Latar Belakang Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

.BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah, terutama dalam pelaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa Depkes RI, 2007. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum BLU, diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil kinerja. Dari undang-undang tersebut, Badan Layanan Umum Daerah BLUD sebagai instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang danatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Untuk dapat menjadi BLUD suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelenggaran umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan auditbersedia untuk diaudit. Penerapan badan layanan umum daerah rumah sakit merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses penyempurnaan manajemen keuangan anggaran negara, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik serta efektifitas dari pelaksanaan kebijakan dan program sehingga petugas mampu mengoptimalkan tanggungjawabnya. Dalam menerapkan BLUD rumah sakit, sebagaimana dijelaskan Ilyas 2002 bahwa keberhasilan suatu rumah sakit ditentukan oleh faktor sumber daya manusia atau petugas kesehatan dan sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Faktor kemampuan petugas kesehatan sangat penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan daripada sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa adanya sumber yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka rumah sakit tersebut belum dapat berhasil mewujudkan visi, misi dan tujuan rumah sakit. Pegawai administrasi di rumah sakit memegang peranan penting dalam menyelenggarakan administrasi atau pengelolaan berbagai kebijakan yang dirumuskan oleh pimpinan. Seperti yang diungkapkan oleh Azwar 1996 bahwa tugas seorang administrator atau manajer di rumah sakit untuk merumuskan berbagai keputusan dan penyelenggaraan administrasi sebagai acuan rumah sakit dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip-prinsip BLUD yang berorientasi administrasi rumah sakit memegang peranan penting, sebagai sarana untuk mengukur kinerja suatu rumah sakit yang baik. Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang memberikan jasa pelayanan sosial di bidang medis klinis. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki keunikan tersendiri karena selain sebagai unit bisnis, usaha rumah sakit juga nemiliki misi sosial, di samping pengelolaan rumah sakit juga sangat tergantung pada status kepemilikan rumah sakit. Misi rumah sakit tidak terlepas dari misi layanan sosial, namun tidak dipungkiri bahwa dalam pengelolaan rumah sakit tetap terjadi konflik kepentingan dari berbagai pihak. Konflik kepentingan berbagai pihak ini dapat bersumber dari klasifikasi organisasi rumah sakit atau lingkungan luar rumah sakit. Selain itu, instansi rumah sakit semakin menjadi sorotan dan masyarakat mulai banyak menuntut nilai yang diperoleh atas pelayanan yang diberikan instansi pemerintah. Tuntutan tersebut diutarakan karena masyarakat masih merasa belum puas atas kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Beberapa rumah sakit masih memiliki kualitas jasa layanan yang masih sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya baik sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan peningkatan kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas jasa layanan rumah sakit harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya. Operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal antara lain adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi. Rumah sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah sebagai pelayanan publik merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Rumah sakit pemerintah menghadapi dilema antara misi melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dan adanya keterbatasan sumber dana, serta berbagai aturan dan birokrasi yang harus dihadapi. mengakibatkan rumah sakit pemerintah mengalami kebingungan apakah rumah sakit dijadikan sebagai lembaga birokrasi dalam sistem kesehatan ataukah sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak birokratis. Peraturan Pemerintah PP Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum BLU, maka setelah melalui proses, Rumah Sakit Umum Daerah Blangipide Aceh Barat Daya merupakan salah satu rumah sakit di Kabupaten Aceh Barat Daya menerapkan status pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah BLUD penuh sesuai Surat Keputusan Bupati Aceh Barat Daya Nomor 9003302011 tanggal 29 Desember 2011. RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya sebelum menjadi BLUD dana operasional bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran RKA. Anggaran biaya keuangan yang diprogramkan untuk kepentingan rumah sakit melalui pengesahan dari lembaga eksekutif dan legislatif daerah. Pengadaan barang dan jasa, obat-obatan, sarana operasional kerja, alat kesehatan dan kegiatannya mengacu pada RKA, apabila tidak sesuai dana tidak diperoleh atau dicairkan untuk biaya operasional rumah sakit. Penghasilan rumah sakit merupakan sumber pendapatan pemerintah daerah yang disetor setiap triwulan untuk dikelola pada tahun berikutnya. Pembiayaan rumah sakit disesuaikan dengan besarnya pendapatan daerah. Pegawai administrasi dalam menyelesaikan pertanggungjawaban pelayanan adminstrasi sebelum BLUD diselenggarakan setiap triwulan, penyelesaian administrasi laporan kegiatan kerja bulanan harus diselesaikan setiap tanggal 10 setiap bulan, dan penyelesaian penyusunan laporan keuangan diselenggarakan setiap tahun, Setelah RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya setelah ditetapkan BLUD, maka terjadi perubahan-perubahan ke arah yang lebih mempercepat hasil kerja pegawai administrasi seperti menyelesaikan pertanggungjawaban pelayanan adminstrasi diselenggarakan setiap bulan, penyelesaian administrasi laporan kegiatan kerja bulanan harus diselesaikan setiap tanggal 1 setiap bulan, dan penyelesaian penyusunan laporan keuangan diselenggarakan setiap bulan supaya dana yang tersedia dapat segera dipergunakan dan dimanfaatkan secara optimal, Manajemen RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya setelah ditetapkan BLUD, maka pengelolaan keuangan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sepenuhnya dikelola oleh rumah sakit. Setelah rumah sakit memiliki otonomi untuk mengelola anggaran pembiayaan rumah sakit, maka pelayanan kesehatan dirasakan lebih baik karena rumah sakit tidak perlu lagi menunggu aliran dana dari APBD untuk menyelenggarkaan pelayanan kesehatan terutama penyediaan obat-obatan. Jika dikaitkan dengan dana yang tersedia, belum dapat memenuhi atau mendukung kegiatanaktivitas rumah sakit. Pada umumnya dana tersebut lebih diutamakan untuk penyediaan obat-obatan bagi pasien untuk mempercepat kesembuhan penyakit pasien. Sedangkan biaya-biaya operasional rumah sakit lainnya masih disubsidi oleh pemerintah daerah antara lain gaji petugas kesehatan, penyediaan fasilitas alat-alat kesehatan, ketersediaan alat-alat kantor, makan pasien, biaya peningkatkan SDM dan biaya-biaya lainnya. Rumah sakit juga diberi azas pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan dengan menyampaikan laporan keuangan setiap bulannya ke Kantor Keuangan Pemda Aceh Barat Daya. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, maka rumah sakit menganggarkan dana 5 dari dana yang tersedia untuk peningkatan SDM petugas kesehatan. Walupun jumlahnya sedikit, tetapi dana tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilankemampuan petugas kesehatan yang penerapannya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kinerja perorangan individual performance dengan kinerja lembaga institutional performance atau kinerja perusahaan corporate performance mempunyai keterkaitan antara satu dengan lainnya, karena kinerja suatu lembaga atau organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku individu yang ada di dalam organisasi tersebut, sehingga berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku individu di dalamnya dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu Ruky, 2002. Kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi Cahyono, 2000. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja dibuat dengan menetapkan reward dan punishment system Ulum, 2009. Rumah sakit sebagai instansi pemerintah dalam mengukur kinerjanya tidak terlepas dari goood gavernance yaitu mampu mengendalikan suatu tata kelola yang baik agar cara dan penggunaan cara mencapai hasil sesuai dengan kehendak stake holders. Untuk itu penyelenggaraan good governance berkaitan dengan kinerja pegawai administrasi dengan indikator yang sering digunakan antara lain kualitas, kuantitas, ketetapan waktu, disipilin, efektifitas, komitmen kerja, insentif dan tanggung jawab Sutrisno, 2010: Prawirosentono, 1999. Menurut Depkes RI 2005 bahwa indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap seperti nilai Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Barat Daya berkelas C. Berdasarkan data jumlah kunjungan pasien tahun 2011 yaitu 5.141 orang dan tahun 2012 meningkat menjadi 5.209 orang. Target pendapatan yang diperoleh rumah sakit sebelum menjadi BLUD tahun 2011 yaitu Rp.13,7 milyar dengan target Rp.14,3 milyar. Kemudian BOR Bed Occupancy Ratio = Angka Penggunaan Tempat Tidur. Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Barat Daya ditinjau dari nilai BOR tahun 2011 yaitu 48,4 dan meningkat menjadi 51 pada tahun 2012. Walaupun terjadi peningkatan nilai BOR, namun hasil yang diperoleh belum mencapai target rumah sakit 60 dan nasional.60-85. setelah menjadi BLUD pada tahun 2012 target pendapatan yaitu Rp.15,8 milyar, sedangkan realisasinya yaitu Rp. 16,4 milyar. Dengan demikian realisasi pendapatan rumah sakit telah mencapai target sesuai yang ditetapkan 104. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang pegawai administrasi yaitu pada bulan Desember 2012 bahwa penerapan BLUD belum berjalan sesuai yang diharapkan. Namun berdasarkan indikator kesanggupan pegawai administrasi dalam meningkatkan kinerja belum mampu bersinergis dengan baik karena penyelesaian laporan-laporan yang diselesaikan belum tepat waktu. Penerapan tata kelola di rumah sakit seperti tata kerja belum dapat dikatakan sesuai bidang tugasnya karena adanya pegawai administrasi berlatar belakang pendidikan keperawatan. Demikian juga halnya akuntabilitas yang ditetapkan belum sesuai dengan hasil kerja pegawai dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban bulanan tentang pelaksanaan kegiatan rumah sakit. Bahkan transparansi informasi kesehatan bersifat situasional seperti penerimaan pegawai baru karena kebutuhan tenaga yang harus ditanggulangi segera. Penerapan rencana strategis yang telah ditetapkan berupa program jangka pendek maupun jangka panjang dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala yang ada belum terealisasi sepenuhnya atau belum dapat meminimalisasi kendala seperti sistem informasi terpadu, dan birokrasi sistem rujukan yang tidak efektif disebabkan kerjasama antara lini belum mendukung. Sedangkan kegiatan laporan keuangan meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, arus kas penyelenggaraannya belum tepat waktu. Dalam melaksanakan pengawasan keuangan badan layanan umum, maka pihak Dinas Keuangan Aceh Barat Daya telah melakukan Audit pada bulan Desember 2012. Rumah sakit dalam menerapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat belum sepenuhnya sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal SPM yang telah ditetapkan di setiap bidang organisasi dan petugas dalam bekerja belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur SOP, hal ini dapat dilihat dari keluhan- keluhan pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya seperti penyelesaian administrasi pasien askes terkesan lambat dan kunjungan dokter yang tidak tepat waktu. Upaya rumah sakit dalam membina pegawai dilaksanakan berdasarkan masing-masing profesi dengan pelaksanaan yang belum merata atau sebagian sudah mendapatkan pelatihan. Pegawai administrasi telah mendapat pembinaan dengan mengikuti pelatihan administrasi keuangan. Penempatan petugas juga belum sesuai dengan latar belakangkompetensi yang dimiliki seperti perawat menjabat sebagai staf keuangan dan layanan informasi pada staf terkesan lambat. Setelah RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya menjadi BLUD, tentunya memiliki otonomi untuk memberdayakan sumber dana sendiri untuk dapat mengoptimalkan kinerja rumah sakit, maka rumah sakit harus dapat mempertahankan kriteria penilaian atau penerapan BLUD itu sendiri melalui peningkatan kinerja pegawai administrasi. Apabila penerapan BLUD tersebut tidak dapat dipertahankan dilaksanakan, maka kementerian keuangan dapat mencabut status RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya sebagai BLUD penuh menjadi bertahap atau ditolak sehingga dapat menyebabkan peningkatan kinerja rumah sakit kurang dapat dioptimalkan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan BLUD kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategis bisnis dan standar pelayanan minimum terhadap kinerja pegawai administrasi di RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya.

1.2 Permasalahan