Pendugaan Penvemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur

(1)

PENDUGAAN PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT

KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)

DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS

DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Radisho


(3)

ABSTRACT

RADISHO. Prediction of Waters Pollution Due to Unconventional Tin Mining (TI) and Its Relation with Benthos in Manggar Waters, East Belitung. Under supervised by D. DJOKOSETIYANTO and ASIKIN DJAMALI.

Unconventional tin mining (TI) has been taking place in East Belitung since several years ago. It has generated environmental quality declining especially for waters environment. The research aims to identify waters quality characteristic (water body and sediment); community structure of aquatic biota (benthos), spatial distribution of physics chemical characteristic and the effect to benthos abundance. According to the observation result, in general, the waters characteristic condition still fulfill the quality standard except the concentration of phosphate, nitrate, ammonia and some metals concentration (Cu, Pb, Hg, and Fe). Sediment texture in river dominated by silt and clay, and in offshore dominated by sand texture. Concentration of Pb and As heavy metals at those observation stations exceeded the quality standard referenced to The Canadian Council of Minister of the Environment. Spatially, concentration distribution of Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, and As in general are high in the observation station of Manggar River (upstream until downstream). The highest concentration of Fe, Al, Cu, Zn, and Pb heavy metals was found in the station 15 (upstream) nearby with the unconventional tin mining activities.

Keyword: unconventional tin mining (TI), waters quality, sediment, metals and benthos


(4)

RINGKASAN

RADISHO. Pendugaan Pemcemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) Dan Keterkaitannya Terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan ASIKIN DJAMALI.

Salah satu sumber daya alam potensial di Kabupaten Belitung Timur adalah sumber daya mineral (timah). Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Memasuki era otonomi daerah, kabupaten ini telah memasuki era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Namun demikian kegiatan pertambangan timah masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah. Aktivitas pertambangan timah inkonvensional (TI) mulai meningkat sejak tahun 1998. Secara ekonomi, kegiatan TI menciptakan keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Namun menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional; mengetahui struktur komunitas bentos; menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen; menganalisis kualitas fisik kimia sedimenterhadap kelimpahan bentos.

Penelitian dilakukan terhadap kondisi oseanografi, kualitas badan air, kualitas sedimen, dan bentos. Metode penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mempertimbangan kondisi daerah penelitian. Pengambilan contoh air, sedimen, dan bentos dilakukan pada 15 lokasi stasiun pengamatan yang dikelompokkan 3 lokasi, yaitu perairan sungai (sekitar lokasi penambangan), estuari (pantai) dan lepas pantai. Parameter kualitas air laut dan sungai dianalisis secara tabulasi dan deskriptif serta dibandingkan dengan baku mutu sesuai KepMenLH No. 51 tahun 2004 dan PP RI No. 82 tahun 2001. Hasil analisis tekstur sedimen (pasir, debu dan liat) dikelompokkan kedalam segitiga tekstur. Konsentrasi logam berat dan pH pada sedimen dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi bentos dikategorikan sesuai Shannon-Wiener (1949) dalam Krebs (1989) dan Odum (1996).

Analisis keterkaitan untuk mengetahui hubungan antara komponen fisik kimia sedimen dengan kelimpahan bentos, dan konsentrasi elemen logam dengan ukuran butiran tekstur sedimen menggunakan analisis regresi dan korelasi. Sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen antar stasiun pengamatan digunakan pendekatan analisis komponen utama (principle component analysis) (Bengen, 2000). Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software Minitab versi 14.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi batimetri perairan Belitung Timur merupakan perairan yang relatif landai dari pantai dengan kedalaman perairan rata-rata mencapai 25 meter pada lepas pantai. Kondisi pasang surut di lokasi


(5)

penelitian tergolong tipe diurnal (tunggal) dengan nilai bilangan Formzhal sebesar 7,6 (DISHIDROS, 2006). Berdasarkan tipe pasang surut tersebut, maka lokasi penelitian dicirikan dengan sekali pasang dan sekali surut dalam sehari. Hasil pengukuran arah dan kecepatan arus di lokasi penelitian menunjukkan arus permukaan lebih kuat dari arus dasar. Kecepatan arus permukaan berkisar 11,41 – 51 cm/detik, sedangkan arus dasar berkisar 10,06-32,21 cm/detik.

Kondisi karakteristik fisik kimia perairan secara umum masih tergolong normal dan memenuhi baku mutu kualitas air laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk air sungai. Namun untuk konsentrasi fosfat, nitrat, amoniak, dan beberapa unsur logam seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), dan air raksa (Hg) telah melebihi baku mutu perairan laut.

Suhu permukaan perairan berkisar antara 28,9 – 29,8 OC dengan suhu perairan maksimal ditemukan di stasiun 1 (lepas pantai). Kecerahan perairan berkisar antara 26,7-71,4 % dari kedalaman perairan. Kecerahan cenderung meningkat dari muara sungai ke lokasi yang jauh dari pantai dan tidak dilalui jalur pelayaran kapal. Nilai TSS berkisar antara 20-34 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 8 yang terletak di pantai dan dilalui jalur pelayaran kapal nelayan.

Salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 32,64 – 33, 28 O/oo dengan rata-rata sebesar 33 O/oo. Nilai salinitas tertinggi ditemukan di stasiun 4 dan terendah di stasiun 1. Nilai pH di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu yaitu berkisar 8,00-8,17 dengan nilai tertinggi ditemukan di stasiun 1 yaitu perairan lepas pantai dan berdekatan dengan pulau-pulau kecil (Pulau Memperak dan Bakau). Nilai pH perairan di lokasi penelitian tergolong normal dan tidak terpengaruh limbah akibat aktivitas tambang inkonvensional yang memiliki pH cenderung rendah (asam). Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian berkisar antara 4,03-4,15 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian umumnya merata dengan nilai rerata sebesar 4,10 mg/l. Kandungan fosfat, nitrat, dan amoniak di lokasi penelitian tergolong tinggi dan berada di atas baku mutu kualitas air laut. Hal ini diduga adanya pengaruh pembuangan limbah bahan organik dari aktivitas penduduk di daratan. Kandungan fosfat, nitrat, dan nitrit tertinggi ditemukan di stasiun 5 (perairan sekitar pantai Burung Mandi) namun demikian kandungan amoniak tergolong rendah.

Karakteristik logam berat perairan di lokasi penelitian meliputi Fe, Cu, Zn, Pb, Cd, dan Hg. Konsentrasi Cu, Pb, dan Hg telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Bahkan kandungan Cu telah melebihi baku mutu di 15 stasiun pengamatan. Konsentrasi tembaga (Cu) di perairan lokasi penelitian berkisar 0,035-0,073 mg/l dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 14 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 6 (perairan pantai). Bila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut, maka konsentrasi Cu telah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi Cu diduga adanya masukan dari Sungai Manggar yang diduga telah terkontaminasi konsentrasi Cu akibat aktivitas pertambangan timah di daratan.


(6)

pengamatan yang berada di sungai dan perairan pantai. Namun demikian di stasiun 1 dan stasiun 2 yang berada jauh dari pantai juga memiliki konsentrasi Pb yang melebihi baku mutu, masing-masing sebesar 0,031 mg/l dan 0,019 mg/l. Tingginya konsentrasi di perairan sungai dan perairan pantai diduga akibat aktivitas pertambangan timah inkonvensional yang masih berjalan. Konsentrasi Pb di perairan kolong tambang timah di Bangka tidak memenuhi baku mutu kelas I, II, dan II (PP No. 82 Tahun 2001) dengan konsentrasi 0,1-0,5 mg/l (Brahmana

et al., 2004).

Konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara <0,001-0,053 mg/l. Pada stasiun 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 masih memenuhi baku mutu dengan konsentrasi <0,001 mg/l. Sementara pada stasiun 2, 3, 4, 7, dan 12 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Stasiun 12 berada di perairan sungai yang berdekatan dengan pelabuhan kapal. Konsentrasi seng (Zn) berkisar 0,003-0,010 mg/l. Konsentrasi Zn di semua lokasi pengamatan tergolong masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi logam besi (Fe) di stasiun pengamatan umumnya tidak memenuhi baku mutu Kelas I (sekitar 60%). Konsentrasi Fe berkisar antara 0,090-0,993 mg/l dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di stasiun 13 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 2 (lepas pantai). Tingginya konsentrasi Fe di perairan sungai dan pantai diduga adanya masukan limbah dari daratan dikarenakan meningkatnya erosi tanah.

Berdasarkan hasil analisis korelasi, parameter yang memiliki korelasi yang nyata (<5%) adalah pH terhadap oksigen terlarut dan kecepatan arus (korelasi positif); oksigen terlarut dan nitrat (korelasi negatif); oksigen terlarut dan arah arus (korelasi positif). Sementara nitrit berkorelasi negatif dengan amoniak. Korelasi positif menunjukkan hubungan antar parameter berbanding lurus dan hubungan negatif menunjukkan sebaliknya.

Tekstur sedimen di Sungai Manggar didominasi oleh jenis liat dan debu, di pantai dan lepas pantai didominasi oleh pasir. Nilai pH sedimen tergolong normal (tidak asam) dan tidak berbeda jauh dengan kondisi pH perairan. Hal ini mengindikasikasikan bahwa pengaruh kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat tidak mempengaruhi pH sedimen perairan baik sungai, pantai maupun ke lepas pantai. Konsentrasi Fe pada sedimen berkisar antara 180-14.651 mg/kg. Konsentrasi Al berkisar antara 273-29.841 mg/kg dengan rata-rata sebesar 7.550 mg/kg. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, Cd, dan As masing-masing berkisar antara 0-10,5 mg/kg; 0,49-47,0 mg/kg; 0,50-34,2 mg/kg; 0,001-0,065 mg/kg; dan 0,80-28,3 mg/kg. Konsentrasi logam berat tersebut umumnya tinggi pada stasiun pengamatan di Sungai Manggar. Konsentrasi logam Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb tertinggi ditemukan pada stasiun 15 (hulu sungai). Kondisi ini diduga adanya konstribusi kegiatan di darat terutama pertambangan timah (TI). Berdasarkan The Canadian Council of Minester of the Environment, maka konsentrasi logam Pb sebagian telah melebihi baku mutu. Kondisi ini ditemukan pada stasiun 13 dan stasiun 15 (perairan Sungai Manggar). Sementara konsentrasi logam As, ditemukan melebihi baku pada 10 stasiun pengamatan yaitu di perairan sungai dan sebagian di perairan pantai dan lepas pantai.

Hasil analisis komponen utama menghasilkan analisis eigen yang terdiri dari eigenvalue, persentase, dan persentase kumulatifnya. Eigenvalue atau akar ciri adalah nilai varian komponen utama (principal component, PC). Output untuk eigenvalue komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua


(7)

(PC2) masing-masing adalah 8,5183 dan 1,5106 yang mewakili 71% dan 12,6%. Kumulatif kedua komponen utama tersebut adalah 86,3%. Dengan demikian kedua variabel baru sudah dapat menjelaskan 86,3% dari total variabilitas 12 variabel (karakteristik fisik kimia sedimen). Berdasarkan hasil korelasi tersebut memperlihatkan bahwa pada sumbu PC1 (negatif) adanya korelasi yang cukup besar antara logam berat Cu, Zn, Pb, dan Al dengan substrat liat dengan konstribusi sebesar 11,7%, 9,3%, 9,8%, 6%, dan 7,1%. Sementara pada sumbu PC1 (positif), korelasi terjadi antara variabel pH, tekstur pasir, dan Se dengan konstribusi sebesar 35,6%, 47,1%, dan 35,6%. Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) diperoleh 6 pengelompokan stasiun pengamatan yaitu kelompok I (13, 14, dan 15), II (7, 8, 9, dan 10), III (4, 6, dan 12), IV (1, 2, dan 11), V (5), dan VI (3).

Karakteristik sedimen sangat berpengaruhi nyata terhadap konsentrasi logam berat dalam sedimen. Hasil analisis korelasi pearson memperlihatkan bahwa tekstur liat sangat berkorelasi nyata terhadap konsentrasi Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000 (<0,01). Sementara korelasi yang sangat nyata antar logam berat sendiri yaitu Fe terhadap Al, Cu, Zn, dan Pb dengan

P-value sebesar 0,000. Al juga berkorelasi sangat nyata terhadap Cu, Zn, dan Pb.

Bentos yang teridentifikasi terdiri atas 16 species yang termasuk dalam marga Polychaeta, Crustacea, Gastropoda, dan Pelecypoda. Pada stasiun pengamatan sungai yang diduga tercemar kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat (stasiun 12, 13, 14, dan 15) ditemukan species

Lumbriculus sp., Paranoies sp., Sigambra sp., Leptochelia sp., dan Solen sp. Pada

stasiun pengamatan di perairan pantai teridentifikasi species Lumbriculus sp.,

Nephtys sp., Ophelina sp., Paralacydonia sp., Amphilisca sp., Pinnotheres sp.,

Terebra sp., Tellina sp., Donax sp., Chione sp. dan Macona sp. Sementara di

lepas pantai ditemukan species Nephtys sp., Cirratullus sp., dan Tellina sp. Jumlah individu per stasiun pengamatan berkisar antara tidak ditemukan hingga 6 species dengan jumlah species terbanyak ditemukan di stasiun 4. Keanekaragaman jenis bentos tergolong rendah hingga sedang dengan indeks keanekaragaman sebesar 0-2,56. Keaneragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 4 (Perairan Pantai Burung Mandi). Kelimpahan bentos berkisar antara 0-702 ind/m2, kepadatan tertinggi ditemukan di stasiun 3 (perairan lepas pantai).

Berdasarkan analisis korelasi dan regresi tersebut, jenis tekstur yang berpengaruh terhadap kelimpahan bentos adalah jenis debu (fine sediment) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 44,2 % dan P-value sebesar 0,007 (<0,01). Sementara karakteristik kimia sedimen yang meliputi pH, Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, Se, dan As tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan bentos.

Kata kunci: tambang timah inkonvensional (TI), kualitas air, sedimen, logam dan bentos


(8)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(9)

PENDUGAAN PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT

KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)

DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS

DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR

R A D I S H O

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada


(10)

(11)

PENDUGAAN PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT

KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)

DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS

DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Radisho


(13)

ABSTRACT

RADISHO. Prediction of Waters Pollution Due to Unconventional Tin Mining (TI) and Its Relation with Benthos in Manggar Waters, East Belitung. Under supervised by D. DJOKOSETIYANTO and ASIKIN DJAMALI.

Unconventional tin mining (TI) has been taking place in East Belitung since several years ago. It has generated environmental quality declining especially for waters environment. The research aims to identify waters quality characteristic (water body and sediment); community structure of aquatic biota (benthos), spatial distribution of physics chemical characteristic and the effect to benthos abundance. According to the observation result, in general, the waters characteristic condition still fulfill the quality standard except the concentration of phosphate, nitrate, ammonia and some metals concentration (Cu, Pb, Hg, and Fe). Sediment texture in river dominated by silt and clay, and in offshore dominated by sand texture. Concentration of Pb and As heavy metals at those observation stations exceeded the quality standard referenced to The Canadian Council of Minister of the Environment. Spatially, concentration distribution of Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, and As in general are high in the observation station of Manggar River (upstream until downstream). The highest concentration of Fe, Al, Cu, Zn, and Pb heavy metals was found in the station 15 (upstream) nearby with the unconventional tin mining activities.

Keyword: unconventional tin mining (TI), waters quality, sediment, metals and benthos


(14)

RINGKASAN

RADISHO. Pendugaan Pemcemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) Dan Keterkaitannya Terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan ASIKIN DJAMALI.

Salah satu sumber daya alam potensial di Kabupaten Belitung Timur adalah sumber daya mineral (timah). Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Memasuki era otonomi daerah, kabupaten ini telah memasuki era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Namun demikian kegiatan pertambangan timah masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah. Aktivitas pertambangan timah inkonvensional (TI) mulai meningkat sejak tahun 1998. Secara ekonomi, kegiatan TI menciptakan keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Namun menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional; mengetahui struktur komunitas bentos; menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen; menganalisis kualitas fisik kimia sedimenterhadap kelimpahan bentos.

Penelitian dilakukan terhadap kondisi oseanografi, kualitas badan air, kualitas sedimen, dan bentos. Metode penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mempertimbangan kondisi daerah penelitian. Pengambilan contoh air, sedimen, dan bentos dilakukan pada 15 lokasi stasiun pengamatan yang dikelompokkan 3 lokasi, yaitu perairan sungai (sekitar lokasi penambangan), estuari (pantai) dan lepas pantai. Parameter kualitas air laut dan sungai dianalisis secara tabulasi dan deskriptif serta dibandingkan dengan baku mutu sesuai KepMenLH No. 51 tahun 2004 dan PP RI No. 82 tahun 2001. Hasil analisis tekstur sedimen (pasir, debu dan liat) dikelompokkan kedalam segitiga tekstur. Konsentrasi logam berat dan pH pada sedimen dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Indeks keragaman, keseragaman, dan dominansi bentos dikategorikan sesuai Shannon-Wiener (1949) dalam Krebs (1989) dan Odum (1996).

Analisis keterkaitan untuk mengetahui hubungan antara komponen fisik kimia sedimen dengan kelimpahan bentos, dan konsentrasi elemen logam dengan ukuran butiran tekstur sedimen menggunakan analisis regresi dan korelasi. Sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen antar stasiun pengamatan digunakan pendekatan analisis komponen utama (principle component analysis) (Bengen, 2000). Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software Minitab versi 14.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi batimetri perairan Belitung Timur merupakan perairan yang relatif landai dari pantai dengan kedalaman perairan rata-rata mencapai 25 meter pada lepas pantai. Kondisi pasang surut di lokasi


(15)

penelitian tergolong tipe diurnal (tunggal) dengan nilai bilangan Formzhal sebesar 7,6 (DISHIDROS, 2006). Berdasarkan tipe pasang surut tersebut, maka lokasi penelitian dicirikan dengan sekali pasang dan sekali surut dalam sehari. Hasil pengukuran arah dan kecepatan arus di lokasi penelitian menunjukkan arus permukaan lebih kuat dari arus dasar. Kecepatan arus permukaan berkisar 11,41 – 51 cm/detik, sedangkan arus dasar berkisar 10,06-32,21 cm/detik.

Kondisi karakteristik fisik kimia perairan secara umum masih tergolong normal dan memenuhi baku mutu kualitas air laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 untuk air sungai. Namun untuk konsentrasi fosfat, nitrat, amoniak, dan beberapa unsur logam seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), dan air raksa (Hg) telah melebihi baku mutu perairan laut.

Suhu permukaan perairan berkisar antara 28,9 – 29,8 OC dengan suhu perairan maksimal ditemukan di stasiun 1 (lepas pantai). Kecerahan perairan berkisar antara 26,7-71,4 % dari kedalaman perairan. Kecerahan cenderung meningkat dari muara sungai ke lokasi yang jauh dari pantai dan tidak dilalui jalur pelayaran kapal. Nilai TSS berkisar antara 20-34 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 8 yang terletak di pantai dan dilalui jalur pelayaran kapal nelayan.

Salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 32,64 – 33, 28 O/oo dengan rata-rata sebesar 33 O/oo. Nilai salinitas tertinggi ditemukan di stasiun 4 dan terendah di stasiun 1. Nilai pH di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu yaitu berkisar 8,00-8,17 dengan nilai tertinggi ditemukan di stasiun 1 yaitu perairan lepas pantai dan berdekatan dengan pulau-pulau kecil (Pulau Memperak dan Bakau). Nilai pH perairan di lokasi penelitian tergolong normal dan tidak terpengaruh limbah akibat aktivitas tambang inkonvensional yang memiliki pH cenderung rendah (asam). Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian berkisar antara 4,03-4,15 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian umumnya merata dengan nilai rerata sebesar 4,10 mg/l. Kandungan fosfat, nitrat, dan amoniak di lokasi penelitian tergolong tinggi dan berada di atas baku mutu kualitas air laut. Hal ini diduga adanya pengaruh pembuangan limbah bahan organik dari aktivitas penduduk di daratan. Kandungan fosfat, nitrat, dan nitrit tertinggi ditemukan di stasiun 5 (perairan sekitar pantai Burung Mandi) namun demikian kandungan amoniak tergolong rendah.

Karakteristik logam berat perairan di lokasi penelitian meliputi Fe, Cu, Zn, Pb, Cd, dan Hg. Konsentrasi Cu, Pb, dan Hg telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Bahkan kandungan Cu telah melebihi baku mutu di 15 stasiun pengamatan. Konsentrasi tembaga (Cu) di perairan lokasi penelitian berkisar 0,035-0,073 mg/l dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 14 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 6 (perairan pantai). Bila dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut, maka konsentrasi Cu telah melebihi baku mutu. Tingginya konsentrasi Cu diduga adanya masukan dari Sungai Manggar yang diduga telah terkontaminasi konsentrasi Cu akibat aktivitas pertambangan timah di daratan.


(16)

pengamatan yang berada di sungai dan perairan pantai. Namun demikian di stasiun 1 dan stasiun 2 yang berada jauh dari pantai juga memiliki konsentrasi Pb yang melebihi baku mutu, masing-masing sebesar 0,031 mg/l dan 0,019 mg/l. Tingginya konsentrasi di perairan sungai dan perairan pantai diduga akibat aktivitas pertambangan timah inkonvensional yang masih berjalan. Konsentrasi Pb di perairan kolong tambang timah di Bangka tidak memenuhi baku mutu kelas I, II, dan II (PP No. 82 Tahun 2001) dengan konsentrasi 0,1-0,5 mg/l (Brahmana

et al., 2004).

Konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara <0,001-0,053 mg/l. Pada stasiun 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 masih memenuhi baku mutu dengan konsentrasi <0,001 mg/l. Sementara pada stasiun 2, 3, 4, 7, dan 12 telah melebihi baku mutu kualitas air laut. Stasiun 12 berada di perairan sungai yang berdekatan dengan pelabuhan kapal. Konsentrasi seng (Zn) berkisar 0,003-0,010 mg/l. Konsentrasi Zn di semua lokasi pengamatan tergolong masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi logam besi (Fe) di stasiun pengamatan umumnya tidak memenuhi baku mutu Kelas I (sekitar 60%). Konsentrasi Fe berkisar antara 0,090-0,993 mg/l dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di stasiun 13 (Sungai Manggar) dan terendah di stasiun 2 (lepas pantai). Tingginya konsentrasi Fe di perairan sungai dan pantai diduga adanya masukan limbah dari daratan dikarenakan meningkatnya erosi tanah.

Berdasarkan hasil analisis korelasi, parameter yang memiliki korelasi yang nyata (<5%) adalah pH terhadap oksigen terlarut dan kecepatan arus (korelasi positif); oksigen terlarut dan nitrat (korelasi negatif); oksigen terlarut dan arah arus (korelasi positif). Sementara nitrit berkorelasi negatif dengan amoniak. Korelasi positif menunjukkan hubungan antar parameter berbanding lurus dan hubungan negatif menunjukkan sebaliknya.

Tekstur sedimen di Sungai Manggar didominasi oleh jenis liat dan debu, di pantai dan lepas pantai didominasi oleh pasir. Nilai pH sedimen tergolong normal (tidak asam) dan tidak berbeda jauh dengan kondisi pH perairan. Hal ini mengindikasikasikan bahwa pengaruh kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat tidak mempengaruhi pH sedimen perairan baik sungai, pantai maupun ke lepas pantai. Konsentrasi Fe pada sedimen berkisar antara 180-14.651 mg/kg. Konsentrasi Al berkisar antara 273-29.841 mg/kg dengan rata-rata sebesar 7.550 mg/kg. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, Cd, dan As masing-masing berkisar antara 0-10,5 mg/kg; 0,49-47,0 mg/kg; 0,50-34,2 mg/kg; 0,001-0,065 mg/kg; dan 0,80-28,3 mg/kg. Konsentrasi logam berat tersebut umumnya tinggi pada stasiun pengamatan di Sungai Manggar. Konsentrasi logam Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb tertinggi ditemukan pada stasiun 15 (hulu sungai). Kondisi ini diduga adanya konstribusi kegiatan di darat terutama pertambangan timah (TI). Berdasarkan The Canadian Council of Minester of the Environment, maka konsentrasi logam Pb sebagian telah melebihi baku mutu. Kondisi ini ditemukan pada stasiun 13 dan stasiun 15 (perairan Sungai Manggar). Sementara konsentrasi logam As, ditemukan melebihi baku pada 10 stasiun pengamatan yaitu di perairan sungai dan sebagian di perairan pantai dan lepas pantai.

Hasil analisis komponen utama menghasilkan analisis eigen yang terdiri dari eigenvalue, persentase, dan persentase kumulatifnya. Eigenvalue atau akar ciri adalah nilai varian komponen utama (principal component, PC). Output untuk eigenvalue komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua


(17)

(PC2) masing-masing adalah 8,5183 dan 1,5106 yang mewakili 71% dan 12,6%. Kumulatif kedua komponen utama tersebut adalah 86,3%. Dengan demikian kedua variabel baru sudah dapat menjelaskan 86,3% dari total variabilitas 12 variabel (karakteristik fisik kimia sedimen). Berdasarkan hasil korelasi tersebut memperlihatkan bahwa pada sumbu PC1 (negatif) adanya korelasi yang cukup besar antara logam berat Cu, Zn, Pb, dan Al dengan substrat liat dengan konstribusi sebesar 11,7%, 9,3%, 9,8%, 6%, dan 7,1%. Sementara pada sumbu PC1 (positif), korelasi terjadi antara variabel pH, tekstur pasir, dan Se dengan konstribusi sebesar 35,6%, 47,1%, dan 35,6%. Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) diperoleh 6 pengelompokan stasiun pengamatan yaitu kelompok I (13, 14, dan 15), II (7, 8, 9, dan 10), III (4, 6, dan 12), IV (1, 2, dan 11), V (5), dan VI (3).

Karakteristik sedimen sangat berpengaruhi nyata terhadap konsentrasi logam berat dalam sedimen. Hasil analisis korelasi pearson memperlihatkan bahwa tekstur liat sangat berkorelasi nyata terhadap konsentrasi Fe, Al, Cu, Zn, dan Pb dengan P-value sebesar 0,000 (<0,01). Sementara korelasi yang sangat nyata antar logam berat sendiri yaitu Fe terhadap Al, Cu, Zn, dan Pb dengan

P-value sebesar 0,000. Al juga berkorelasi sangat nyata terhadap Cu, Zn, dan Pb.

Bentos yang teridentifikasi terdiri atas 16 species yang termasuk dalam marga Polychaeta, Crustacea, Gastropoda, dan Pelecypoda. Pada stasiun pengamatan sungai yang diduga tercemar kegiatan pertambangan timah inkonvensional di darat (stasiun 12, 13, 14, dan 15) ditemukan species

Lumbriculus sp., Paranoies sp., Sigambra sp., Leptochelia sp., dan Solen sp. Pada

stasiun pengamatan di perairan pantai teridentifikasi species Lumbriculus sp.,

Nephtys sp., Ophelina sp., Paralacydonia sp., Amphilisca sp., Pinnotheres sp.,

Terebra sp., Tellina sp., Donax sp., Chione sp. dan Macona sp. Sementara di

lepas pantai ditemukan species Nephtys sp., Cirratullus sp., dan Tellina sp. Jumlah individu per stasiun pengamatan berkisar antara tidak ditemukan hingga 6 species dengan jumlah species terbanyak ditemukan di stasiun 4. Keanekaragaman jenis bentos tergolong rendah hingga sedang dengan indeks keanekaragaman sebesar 0-2,56. Keaneragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 4 (Perairan Pantai Burung Mandi). Kelimpahan bentos berkisar antara 0-702 ind/m2, kepadatan tertinggi ditemukan di stasiun 3 (perairan lepas pantai).

Berdasarkan analisis korelasi dan regresi tersebut, jenis tekstur yang berpengaruh terhadap kelimpahan bentos adalah jenis debu (fine sediment) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 44,2 % dan P-value sebesar 0,007 (<0,01). Sementara karakteristik kimia sedimen yang meliputi pH, Fe, Al, Cu, Zn, Pb, Cd, Se, dan As tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan bentos.

Kata kunci: tambang timah inkonvensional (TI), kualitas air, sedimen, logam dan bentos


(18)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(19)

PENDUGAAN PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT

KEGIATAN TAMBANG INKONVENSIONAL (TI)

DAN KETERKAITANNYA TERHADAP BENTOS

DI PERAIRAN MANGGAR, BELITUNG TIMUR

R A D I S H O

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada


(20)

(21)

(22)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2006 yaitu pencemaran lingkungan dengan judul Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) dan Keterkaitannya terhadap Bentos di Perairan Manggar, Belitung Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir.D.Djokosetiyanto, DEA dan Bapak Prof.Dr.Ir.Asikin Djamali selaku pembimbing, serta Ibu Dr.Ir.Etty Riani, M.S selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Surjono H. Sutjahjo, M.S selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) beserta staf yang telah banyak memberikan informasi dan pelayanan terbaik.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Imam Soeseno (Direktur Eksekutif) dan Ibu Ir. Nunik A Heranita, MM (Sekretaris Eksekutif) PT EOS Consultants Bogor atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan selama studi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua dan istri tercinta (Tati Rahmawati, SP) serta seluruh keluarga (keluarga besar Bapak Drs. Sri Raharjo (almarhum) dan keluarga besar Bapak Abdul Hamid Arief) atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan kerja di PT EOS Consultants Bogor, rekan-rekan tim peneliti P2O-LIPI, dan rekan-rekan mahasiswa PS-PSL IPB angkatan tahun 2005.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009


(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 Februari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Rabil dan Ibu Sarwina (almarhumah).

Penulis menyelesaikan Pendidikan SD hingga SMA di Cirebon. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri Palimanan Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Program Studi Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Gelar sarjana diraih pada tahun 1997. Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana IPB. Program Studi yang diambil adalah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).

Bidang pekerjaan yang pernah ditekuni penulis setelah lulus sarjana perikanan diawali sebagai supervisor pada PT Central Pertiwi Bahari, di Lampung selama satu tahun (1998-1999). Sejak tahun 2001 sampai saat ini penulis bergabung di PT EOS Consultants di Bogor.


(24)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Kerangka Pemikiran... 4 1.3. Perumusan Masalah ... 6 1.4. Tujuan Penelitian ... 7 1.5. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8 2.1. Pertambangan Timah Belitung Timur... 8

2.1.1. Pertambangan Timah dan Dampaknya ... 8 2.1.2. Sejarah Timah Bangka Belitung ... 9 2.1.3. Tambang Inkonvensional, Potensi dan Permasalahannya 11 2.2. Karakteristik Kualitas Perairan ... 14 2.2.1. Parameter Fisika... 15 2.2.2. Parameter Kimia... 15 2.3. Pencemaran Perairan... 21 2.4. Sedimen Dasar Perairan ... 23

2.4.1. Pengertian Sedimen dan Klasifikasinya... 23 2.4.2. Sumber dan Karakteristik Fisika Kimia Sedimen... 24 2.4.3. Kualitas dan Sebaran Sedimen... 28 2.5. Bentos... 35

2.5.1. Pengertian dan Klasifikasi Bentos ... 35 2.5.2. Zoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan... 37


(25)

III. METODE PENELITIAN... 40 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40 3.2. Bahan dan Alat Penelitian... 40 3.3. Rancangan Penelitian ... 41

3.3.1. Komponen Fisika dan Kimia ... 41 3.3.2. Komponen Biologi ... 48

3.3.3. Analisis Keterkaitan antar Komponen Fisik Kimia dan

Biologi... 50 3.3.4. Sebaran Spasial Karakteristik Fisika Kimia Air dan

Sedimen... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 54 4.1. Kondisi Hidrooseanografi ... 54 4.1.1. Batimetri Perairan ... 54 4.1.2. Pasang Surut... 54

4.1.3. Arah dan Kecepatan Arus ... 56 4.2. Karakteristik Kualitas Air ... 57 4.2.1. Karakteristik Fisik Perairan... 57 4.2.2. Karakteristik Kimia Perairan... 58 4.2.3. Analisis Hubungan Parameter Fisik Kimia Perairan .... 65 4.3. Karakteristik Sedimen Dasar Perairan ... 66 4.3.1. Karakteristik Fisik Sedimen... 66 4.3.2. Karakteristik Kimia Sedimen... 69 4.3.3. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen ... 73 4.3.4. Karakteristik Tekstur Sedimen terhadap Kandungan

Logam Berat... 76

4.4. Struktur Komunitas Bentos ... 77

4.4.1. Hubungan Karakteristik Sedimen terhadap Keberadaan Bentos... 80


(26)

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 82 5.1. Kesimpulan ... 82 5.2. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN... 89


(27)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 5 2 Bagan alir sistem penjualan timah ... 14 3. Beberapa jenis bentos di pantai pasir datar

(Nybakken, 2005)... 39 4. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan contoh... 44 5. Segitiga tekstur sedimen (Arsyad, 2006) . ... 48 6. Kondisi batimetri di lokasi penelitian ... 55 7. Kondisi pasut pada saat penelitian ... 56 8. Konsentrasi Cu di lokasi penelitian ... 61 9. Konsentrasi Pb di lokasi penelitian ... 62 10. Konsentrasi Hg di lokasi penelitian ... 63 11. Konsentrasi Zn di lokasi penelitian... 64 12. Konsentrasi Fe di lokasi penelitian ... 64 13. Tekstur sedimen di lokasi penelitian... 67 14. Hasil analisis segitiga tekstur sedimen... 68 15. Sebaran tekstur sedimen di lokasi penelitian ... 69 16. Konsentrasi Cu, Zn, Pb, dan As pada sedimen ... 72 17. Grafik analisis komponen utama karakteristik sedimen ... 74 18. Dendogram klasifikasi hirarki stasiun pengamatan ... 75 19. Struktur komunitas bentos di lokasi penelitian ... 78 20. Sebaran kelimpahan bentos... 79


(28)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1 Dampak keberadaan TI ... 13 2. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap

kelangsungan hidup ikan... 17 3. Klasifikasi dan ukuran sedimen ... 25 4. Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth 25 5. Kategori ukuran partikel sedimen menurut USDA... 26 6. Kategori ukuran partikel sedimen menurut ISSS... 26 7. Hsil penelitian logam berat pada sedimen ... 32 8. Pedoman mutu sedimen NOAA dan FDEP ... 33 9. Pedoman mutu sedimen berdasarkan CCME... 33 10. Kriteria tipe pasut... 41 11. Lokasi pengamatan dan pengambilan contoh kualitas air 43 12. Parameter dan metode pengukuran kualitas air ... 46 13. Kategori nilai indeks keragaman... 49 14. Kategori nilai indeks keseragaman ... 50 15. Kondisi parameter fisik perairan di lokasi penelitian ... 57 16. Karakteristik kimia perairan di lokasi penelitian ... 58 17. Karakteristik logam berat di lokasi penelitian ... 60 18. Analisis korelasi antar parameter fisik kimia perairan... 65 19. Tekstur sedimen di lokasi penelitian... 67 20. Konsentrasi pH dan beberapa unsur logam berat... 70 21. Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn di lokasi

penelitian dan beberapa perairan di Indonesia ... 71 22. Pengelompokan stasiun pengamatan dan ciri karakteristik

sedimen ... 75 23. Hasil analisis korelasi logam berat dan tekstur ... 76 24. Hasil analisis regresi parameter logam berat terhadap tekstur 77 25. Hasil analisis regresi parameter fisik kimia sedimen terhadap

kelimpahan bentos... 80


(29)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1 Baku mutu kualitas air laut untuk biota laut sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004... 89 2. Sebaran logam berat perairan (Fe, Cu, Zn, Pb, dan Hg)

di lokasi penelitian ... 91 3. Hasil analisis fisik kimia sedimen di lokasi penelitian ... 94 4. Hasil analisis korelasi dan regresi tekstur terhadap logam berat

sedimen ... 96 5. Hasil identifikasi bentos di lokasi penelitian ... 97 6. Hasil analisis regresi fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan

bentos di lokasi penelitian... 99 7. Hasil analisis regresi fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan jenis bentos (Nephtys sp., Ophellium sp., dan Tellina sp.) 109 8. Dokumentasi sekitar lokasi penelitian ... 123


(30)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka, Belitung dan 254 pulau kecil lainnya. Salah satu kabupaten termuda di provinsi ini adalah Kabupaten Belitung Timur. Kabupaten Belitung Timur ditetapkan sebagai kabupaten baru sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 2003. Kabupaten ini merupakan pemekaran Kabupaten Belitung. Sejak ditetapkannya sebagai provinsi baru, maka Bangka Belitung secara otonom berhak mengelola potensi sumber daya alam yang dimiliki.

Potensi sumber daya alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meliputi sumber daya mineral (timah), pertanian lada, perikanan laut, wisata alam, dan budaya. Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut.

Sebagaimana potensi sumber daya alam di Bangka Belitung pada umumnya, pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Namun sejak ditutupnya PT Timah pada tahun 1991 dan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, Kabupaten Belitung Timur telah memasukai era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Potensi sumber daya alam lainnya yaitu pertanian dan kehutanan, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan, pariwisata, dan industri.

Namun demikian kegiatan pertambangan timah di Kabupaten Belitung Timur masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah dalam skala kecil. Sampai saat ini pertambangan timah dan bahan galian lainnya masih menjadi salah satu faktor penggerak pembangunan di Kabupaten Belitung Timur. Hal ini dikarenakan pertambangan timah dan bahan galian lainnya bersifat cepat mendapatkan hasil (quick yield).


(31)

2

Aktivitas pertambangan timah inkonvensional mulai dilakukan masyarakat sejak tahun 1998. Kegiatan ini semakin meningkat sejak dikeluarkannya SK Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999, dan timah dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah sebagai komoditas strategis sehingga tidak ada monopoli oleh BUMN dan dapat dieksport bebas oleh siapapun. Areal pertambangan timah inkonvensional di Kabupaten Belitung Timur tersebar di semua kecamatan yaitu Kecamatan Manggar, Dendang, Gantung, dan Kelapa Kampit. Areal pertambangan TI terluas terdapat di Kecamatan Gantung (52,2%) disusul Kecamatan Manggar (31,56%) (Belitung Timur dalam Angka, 2004). Kegiatan TI di Belitung dilakukan di sepanjang jalur antara Tanjung Pandan, Bidang, Kelapa Kampit, dan Manggar (sepanjang 91 km) dan antara Manggar, Gantung, Badau, dan Tanjung Pandan (sekitar 105 km).

Kegiatan TI secara ekonomi telah menciptakan keuntungan bagi pemerintahan daerah (PAD) dan penyerapan tenaga kerja. Namun kegiatan penambangan telah menimbulkan dampak negatif bagi kerusakan lingkungan antara lain berupa penurunan kualitas lahan dan penurunan kualitas sumberdaya air. Kerusakan lingkungan diakibatkan karena penambangan timah yang dilakukan masyarakat kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Lahan-lahan bekas tambang yang sudah menurun deposit timahnya biasanya dibiarkan tanpa adanya kegiatan reklamasi.

Selain itu, pada lokasi penambangan timah yang dilakukan secara terbuka

(open mining) menimbulkan dampak penurunan kualitas lingkungan yang lebih

serius. Dampak yang ditmbulkan berupa pelongsoran tanah, ketidakstabilan lereng, bahaya pencemaran lingkungan, rendahnya air tanah, penggundulan vegetasi penutup, perusakan dan gangguan pada habitat, perubahan kondisi masyarakat sekitar (pola hidup yang meliputi sosial dan budaya), dan perubahan tekstur tanah menjadi pasir (Badri, 2004).


(32)

3

airnya lebih baik dikarenakan adanya pelarutan logam oleh asam dan pergeseran secara bertahap. Karakteristik sumber air kolong umumnya tidak memenuhi persyaratan sebagai sumber baku air minum untuk parameter pH, residu terlarut, klorida, dan logam-logam berat lainnya yaitu besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu) dan timbal (Pb).

Mineral bijih utama timah di Bangka Belitung didominasi jenis casiterit (SnO2) dengan kandungan konsentrat 99,9 % berupa Sn (timah putih) dan sisanya berupa unsur-unsur pengotor yang terdiri atas Pb, Co, As, Sb, dan Bi (PT. Koba

Tin dalam Herman, 2005). Namun demikian, keberadaan Sn di kolong-kolong

bekas area pertambangan timah tidak terdeteksi konsentrasi Sn baik pada kolong muda maupun tua (Brahmana et al., 2004). Penelitian lain menjelaskan konsentrasi Sn di badan air Sungai Manggar terdeteksi hanya 0,03 mg/L dimana kondisi ini masih memenuhi baku mutu lingkungan sesuai Peraturan Menteri No. 04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah (PPLH, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian LIPI di Kabupaten Bangka, karakteristik kolong bekas tambang timah memiliki kandungan logam berat yang tinggi. Air kolong bekas penambangan tidak direkomendasi untuk budidaya ikan air tawar maupun sumber air minum tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan logam berat dalam air kolong akan cepat terakumulasi dalam tubuh ikan dan berdampak pada kesehatan manusia. Kadar Pb dalam air rata-rata diatas baku mutu untuk budidaya ikan (Henny, 2007).

Karakteristik kualitas air sungai di sekitar lokasi kegiatan TI di Belitung Timur belum banyak diinventarisasi sehingga potensi resiko ekologi juga belum banyak diketahui, baik pada lokasi tambang yang masih berjalan maupun pada sekitar bekas tambang. Dampak yang ditimbulkan kegiatan tambang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya lainnya. Sebagai pembanding, karakteristik kualitas air sungai dan sedimen di lokasi lain (Perairan Telaga Tujuh Karimun, Kepulauan Riau) dicirikan dengan kandungan pH air yang rendah (4-5), konsentrasi Pb dan Zn yang relatif tinggi pada sedimen masing-masing berkisar 83,33-98,33 ppm dan 66,80-149,33 ppm serta konsentrasi Cu yang relatif rendah (Amin, 2002).


(33)

4

Kandungan pH yang rendah dan beberapa logam berat (Pb dan Zn) yang relatif tinggi di perairan sekitar lokasi tambang akan diabsorsi oleh biota perairan (plankton dan bentos) dan pada akhirnya terakumulasi pada ikan. Logam-logam seperti Ag, Hg, Cu, Cd dan Pb yang merupakan unsur – unsur esensial bagi kehidupan organisme. Dalam jumlah berlebih bersifat racun dan biasanya menghambat kerja enzim yang bertanggung jawab pada aktivitas katalistik (Valle dan Wacker, 1970 dalam Sibarani et al., 2006).

Berdasarkan hasil penelitian P2O LIPI (2005) di perairan Kabupaten Belitung, dilaporkan bahwa kegiatan pertambangan teridentifikasi sebagai penyebab penurunan kualitas perairan. Penambangan rakyat di daratan Pulau Belitung diduga telah mengakibatkan sedimentasi yang menyebabkan perairan menjadi keruh. Selain itu, penambangan timah yang berpeluang meningkatkan kekeruhan perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan akan dapat mengkibatkan menurunnya kepadatan plankton.

Pemerintah Kabupaten Belitung mulai menyadari kegiatan penambangan ini dinilai telah menimbulkan dampak negatif terutama terhadap penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu Pemkab Belitung Timur telah mengambil kebijakan untuk membatasi perluasan area tambang dan lebih memfokuskan pada kegiatan pengolahan hasil tambang dan pengembangan komoditas sumberdaya alam lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan serta pariwisata.

1.2. Kerangka Pemikiran

Sebagaimana potensi sumberdaya alam di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya, sumberdaya alam Kabupaten Belitung Timur juga masih bertumpuh pada timah dan lada. Sejak menurunnya harga lada di pasaran, timah merupakan primadona di Kabupaten Belitung Timur. Timah yang merupakan sumberdaya tak terbarukan (unrenewable) menghadapi suatu permasalahan pemanfaatan sumber daya alam.


(34)

5

tidak terkendali dan tanpa diikuti dengan tindakan reklamasi yang jelas sehingga terjadi kerusakan lingkungan (tanah, air dan hutan).

Kegiatan TI di darat berdampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan TI di darat dilakukan di kebun dan pekarangan masyarakat yang sebagian besar tidak dilakukan kegiatan reklamasi (penimbunan tanah) sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain berkurangnya vegetasi dan kerusakan tanah, kegiatan TI diduga menimbulkan pencemaran di sungai akibat penggunaan air untuk pencucian bijih timah. Penambangan TI di darat akan menimbulkan sedimentasi di pantai dan secara tidak langsung mengganggu siklus hidup biota perairan.

Dampak lingkungan akibat penambangan di darat berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. Bila kondisi ini terus berlangsung tanpa adanya pengendalian dan pengelolaan yang tepat maka perkembangan potensi perikanan dan pariwisata bahari sebagai salah satu unggulan dan sumber pendapatan ekonomi daerah akan tersendat dan terancam. Oleh karena itu diperlukan strategi pengelolaan sumber daya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian disampaikan pada Gambar 1.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

ƒ Kegiatan penambangan di darat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Penambangan timah di darat akan meningkatkan sedimentasi di pantai.

ƒ Penelitian dilakukan terhadap pengaruh kegiatan TI terhadap karakteristik kualitas perairan di sekitarnya, baik pengaruh langsung maupun tidak langsung.

ƒ Pemanfaatan sumber daya alam tidak bertumpu pada salah satu potensi saja (mineral/timah) dan berorientasi jangka panjang. Potensi sumber daya alam lainnya (perikanan dan wisata) yang juga berpotensi mempercepat pertumbuhan ekonomi perlu dikembangkan dengan tetap memperhatikan faktor sosial dan lingkungan.


(35)

6


(36)

7

Berkaitan hal tersebut beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1. Seberapa besar dampak penambangan timah inkonvensional (TI)

terhadap penurunan kualitas perairan sungai (kualitas badan air dan sedimen) dan pola sebarannya ke pantai dan perairan laut?

2. Bagaimana pengaruh penurunan kualitas perairan terhadap keberadaan bentos?

1.4.Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional.

2. Mengetahui struktur komunitas bentos di perairan.

3. Menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen. 4. Menganalisis kualitas fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan bentos.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah sebagai berikut:

1. Sebagai informasi dasar bagi pemerintah daerah tentang kondisi kualitas lingkungan perairan akibat kegiatan penambangan inkonvensional.

2. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang memperhatikan aspek ekologi berkelanjutan.


(37)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertambangan Timah Belitung Timur 2.1.1. Pertambangan Timah dan Dampaknya

Mineral timah yang mempunyai nilai ekonomis adalah cassiterite yang lebih dikenal sebagai tin ore (biji timah) atau tinstone. Mineral timah (SnO2) mengandung 21,4% oksigen dan 78,6% timah. Timah ditemukan di pulau-pulau Bangka, Belitung, Singkep, dan Karimun Kundur yaitu pada jalur sabuk timah Asia Tenggara (The South East Asia Tin Belt). Selain itu, timah ditemukan di Bangkinang, daratan Sumatera (Sujitno, 1996).

Sukandarrumudi (2007) menjelaskan di Pulau Bangka dan Belitung, batuan tertua terdiri dari batuan endapan malioh yang berumur Permokarbon hingga Trias. Batuan tersebut diterobos oleh granit biotit yang diperkirakan sebagai penyebab terbentuknya endapan timah yang ada. Endapan timah primer terdapat pada batuan granit dan daerah sentuhan dan pada batuan endapan malih dengan jenis pertama terutama di Tikus, bagian barat Pulau Belitung. Endapan timah di Kelapakampit mempunyai jenis yang khas karena terdapat sebagai urat pada bidang perlapisan dan terhampar mengikuti bidang jurus perlapisan.

Kegiatan penambangan timah menimbulkan perubahan morfologi lahan (Atmo dan Widodo, 1992 dalam Badri, 2004). Ciri-ciri tanah yang terganggu yaitu horizon tanah sudah tidak teratur, lapisan hitam dan lapisan-lapisan lainnya sudah terbalik. Selain unsur Sn, timah putih juga mengandung Pb yang biasanya banyak terdapat di timah hitam (Suwardi dan Hidayat, 1998 dalam Badri, 2004).

Logam timah terakumulasi secara alami dibawah permukaan tanah. Timah dan komponennya terakumulasi dalam tanah dan sedimen karena kemampuan terurainya yang rendah dan relatif babas dari degradasi mikroba. Beberapa hasil penelitian di Wales, Inggris mengindikasikan bahwa lapisan permukaan tanah (0-15cm) di lahan tambang memiliki kandungan Pb berkisar antara 15-106 µm/g (Munggoro, et al.,1999 dalam Badri, 2004). Hasil penelitian Zimdahl dan Skogerbae


(38)

9

Pb dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman, terutama jenis rumput - rumputan tertentu (Badri, 2004).

Penambangan timah akan menghasilkan limbah berupa bahan material (pasir) yang disebut tailing. Tailing menimbulkan dampak negatif pada penurunan kualitas lingkungan, yaitu rusaknya vegetasi hutan, rusaknya sistem tata air, meningkatnya laju erosi permukaan, menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan. Sifat tailing yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman adalah konsentrasi logam berat dan garam tinggi, kurangnya unsur hara penting dan kurangnya mikroorganisma, sifat dan struktur tanah yang membatasi aerasi dan infiltrasi serta tingginya daya pemantulan sinar (PT.Timah,1990 dalam Badri, 2004).

2.1.2. Sejarah Timah Bangka Belitung

Penemuan sumber mineral timah di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan tidak ada catatan yang pasti kapan komoditas timah ini ditemukan di Bangka Belitung. Namun sejarah panjang, sebelum pemerintahan Kolonial Belanda melalui Kesultanan Palembang telah memonopoli perdagangan timah sejak awal abad ke-18 (Sujitno, 1996).

Herman (2005) menjelaskan sumberdaya mineral timah Bangka Belitung sudah dikenal dan dieksploitasi sejak Kesultanan Palembang (1850) dan diteruskan jaman penjajahan Belanda hingga tahun 1953. Sumberdaya timah tersebar di daratan dan perairan Pulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur. Pertama kali, timah di Bangka dikelola oleh badan usaha milik Kolonial Belanda bernama Banka Tin Winning Bedrijf (BTW), sementara di Pulau Belitung dan Singkep diusahakan oleh perusahaan swasta Belanda yaitu Gemeenschappelijke Mijnbow Maatschappij Biliton (GMB) dan NV. Singkep Tin Explitatie Maatschappij (NV.SITEM).

Memasuki masa kemerdekaan RI, pada tahun 1953 – 1958 ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasi menjadi tiga perusahaan negara terpisah. Pada tahun 1961, dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-tambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) yang bertugas mengkoordinasi ketiga perusahaan tersebut. Kemudian sejak tahun 1968, keempat perusahaan tersebut digabungkan menjadi satu perusahaan bernama Perusahan Negara (PN) Tambang Timah (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).


(39)

10

Memasuki tahun 1976, berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi PT. Tambang Timah (Persero). Krisis industri timah dunia akibat hancurnya The International Tin Council (ITC), memicu perusahaan melaksanakan perubahan mendasar (restrukturisasi) untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dalam kurun waktu 1991-1995 dan berhasil berhasil memulihkan dan meningkatkan daya saing perusahaan (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).

Pada tahun 1998, PT. Timah Tbk melakukan diversifikasi usaha dan melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan cara pemisahan operasi perusahaan menjadi tiga anak perusahaan dengan PT Timah Tbk sebagai induk perusahaan (holding company). PT. Timah Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan sedang dalam proses pengembangan usaha di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada kompetensi yang dimiliki (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).

Selain PT. Timah Tbk, perusahaan lain yang beroperasi di wilayah Pulau Bangka adalah PT. Koba Tin, sebuah Perusahaan Modal Asing (PMA) yang berdiri pada tahun 1971. Perusahan ini memiliki wilayah pertambangan seluas 41.680 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bangka Tengah dan Selatan. Perjanjian kontrak karya pertama PT. Koba Tin yaitu tahun 1973 – 2003 (tiga puluh tahun) dan diperpanjang selama sepuluh tahun dari tahun 2003 – 2013. Selain kedua perusahaan besar diatas, usaha pertambangan dilakukan juga oleh Perusahaan dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Daerah, smelter-smelter baru berukuran kecil, kolektor/perusahaan imbalan jasa dan pengusaha tambang inkonvensional (PT Koba Tin, 2004 dalam Herman, 2005).


(40)

11

2.1.3. Tambang Inkonvensional, Potensi dan Permasalahannya

Istilah tambang inkonvensional (TI) secara sederhana diartikan sebagai kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana dan modal usaha berkisar antara Rp 10 – 15 juta. Secara legal formal, TI sebenarnya kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena pada umumnya tidak memiliki izin penambangan (Anonim, 2001).

Secara aspek hukum kegiatan TI merupakan pelanggaran terhadap Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 50 ayat 3); Perda Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum (Pasal 8 ayat 2) dan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 443/MPP/KEP/5/2002 tentang pelarangan ekspor bijih timah (Herman, 2005).

Sebelum era reformasi (1997), munculnya kegiatan TI dikarenakan PT Timah melakukan kegiatan pendulangan di daerah-daerah yang tidak ekonomis dengan melibatkan masyarakat sekitar dan hasilnya dijual ke PT. Timah Tbk. Pada tahun 2001, kegiatan tersebut dilakukan di areal kuasa penambangan (KP) PT Timah Tbk, dan setelah cadangan timah habis dipindahkan ke lokasi yang telah ditetapkan PT. Timah Tbk. Kegiatan TI hanya melakukan kegiatan penambangan timah (PT Timah, 2002 dalam Herman, 2005).

Memasuki era reformasi, kegiatan TI berkembang sangat pesat dari pelaku penambangan menjadi pengolah dan eksportir bijih timah bahkan munculnya pabrik-pabrik peleburan skala kecil dan eksport logam timah tanpa merk. Kegiatan TI tersebut menjadi semakin marak sejak dikeluarkannya SK Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 bahwa Timah diketegorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan dapat dieskpor secara bebas oleh siapapun (BIP, 2006).

Lokasi penambangan juga tidak terbatas pada areal kuasa pertambangan (KP) PT Timah Tbk, namun pelaku TI mencari alternatif lokasi baru di luar areal KP PT Timah Tbk. Pengolahan bahan timah dan eksport timah tanpa merek oleh


(41)

12

pelaku TI menyebabkan terjadinya pasar gelap dan menyebabkan penurunan harga timah di pasar internasional (Herman, 2005).

Berdasarkan data tahun 2001, bila diasumsikan terdapat 6000 unit TI dengan rata-rata produksi 10 ton pasir timah, maka jumlah produksi bijih timah yang dihasilkan mencapai 60.000 ton per tahun. Jumlah ini lebih besar dari produksi bijih timah PT. Timah Tbk dan PT. Koba Tin yang hanya mencapai 45.000 ton per tahun. Sementara pada tahun 2006, total eksport logam timah Indonesia diperkirakan mencapai 123.500 ton. Bank Indonesia Palembang (BIP) Tahun 2006 melaporkan bahwa konstribusi PT. Timah Tbk sebesar 43.000 ton dan PT. Koba Tin sebesar 20.500 ton dan sisanya berasal dari smelter swasta illegal sebesar 60.000 ton atau hampir sepertiga produksi timah dunia.

Kegiatan TI di Belitung Timur awalnya juga dilakukan di bekas areal PT Timah Tbk yang sudah ditinggalkan (Anonim, 2001). Kemudian berkembang ke lokasi-lokasi lain dan bahkan perkebunan lada yang dinilai kurang ekonomis dikonversi menjadi areal pertambangan. Lokasi TI tersebar pada jalur antara Tanjung Pandan, Bidang, Kelapa Kampit dan Manggar (sepanjang 91 km) dan antara Manggar, Gantung, Badau dan Tanjung Pandan (sekitar 105 km).

Kegiatan TI berdampak positif bagi perkembangan perekonomian Bangka Belitung terutama sektor pertambangan dan penyerapan tenaga kerja. Namun menimbulkan permasalahan lain (dampak turunan) yang lebih besar antara lain merugikan ekonomi sektor lain terutama pertanian, kerusakan lingkungan dan sosial (BIP, 2006). Dampak keberadaan TI disampaikan pada Tabel 1.

Dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan TI (Widyastuti, 2007) antara lain:

• Lubang bekas galian yang tidak direklamasi membentuk cekungan-cekungan (kolong tambang) dan terisi air pada saat hujan sehingga daerah tersebut menjadi tandus dan gersang.

• Terjadinya pendangkalan sungai di sekitar lokasi penambangan. Kegiatan tambang menggunakan air sungai untuk melakukan penyemprotan untuk


(42)

13

• Penurunan kualitas air sungai akibat pembuangan tailing (lumpur) hasil pemisahan bijih timah.

• Rusaknya daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan produksi dan bahkan hutan lindung.

Tabel 1 Dampak keberadaan TI

No. Sektor Dampak

1. Pertambangan ƒ Meningkatkan produksi timah (Indonesia menguasai 40% produksi timah dunia

ƒ Memunculkan negara eksportir timah baru seperti Malaysia, Thailand dan Singapura (meskipun bukan penghasil timah) yang mendapat timah dari Indonesia.

ƒ Pasokan timah dunia melimpah

ƒ Harga timah dunia menurun

2. Pertanian ƒ Penyusutan lahan perkebunan lada seluas 50.000 ha (tahun 2000 hingga 2004) menjadi lahan pertambangan timah

ƒ Penurunan produktivitas lada dari 2 ton menjadi 1 ton per hektar.

3. Ketenagakerjaan ƒ Peningkatan penyerapan tenaga kerja

ƒ Mengurangi pengangguran secara signifikan

4. Lingkungan ƒ Menimbulkan kerusakan lingkungan (sumberdaya air dan hutan)

5. Pendidikan ƒ Peningkatan angka putus sekolah sekitar 16.000 (Juni 2005) karena bekerja di penambangan timah

6. Pendapatan daerah ƒ Peningkatan pendapatan daerah dari royalti timah

Sumber: Laporan Perekonomian dan Perbankan Kepulauan Bangka Belitung, 2006

Sistem penambangan TI

Menurut Widyastuti (2007) sistem penambangan TI dilakukan secara berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya (bergantung pada cadangan timah yang tersedia). Besarnya cadangan timah di suatu tempat belum dapat diketahui sebelumnya secara pasti.

Modal yang digunakan bervariasi tergantung pada luas area penambangan, kedalaman, dan jarak dengan lokasi sumber air (sungai). Semakin luas area penambangan, maka alat-alat yang digunakan juga semakin banyak. Bahan bakar untuk mesin-mesin penambangan berbahan bakar solar. Biaya penggunaan bahan bakar kegiatan TI di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka rata-rata berkisar


(43)

14

Rp 100.000 – Rp 200.000 dengan produktivitas perolehan timah berkisar 15 – 50 kg per hari (Widyastuti, 2007).

Sistem penjualan Timah

Sistem penjualan timah yang dilakukan oleh pemilik TI yaitu dijual secara langsung kepada tengkulak kecil (kolektor). Kolektor biasanya berbentuk badan hukum CV akan menetapkan harga timah sesuai kualitas timah yang diperoleh dan berat hasil penimbangan. Kemudian, kolektor akan menjual hasil timah yang telah dikeringkan kepada smelter yaitu usaha industri logam timah.

Industri logam timah akan melakukan pengolahan timah lanjutan dengan cara peleburan bijih timah hingga pembentukan logam timah yang berbentuk batangan. Smelter akan menjual hasil pengolahan kepada mitra usaha seperti PT. Timah Tbk. Rendahnya harga jual pasar domestik menyebabkan banyaknya penyelundupan timah ke luar negeri dengan harga jual yang relatif tinggi (Widyastuti, 2007). Bagan alir sistem penjualan timah dijelaskan pada Gambar 2.

Pemilik TI

Pasar Luar Negeri PT Timah Tbk

= Jalur resmi = Jalur tidak resmi

Gambar 2 Bagan alir sistem penjualan timah Kolektor Smelter

2.2. Karakteristik Kualitas Perairan

Kualitas perairan merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Kualitas perairan terdiri atas parameter kimia, fisika, dan parameter biologi (Effendi, 2003). Parameter fisika meliputi


(44)

15

2.2.1. Parameter Fisika a. Suhu

Suhu merupakan parameter fisika yang penting di perairan. Bersama dengan salinitas, dapat mengidentifikasi massa air tertentu. Sedangkan bersama tekanan, suhu mampu menentukan densitas air laut (Romimohtarto, 1984). Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C menjadi dua kali lipat kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan.

b. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Timbulnya kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (Davis dan Cornwell, 1991 dalam

Effendi, 2003).

c. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid)

Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada saringan millipore (diameter pori 0,45 μm) yang terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Nilai TSS bergantung pada kikisan tanah atau erosi tanah yang dapat diendapkan di daratan dan terbawa ke perairan laut.

2.2.2. Parameter Kimia a. Salinitas

Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988). Nilai salinitas ini menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat di konversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi.


(45)

16

b. Nilai pH

Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Nilai pH berperan penting dalam menjaga kelangsungan hidup biota perairan dan dapat mempengaruhi kecepatan dan bentuk reaksi kimia serta interaksi biologis air. Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH dan hidup optimal pada pH sekitar 7 - 8.5. Perubahan nilai pH secara mendadak pada kisaran tertentu dapat menyebabkan kematian biota perairan (Effendi, 2003).

Nilai pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada pH rendah, toksisitas logam mengalami peningkatan (Novotny dan Olem, 1994 dalam

Effendi, 2003). Demikian juga senyawa amoniak mengalami mudah terionisasi pada kondisi pH rendah dan tidak toksik. Namun pada pH tinggi (kondisi alkalis), amoniak umumnya tidak terionisasi dan bersifat toksik.

c. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan jumlah gas oksigen yang ditemukan terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keberadaan limbah yang masuk ke badan air. Distribusi oksigen terlarut sangatlah penting bagi banyak organisme akuatik, selain itu oksigen terlarut juga mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien (Wetzel, 2001).

Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari proses difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan produk dari aktivitas fotosintesa oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Sebaliknya berkurangnya kadar oksigen di perairan sebagai akibat dari terpakainya oksigen untuk respirasi biota akuatik dan juga terpakainya oksigen oleh mikroba dalam proses dekomposisi bahan organik secara aerobik (Effendi, 2003).

Rendahnya kadar oksigen terlarut dikaitkan dengan pemakaian oksigen oleh mikroba dalam proses dekomposisi yang cenderung melebihi pasokan


(46)

17

tersuspensi perairan didukung dengan relatif jernihnya perairan yang memungkinkan penetrasi cahaya matahari menembus hingga dasar perairan dan memfasilitasi terjadinya proses fotosintesa pada seluruhkolom air. Kadar oksigen yang sangat rendah dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan karena terganggunya proses respirasi seperti terlihat pada Tabel 2. Semakin rendah kadar oksigen terlarut semakin tinggi toksisitas (daya racun) beberapa logam seperti seng, tembaga, timbal, dan juga toksisitas beberapa gas seperti sulfida dan ammonia bebas (Boyd, 1990).

Tabel 2 Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan

Kadar oksigen terlarut

(mg/l) Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan

< 0,3 Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure)

0,3 – 1,0 Pemaparan yang lama (long exposure) dapat mengakibatkan kematian ikan

1,0 – 5,0 Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu

> 5,0 Hampir smeua organisme akuatik menyukai kondisi ini Sumber: Modifikasi Swingle (1969) dalam Boyd (1990)

d. Biological Oxygen Demand (BOD)

Kadar BOD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Penentuan kadar BOD selama 5 hari inkubasi dimaksudkan untuk meminimalkan pengaruh oksidasi ammonia dan berdasarkan perkiraan bahwa sekitar 70-80% bahan organik telah mengalami oksidasi pada hari kelima. Kadar BOD suatu perairan dipengaruhi oleh suhu, kelimpahan plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik dalam perairan tersebut

e. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD (chemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oksidator kuat dalam mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (Mays, 1996). Kalium dikromat adalah salah satu oksidator kuat yang biasanya digunakan dalam uji COD. Bahan organik yang dioksidasi dalam penentuan COD ini meliputi bahan organik yang bisa didegradasi secara biologis maupun yang sulit. Nilai


(47)

18

COD biasanya selalu lebih besar daripada nilai BOD. Oksidator (kalium dikromat) yang digunakan dalam uji COD dapat mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan bakteri (Sastrawijaya, 2000). Hasil pengamatan terhadap beberapa perairan alami menunjukkan nilai COD yang bervariasi antara < 2 mg/l - 100 mg/l (Mays, 1996).

d. Amoniak Total (NH3-N), Nitrit (NO2-N), dan Nitrat (NO3-N)

Amonia (NH3) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang ditemukan di perairan. Ion amonium (NH4+) adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, selain itu amonia juga berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Amonia yang terukur pada perairan alami adalah amonia total (NH3 dan NH4+) (Boyd, 1990). Kadar amonia bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Effendi, 2003). Toksisitas konsentrasi amonia bebas terhadap ikan air tawar bervariasi antara 0,7 - 2,4 mg/l (Boyd, 1990).

Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika di perairan terdapat oksigen. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik secara biologis dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah (Novotny dan Olem, 1994). Kadar nitrit (sebagai N) di perairan alami sekitar 0,001 mg/l (Effendi, 2003). Nilai LC50 (96 jam) nitrit (sebagai N) terhadap ikan air tawar bervariasi antara 0,66 - 200 mg/l (Boyd, 1990).

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Semua bahan yang mengandung nitrogen bertendensi untuk teroksidasi menjadi nitrat. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Kadar


(48)

19

Keberadaan amonia, nitrit, dan nitrat di perairan dipengaruhi oleh proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Proses nitrifikasi dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas

dan Nitrobacter pada kondisi aerob; pada kadar DO < 2 mg/l reaksi akan berjalan

lambat. Nilai pH optimum bagi proses nitrifikasi ini adalah 8 – 9; pada pH < 6 reaksi akan berhenti. Dan suhu optimum bagi proses nitrifikasi adalah 20 – 25oC; kecepatan nitrifikasi berkurang pada suhu kurang atau lebih dari kisaran tersebut. Proses denitrifikasi juga dilakukan oleh mikroba, namun proses ini terjadi pada kondisi anaerob (Effendi, 2003).

e. Fosfor (PO4-P)

Fosfor merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga fosfor menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik; fosfor juga sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat (PO43-) adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Polifosfat harus mengalami hidrolosis dulu membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Fosfat anorganik ini setelah masuk ke tumbuhan akan mengalami perubahan menjadi organofosfat. Total-P menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, dan berupa anorganik maupun organik.

f. Silika (SiO2)

Silikon ditemukan dalam bentuk silika (SiO2) di kerak bumi dalam jumlah yang berlimpah. Silikon tidak ditemukan dalam bentuk elemen bebas, tetapi berikatan dengan oksigen dan elemen lain (Effendi, 2003). Silika tidak larut dalam air maupun asam dan biasanya dalam bentuk koloid.

Perairan tawar alami memiliki kadar silika kurang dari 5 mg/l, perairan sungai dan danau memiliki kadar silika sekitar 5-25 mg/l (Cole, 1988 dalam

Effendi, 2003). Perairan payau dan laut, kadar silika tergolong tinggi berkisar 1.000-4.000 mg/l. Keberadan silika di perairan tidak menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup karena tidak bersifat toksik.


(49)

20

g. Logam berat

Logam berat didefinisikan sebagai logam yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm3. Dengan demikian logam yang memiliki densitas kurang dari 5 gr/cm3 tergolong logam ringan. Istilah lain menyebutkan sebagai logam trace

yaitu logam yang dalam keadaan alami berjumlah sangat sedikit (Darmono, 1995).

Widowati et al. (2008) menjelaskan logam berat terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia yang ada di muka bumi. Logam berat dibedakan atas 2 jenis yaitu: a. Logam berat esensial, yaitu logam yang dalam jumlah tertentu dibutuhkan

oleh organisme. Namun dalam jumlah yang berlebihan menimbulkan efek toksik. Logam-logam tersebut antara lain: Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lainnya. b. Logam berat tidak esensial, yaitu logam yang keberadaanya dalam tubuh

masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik antara lain Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.

Tingginya kandungan logam berat dalam perairan dapat disebabkan oleh kegiatan pertanian yang terbawa ke perairan laut, aktivitas vulkanik, pelapukan batuan dan proses alam lainnya. Logam berat juga dapat berasal dari proses resuspensi (pengadukan) dasar perairan yang terjadi di perairan dangkal dan terbawa oleh pergerakan massa air. Hampir semua jenis logam berat dibutuhkan oleh biota perairan dan makhluk hidup lainnya pada kandungan tertentu.

Beberapa unsur logam yang termasuk elemen mikro merupakan kelompok logam berat yang tidak mempunyai fungsi biologik sama sekali. Logam tersebut pada kadar tertentu bahkan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) pada mahluk hidup. Jenis logam tersebut antara lain timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg), arsen (As) dan aluminium (Al). Toksisitas logam pada manusia menyebabkan pengaruh negatif, terutama mengakibatkan kerusakan jaringan detoksikasi dan eksresi (hati dan ginjal). Beberapa logam toksik tersebut dapat menyerang saraf sehingga mengakibatkan kelainan tingkah laku.


(50)

21

atau karsinogenik bagi manusia dan hewan (Widowati et al., 2008). Toksisitas logam berat dalam hewan air dari yang paling toksik yaitu Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Co. Sementara toksisitas logam berat bagi manusia dimulai dari Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn.

2.3. Pencemaran Perairan

Pencemaran atau polusi lingkungan perairan menurut Odum (1996) adalah perubahan yang tidak diinginkan pada udara, daratan, dan air secara fisik, kimiawi, ataupun biologi yang mungkin (atau akan) merupakan bahaya bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, ataupun bagi proses-proses industri, lingkungan hidup, dan nilai-nilai kebudayaan. Sementara menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, pencemaran didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia.

Pencemaran perairan disebabkan adanya masukan limbah dari kegiatan industri, pertambangan dan lainnya. Pencemaran perairan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pencemaran perairan banyak disebabkan akibat manusia. Sumber pencemaran utama di perairan Kabupaten Balitung adalah kegiatan eksploitasi penambangan timah baik secara legal maupun ilegal, kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, transportasi laut, dan wisata bahari. Sumber pencemaran perairan dari penambangan timah berasal dari penambangan di darat dan di laut.

Lebih lanjut Widowati et al. (2008) menjelaskan pencemaran perairan oleh kegiatan manusia berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, dan kegiatan domestik lain yang berpotensi meningkatkan logam di lingkungan. Pencemaran logam pada lingkungan perairan (sungai/laut) berpotensi mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air irigasi lahan pertanian sehingga tanaman menjadi tercemar logam.

Pencemaran logam berat di perairan menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup dan kesehatan manusia. Darmono (1995) mengatakan bahwa logam-logam tertentu menjadi sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi di perairan. Hal ini dikarenakan logam tersebut memiliki sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup. Logam-logam berbahaya tersebut antara lain


(51)

22

kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg). Kegiatan pertambangan timah inkonvensional di daratan berpotensi menimbulkan pencemaran logam berat ke perairan.

Kolong-kolong bekas penambangan timah merupakan perairan yang mengandung logam berat yang relatif tinggi. Kolong didefinikan sebagai bagian dari perairan umum yang berbentuk kolam. Kolong dapat juga berbentuk danau atau waduk sebagai akibat adanya aktivitas penambangan bahan galian (Badri, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan kondisi perairan kolong bekas penambangan timah memiliki pH air yang cenderung asam. Pembentukan asam disebabkan oleh oksidasi mineral sulfida yang terekspos dengan oksigen dan air pada saaat penambangan (Subarja dan Santoso, 2007). Kolong yang berumur muda (<5 tahun) cenderung memiliki kandungan logam yang tinggi. Semakin tua usia kolong, maka kondisi kualitas perairan semakin baik karena adanya pelarutan logam oleh asam dan pengenceran seiring bertambahnya waktu (Brahmana et al., 2004). Beberapa logam yang terdeteksi tinggi yaitu logam seng (Zn), mangan (Mn), besi (Fe), tembaga (Cu), dan timbal (Pb).

Kolong-kolong bekas penambangan timah umumnya telah tercemar logam berat seperti timbal (Pb), besi (Fe), dan arsen (As). Hasil penelitian LIPI di Kabupaten Bangka, perairan kolong bekas penambangan memiliki rata-rata kandunga Pb yang tinggi dan diatas baku mutu untuk kegiatan budidaya perikanan. Selain itu, tanah kolong muda melepaskan logam berat karena memiliki derajat keasaman yang rendah (Henny, 2007). Kolong-kolong air yang berusia muda dengan kedalaman kurang dari 10 m sangat beresiko untuk budidaya ikan air tawar. Hal ini dikarenakan sangat mungkin logam berat akan terserap kedalam tubuh ikan dan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Selanjutnya, Henny (2007) mengatakan bahwa kolong-kolong yang berusia tua dan kedalaman air lebih dari 10 m bisa untuk budidaya perikanan. Namun tetap perlu dilakukan pemantauan terhadap kualitas air kolong secara periodik.


(52)

23

2.4. Sedimen Dasar Perairan

2.4.1. Pengertian Sedimen dan Klasifikasinya

Sedimen atau lumpur merupakan bagian dari sungai, muara dan lautan. Kepekatannya beragam, bergantung kepada keadaan, seperti curah hujan, ciri-ciri daerah aliran sungai, jenis tanah, dan komposisi bahan kimia atau biologinya. Sementara lumpur adalah padatan tersuspensi dapat berasal dari aliran atau dimasukkan ke dalam massa air oleh sedimen yang merupakan bagian utama dasar perairan, yang terlarut kembali ke dalam sistem perairan atau pengendapan kembali ke dasar perairan yang disebut juga sebagai proses sedimentasi.

Sedimen merupakan suatu bahan kimia baik berupa fragmen material padatan atau bahan organik yang terbawa atau terendapkan secara alamiah (angin, air atau proses pembekuan sungai es) di dalam dasar perairan/laut (

Encyclopedia-Colombia Univercity Press). Berdasarkan proses pembentukannya, sedimen

secara umum diklasifikasikan kedalam 3 golongan utama, yaitu secara mekanik, kimiawi, dan organik.

Secara mekanik

Secara mekanik atau klastik sedimen dibagi berdasarkan proses erosi dari batuan muda di permukaan bumi atau di lautan, yang kemudian terbawa oleh aliran, angin atau glester es ke tempat terjadinya endapan. Aliran endapan sedimen atau partikel ini terbawa ke laut, dimana pengendapan terjadi.

Secara kimiawi

Endapan kimiawi terbentuk melalui reaksi kimia di air laut sebagai hasil pengendapan mineral kristal halus, yang terendapkan didasar laut membentuk sedikitnya lapisan sedimen kimia yang jika sedimen diuapkan akan menghasilkan sedimen kering yang mengandung gypsum dan garam batu.

Secara organik

Secara organik berasal dari hasil tanaman atau hewan melalui pembusukan tanaman dan kemudian memadat seperti tanah gambut dan batu bara.


(1)

Bentos (species) vs As

As

N

e

p

h

ty

s

(

in

d

/

m

3

)

30 25 20 15 10 5 0 80 70 60 50 40 30 20 10 0

S 21,1021 R-Sq 10,8% R-Sq(adj ) 3,9%

Fitted Line Plot

Nephtys (ind/ m3) = 21,38 - 0,8093 As

As

T

e

lli

n

a

(

in

d

/

m

3

)

30 25 20 15 10 5 0 500

400

300

200

100

0

S 138,655 R-Sq 0,0% R-Sq(adj ) 0,0%

Fitted Line Plot

Tellina (ind/ m3) = 39,47 - 0,099 As

As

O

p

h

e

ly

n

a

(

in

d

/

m

3

)

30 25 20 15 10 5 0 25

20

15

10

5

0

S 10,6638 R-Sq 8,9% R-Sq(adj ) 1,9%

Fitted Line Plot


(2)

ntos (species) vs pasir

Pasir

N

e

p

h

ty

s

(

in

d

/

m

3

)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 80 70 60 50 40 30 20 10 0

S 20,8099 R-Sq 13,3% R-Sq(adj ) 6,6%

Fitted Line Plot

Nephtys (ind/ m3) = - 9,99 + 0,2854 Pasir

Pasir

O

p

h

e

ly

n

a

(

in

d

/

m

3

)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 25

20

15

10

5

0

S 11,0017 R-Sq 3,0% R-Sq(adj ) 0,0%

Fitted Line Plot

Ophelyna (ind/ m3) = 0,336 + 0,0681 Pasir

Pasir

T

e

lli

n

a

(

in

d

/

m

3

)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 500

400

300

200

100

0

S 123,518 R-Sq 20,6% R-Sq(adj ) 14,5%

Fitted Line Plot


(3)

Bentos (species) vs debu

Debu

N

e

p

h

ty

s

(

in

d

/

m

3

)

80 70 60 50 40 30 20 10 0 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10

S 21,2024 R-Sq 9,9% R-Sq(adj ) 3,0%

Fitted Line Plot

Nephtys (ind/ m3) = 16,33 - 0,3094 Debu

Debu

O

p

h

e

ly

n

a

(

in

d

/

m

3

)

80 70 60 50 40 30 20 10 0 25

20

15

10

5

0

S 10,9795 R-Sq 3,4% R-Sq(adj ) 0,0%

Fitted Line Plot

Ophelyna (ind/ m3) = 6,934 - 0,0905 Debu

Debu

T

e

lli

n

a

(

in

d

/

m

3

)

80 70 60 50 40 30 20 10 0 500

400

300

200

100

0

S 101,306 R-Sq 46,6% R-Sq(adj ) 42,5%

Fitted Line Plot


(4)

Bentos (species) vs liat

Liat

O

p

h

e

ly

n

a

(

in

d

/

m

3

)

35 30 25 20 15 10 5 0 25

20

15

10

5

0

S 11,1422 R-Sq 0,5% R-Sq(adj ) 0,0%

Fitted Line Plot

Ophelyna (ind/ m3) = 5,957 - 0,0811 Liat

Liat

N

e

p

h

ty

s

(

in

d

/

m

3

)

35 30 25 20 15 10 5 0 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10

S 21,1313 R-Sq 10,6% R-Sq(adj ) 3,7%

Fitted Line Plot

Nephtys (ind/ m3) = 17,21 - 0,7287 Liat

Liat

T

e

lli

n

a

(

in

d

/

m

3

)

35 30 25 20 15 10 5 0 600 500 400 300 200 100 0

S 133,887 R-Sq 6,8% R-Sq(adj ) 0,0%

Fitted Line Plot


(5)

Lampiran 8 Dokumentasi pengambian sampel penelitian

Kolong bekas tambang timah inkonvensional (TI)

(Sumber: dokumentasi Djamali, 2006)

Pantai Manggar, Belitung Timur

(Sumber: survai lapang Desember 2006)

Kondisi perairan lepas pantai , Belitung Timur

(Sumber: survai lapang Desember 2006)


(6)

Pengambilan sampel sedimen dan bentos

(Sumber: survai lapang Desember 2006)

Sungai Manggar, Belitung Timur

(Sumber: survai lapang Desember 2006)

Suasana TPI Manggar di pagi hari

(Sumber: survai lapang Desember 2006)