Pembimbing I

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum

Pembimbing II

AbulKhair, SH. M.,Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rakhmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Perbuatan Tidak Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada Yang Berwenang Dalam Perspektif Hukum Pidana”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

- Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH, sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis.

- Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

- Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya Universitas Sumatera Utara.


(4)

tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, semoga kebersamaan yang kita jalani ini tetap menyertai kita selamanya.

Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2012 Penulis

Sihar Maruli Tua Sihotang


(5)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metodologi Penulisan ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II. LATAR BELAKANG YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT/ORANG TUA HARUS MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG ... 19

A. Peranan Orang Tua Dalam Mendidik Anak ... 19

B. Faktor Penyebab Anak Terlibat Narkotika ... 22

C. Latar Belakang Yang Menyebabkan Masyarakat/Orang Tua Harus Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang ... 28 BAB III KEDUDUKAN MASYARAKAT/ORANG TUA YANG


(6)

MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA DALAM

PERKARA PIDANA ... 33

A. Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika ... 33

B. Lembaga Terkait Dalam Penanggulangan Narkotika ... 55

C. Kedudukan Masyarakat/Orang Tua Yang Melaporkan Pecandu Narkotika Dalam Perkara Pidana ... 58

BAB IV. AKIBAT HUKUM TERHADAP MASYARAKAT/ORANG TUA YANG TIDAK MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG ... 65

A. Penegakan Hukum Terhadap Pecandu Narkotika ... 65

B. Sanksi Hukum Terhadap Pecandu Narkotika ... 70

C. Akibat Hukum Terhadap Masyarakat/Orang Tua Yang Tidak Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAK

PERBUATAN TIDAK MELAPORKAN PEMAKAI NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Oleh : S

SIIHHAARR MMAARRUULLII TTUUAA SSIIHHOOTTAANNGG NIM. 080200410

Kondisi dari kepentingan keberadaan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menitikberatkan pelaksanaan penyembuhan kepada pemakai narkotika memberikan konsekuensi kerjasama dari semua pihak, termasuk orang tua anak pecandu narkotika yang masih di bawah umur untuk dapat melaporkan anaknya tersebut ke lembaga yang berwenang seperti pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sehingga dengan tindakan pelaporan tersebut dapat diambil tindakan bagi upaya penyembuhan anak dari kecanduan narkotika. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga memberikan suatu sanksi pidana bagi orang tua yang tidak melaporkan anaknya ke pihak berwenang apabila terkait dengan kecanduan narkotika berupa kurungan selama 6 bulan. Permasalahan yang diajukan adalah Apakah latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang, bagaimana kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana serta bagaimana akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan latar Belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada berwenang adalah keberadaan pecandu itu sendiri yaitu seorang anak yang patut untuk segera mendapatkan penyembuhan karena ketergantungannya sebagai pecandu narkotika. Kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana adalah sebagai orang tua yang memiliki kewajiban melakukan pemeliharaan dan pendidikan kepada anak, sehingga orang tua bertanggungjawab untuk melapokan anaknya apabila orang tua mengetahui bahwa anaknya adalah pecandu. Akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang maka orang tua tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Kepada orang tua hendaknya dapat bersikap arif dalam kaitannya dengan dengan sikap kecanduan narkotika yang terdapat dalam keluarga, dengan cara menghilangkan rasa malu dan berusaha melaporkan anaknya tersebut kepada instansi yang berwenang.


(8)

ABSTRAK

PERBUATAN TIDAK MELAPORKAN PEMAKAI NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Oleh : S

SIIHHAARR MMAARRUULLII TTUUAA SSIIHHOOTTAANNGG NIM. 080200410

Kondisi dari kepentingan keberadaan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menitikberatkan pelaksanaan penyembuhan kepada pemakai narkotika memberikan konsekuensi kerjasama dari semua pihak, termasuk orang tua anak pecandu narkotika yang masih di bawah umur untuk dapat melaporkan anaknya tersebut ke lembaga yang berwenang seperti pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sehingga dengan tindakan pelaporan tersebut dapat diambil tindakan bagi upaya penyembuhan anak dari kecanduan narkotika. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga memberikan suatu sanksi pidana bagi orang tua yang tidak melaporkan anaknya ke pihak berwenang apabila terkait dengan kecanduan narkotika berupa kurungan selama 6 bulan. Permasalahan yang diajukan adalah Apakah latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang, bagaimana kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana serta bagaimana akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan latar Belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada berwenang adalah keberadaan pecandu itu sendiri yaitu seorang anak yang patut untuk segera mendapatkan penyembuhan karena ketergantungannya sebagai pecandu narkotika. Kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana adalah sebagai orang tua yang memiliki kewajiban melakukan pemeliharaan dan pendidikan kepada anak, sehingga orang tua bertanggungjawab untuk melapokan anaknya apabila orang tua mengetahui bahwa anaknya adalah pecandu. Akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang maka orang tua tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Kepada orang tua hendaknya dapat bersikap arif dalam kaitannya dengan dengan sikap kecanduan narkotika yang terdapat dalam keluarga, dengan cara menghilangkan rasa malu dan berusaha melaporkan anaknya tersebut kepada instansi yang berwenang.


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap hari terjadi hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnnya. Pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peraturan hukum. Salah satu contoh dari peristiwa tersebut penyalahgunaan narkotika yang pada akhir-akhir ini sudah sangat mencemaskan.

Masalah penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah nasional maupun masalah internasional yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Hampir setiap hari terdapat berita mengenai masalah penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika berupa ketergantungan terhadap zat-zat tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan jasmani dan jiwa, menyebabkan penderitaan dan kematian. 1

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Sehingga diperlukan upaya pembinaan dan perlindungan terhadap anak agar anak terhindar dari penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum.

Anak didalam perkembangannya menuju ke alam dewasa memasuki masa remaja yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Pada masa remaja seorang anak dalam suasana atau keadaan peka, karena kehidupan emosionalnya yang sering berganti-ganti. Rasa ingin tahu yang lebih


(10)

dalam lagi terhadap sesuatu yang baru, kadangkala membawa mereka kepada hal-hal yang bersifat negatif. Para remaja pada usia ini merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan masih memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menolak ajakan negatif dari temannya.

Mereka kurang mampu menghindari ajakan tersebut, apalagi keinginan akan mencoba hal-hal yang baru. Remaja berada dalam tahap pencarian identitas sehingga keingintahuan mereka sangat tinggi, apalagi iming-iming dari teman mereka bahwa narkotika itu nikmat dan menjadi lambang sebagai anak gaul ditambah lagi dengan lingkungan pergaulan di kalangan anak remaja yang cenderung tidak baik maka memudahkan para pengedar narkotika untuk memasarkan narkotika, bahkan juga ada diantara anak remaja tersebut yang tidak hanya menjadi pemakai narkotika, bahkan terlibat dalam jaringan perdagangan narkotika seperti yang diberitakan dalam berbagai media massa. Terjadinya penyalahgunaan narkoba sebagian besar dimulai sejak usia remaja, karena remaja paling mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya termasuk dalam penggunaan narkotika. Para remaja melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang modern bagi remaja.2

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

1

Badan Narkotika Nasional, 2003, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba (Penyebab, Pencegahan dan Perawatannya), Jakarta: Badan Pendidikan Pencegahan dan Kampanye Penyadaran Akan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja, Halaman 1.

2

Agung Yudha Adi Nugraha, “Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Penyalahgunaan Narkoba Di Wilayah Hukum Poltabes Palembang (Suatu Perspektif Control Social, Labeling dan Re-Integrative Shaming Theory), Mei 2012.


(11)

perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, prilaku penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh dan pergaulan lingkungan masyarakat yang kurang sehat juga menyebabkan seseorang anak dapat terjerumus dalam kejahatan termasuk menjadi pecandu narkotika.

Menilai keadaan tersebut serta keadaan bahwa tidak efektifnya pemberian sanksi pidana bagi anak sebagai pecandu narkotika maka Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Narkotika mencoba mengakomodasi kepentingan perlindungan hukum anak pecandu narkotika dalam suatu bentuk rehabilitasi dan peyembuhan. Tidak saja meliputi unsur anak, Undang-Undang No 35 tahun 2009 melihat pengguna sebagai korban maka masa menjalani pengobatan dan / atau perawatan bagi pecandu narkotika.3

Siapapun yang terlibat menggunakan narkotika wajib melapor atau orang tua yang mengetahui anaknya menggunakan narkotika melaporkan kepada petugas. Menurut undang-undang yang baru mereka (pemakai narkotika) tidak lagi ditindak seperti pelaku kriminal yang dijebloskan ke penjara, sebab pemakai adalah korban.

Ketentuan ini berbeda dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang NArkotika, sebab pemakai juga di anggap sebagai kriminal yang hukumannya disamakan dengan pelaku kriminal yang lain. Sehingga mereka yang hanya pemakai dan kadang kadang masih di bawah umur akan bergaul dengan penjahat kelas kakap, dan akibat mereka akan bertambah jahat.

Kondisi dari kepentingan keberadaan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menitikberatkan pelaksanaan penyembuhan kepada pemakai narkotika memberikan konsekuensi kerjasama dari semua pihak, termasuk orang tua anak pecandu narkotika yang masih di bawah umur untuk dapat melaporkan anaknya tersebut ke lembaga yang berwenang seperti pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sehingga dengan tindakan pelaporan tersebut dapat diambil tindakan bagi upaya penyembuhan anak dari kecanduan narkotika. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga memberikan suatu sanksi pidana bagi orang tua yang tidak melaporkan anaknya ke pihak berwenang apabila terkait dengan kecanduan narkotika berupa kurungan pidana selama 3 bulan. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 55 ayat (1) junto Pasal 134 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:

3

Totok Yuliyanto, “Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika Dalam Uu No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”, Dialog satu tahun pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, Halaman 5.


(12)

Pasal 55 ayat (1):

Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 134:

(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Sebagai suatu bentuk kepatuhan hukum masyarakat tentunya apa yang diatur oleh Undang-Undang Narkotika tentang ketentuan melaporkan anak di bawah umur sebagai pencandu narkotika dan juga adanya ancaman sanksi berupa pidana kurungan selama 6 bulan bagi orang tua yang tidak melaporkan anaknya sebagai pecandu narkotika tidak sedemikian saja dapat terjadi. Dapat saja dimungkinkan terjadi meskipun ada sanksi pidana tersebut orang tua tetap tidak memberikan kerjasamanya untuk melaporkan anaknya yang kecanduan narkotika, dengan alasan malu, tidak memiliki waktu, sebagai pengajaran terhadap anak, dan takut berurusan dengan masalah hukum. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat tidak sedemikian mudah diancam dengan sanksi hukum terhadap suatu perbuatan tertentu. 4

Apabila ditelaah dari perspektif hukum pidana sebagai dasar pengaturan pelanggaran norma yang ada di tengah masyarakat termasuk perihal kecanduan narkotika harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan hukum tersebut seperti anak pecandu narkotika, orang tua dan pemerintah, sehingga apa yang diharapkan dari keberadaan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat berjalan sesuai dengan tujuan dasar diundangkannya undang-undang tersebut, bukan semata-mata untuk menakuti masyarakat. Adapun tujuan dasar dari diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat dilihat pada point-point menimbang undang-undang tersebut, khususnya point menimbang b yang berbunyi:

Bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan

4


(13)

pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.5

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 berupaya menekankan pentingnya pelaporan pecandu narkotika kepada instansi tertentu yang menangani penyembuhan pecandu narkotika itu sendiri, sehingga apabila hal tersebut dilanggar maka dari perspektif hukum pidana pelaku tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat suatu dimensi ketertarikan penulis membahas judul ini khususnya dengan mengkaitkannya pada latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang dengan judul skripsi “Perbuatan Tidak Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada Yang Berwenang Dalam Perspektif Hukum Pidana”.

B. Perumusan Masalah

Masalah dapat dirumuskan sebagai suatu pernyataan tetapi lebih baik dengan suatu pertanyaan. Keunggulan menggunakan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan ini adalah untuk mengontrol hasil dan penelitian.

Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang?

b. Bagaimana kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang?

5


(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah, untuk :

1. Untuk mengetahui latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang.

2. Untuk mengetahui kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang.

Manfaat penelitian didalam pembahasan skripsi ditunjukkan kepada berbagai pihak terutama :

a. Secara teoritis kajian ini diharapkan memberikan kontribusi penelitian perihal pelaksanaan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika.

b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait baik itu pihak yang terkait langsung dengan penanggulangan penyalahgunaan narkotika maupun orang tua.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Perbuatan Tidak Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada Yang Berwenang Dalam Perspektif Hukum Pidana” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri,dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.


(15)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perbuatan Tidak Melaporkan

Melaporkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah memberitahu-kan.6 Melaporkan dalam hal ini adalah melaporkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 35 Tahun 2011 tentang Narkotika, yang berbunyi:

1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak melaporkan pecandu narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberikan pengertian terhadap perbuatan tidak melaporkan. Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perbuatan melaporkan tersebut adalah merupakan suatu kewajiban orang tua atau wali terhadap anak yang belum cukup umur apabila diketahuinya anak tersebut merupakan pecandu narkotika.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya menjelaskan perbuatan tidak melaporkan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana


(16)

sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (1) yang berbunyi:

“Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa perbuatan tidak melaporkan adalah terbit dari kewajiban orang tua atau wali terhadap anak yang masih di bawah umur dimana anak di bawah umur tersebut merupakan pecandu narkotika. Apabila orang tua atau wali tidak melaporkan maka orang tua tersebut dapat dikenakan sanksi pidana penjara.

Kenyataan ini menjelaskan bahwa perbuatan tidak melaporkan adalah merupakan salah satu tindak pidana di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kemudian Pasal 128 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan: Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.

Apabila perbuatan tidak melaporkan pecandu narkotika ini dikaitkan dengan bentuk tindak pidana yang diatur dalam KUHP maka hal tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan seseorang tentang niat orang lain untuk melakukan kejahatan. Dengan diketahui niat tersebut maka orang yang mengetahui niat tersebut memiliki kewajiban untuk melaporkannya. Apabila tidak dilaporkannya maka orang yang mengetahui niat tersebut dapat dikenakan sanksi pidana

6

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka,, halaman 640.


(17)

sebagaimana diatur dalam Pasal 165 KUHP yang berbunyi:

Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107 dan 108, 110 – 113, dan 115 – 129 dan 131 atau ada niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam bab VII dalam kitab undang-undang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 224, 228, 250 atau salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai surat kredit yang diperuntukan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.“

Jadi dalam hal ini adalah kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi, jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan, walaupun dalam Pasal 165 KUHP tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak kejahatan. Hal ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan, karena jika tidak diberitahukan segera maka orang tersebut dapat dikatakan memberi kesempatan pada seseorang untuk melakukan kejahatan.

2. Pecandu Narkotika

Pecandu adalah pemadat, penghisap candu, penggemar suatu bidang olah raga seperti sepak bola.7

Narkoba adalah salah satu dari bahaya terbesar yang mengancam eksistensi manusia. Bahatanya tidak hanya dalam bentuk-bentuk penyakit kronis yang ditimbulkannya, namun juga dalam bentuk hasil akhir yang sangat kronis dan

7


(18)

menyebabkan penyakit parur-paru.8

Sedangkan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan “Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis”.

Pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sulit untuk menemukan apa yang dimaksud dengan “pengguna narkotika” sebagai subyek (orang), yang banyak ditemukan adalah penggunaan (kata kerja). Menurut kamus bahasa Indonesia istilah “Pengguna” adalah orang yang menggunakan,9 bila dikaitkan dengan pengertian narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Narkotika maka dapat dikaitkan bahwa Pengguna Narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sinskripsi maupun semi sinskripsi yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika.

Penggunaan istilah pengguna narkotika digunakan untuk memudahkan dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika. Walaupun penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika kadang juga menggunakan narkotika, namun dalam tulisan ini yang penulis maksud pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri, bukan

8

Al Ahmady Abu An Nur, 2005, Saya Ingin Bertobat, tetapi …, Terjemahan Fadhli Bahri, Jakarta: Darul Falah, halaman 11.


(19)

penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika.10

Bila dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam UU Narkotika dapat ditemukan berbagai istilah antara lain :

1. Pecandu Narkotika sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13 UU Narkotika).

2. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 UU Narkotika)

3. Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika (Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika)

4. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat menggunakan, mendapatkan, memiliki, menyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu.

5. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis (Penejelasan Pasal 58 UU Narkotika)11

Keberagaman istilah untuk pengguna narkotika tersebut berpotensi membingungkan dan dapat menimbulkan ketidakjelasan baik dalam

merumuskan berbagai ketentuan didalam Undang-undang Narkotika maupun pada pelaksanaannya. Salah satu permasalahan akibat banyaknya istilah adalah keracunan pengaturan dimana Pasal 4 huruf d Undang-Undang Narkotika yang

9

Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, halaman 375.

10


(20)

menyatakan “UU Narkotika bertujuan: Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika”, namun dalam Pasal 54 Undang-Undang Narkotika menyebutkan “Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahguna Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dimana berdasarkan Pasal 54 hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi tidak diakui. Penyalah guna yang awalanya mendapatkan jaminan rehabilitasi, pada Pasal 127 UU Narkotika penyalah guna narkotika kemudiaan juga menjadi subyek yang dapat dipidana dan kehilangan hak rehabilitasinya, kecuali dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban narkotika.

3. Pihak Yang Berwenang

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 35 Tahun 2011 tentang Narkotika sebelumnya bahwa pihak yang berwenang dalam hal ini adalah pihak yang berwenang menerima laporan orang tua atau wali tentang anak yang menyalahgunakan narkotika. Pihak yang berwenang tersebut pada dasarnya adalah:

a. Pusat kesehatan masyarakat seperti Puskesmas. b. Rumah sakit,

c. Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

11


(21)

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.12

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan. Hal ini disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan yang bersangkutan. Perawat memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya memiliki subunit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, pos kesehatan desa maupun pos bersalin desa (polindes).13

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.14

Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang

12

Wikipedia Indonesia, “Pusat Kesehatan Masyarakat”, Diakses tanggal 1 Mei 2012.

13

Ibid.

14

Wikipedia Indonesia, “Rumah Sakit”, Diakses tanggal 1 Mei 2012.


(22)

miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.15

Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.

F. Metodologi Penulisan

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis yang mengarah penelitian hukum normatif, yaitu suatu bentuk penulisan hukum yang mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.16

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Sumber data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011

15

Ibid.

16

Asri Wijayanti, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: Lubuk Agung, halaman 43.


(23)

Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dan KUHP.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupu n Yahoo.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang

dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.


(24)

Bab II. Latar Belakang Yang Menyebabkan Masyarakat/Orang Tua Harus Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Peranan Orang Tua Dalam Mendidik Anak, Faktor Penyebab Anak Terlibat Narkotika, serta Latar Belakang Yang Menyebabkan Masyarakat/Orang Tua Harus Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang.

Bab III. KEDUDUKAN MASYARAKAT/ORANG TUA YANG MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA DALAM PERKARA PIDANA

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika, Lembaga Terkait Dalam Penanggulangan Narkotika serta Kedudukan Masyarakat/Orang Tua Yang Melaporkan Pecandu Narkotika Dalam Perkara Pidana

Bab IV. Akibat Hukum Terhadap Masyarakat/Orang Tua Yang Tidak Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Penegakan Hukum Terhadap Pecandu Narkotika, Sanksi Hukum Terhadap Pecandu Narkotika serta Akibat Hukum Terhadap Masyarakat/Orang Tua Yang Tidak Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.


(25)

BAB II

LATAR BELAKANG YANG MENYEBABKAN

MASYARAKAT/ORANG TUA HARUS MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA KEPADA YANG BERWENANG

A. Peranan Orang Tua Dalam Mendidik Anak

Harapan terbesar orang tua adalah ingin memiliki anak yang soleh, sopan, pandai bergaul, pintar dan sukses , tetapi harapan besar ini jangan sampai menjadi tinggal harapan saja. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut, itulah yang paling penting.

Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia sangatlah penting dan fundamental, keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya.

Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara baik maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama sekali.

Periode-periode kritis perkembangan anak tersebut meliputi:


(26)

1. Periode 1: Sel-sel otak yang berfungsi untuk melihat dan mendengar akan mencapai puncaknya saat usia 3-4 bulan lalu semakin menurun. 2. Periode 2: Sel-sel otak yang berfungsi untuk bicara dan bahasa akan

mencapai puncaknya saat berusia 8 bulan lalu semakin menurun.

3. Periode 3: Sel-sel otak yang berfungsi untuk fungsi kognitif (kecerdasan) akan mencapai puncaknya saat berusia 1-4 tahun lalu semakin menurun.17

Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.

Anak-anak pada masa peralihan lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada guru di sekolah, artinya orang tua harus banyak berkomunikasi dengan gurunya disekolah begitu juga sebaliknya, hal penting dalam pendidikan adalah mendidik jiwa anak. Jiwa yang masih rapuh dan labil, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dapat mengakibatkan pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa anak. Banyaknya tindakan kriminal yang dilakukan generasi muda saat ini tidak terlepas dari kelengahan bahkan ketidakpedulian para orang tua dalam mendidik anakanaknya.

17

Vera Farah Bararah, “Periode Kritis Perkembangan Otak Anak”, Diakses tanggal 12 Juni 2012.


(27)

Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain. Terlepas dari beragamnya asumsi masyarakat, ungkapan “buah tak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya” adalah sebuah gambaran bahwa betapa kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya. Supaya orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh karena itu harus terjalin kerjasama yang baik diantara kedua belah pihak. Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar berjalan dengan baik kerja sama diantara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam memperlakukan anak. Kalau saja dalam mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya pihak keluarga saja taupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi-mentah lagi karena ada dua rel yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk anak berkarakter ganda.

Memang pada kenyataannya tidak mudah untuk melaksanakan kesepahaman tersebut, tetapi kalau dilandaskan karena rasa cinta kepada anak tentunya apapun akan dilakukan, karena rasa cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kalau hal


(28)

ini sudah dimiliki oleh kedua belah pihak, hal ini merupakan modal besar dalam mendidik anak.

Setiap kejadian yang terjadi, baik di rumah ataupun di sekolah hendaklah dicatat dengan baik oleh kedua belah pihak sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, hal ini bisa dijadikan bahan untuk mengevaluasi sejauhmana perubahan-perubahan yang dialami oleh anak, baik sifat yang jeleknya ataupun sifat yang bagusnya, sehingga didalam penentuan langkah berikutnya bisa berkaca dari catatn-catatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak.

Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan diantara orang tua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu seperti apa yang tertulis di atas bahwa orang tua dan sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam mendidik anak, agar apa yang dicita-citakan oleh orang tua atau sekolah dapat tercapai, maka harus ada kekonsistenan dari kedua belah pihak dalam melaksanakan program-program yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

B. Faktor Penyebab Anak Terlibat Narkotika

Penyalahgunaan narkoba, merupakan suatu fenomena yang terjadi, karena beberapa faktor yang secara kebetulan telah terjalin menjadi satu, sehingga berakibat demikian. Faktor-faktor itu dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: 1. Faktor Individu


(29)

2. Faktor Lingkungan18

1. Faktor Individu

Sudah merupakan suatu kodrat bahwa manusia terdiri dari roh, jiwa dan raga. Idealnya roh, jiwa dan raga harus berfungsi secara seimbang. Jiwa manusia terdiri atas tiga aspek, yaitu kognisi (pikiran), afeksi (emosi, perasaan), konasi (kehendak, kemauan,psikomotor). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya. Di dalam masa perkembangan kejiwaan inilah kepribadian terbentuk, dan terbentuknya kepribadian itu sangat dipengaruhi oleh dinamika perkembangan konsep dirinya. Perkembangan ini dialami secara berbeda antara, individu yang satu dengan yang lain. Karenanya, tidak akan ada orang-orang yang persis sama. Di sini peran sifat bawaan lahir juga mempunyai andil yang cukup besar.

Dengan demikian, tidak ada manusia yang memiliki kesamaan secara mutlak antara seorang dengan yang lain. Mungkin kita jumpai ada orang -orang yang mirip. Mereka memiliki beberapa persamaan dalam satu atau beberapa hal, yaitu bentuk fisik, sifat, sikap, pendapat atau kegemaran, juga watak, temperamen dan perilakunya, namun tidak dalam segala hal. Masing-masing orang adalah unik. Keunikan itu terbentuk dari faktor intrinsik individu dan faktor dari luar yang telah mempengaruhi dinamika perkembangan konsep dirinya, sehingga terbentuklah berbagai macam karakter sifat dan sikap seseorang. Dengan kata lain setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda.

18

Who is Line, “Penyebab Penyalahgunaan Narkoba Pada Anak Dan Remaja”, Diakses tanggal 17 Juni 2012.


(30)

Dalam kaitan dengan penyalahgunaan narkoba faktor-faktor individu yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah terjerumus, sedang yang lain tidak mudah terjerumus, antara lain

a. Adanya gangguan kepribadian b. Faktor usia

c. Pandangan atau- keyakinan yang keliru d. Religiusitas yang rendah19

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan hidup mempunyai pengaruh besar terhadap jatuhnya anak remaja ke penyalahgunaan narkoba, terutama factor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, keadaan di sekolah, pengaruh teman sepergaulan dan keadaan masyarakat pada umumnya.

a. Faktor Keluarga

Keluarga mempunyai peranan penting di dalam pendidikan dan pembentukan karakter anak. Dari sejak dilahirkan anak diasuh di dalam keluarga, sehingga pertumbuhan dan perkembangan hidupnya tidak akan terlepas dari apa yang disediakan dan diberikan oleh keluarganya. Dengan kata lain, karakter atau kepribadian anak terbentuk oleh pola asuh yang sejak kecil diperolehnya. Walaupun anak mempunyai watak atau sifat bawaan yang diperoleh dari orang tua nya. Namun pengaruh lingkungan mempunyai andil yang besar dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian.

19


(31)

Keluarga yang tidak mengenal Tuhan, tidak harmonis, atau mempunyai tuntutan terlalu tinggi, tidak ada pendidikan keluarga, tidak ada dorongan dan bimbingan bagi anak-anaknya, tidak mengenal rasa cinta dan kasih sayang, kurang perhatian orang tua, keuangan yang bedebatan atau keadaan kekurangan, ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak secara kejiwaan atau secara emosi tidak berkembang dengan baik. Pada saat anak mencapai usia remaja yaitu masa pancaroba, bila kurang rasa percaya diri, emosinya masih labil ditambah lagi kurang mendapat pendidikan moral, tidak dapat berinteraksi dengan baik di dalam lingkungannya, sosialisasi kurang, maka anak akan mengalami frustrasi. Akibatnya adalah anak akan merasa tidak puas terhadap keadaan dirinya maupun lingkungannya. Pada masa pancaroba ini anak masih mempunyai keinginan yang tidak menentu. sering merasa kecewa karena yang didapatkan berbeda dengan yang diangan-angankan. Sering juga anak merasa ragu-ragu dan merasa kuatir serta ada kecemasan yang tidak disadari, ditambah dengan emosinya yang labil, maka anak atau remaja awal ini sering jadi emosional dan uring-uringan. Kalau ini berlangsung terus tanpa mendapat arahan atau pendidikan yang benar, akan berlanjut menjadi sikap anti sosial, perilakunya serba antagonistis. Akhirnya, dapat dengan mudah terjerumus ke kenakalan remaja atau penyalahgunaan Narkoba.

b. Faktor Lingkungan Tempat Tinggal

Tempat tinggal di daerah hitam atau tedalu padat penduduk, suasana hiburan yang menggoda, bagi anak-anak remaja awal, kebiasaan hidup orang-orang yang mempunyai aktivitas di tempat - tempat hiburan dan gayanya yang kurang


(32)

pas bagi anak-anak, sudahlah jelas bahwa ini mempunyai dampak negatif. Seperti halnya dengan anak anak dari keluarga mampu yang dapat dengan mudah membuang uang dan mencari hiburan di night club, diskotik, atau mencari tempat-tempat hiburan yang tidak sesuai untuk usianya, atau mengadakan pesta-pesta di rumah sendiri atau rumah teman, mungkin juga di vila-vila mewah milik orang tuanya. Yang jelas akibatnya sama saja, yaitu hidup lepas kendali dan terjerumus ke kenakalan remaja atau tersesat ke penyalahgunaan Narkoba.

c. Keadaan Di Sekolah

Sekolah yang merupakan tempat belajar mengajar kurang pendidikan budi pekerti, ditambah dengan perkembangan sosial di Indonesia yang tidak menentu ini, tawuran dan kenakalan remaja sudah dapat dikatakan mewabah kebanyak sekali sekolah-sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat sekolah menengah. Jadi, bukan merupakan jaminan, bahwa dengan pergi ke sekolah anak akan menjadi lebih baik, mungkin juga justru dari teman sekolahnya anak-anak atau remaja mengenal narkoba atau terlibat dengan kenakalan remaja.

Lingkungan sekolah memiliki iklim belajar dan bersahabat, tetapi juga merupakan ajang persaingan yang keras, ada yang ingin berprestasi, ada yang ingin terlihat bergengsi, ada yang ingin terlihat sok hebat dan ini akan membuat sebagian siswanya mengalami frustrasi. Bahkan ada sebagian yang ingin melarikan diri dari tuntutan untuk berprestasi. Murid yang demikian ini adalah murid yang mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anti sosial atau terlibat ke


(33)

dalam kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba. d. Pengaruh Teman Sebaya

Selain teman di sekolahnya anak-anak juga mempunyai pergaulan dengan teman sebayanya yang berasal dari luar sekolahnya. Teman-teman ini biasanya mempunyai pengaruh yang besar bagi anak-anak remaja , mereka merasa dekat satu sama lain dan biasanya sudah membentuk kelompok (Geng) mereka mempunyai rasa senasib dan sepenanggungan, rasa solidaritas tinggi. Dengan demikian, mereka akan dengan mudahnya melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan kelompoknya. Mereka tidak memikirkan baik buruknya, tetapi memikirkan apakah itu menyenangkan atau tidak. Juga tidak dipertimbangkan akan adanya risiko-risiko bagi dirinya. Bahkan, untuk memenuhi keinginannya agar diterima kelompoknya, mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang sebenarnya disadari merupakan perbuatan yang tidak baik.

e. Keadaan Masyarakat Pada Umumnya

Dengan memasuki era globalisasi, teknologi informatika berkembang dengan cepat dan sedemikian canggih, juga media cetak dan media audio-visual memiliki jangkauan yang jauh lebih luas dari pada sebelumnya, dan akibatnya banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia melalui media-media tersebut. Bagi kawula muda yang belum matang dan masih belum kukuh kuat iman maupun masih kurang pengertian akan nilai-nilai luhur kebudayaan Indonesia, akan dengan mudah mengadaptasi budaya-budaya luar yang kadang-kadang kurang pas bagi para remaja itu. Di dalam hiruk pikuk diskotik, night club dan tempat-tempat untuk mencari hiburan, pengedaran narkoba juga semakin


(34)

meningkat sehingga narkoba sangat mudah diperoleh dan harganya juga bervariasi, ada yang murah ada yang mahal, tergantung jenisnya. Dimulai dengan iseng-iseng dan coba-coba, akhirnya terjerumus . ke jurang penyalahguanaan narkoba.

C. Latar Belakang Yang Menyebabkan Masyarakat/Orang Tua Harus Melaporkan Pecandu Narkotika Kepada Yang Berwenang

Apabila dilihat secara sepintas tanpa memperdebatkan ketentuan hukum positif tentang narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada pihak yang berwenang adalah keberadaan pecandu itu sendiri yaitu seorang anak yang patut untuk segera mendapatkan penyembuhan karena ketergantungannya sebagai pecandu narkotika.

Apabila seorang anak yang sedang tumbuh dewasa tetap berada dalam lingkungan dan statusnya sebagai pecandu narkotika tanpa mendapatkan rehabilitasi tentunya keadaan tersebut akan mengakibatkan kehancuran masa depan si anak. Berdasarkan keadaan tersebut maka secara sepintas adalah merupakan suatu kepantasan bagi masyarakat atau orang tua untuk melaporkan pecandu narkotika kepada pihak yang berwenang terlebih-lebih orang tua yang memiliki anak sebagai pecandu. Perbuatan melaporkan tersebut tentunya memiliki tujuan yaitu agar si anak sebagai pecandu narkotika mendapatkan rehabilitasi dan sekaligus pula melepaskan ikatan antara anak dan narkotika dan mengembalikan status anak sebagai


(35)

harapan bangsa ke depannya.

Kehadiran seorang anak sebagai pencandu narkotika dalam keluarga, sangat mengganggu keharmonisan hubungan keluarga. Waktu anak masih dengan tidak sengaja memakai narkoba, kemudian mulai coba-coba mungkin orang tua belum tahu atau tidak menyadari bahkan kemungkinan besar orang tua tidak merasa terganggu. Tetapi ketika anak diam-diam sudah sering memakai dan muncul gejala kecanduan-tingkah laku anak mulai tak terkontrol, orang tua pun mulai terkena dampak serius. Keinginan memperoleh obat dan cara memperoleh yang tak terkendali sering tanpa sadar ditanggapi seperti gayung bersambut. Orang tua mudah marah, ngomel, dan kesal, tetapi ingin menolong dan melindungi anak dengan harga berapa pun.20

Kemudian karena sia-sia mereka merasa tak berdaya, bersalah, dan berdosa. Stigma ketidakmampuan mendidik (rasa malu dan dosa) menyebabkan orang tua menjadi makin tertutup bahkan dengan keluarga dekat dan lingkungannya. Proses tersebut bagai lingkaran setan, sering baru menyadari saat keterpurukan mencapai titik terendah. Titik kematian atau kehancuran lainnya sudah berada di depan mata. Semakin awal orang tua menyadari peranan yang seharusnya terhadap anak mereka, semakin baik dampaknya terhadap anak dan keluarga.

Salah satu pemecahan kebuntuan di atas adalah melaporkan sang

20

Rudi Qunsul, “Dukungan Keluarga Bagi Pecandu Narkoba”,


(36)

anak sebagai pecandu narkotika ke lembaga berwenang.

Uraian atau pandangan selintas sebagai pembuka bab di atas menjelaskan bahwa latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang adalah untuk fungsi rehabilitasi sehingga seorang anak yang belum dewasa dan pecandu narkotika dapat pulih dari ketergantungan narkotika dan kembali kepada fungsi awalnya sebagai anak.

Apabila kajian ini disikapi dengan melihatnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka perihal latar belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada pihak yang berwenang adalah adanya konsep mendahulukan rehabilitasi pecandu narkotika daripada penghukuman pecandu. Konsep rehabilitasi ini kemudian diikuti dengan sanksi hukum apabila orang tua tidak melaporkan anaknya sebagai pecandu narkotika kepada lembaga yang berwenang.

Perubahan yang mendasar dari Undang Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 ke Undang Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 adalah cara pandang negara terhadap pecandu narkotika. Undang-undang yang lama memandang pecandu narkotika sebagai pelaku kriminal, namun di undang-undang Narkotika yang baru, pecandu dinyatakan sebagai korban. Berdasarkan paradigma baru ini maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi.


(37)

Indonesia terhadap pecandu tercantum dalam Pasal 103 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 sebagai berikut:

Pasal 103:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 merupakan pembaharuan hukum pidana sebab Undang-Undang tersebut lebih memperhatikan kondisi pelaku penyalahgunaan narkotika “pecandu” yang lebih tepat dijatuhi vonis untuk menjalani rehabilitasi daripada menjalani hukuman penjara. Kemudian dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi sosial.

Dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 merupakan petunjuk teknis dalam menerapakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai syarat-syarat penjatuhan vonis rehabilitasi terhadap pecandu narkotika maupun korban penyalahgunaan narkotika.


(38)

adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang lebih fokus ataupun condong menganggap pecandu narkotika sebagai korban.

Kenyataan yang didapatkan di lapangan terhadap pelaku-pelaku pecandu narkotika adalah diterapkannya ketentuan pidana dengan sebagaimana yang diancamkan oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan permasalahan rehabilitasi tidak diterapkan secara baik. Artinya pihak kepolisian masih mendahulukan upaya refresif berupa penangkapan dan selanjutnya mengajukan terdakwa pecandu narkotika ke depan meja hijau daripada pelaksanaan pembinaan melalui cara rehabilitasi pecandu narkotika.


(39)

BAB III

KEDUDUKAN MASYARAKAT/ORANG TUA YANG MELAPORKAN PECANDU NARKOTIKA DALAM PERKARA PIDANA

A. Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika

Adapun perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana dalam Undang-Undang Narkotika meliputi:

1. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Narkotika Golongan I

Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa zat atau narkotika golongan I mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh sebab itu penggunaannya hanya diperbolehkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan bukan untuk terapi. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Bahkan di dalam penelitian pun jenis narkotika golongan I ini hanya dapat digunakan secara terbatas.

Penggunaan narkotika golongan I diluar kepentingan ilmu pengetahuan adalah merupakan tindak pidana, 21 seperti:

Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk

21


(40)

tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).


(41)

Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

2. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Narkotika Golongan II

Adapun tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan narkotika golongan II meliput i:

Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II,


(42)

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).


(43)

Pasal 121 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

3. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Narkotika Golongan III

Adapun tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan narkotika golongan III meliputi:

Pasal 122 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).


(44)

Pasal 124 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditambah 1/3(sepertiga)


(45)

4. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Produksi

Perlu diketahui bahwa narkotika hanya dapat diproduksi oleh pabrik yang memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan RI. Pengeratian produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika.22

Perbuatan yang berkaitan erat dengan produksi adalah mengolah, mengekstraksi, megkonversi, merakit atau menyediakan.

Pengertian Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.23

Berkaitan dengan ijin produksi, UU Narkotika menjelaskan Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.24

Dalam rangka pengawasan terhadap proses produksi, berdasarkan maka Undang-Undang Narkotika menjelaskan “Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9”. Selanjutnya Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.25

Ancaman pidana bagi mereka yang memproduksi narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum adalah:

22

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

23


(46)

Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat

24

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

25


(47)

(1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

5. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Ilmu Pengetahuan

Lembaga ilmu pengetahuan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta, yang kegiatannya secara khusus atau salah satu fungsinya adalah melakukan kegiatan percobaan, penelitian dan pengembangan, dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan narkotika untuk kepentingan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun tetap harus memperoleh ijin resmi terlebih dahulu dari Menteri.26 Pengertian Lembaga Ilmu Pengetahuan termasuk juga instansi pemerintah yang karena tugas dan fungsinya, berwenang melakukan pengawasan dan penyidikan serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Adapun jenis tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan adalah:

Pasal 147 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoitka:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:

a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;

b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;

c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;

26


(48)

atau

d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

6. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Ekspor dan Impor Narkotika Pengaturan ekspor dan impor narkotika dalam UU No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika meliputi :

a. Surat persetujuan ekspor dan surat persetujuan impor diatur dalam Pasal 15 sampai Pasal 22

Pelaksanaan impor dan ekspor narkotika, tunduk pada ketentuan Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan peraturan lain yang masih berlaku. Untuk melakukan impor dan ekspor, Menteri Kesehatan hanya memberi ijin kepada satu pedagang besar farmasi milik negara yang telah mempunyai ijin sebagai importir dan eksportir sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam keadaan tertentu, Menteri Kesehatan dapat memberikan ijin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara.

Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika.27 Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan.28

Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengekspor. Selain itu Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk

perdagangan luar negeri.

b. Pengangkutan, Pasal 23 sampai Pasal 28.

Pengangkutan narkotika meliputi pengangkutan impor dan pengangkutan ekspor, tunduk dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang. Pengertian pengangkutan adalah setiap kegiatan atau

27


(49)

serangkaian kegiatan memindahkan narkotika dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cara, moda atau sarana angkutan apapun.

Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.29

c. Transito, Pasal 29 sampai Pasal 32.

Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.

Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang: a. Nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika;

b. Jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan

c. Negara tujuan ekspor Narkotika.30

28

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

29

Pasal 25 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

30


(50)

7. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Penyaluran dan Peredaran Narkotika

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.31

Sedangkan peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.32

Pola penyaluran narkotika yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 adalah:

1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu;

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumah sakit.

2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan

31

Pasal 35 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

32


(51)

e. lembaga ilmu pengetahuan.

3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:

a. rumah sakit pemerintah;

b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu33

8. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Label dan Publikasi

Untuk memudahkan pengenalan sehingga memudahkan dalam pengendalian dan pengawasan, pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika.

Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).34

9. Tindak Pidana Narkotika Yang Berkaitan Dengan Penggunaan Narkotika dan Rehabilitasi

Pengguna adalah mereka yang menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan. Kepada mereka yang memiliki, menyimpan dan membawa narkotika dan untuk itu mereka harus mempunyai bukti cara memperoleh

33

Pasal 40 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

34


(52)

narkotika tersebut secara sah. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.35

Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.36

Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.37

Bagi mereka yang menyalahgunakan narkotika menurut Pasal 127 dapat dikenakan :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

10.Tindak Pidana Yang Menyangkut Tidak Melaporkan Pecandu Narkotika

Kewajiban bagi orang tua dan wali pecandu narkotika di bawah umur dan pecandu narkotika yang telah cukup umur adalah wajib untuk melaporkan atau melaporkan diri kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah.38 Ancaman bagi mereka yang melalikan kewajiban tersebut (orang tua dan wali) diatur dalam Pasal 128 ayat (1), yaitu Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,

35

Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

36

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

37

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

38


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Latar Belakang yang menyebabkan masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada berwenang adalah keberadaan pecandu itu sendiri yaitu seorang anak yang patut untuk segera mendapatkan penyembuhan karena ketergantungannya sebagai pecandu narkotika.

2. Kedudukan masyarakat/orang tua yang melaporkan pecandu narkotika dalam perkara pidana adalah sebagai orang tua yang memiliki kewajiban melakukan pemeliharaan dan pendidikan kepada anak, sehingga orang tua bertanggungjawab untuk melapokan anaknya apabila orang tua mengetahui bahwa anaknya adalah pecandu.

3. Akibat hukum terhadap masyarakat/orang tua yang tidak melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang maka orang tua tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). B. Saran

1. Kepada orang tua hendaknya dapat bersikap arif dalam kaitannya dengan dengan sikap kecanduan narkotika yang terdapat dalam keluarga, dengan cara menghilangkan rasa malu dan berusaha melaporkan anaknya tersebut kepada instansi yang berwenang.

2. Pemerintah melalui aparatur penegak hukumnya hendaknya dapat konsekwen menerapkan ketentuan rehabilitasi terhadap anak pecandu 85


(2)

narkotika bukan melakukan penghukuman dalam bentuk kurungan.

3. Masyarakat juga hendaknya berperan serta dalam memerangi kejahatan narkotika khususnya yang terjadi di lingkungan sekitarnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur:

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Al Ahmady Abu An Nur, 2005, Saya Ingin Bertobat, tetapi …, Terjemahan Fadhli Bahri, Jakarta: Darul Falah.

Arif Gosita, 1983, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo. Asri Wijayanti, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: Lubuk Agung. Badan Narkotika Nasional, 2003, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba (Penyebab,

Pencegahan dan Perawatannya), Jakarta: Badan Pendidikan Pencegahan dan Kampanye Penyadaran Akan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2007, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoab Sejak Usia Dini, Jakarta.

Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, 1997, Hukum Perdata Islam, Kompetensi Peradilan Agama Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodaqah, Bandung: Mandar Maju.

Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka.

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2010, Pedoman Penulisan Skripsi, Medan.

JCT Simorangkir dkk, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Satgas Luhpen Narkoba Mabes Polri Bermitra Dengan PT. Tempo Scan Pacific Tbk, 2001, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta: Ditbimmas Deops Polri.


(4)

B. Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika

KUHP.

C. Internet:

Admingarutnews, “Implementasi UU No 35 Tahun 2009 Peraturan Pemerintah Ri Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika”,

Agung Yudha Adi Nugraha, “Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Penyalahgunaan Narkoba Di Wilayah Hukum Poltabes Palembang (Suatu Perspektif Control Social, Labeling dan Re-Integrative Shaming Theory),

A. Kadarmanta, “Penegakan Hukum Bagi Pecandu Narkoba Paradigma UU

35/2009”,

Astaqanliyah, “Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit”,

Badan Narkotika Nasional, “Pencegahan Narkoba di Lingkungan Kerja”,

Chyntia Adhelia Andriana, “Bahaya Memakai Narkoba”,


(5)

I Wayan Gendo Suardana, “Urgensi Vonis Rehabilitasi Terhadap Korban Napza Di Indonesia”,

Kompas Forum, “Metode Pengobatan Pada Rehabilitasi narkoba”,

Putu Sudayasa, “Fungsi Utama Pusat Kesehatan Masyarakat (PusKesMas)”,

Rudi Qunsul, “Dukungan Keluarga Bagi Pecandu Narkoba”,

Scribd, “Pendahuluan”,

Shvoong.com, “Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit”,

Sunarto Ady Wibowo, “ Perwalian” Menurut K.U.H.P. Perdata Dan U.U. No. 1 Tahun 1974”,

Suryani, “Permasalahan Narkoba di Indonesia”,

Syaiful W. Harahap, “Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba Berdasarkan Vonis

Hakim”,

Thamrin Dahlan, “Paradigma Baru : Pecandu Narkoba Bukan Kriminal, Mereka Adalah Korban”,

Universitas Sumatera Utara, “Pendahuluan”,

Tanti Nurmalasari, “Mekanisme Penjatuhan Vonis Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Dalam Proses Persidangan”,

Totok Yuliyanto, “Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika Dalam Uu No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”, Dialog satu tahun pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS


(6)

di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara, “Pengaturan Hukum Tentang Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika”,

Vera Farah Bararah, “Periode Kritis Perkembangan Otak Anak”,

Who is Line, “Penyebab Penyalahgunaan Narkoba Pada Anak Dan Remaja”,

Wikipedia Indonesia, “Pusat Kesehatan Masyarakat”,