Analisis ekonomi usaha timah tambang inkonvensional (TI) di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

(1)

OLEH

MEYRINA WIDYASTUTI

H14102084

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Timah ... 11

2.2. Tambang Inkonvinsional (TI) ... 12

2.3. Modal ... 13

2.4. Tenaga Kerja ... 14

2.5. Profitabilitas ... 17

2.6. Penelitian Terdahulu ... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN ...20

3.1 Definisi Operasional ... 23

3.1.1. Modal ... 23

3.1.2. Bahan Bakar ... 23

3.2. Hipotesis ...23

IV. METODE PENELITIAN... 25

4.1. Lokasi dan waktu Penelitian ... 25

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 25

4.4. Analisis Kinerja Ekonomi ... 26


(3)

4.5. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan ... 28

4.6. Metode Analisis Data ... 29

4.6.1. Koefisien Determinasi (R²) ... 29

4.6.2. Pengujian terhadap Model Penduga... 30

4.7. Uji Kebaikan Model……….………... 28

4.7.1. Uji Autokorelasi ... 31

4.7.2. Heteroskedatisitas ... 32

4.7.3. Multikolinearitas ... 32

4.7.4. Uji Normalitas ... 33

V. GAMBARAN UMUM ... 34

5.1. Kondisi Wilayah ……….. 34

5.2. Sarana dan Prasarana ... 35

5.3. Pertumbuhan Penduduk………..………. 36

5.4. Pertumbuhan Ekonomi ……… 37

5.5. Tenaga Kerja……….…………38

VI. KONDISI UMUM INDUSTRI TIMAH DI PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG ………...39

6.1. Kegiatan Penambangan ………...……….………... 39

6.2. Dampak lingkungan usaha TI ………..……… 43

6.3. Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (3K)... 45

VII. EVALUASI USAHA TI ………..……….……… 47

7.1. Analisis tingkat keuntungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya..47

7.2. Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pekerja per Hari………...52

7.3. Sistem Permodalan dan Tingkat Pengembalian Modal usaha TI …...….54

7.4. Efisiensi Usaha……….55

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 57

8.1. Kesimpulan... 57


(4)

(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi

Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006 (persen)... 2

1.2. Penggunaan timah di Beberapa sektor ... 3

1.3. Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi Kep. Bangka Belitung tahun 1995 dan 2000 ... 4

1.4. Perbandingan PDRB dengan dan tanpa Timah tahun 2002-2005...5

4.1. Data Pengambilan Pemilik TI Contoh ... 26

5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bangka tahun 1990-2003 ……… 36

5.2. Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Bangka Tahun 2001-2005 (persen) …..….……… 37

6.1. Biaya penggunaan Bahan Bakar ... 40

6.5. Harga Timah ... 41

7.1. Hasil estimasi Model faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka... 49

7.2. Uji Heteroskedastisitas... 50

7.3. Uji Multikolinearitas ... 51

7.4. Uji Kenormalan ……….. 51

7.5. Penyerapan Tenaga Kerja Usaha TI ………. . 53


(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Tambang Inkonvensional ...22 5.1. Kontribusi Sektoral terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2005 ………..….….. 38 6.1. Bagan alur Distribusi Penjualan Timah ...43


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Pemilik TI...61

2. Keuntungan usaha TI...65

3. Data-data Penelitian (data mentah) ...66

4. Hasil Analisis...67

5. Uji Heteroskedastisitas... 68

6. Uji Autokorelasi...70


(8)

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi. Pengelolaan sumber daya alam membutuhkan peranan dari masyarakat maupun pemerintah untuk menjaga ekosistem lingkungan. Keberadaan sumber daya alam tersebut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat dalam pengelolaannya dengan pengawasan pemerintah. Selain itu juga memberikan dampak positif bagi pemerintah yaitu dengan terciptanya lapangan kerja, mengurangi tingkat pengangguran dan menekan angka kemiskinan khususnya di daerah tersebut. Pendapatan pemerintah juga akan meningkat dengan diberlakukannya pajak dan royalti terhadap pengelolaan sumber daya alam tersebut. Namun adanya eksploitasi sumber daya alam menyebabkan pendapatan pemerintah tidak pada hasil yang sebenarnya karena hanya memberikan keuntungan bagi kalangan tertentu saja. Eksploitasi tersebut mencakup tidak adanya upaya rehabilitasi lahan, serta penjualan hasil pengolahan yang tidak melalui jalur resmi sehingga ada pajak dan royalti yang tidak dibayarkan kepada pemerintah.

Eksploitasi dilakukan dengan pengelolaan sumber daya alam secara berlebihan. Bentuk pengelolaan tersebut salah satunya adalah dengan melakukan penambangan sumber daya alam. Minyak, gas, batubara, timah dan mineral-mineral lain yang terkandung di dalam bumi merupakan bahan galian yang dikelola dengan proses penambangan.


(9)

Peraturan Pemerintah RI no.27 tahun 1980 pasal 1 tentang penggolongan Bahan-bahan galian, menggolongkan timah dalam bahan galian strategis (Akhmad, 2000). Salah satu penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain menjadi salah satu sektor penerimaan pendapatan daerah sebesar 6.37 persen pada tahun 2005, sektor pertambangan khususnya timah juga membantu dalam penyerapan penerimaan tenaga kerja. Berikut persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 1.1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006 (persen).

SektorLapangan Pekerjaan Triwulan I Triwulan II

Sektor Primer 55,72 53,68

Sektor Pertanian 39,48 40,32

Sektor Pertambangan dan Penggalian 16,24 13,36

Sektor Sekunder 12,98 14,68

Sektor Industri Pengolahan 6,21 6,75

Sektor Listrik, Gas dan Air 0,50 0,58

Sektor Bangunan 6,27 7,35

Sektor Tersier 31,30 31,64

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

15,92 16,22

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

2,70 2,66

Sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan

0,88 0,90

Sektor Jasa-jasa 11,80 11,86

Total 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2006.


(10)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sektor primer menyerap tenaga kerja paling tinggi dibanding sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 53,68 persen. Sektor pertambangan dan penggalian menyerap tenaga kerja peringkat kedua dari sembilan sektor, dimana peringkat pertama diperoleh sektor pertanian yaitu sebesar 40,32 persen pada triwulan kedua tahun 2006 atau menurun 2,88 persen. Penurunan persentase sebesar 2,88 persen dibanding triwulan sebelumnya, disebabkan oleh sulitnya membuka lahan penambangan baru.

Sektor ekonomi yang menunjukkan peningkatan persentase penyerapan tenaga kerja tertinggi diberikan sektor bangunan sebesar 1,08 persen. Peningkatan pesentase penyerapan tenaga kerja di sektor ini dipengaruhi oleh peningkatan kegiatan dengan telah dimulainya proyek pembangunan infrastruktur.

Di Indonesia timah dimanfaatkan sebagai bahan baku cendera mata, industri dan elektronik. Kegunaan timah lainnya dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.2. Penggunaan timah di Beberapa sektor

No. Sektor Contoh

1. Industri Material kontruksi, cat, plastik, industri mesin, lampu bohlam, stick golf, peralatan perang.

2. Kesehatan Kapsul botol minuman, pengalengan makanan, penambalan gigi, obat-obatan.

3. Elektronik TV, radio, papan sirkuit, kamera, telepon, komputer. 4. Perhiasan Cincin, kalung, gelang.

Sumber : PT Timah Tbk, 2000.

Tabel 1.2 membagi penggunaan timah pada beberapa sektor. Sebagai contoh, pada sektor industri penggunaan timah dalam material konstruksi antara lain sebagai stabilizer pada PVC yang tahan lama pada sinar matahari dan


(11)

OLEH

MEYRINA WIDYASTUTI

H14102084

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1. Timah ... 11

2.2. Tambang Inkonvinsional (TI) ... 12

2.3. Modal ... 13

2.4. Tenaga Kerja ... 14

2.5. Profitabilitas ... 17

2.6. Penelitian Terdahulu ... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN ...20

3.1 Definisi Operasional ... 23

3.1.1. Modal ... 23

3.1.2. Bahan Bakar ... 23

3.2. Hipotesis ...23

IV. METODE PENELITIAN... 25

4.1. Lokasi dan waktu Penelitian ... 25

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 25

4.4. Analisis Kinerja Ekonomi ... 26


(13)

4.5. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan ... 28

4.6. Metode Analisis Data ... 29

4.6.1. Koefisien Determinasi (R²) ... 29

4.6.2. Pengujian terhadap Model Penduga... 30

4.7. Uji Kebaikan Model……….………... 28

4.7.1. Uji Autokorelasi ... 31

4.7.2. Heteroskedatisitas ... 32

4.7.3. Multikolinearitas ... 32

4.7.4. Uji Normalitas ... 33

V. GAMBARAN UMUM ... 34

5.1. Kondisi Wilayah ……….. 34

5.2. Sarana dan Prasarana ... 35

5.3. Pertumbuhan Penduduk………..………. 36

5.4. Pertumbuhan Ekonomi ……… 37

5.5. Tenaga Kerja……….…………38

VI. KONDISI UMUM INDUSTRI TIMAH DI PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG ………...39

6.1. Kegiatan Penambangan ………...……….………... 39

6.2. Dampak lingkungan usaha TI ………..……… 43

6.3. Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (3K)... 45

VII. EVALUASI USAHA TI ………..……….……… 47

7.1. Analisis tingkat keuntungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya..47

7.2. Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pekerja per Hari………...52

7.3. Sistem Permodalan dan Tingkat Pengembalian Modal usaha TI …...….54

7.4. Efisiensi Usaha……….55

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 57

8.1. Kesimpulan... 57


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi

Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006 (persen)... 2

1.2. Penggunaan timah di Beberapa sektor ... 3

1.3. Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi Kep. Bangka Belitung tahun 1995 dan 2000 ... 4

1.4. Perbandingan PDRB dengan dan tanpa Timah tahun 2002-2005...5

4.1. Data Pengambilan Pemilik TI Contoh ... 26

5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bangka tahun 1990-2003 ……… 36

5.2. Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Bangka Tahun 2001-2005 (persen) …..….……… 37

6.1. Biaya penggunaan Bahan Bakar ... 40

6.5. Harga Timah ... 41

7.1. Hasil estimasi Model faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka... 49

7.2. Uji Heteroskedastisitas... 50

7.3. Uji Multikolinearitas ... 51

7.4. Uji Kenormalan ……….. 51

7.5. Penyerapan Tenaga Kerja Usaha TI ………. . 53


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Tambang Inkonvensional ...22 5.1. Kontribusi Sektoral terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2005 ………..….….. 38 6.1. Bagan alur Distribusi Penjualan Timah ...43


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Pemilik TI...61

2. Keuntungan usaha TI...65

3. Data-data Penelitian (data mentah) ...66

4. Hasil Analisis...67

5. Uji Heteroskedastisitas... 68

6. Uji Autokorelasi...70


(18)

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi. Pengelolaan sumber daya alam membutuhkan peranan dari masyarakat maupun pemerintah untuk menjaga ekosistem lingkungan. Keberadaan sumber daya alam tersebut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat dalam pengelolaannya dengan pengawasan pemerintah. Selain itu juga memberikan dampak positif bagi pemerintah yaitu dengan terciptanya lapangan kerja, mengurangi tingkat pengangguran dan menekan angka kemiskinan khususnya di daerah tersebut. Pendapatan pemerintah juga akan meningkat dengan diberlakukannya pajak dan royalti terhadap pengelolaan sumber daya alam tersebut. Namun adanya eksploitasi sumber daya alam menyebabkan pendapatan pemerintah tidak pada hasil yang sebenarnya karena hanya memberikan keuntungan bagi kalangan tertentu saja. Eksploitasi tersebut mencakup tidak adanya upaya rehabilitasi lahan, serta penjualan hasil pengolahan yang tidak melalui jalur resmi sehingga ada pajak dan royalti yang tidak dibayarkan kepada pemerintah.

Eksploitasi dilakukan dengan pengelolaan sumber daya alam secara berlebihan. Bentuk pengelolaan tersebut salah satunya adalah dengan melakukan penambangan sumber daya alam. Minyak, gas, batubara, timah dan mineral-mineral lain yang terkandung di dalam bumi merupakan bahan galian yang dikelola dengan proses penambangan.


(19)

Peraturan Pemerintah RI no.27 tahun 1980 pasal 1 tentang penggolongan Bahan-bahan galian, menggolongkan timah dalam bahan galian strategis (Akhmad, 2000). Salah satu penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain menjadi salah satu sektor penerimaan pendapatan daerah sebesar 6.37 persen pada tahun 2005, sektor pertambangan khususnya timah juga membantu dalam penyerapan penerimaan tenaga kerja. Berikut persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 1.1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2006 (persen).

SektorLapangan Pekerjaan Triwulan I Triwulan II

Sektor Primer 55,72 53,68

Sektor Pertanian 39,48 40,32

Sektor Pertambangan dan Penggalian 16,24 13,36

Sektor Sekunder 12,98 14,68

Sektor Industri Pengolahan 6,21 6,75

Sektor Listrik, Gas dan Air 0,50 0,58

Sektor Bangunan 6,27 7,35

Sektor Tersier 31,30 31,64

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

15,92 16,22

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

2,70 2,66

Sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan

0,88 0,90

Sektor Jasa-jasa 11,80 11,86

Total 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2006.


(20)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sektor primer menyerap tenaga kerja paling tinggi dibanding sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 53,68 persen. Sektor pertambangan dan penggalian menyerap tenaga kerja peringkat kedua dari sembilan sektor, dimana peringkat pertama diperoleh sektor pertanian yaitu sebesar 40,32 persen pada triwulan kedua tahun 2006 atau menurun 2,88 persen. Penurunan persentase sebesar 2,88 persen dibanding triwulan sebelumnya, disebabkan oleh sulitnya membuka lahan penambangan baru.

Sektor ekonomi yang menunjukkan peningkatan persentase penyerapan tenaga kerja tertinggi diberikan sektor bangunan sebesar 1,08 persen. Peningkatan pesentase penyerapan tenaga kerja di sektor ini dipengaruhi oleh peningkatan kegiatan dengan telah dimulainya proyek pembangunan infrastruktur.

Di Indonesia timah dimanfaatkan sebagai bahan baku cendera mata, industri dan elektronik. Kegunaan timah lainnya dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.2. Penggunaan timah di Beberapa sektor

No. Sektor Contoh

1. Industri Material kontruksi, cat, plastik, industri mesin, lampu bohlam, stick golf, peralatan perang.

2. Kesehatan Kapsul botol minuman, pengalengan makanan, penambalan gigi, obat-obatan.

3. Elektronik TV, radio, papan sirkuit, kamera, telepon, komputer. 4. Perhiasan Cincin, kalung, gelang.

Sumber : PT Timah Tbk, 2000.

Tabel 1.2 membagi penggunaan timah pada beberapa sektor. Sebagai contoh, pada sektor industri penggunaan timah dalam material konstruksi antara lain sebagai stabilizer pada PVC yang tahan lama pada sinar matahari dan


(21)

perubahan temperatur. Pada sektor kesehatan, timah digunakan antara lain dalam penambalan gigi sebagai bahan pengganti merkuri. Pada sektor elektronik, di setiap inti barang elektronik terdapat sebuah papan sirkuit yang menggunakan timah. Di sektor perhiasan, timah digunakan sebagai bahan campuran pembuatan cincin, kalung maupun gelang.

Tingginya permintaan pasar timah dunia yaitu rata-rata sebesar 325.000 ton per tahun, menimbulkan meningkatnya permintaan tenaga kerja untuk memenuhi target produksi yaitu sepertiga dari produksi dunia atau sekitar 110 ribu ton per tahun. Berikut persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi Kep. Bangka Belitung tahun 1995 dan 2000.

Tabel 1.3. Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Berdasarkan Kabupaten/Kota di Propinsi Kep. Bangka Belitung tahun 1995 dan 2000.

TPAK Tk. Pengangguran

Kabupaten/Kota

1995 2000 1995 2000

Bangka 63.43 55.05 2.74 3.45

Belitung 51.80 52.60 7.35 5.76

Pangkal Pinang 46.06 49.73 11.04 7.07

Sumber : Susenas, 2000.

Data di atas menunjukkan perubahan TPAK pada Propinsi Kep. Bangka Belitung sebelum dan sesudah krisis moneter. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia menyebabkan TPAK Kabupaten Bangka menurun sebesar 8,38 persen, tetapi hal sebaliknya terjadi pada dua kabupaten dan kota lainnya yaitu Belitung dan Pangkal Pinang dimana terjadi kenaikan TPAK masing-masing sebesar 0,8 persen dan 3,67 persen. Tingkat pengangguran Kabupaten Bangka sebelum krisis moneter adalah sebesar 2,74 persen pada tahun 1995,dan mengalami peningkatan


(22)

sebesar 0,71 persen menjadi 3,45 persen padatahun 2000. Penurunan tingkat pengangguran terjadi pada Kabupaten Belitung dan Kota Pangkal Pinang yang masing-masing sebesar 1,49 persen dan 3,97 persen dari tahun 1995 ke tahun 2000. Penurunan ini disebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan.

Posisi Pulau Bangka yang strategis yaitu terletak pada jalur Laut Cina Selatan sebagai jalur perdagangan dunia, didukung letak geografis yang berdekatan dengan Singapura dan Jakarta sebagai pusat perekonomian memberikan keuntungan tersendiri dalam pendistribusian timah. Hasil pendistribusian timah tersebut mempengaruhi pendapatan daerah di Pulau Bangka yang ditunjukkan pada PDRB Kabupaten Bangka. Berikut ini adalah tabel perubahan PDRB Kabupaten Bangka dengan dan tanpa timah tahun 2003-2005. Tabel 1.4. Perbandingan PDRB dengan dan tanpa Timah tahun 2002-2005.

PDRB tanpa Timah PDRB dengan Timah Tahun Total (Juta

Rp.)

Pertumbuhan (% per tahun)

Total (Juta Rp.) Pertumbuhan (% per tahun)

2002 1.095.902 13.64 1.313.195 13.84

2003 1.264.543 15.39 1.606.358 22.32

2004 1.432.987 13.32 1.921.871 19.08

2005 1.633.258 13.98 2.280.053 19.20

Sumber: BPS (2006).

Berdasarkan data pada Tabel 1.4 terlihat bahwa PDRB tanpa timah Kabupaten Bangka pada tahun 2005 sebesar 1.633.258 juta rupiah atau naik sebesar 13.98 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.432.987 sedangkan PDRB dengan timah pada tahun yang sama tumbuh sebesar 19.20 persen atau sekitar 2.2 milyar rupiah. Tabel tersebut juga menunjukkan perbedaan PDRB yang diperoleh dengan dan tanpa timah yang telah memberikan kontribusi


(23)

terhadap PDRB Kabupaten Bangka. PDRB Kabupaten Bangka terbesar tanpa timah terjadi pada tahun 2005 yaitu 1.633.258 juta rupiah dan terkecil pada tahun 2002 yaitu sebesar 1.095.902 juta rupiah. PDRB Kabupaten Bangka terbesar dengan timah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 2.280.053 juta rupiah. Kontribusi Timah dari tahun 2002 hingga tahun 2005 terbesar adalah sebesar 16.81 persen.

Berdasarkan data pada Tabel 1.4 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pendapatan akibat adanya produksi timah di Kabupaten Bangka. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut disebabkan munculnya industri logam timah (smelter) di Kabupaten Bangka di tahun tersebut.dan banyak produsen timah di Kabupaten Bangka yang berkontribusi terhadap PDRB. Produsen timah terbesar yang terdapat di Propinsi Kep. Bangka Belitung adalah PT Timah Tbk dan PT Koba Tin. Pendapatan PDRB dari timah ini selanjutnya didukung oleh usaha timah rakyat uang termasuk dalam Tambang Inkonvensional (TI).

1.2. Perumusan Masalah

TI di pulau Bangka pada tahun 2001 telah mencapai 3205 kegiatan penambangan dan mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 5724 kegiatan penambangan (Ekonomi Neraca, 2005). Peningkatan tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan prosedur perijinan dalam membuka lahan penambangan dari aparat terkait terhadap kegiatan penambangan dan penggalian terutama timah. Sehingga para pemilik TI tidak memperdulikan tahap-tahap yang termasuk dalam


(24)

kuasa penambangan seperti wilayah kuasa penambangan, kewajiban reklamasi lahan dan prosedur keselamatan kerja.

Merebaknya TI terjadi pada tahun 1998, penambang rakyat semakin meningkat melebihi 3000 kegiatan penambangan ketika harga lada yang terus menurun yaitu dari Rp.100.000/kg menjadi Rp.30.000/kg akibat terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar dalam krisis moneter yang melanda Indonesia, sehingga mengakibatkan penurunan investasi dan berpengaruh pada pendapatan masyarakat Pulau Bangka. Namun krisis moneter yang terjadi pada saat itu justru meningkatkan harga timah dunia yaitu dari US$ 4700/ton menjadi US$ 9000/ton (Stania, 1999). Menurunnya harga lada memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan para petani sehingga peningkatan harga timah memberikan alternatif pekerjaan bagi para petani lada yaitu menjadi penambang TI. Terjangkaunya modal usaha untuk memulai penambangan yaitu berkisar Rp 8 juta hingga Rp 40 juta juga memicu merebaknya TI di Pulau Bangka. Menjadi penambang TI juga tidak membutuhkan tingkat ketrampilan yang tinggi sehingga hal inilah yang menjadi alasan masyarakat untuk beralih profesi menjadi penambang dan mempertahankan keberadaan TI.

Kehadiran TI ini mengundang berbagai reaksi dari masyarakat maupun pemerintah daerah setempat. Hal ini disebabkan karena banyaknya penambang timah yang tidak mempunyai ijin usaha penambangan atau lebih dikenal dengan Tambang Inkonvensional (TI) yang tentunya selain merusak ekosistem alam, pemda setempat juga tidak memperoleh royalty sebagaimana mestinya. TI telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat setempat terutama kerusakan


(25)

lingkungan yang diciptakan dan dapat dilihat dari udara, darat maupun laut (Suara Pembaruan, 2005). Namun rencana penutupan TI juga mendapat reaksi keras dari pihak pemilik dan pekerja TI. Pemilik merasa dirugikan jika pelarangan penambangan oleh TI diberlakukan dan juga akan semakin banyak tingkat pengangguran yang tercipta mengingat para pekerja berasal dari golongan orang miskin yang berekonomi lemah.

Berdasarkan hasil pendataan Susenas tahun 1996, jumlah penduduk miskin di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tercatat 7,12 persen dan naik menjadi 10,33 persen pada tahun 1999. Kenaikan ini terjadi akibat dari krisis moneter yang mengharuskan perusahaan-perusahaan memberhentikan para pegawainya sehingga secara tidak langsung juga meningkatkan angka pengangguran. Rendahnya TPAK, dan masih tingginya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan mendorong penduduk Propinsi Bangka Belitung untuk mencari kesempatan kerja di sektor informal.

Adanya kesempatan kerja pada sektor pertambangan mengacu pada UU No.11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan dan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1969 tentang pelaksanaan UU No.11 tahun 1967 dengan memanfaatkan bekas galian lahan tambang PT Timah yang sudah tidak produktif lagi untuk penambangan skala besar namun masih berpotensi digali untuk skala kecil yaitu menjadi penambang rakyat atau lebih dikenal dengan Tambang Inkonvensional (TI) (Stania, 1998). Kebijakan pemerintah ini dilakukan dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan mengembangkan potensi daerah untuk mencapai pemerataan pembangunan.


(26)

Berdasarkan hal di atas, maka permasalahan yang menjadi topik dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa besar keuntungan yang diperoleh pemilik TI seiring dengan berkembangnya usaha TI di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Kep. Bangka Belitung ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Kep. Bangka Belitung ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Menganalisa keuntungan yang diperoleh pemilik TI seiring dengan perkembangan TI dan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan.

2. Menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Kep. Bangka Belitung

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dan bahan pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan untuk menertibkan Tambang Inkonvensional kepada aparat pemerintah pusat maupun daerah setempat. Manfaat lain yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan acuan perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Bangka. Selain itu, perluasan wawasan ilmu kepada masyarakat pada umumnya dan rekan mahasiswa pada


(27)

khususnya agar dapat bersifat kritis dalam menyikapi permasalahan TI ini. Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan mampu menambah keterampilan dalam membuat karya tulis.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Bangka termasuk dalam kawasan pembangunan perdagangan, pariwisata dan penambangan. Hal inilah yang menjadi acuan untuk menjadikan Kecamatan Belinyu sebagai lokasi penelitian.

Variabel-variabel ekonomi yang digunakan dalam analisis adalah variabel-variabel umum yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu harga timah, penggunaan bahan bakar, tingkat upah dan besarnya modal. Selain itu, digunakan metode analisis Ordinary Least Square untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel-variabel ekonomi tersebut dalam perhitungan perolehan keuntungan dan pengaruhnya dalam jangka panjang bagi perekonomian Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.


(28)

Timah adalah logam yang tidak keras, digunakan sebagai campuran bahan baku industri. Timah yang memiliki rumus kimia (Sn) bernomor atom 50 ini dikenal dengan nama tin. Timah merupakan logam dasar yang tidak beracun (non toxic), berdaya konduksi tinggi dan memiliki titik lebur rendah (Imam, 2003).

Sejarah timah masuk ke Indonesia diawali oleh seorang pelaut Italia yang bernamaMarcopolo, seorang pelaut Italia, setelah singgah di Peureulak, Aceh, di ujung utara Sumatera. Beliau mencatat bahwa pada tahun 1279 bahwa negeri ini mengekspor: timah, gading gajah, kulit penyu, kapir barus, pala cengkeh, dan hasil hutan lainnya. Penyebutan timah adalah satu-satunya catatan sejarah tentang kehadiran timah di Indonesia sejak abad 13. Tetapi pada abad ke-18 para sejarahwan menemukan bukti yang lebih konkret tentang penemuan timah di Pulau Bangka. Bijih timah pada waktu itu dijual kepada pedagang yang datang dari Portugis, Spanyol dan Belanda. Timah mulai ditambang di Indonesia secara komersial oleh VOC. Ketertarikan bangsa lain terhadap timah karena di negara-negara Eropa timah digunakan sebagai bahan pencampur untuk membuat lonceng atau genta agar bersuara lebih nyaring. Bangsa Eropa pada masa itu juga sudah mulai mengalengkan makanan untuk tujuan pengawetan di dalam kaleng timah (PT Timah Tbk,1998).


(29)

2.2. Tambang Inkonvensional (TI)

Menurut Harjono (2003) pengertian Tambang Inkonvensional mencakup dua versi yang berbeda yaitu versi PT Timah Tbk dan versi DPRD Kabupaten Bangka. Menurut versi PT timah Tbk, TI adalah tambang inkonvensional, kegiatan penambangan yang keberdaannya sudah ada sejak lama dan dilakukan diluar kontrol PT Timah Tbk.

Berdasarkan versi Pemda Kabupaten Bangka berdasarkan surat edaran Bupati Bangka No. 540/0269/ek-bang/2000. TI adalah kegiatan penambangan timah yang dilakukan tanpa izin baik di dalam daerah wilayah kuasa penambangan maupun diluar kuasa penambangan daerah Bangka. Menurut DPRD Kabupaten Bangka, maraknya TI disebabkan sistem mitra kerja yang dilakukan oleh PT Timah Tbk yaitu membeli hasil produksi TI.

Penambangan tanpa ijin atau lebih dikenal dengan TI ilegal, menjual hasil produksinya kepada eksportir ilegal. TI akan mengeksploitasi lahan semaksimal mungkin tanpa mereklamasi lahan bekas tambang. Akibatnya lahan bekas tambang tersebut membentuk cekungan dalam yang terisi air hujan dan sulit ditanami tumbuhan akibatnya lahan menjadi tandus. Kegiatan TI semakin meningkat dengan adanya kenaikan kurs dollar terhadap mata uang rupiah.

Kegiatan penambangan dikatakan legal jika mempunyai kekuasaan hukum dan terdapat surat perijinan usaha yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no 75 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1969 tentang pelaksanaan UU no 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan dan dioperasionalkan dalam bentuk peraturan daerah yaitu PP no 1 tahun 2001


(30)

tentang pengelolan pertambangan umum dan keputusan Bupati no 6 tahun 2001 tentang perijinan usaha pertambangan. TI legal memberikan pengaruh yang signifikan kepada pemerintah yaitu mendapatkan keuntungan dari hasil pemungutan pajak TI. Pendapatan pajak yang dihasilkan digunakan untuk pembangunan daerah dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Pulau Bangka.

Maraknya TI terjadi ketika kurs rupiah terdepresiasi terhadap dollar sehingga kebutuhan hidup meningkat dengan harga-harga bahan pokok yang melambung. Menurut PT Timah tbk tercatat peningkatan TI dari tahun 2001 ke tahun 2002 yaitu pada tahun 2001 terdapat 3.205 TI dan meningkat menjadi 5.724 TI pada tahun 2002. Kenaikan jumlah TI dipicu oleh kenaikan harga timah dunia dan merosotnya harga lada.

Pada awalnya TI menjadi pekerjaan sampingan masyarakat Pulau Bangka untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Lama kelamaan, TI dijadikan pilihan utama untuk menghasilkan pendapatan. Pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dengan kehadiran TI legal tetapi di sisi lain pemda setempat juga mengalami kerugian yaitu mengeluarkan biaya reklamasi lahan dan kerusakan lingkungan akibat ulah TI illegal.

2. 3. Modal

Modal adalah jumlah dana yang dipakai untuk menjalankan usaha dagang. Modal suatu usaha biasanya berasal dari pinjaman bank, koperasi, lembaga keuangan bukan bank, perorangan, keluarga, teman dan lain-lain. (Profil Usaha


(31)

Kecil dan Menengah, 2003). Modal merupakan sumber-sumber ekonomi yang diciptakan manusia dalam bentuk nilai uang atau barang. Modal dalam bentuk uang dapat digunakan oleh sektor produksi untuk membeli modal baru dalam bentuk barang investasi yang dapat menghasilkan barang baru lagi.

Menurut Nicholson (1998), modal merupakan jumlah total mesin-mesin, bangunan-bangunan dan sumber manufaktur non labor yang ada dalam suatu waktu. Kekayaan perusahaan atau industri (aset) mencerminkan bagian dari output ekonomi di waktu lalu yang tidak dikonsumsi, melainkan disisihkan untuk kegunaan produksi masa yang akan datang.

Modal diperlukan untuk membiayai operasi suatu usaha. Modal tersebut digunakan untuk membeli aset suatu usaha (mesin peralatan, persediaan uang tunai) untuk dikelola agar memperoleh keuntungan. Secara umum, jenis modal yang dapat diperoleh untuk memenuhi kebutuhan modalnya terdiri atas modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (debt capital). Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi usaha TI adalah

Return On Investment (ROI) yaitu perbandingan antara pendapatan bersih terhadap dana investasi yang memberikan indikasi profitabilitas suatu investasi.

2.4. Tenaga Kerja

Kesempatan kerja tidak mencerminkan lapangan kerja yang masih terbuka jika dipandang dari segi data sensus penduduk walaupun ada kemungkinan ketika meningkatnya lapangan kerja, terjadi peningkatan pula pada jumlah pencari kerja. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakmerataan dalam pendistribusian


(32)

lapangan kerja yang masih terbuka atas dasar pola penyebaran penduduk ataupun pendidikan pencari kerja (Rusli, 1982).

Beberapa indikator dalam perencanaan program dan evaluasi

pembangunan baik di bidang ekonomi maupun sosial adalah indikator ketenagakerjaan, tingkat pengangguran dan kemiskinan. Secara tidak langsung ketiga indikator tersebut saling berkaitan. Indikator ketenagakerjaan menggambarkan tentang daya serap sektor ekonomi terhadap tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Pengangguran merupakan salah satu permasalahan yang kompleks dilihat dari sudut ekonomi sosial dan ekonomi perekonomian sehingga semakin rendah daya serap suatu sektor terhadap tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja maka semakin tinggi tingkat pengangguran yang tercipta. Dan semakin tinggi tingkat pengangguran maka akan menciptakan tingkat kemiskinan yang tinggi pula. Salah satu indikator ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan seberapa besar penduduk usia kerja yang aktif dalam kegiatan perekonomian di suatu wilayah adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

Simanjuntak (1985) membedakan tenaga kerja berdasarkan batas umur sehingga tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Hal ini juga senada dengan Keputusan Pemerintah UU no.25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Simanjuntak (1985) juga menekankan bahwa tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja, menganggur dan golongan


(33)

pencari kerja sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Menurut Sawit (1982) perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain disebabkan oleh:

1. Tidak cukupnya pendapatan dari usahatani, misalnya karena luas lahan usahatani yang semakin sempit.

2. Perkerjaaan dan pendapatan dari usahatani umumnya musiman sehingga

diperlukan waktu tunggu yang relatif lebih lama sebelum hasil atau pendapatan bisa dinikmati. Oleh karena itu diperlukan pendapatan atau pekerjaan cadangan guna mengatasinya.

Arfida (2002) mengemukakan tenaga kerja akan menerima upah sesuai dengan tingkatan pekerjaannya. Tingkat upah tersebut merupakan harga diri (jasa) tenaga kerja per satuan waktu, sedangkan pendapatan tenaga kerja adalah upah tenaga kerja dikali jumlah jam kerja.

Sistem pengupahan di pasar tenaga kerja khususnya di sektor informal tidak ada yang bersifat permanen. Besaran upah tidak tertentu, jadwal pembayaran tidak pasti, demikian pula cara pembayrannya. Pada sektor informal, upah diatur menurut tradisi atau kesepakatan bersama antara pemilik modal dan tenaga kerja. Karena sektor informal berada di luar jangkauan peraturan pemerintah, sehingga menjadikan sistem pengupahan sulit diatur. Kelemahan sektor informal dalam hal kurang pengawasan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh majikan dengan memberi upah serendah-rendahnya tehadap pekerja sektor informal.


(34)

2.5. Profitabilitas

Keberhasilan dari suatu usaha selain diukur dari pendapatan, juga dapat diukur dari analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan. Dalam ukuran ini akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam suatu kegiatan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi penerimaan yang dicapai, menunjukkan semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penambangan usaha TI. Sehingga dengan diperolehnya nilai pendapatan yang semakin tinggi maka tingkat keuntungan pun semakin baik.

Pengusaha akan mencapai laba maksimum pada saat :

∏ = TR – TC

=Q.PQ–wL–rC–K ...(2.1) Keuntungan maksimal tercapai ketika :

∏/

L

= 0

∏/

L =

Q/

L . Pq – w = 0

Q/

L x Pq = w

MPP

L

xP=w

...(2.2)

MPP

L (marginal physical product of labor) = nilai hasil maginal tenaga kerja

2.6. Penelitian terdahulu

Harjono (2003) dalam tesisnya yang berjudul Penambangan Timah Rakyat : Analisis Manfaat dan Biaya. Bertujuan untuk menelaah dan mengkaji manfat


(35)

dan biaya potensi, kelayakan usaha dan keterkaitan antara pertumbuhan terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Bangka. Selain itu, dianalisis dengan berbagai masalah dalam kegiatan pengolahan dan tataniaga timah rakyat, termasuk kemungkinan terjadinya adverse selection dan moral hazard dalam sistem kontrak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan analisis manfaat yang

diperoleh masyarakat dengan adanya penambangan timah rakyat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Manfaat yang diperoleh masyarakat adalah banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap dan adanya peningkatan pendapatan. Tambang rakyat juga menjadi alih profesi bagi petani lada ketika harga lada tidak memberikan harapan bagi kesejahteraan, sedangkan biaya yang dikeluarkan adalah biaya reklamasi lahan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 13 kecamatan yang berpotensi mengalami pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar masyarakat sekitar juga bersedia membayar pada lokasi penambangan sebagai wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Murtadlo (2007) melakukan analisis mengenai pengaruh modal dan lokasi terhadap pendapatan PKL Pakaian Jadi di PasarAnyar Kota Bogor. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan, menganalisa elastisitas modal dan lokasi terhadap pendapatan PKL Pakaian Jadi di Pasar anyar Kota Bogor dan menganalisa imbalan keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga juga menganalisa tingkat pengembalian investasi yang dilihat berdasarkan lokasi berdagang.


(36)

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa modal mempunyai pengaruh positif terhadap penjualan dan pendapatan pedagang kaki lima pakaian jadi di Pasar Anyar Kota Bogor. Lokasi juga memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan dimana lokasi di luar (strategis) maupun di dalam (kurang strategis) sama-sama memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Upah tenaga kerja berada dibawah Upah Minimum Regional (UMR) Kota Bogor, pedagang kaki lima pakaian jadi di Pasar Anyar Kota Bogor tetap bertahan hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan ketrampilan yang mereka miliki terbatas.

Fillaily (2004) melakukan analisis mengenai kajian faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pedagang bunga potong di Pasar Rawa Belong Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dalam penelitiannya membahas masalah faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan pedagang bunga potong di Pasar Rawa Belong. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa lingkungan eksternal yang berpengaruh adalah pemasok, pesaing dan pedagang. Sedangkan modal, pendapatan, pengalaman dan strategi merupakan faktor-faktor yang berpenaruh nyata terhadap keuntungan, Hasil regresi menunjukkan bahwa semua faktor tersebut mempunyai hubungan positif. Jenis kelamin, pemasok secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan pedagang bunga potong.


(37)

untuk memanfaatkan bekas daerah penambangan skala besar sebagai penambang skala kecil. Otonomi daerah yang diberikan kepada Bangka Belitung ini justru meningkatkan jumlah penambang TI tanpa mempunyai izin penambangan. Hal ini dipicu pula oleh harga lada yang menurun dan harga timah yang melonjak sehingga para petani lada beralih profesi menjadi penambang. Terbatasnya daerah bekas penambangan skala besar yang tidak diimbangi dengan tingginya jumlah penambang menyebabkan penambang skala kecil mencari daerah penambangan yang belum dieksplorasi penambang skala besar. Hal inilah yang kemudian memicu penambang skala kecil menjadi penambang skala besar yang menggunakan alat-alat berat. Faktor lain yang mendorong maraknya TI adalah krisis moneter yang melanda pada saat itu menyebabkan kesempatan kerja terbatas, tingkat pengagguran yang meningkat akibat dari PHK karyawan perusahaan, modal yang dibutuhkan cenderung terjangkau dan untuk melakukan penambangan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi.

Aktivitas penambangan yang dilakukan dengan menggunakan alat sederhana maupun berat telah merusak ekosistem lingkungan daerah sekitar di darat maupun di laut bahkan telah merambah ke kawasan hutan lindung. Daerah yang tidak produktif lagi ditelantarkan begitu saja tanpa adanya reklamasi lahan sebagai tanggung jawab pihak TI sehingga pemerintah harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mereklamasi lahan akibat ulah TI tersebut. Dampak yang lain


(38)

adalah bekas penggalian yang merusak keindahan panorama dan terganggunya ekosistem lingkungan di daerah tersebut.

Akibat adanya TI, beralihnya pekerjaan masyarakat setempat yang semula adalah petani lada menyebabkan perekonomian daerah setempat mengal;ami fluktuasi. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat lokal maupun keterlibatan oknum aparat dalam pengadaan TI sehingga kehadiran TI semakin tinggi dan tidak terkontrol.

Pemerintah daerah setempat mengkhawatirkan dengan keberadaan TI yang telah merusak ekosistem lingkungan sehingga berencana menutup TI. Di sisi lain, TI telah berpartisipasi atas berkurangnya tingkat pengangguran dengan terserapnya tenaga kerja pada sektor pertambangan dan penggalian dan jika TI ditutup akan mengancam para investor TI dan akan berdampak kepada para penambang yang pada umumnya dari golongan lemah. Oleh karena itu, peneliti akan menghitung tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha TI, besar proporsi penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha TI dan kontribusi pendapatan usaha TI terhadap pendapatan keluarga, tingkat pengembalian terhadap investasi dan tingkat imbalan terhadap tenaga kerja untuk mengetahui seberapa besar pengaruh TI terhadap kehidupan masyarakat setempat yang mempertahankan keberadaan TI.


(39)

.

Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Tambang Inkonvensional

Otonomi Daerah Harga timah dunia

meningkat

Pengangguran dan Kemiskinan meningkat

Maraknya Tambang Inkonvensional

• Kesempatan Kerja meningkat

• Aspek sosial ekonomi keluarga membaik

Analisis Kinerja Usaha TI

Insentif untuk membuka TI

PHK


(40)

3.1 Definisi Operasional 3.1.1 Modal

Pengertian modal dalam penelitian ini adalah jumlah dana yang dipakai untuk menjalankan usaha TI. Modal yang digunakan adalah modal operasional yaitu modal yang digunakan untuk kegiatan rutin, seperti modal biaya produksi, retribusi dan upah pekerja dalam hal ini adalah penambang usaha TI. Sedangkan modal tetap yang merupakan modal yang penggunaannya dalam jangka waktu yang lama, contohnya sewa lahan tidak digunakan karena usaha TI adalah usaha yang bersifat berpindah-pindah dan sehingga usaha ini tidak menggunakan biaya tetap. Dari hasil wawancara pemilik TI, modal yang diguanakan bervariasi yaitu berkisar antara Rp. 10 juta rupiah hingga Rp. 30 juta rupiah.

3.1.2. Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan dalam industri pertambangan khususnya TI adalah solar yang. Dari hasil penelitian juga diperoleh informasi bahwa penggunaan solar dalam satu hari berkisar antara 20 hingga 100 liter tergantung dari kapasitas mesin yang dipakai dan jumlah jam kerja yang ditetapkan.

3.2. Hipotesis

Dari uraian latar belakang dan permasalahan tersebut maka penulis mencoba untuk mengemukakan hipotesis-hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga bahwa modal memiliki pengaruh positif terhadap keuntungan para pemilik TI.


(41)

2. Diduga bahwa biaya penggunaan bahan bakar memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan para pemilik TI.

3. Diduga bahwa imbalan tenaga kerja memiliki pengaruh negatif terhadap keuntungan para pemilik TI.

4. Diduga bahwa harga timah memiliki pengaruh positif terhadap keuntungan para pemilik TI.


(42)

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Bangka Belitung. Penentuan lokasi berdasarkan atas tingkat populasi usaha tambang inkonvensional. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 hingga Juli 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan lembaga instansi terkait lainnya.

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Contoh responden adalah pemilik usaha TI yang berjumlah 30 orang dimana contoh lokasi penelitian menggunakan pengambilan sampel probability sampling, dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Teknik pengambilan sampelnya dilakukan secara

multistage sampling yaitu pengambilan contoh bertahap yang terdiri dati dua tahap. Tahap pertama, menyusun nama-nama desa yang ada di Kecamatan Belinyu, dilanjutkan tahap kedua yaitu pengambilan pemilik TI contoh secara


(43)

acak dalam desa-desa yang termasuk kecamatan. Data pengambilan pemilik TI contoh adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data Pengambilan Pemilik TI Contoh (unit)

No. Nama Desa ∑ Usaha TI ∑ Sampel

1. Lumut 4 3

2. Riding Panjang 5 4

3. Gunung Muda 12 4

4. Kuto Panji 6 4

5. Air Jukung 4 4

6. Bukit Ketok 7 4

7. Bintet 5 3

8. Gunung Pelawan 9 4

Jumlah 52 30

Sumber : Data Primer (2007)

Menurut Taufiq (2004), responden berjumlah 30 orang di tiap kelas mengacu pada konsep teorema batas sentral yang menyatakan bahwa jumlah sampel yang besar (n ≥ 30) akan menyebar secara normal dan pertimbangan bahwa uji rata-rata sampel berjumlah minimal 30 orang.

4.4. Analisis Kinerja Ekonomi 4.4.1. Keuntungan

Perhitungan ini merupakan hasil pendapatan bersih dari penerimaan dan biaya. Dalam analisis ini, yang diperbandingkan adalah penerimaan atau pendapatan pemilik tambang inkonvensional dengan biaya atau pengeluaran dari usaha tambang inkonvensional. Adapun rumusan matematisnya sebagai berikut :

∏ = TR-TC...(4.1)

Dimana : ∏ = pendapatan bersih/keuntungan (Rp/bln)

TR = total penerimaan penambang (Rp/bln)


(44)

4.4.2. Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian yang akan diperoleh atas penghasilan yang didapat dari total aktiva usaha (Arthur J. Keown, et al ,2001). Cara perhitungan ROI yaitu sebagai berikut: ROI = NB x 100 %...(4.2) TA

Dimana : ROI = tingkat pengembalian atas investasi NB = pendapatan bersih setelah pajak

TA = total aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap)

4.4.3. Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha TI dapat dihitung dengan menggunakan rasio antara penerimaan dengan biaya yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

R/C ratio = B/C……….(4.3) Dimana :

R/C = rasio penerimaan dengan biaya B = benefit (peneerimaan)

C = biaya

Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berkut : 1. Jika R/C > 1, maka usaha TI layak untuk dijalankan. 2. Jika R/C = 1, maka usaha TI mencapai Break Event Point. 3. Jika R/C < 1, maka usaha TI tidak layak dijalankan.


(45)

4.4.4. Pendapatan Pekerja

Pendapatan tiap orang tenaga kerja dapat diperoleh berdasarkan perhitungan pendapatan pekerja per hari dari usaha TI yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

∑ perolehan timah x imbalan per kg Pendapatan Pekerja/ hari =

∑ pekerja

4.5. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan

Peranan TI bagi perekonomian Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Propinsi Bangka Belitung dapat ditunjukkan oleh komponen pendapatan yang dibentuk dari keuntungan. Model dibawah ini digunakan untuk mengetahui nilai masing-masing faktor. Persamaan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a +bK

+

cB + dW + eP + u... (4.5) Keterangan :

Y = keuntungan (Rp)

K = Modal (Rp)

BB = biaya penggunaan bahan bakar (Rp)

W = imbalan pekerja/kg (Rp)

PT = Harga timah (Rp)

a = konstanta

b, c, d, e = koefisien

u = residual


(46)

4.6. Metode Analisis Data

Pengolahan model dalam penelitian ini menggunakan OLS (ordinary least square) atau metode kuadrat terkecil biasa yaitu regresi linear berganda yang terdiri atas dua varibel yaitu variabel endogen (terikat) dan eksogen (bebas). Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut Gujarati (1979) : 1. Nilai rata-rata hitung bias yang berhubungan dengan setiap variabel independen harus sama dengan nol.

2. Tidak ada multikolinear dalam setiap variabel dalam model. 3. Tidak ada heteroskedatisitas.

4. Tidak ada korelasi antara koefisien error dengan variabel independen.

Menurut Teorema Gauss-Markov, OLS dalam linear tak bias mempunayi varians minimum yaitu, penaksir tersebut bersifat Best Linear Unbiased Estimates (BLUE).

4.6.1. Koefisien Determinasi (R²)

Untuk menerangkan pengaruh variabel bebas terhadap keragaman variabel terikatnya maka digunakan rumus sebagai berikut :

R² = ∑ (Ŷj-Y) = JKT ∑ (Ŷi-Y)2 JKG JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat

Y = Y rata-rata


(47)

Dimana hipotesis yang digunakan adalah Ho = βi = 0

H1 = βi ≠ 0

i = 1,2,3.

Uji statistik yang digunakan adalah uji t : t-hitung = b-B

Sb

Keterangan :

b = Koefisien regresi parsial contoh B = Koefisien regresi parsial populasi Sb = Simpangan baku koefisien dugaan

Hasil dari t-hitung dibandingkan dengan t tabel (t tabel = tα/2 (n-k) ) dengan kriteria

:

t-hitung > t-tabel Æ tolak H0 artinya variabel independen atas parameter yang

diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

t-hitung < t-tabel Æ terima H0 artinya variabel independen atas parameter yang

diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

4.6.2. Pengujian terhadap Model Penduga

Untuk membuktikan signifikan suatu koefisien regresi maka digunakan uji F-statistik yaitu :

H0 : β0 = β1= β2 = βi = 0

H1 :minimal salah satu βi ≠ 0


(48)

B = dugaan parameter

Statistika uji yang dilakukan dalam uji-F :

F-hitung = R²/(k-1) (1-R²)/n-k Keterangan :

R² = koefisien determinasi n = banyaknya data

k = jumlah koefisien regresi dugaan

Hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F-tabel = Fα/2 (n-k) ) dengan

kriteria :

F-hitung > F-tabel Æ tolak H0 artinya variabel independen atas parameter yang

diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. F-hitung < F-tabel Æ terima H0 artinya variabel independen atas parameter yang

diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

4.7. Uji Kebaikan Model 4.7.1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antar error masa lalu dengn error sekarang, adanya korelasi akan menyebabkan terjadinya :

a. Varians yang diperoleh dari estimasi dengn OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parametr yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians yang sebenarnya.


(49)

b. Prediksi yang didasarkan pada metode OLS brsifat inefisien, artinya prdiksi dengan metode ini variansnya lebis besar dibandingkan dengn meytode ekonometrika lainnya.

Uji yang digunakan untuk medeteksi masalah autokorelasi dalam E-views4

adalah uji Breusch-Godfrey Correlation LM Test dengn kriteria :

a. Nilai Probability Obs*R-square-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka tidak terdapat korelasi.

b. Nilai Probability Obs*R-square-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat korelasi.

4.7.2 Heteroskedatisitas

Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedatisitas maka di uji menggunakan uji Hal White dengn kriteria :

a. Nilai Probability Obs*R-square-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka tidak terdapat heteroskedatisitas.

b. Nilai Propability Obs*R-square-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat heteroskedatisitas.

4.7.3. Multikolinearitas

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model regresi maka dilakukan uji Multikolinearitas dengan menghitung FNi yang dinyatakan sebagai berikut :

FNi = R² N1...N2...Nk/(k-2)


(50)

Dimana :

N : jumlah observasi k = jumlah variabel bebas

FNi > F-tabel, pada taraf signifikan tertentu, variabel bebas (N1) tertentu

mempunyai korelasi dengan variabel bebas yang lain.

FNi < F-tabel, pada taraf signifikan tertentu, variabel bebas (N1) tertentu

mempunyai korelasi dengan variabel bebas yang lain.

Menurut Gujarati (1993), tindakan yang dapat dilakukan dalam perbaikan masalah multikolineraritas adalah :

a. Menggunakan informasi sebelumnya.

b. Mengkombinasikan data cross section dan data deret waktu. c. Meningkatkan variabel yang sangat berkorelasi.

d. Mentransformasikan data.

e. Mendapatkan tambahan data baru.

4.7.4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term terdistribusi secara normal. Hipotesis yang diuji adalah (i) H0 : error term terdistribusi secara

normal, (ii) H1 : error term tidak terdistribusi secara normal. Wilayah kritik


(51)

Kabupaten Bangka merupakan salah satu wilayah pemekaran kabupaten di Propinsi Kep Bangka Belitung setelah memisahkan diri dari Sumatera Selatan sejak tahun 2002. Secara geografis, Kabupaten Bangka mempunyai luas wilayah 2950.68 km2 yang terletak disebelah pesisir Timur Sumatera bagian Selatan yaitu diantara 1’20”-3’7” LS dan 105’-107’ BT memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang 180 km dengan curah hujan rata-rata 4800 mm/tahun. Kabupaten Bangka secara administratif terdiri dari tujuh kecamatan, kelurahan dan lima desa.

Kabupaten Bangka mempunyai curah hujan bulanan berkisar antara 132-343,7 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni sekitar 132 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember sekitar 343.7 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kabupaten Bangka berada pada suhu 260C dengan temperature tertinggi sekitar 28.10C dengan kelembapan udara rata-rata 80 persen.

Struktur tanah di Kabupaten Bangka, 51 persen berombak dan bergelombang dengan pantai yang sedikit rawa-rawa dan bukit semak belukar. Dengan kondisi tanah tersebut maka hidup pohon produktif dengan kualitas sedang seperti Meranti, Rotan, Ramin dan Membalong. Sedangkan fauna yang hidup di Kabupaten Bangka antara lain monyet, ayam hutan, buaya, dan ular.


(52)

Secara geografis, Kabupaten Bangka dikelilingi oleh bentangan pegunungan antara lain Gunung Permis, Gunung Paku dan Gunung Pelawan dimana Gunung yang tertinggi terletak di Mentok yaitu Gunung Maras dengan ketinggian 445 meter. Kabupaten Bangka juga mempunyai beberapa sungai yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu Sungai Baturusa, Sungai Menduk, dan Sungai Kurau.

Kedudukan topografi Kabupaten Bangka yang berada pada propinsi kepulauan serta lokasinya di tengah-tengah wilayah perairan sehingga Kabupaten Bangka mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Natuna Sebelah Timur : Laut Natuna

Sebelah Selatan : Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka Tengah

Sebelah Barat : Kabupaten Bangka Barat, Selat Bangka dan Teluk Kelabat.

5.2. Sarana dan Prasarana

Kecamatan Belinyu mempunyai jarak tempuh 54 km dari ibukota kabupaten Bangka yaitu Sungailiat dan 87 km dari ibukota Propinsi kepulauan Bangka Belitung yaitu Pangkal Pinang yang dapat dicapai melalui jalan darat. Sedangkan sarana penunjang aksesibilitas transportasi ke ibukota Negara Republik Indonesia maupun ke pulau lainnya yaitu transportasi udara dan transportasi laut.


(53)

Transportasi udara terletak di ibukota Kabupaten Bangka yaitu Pangkal Pinang sedangkan transportasi laut tersedia di Kabupaten Bangka, Bangka Barat dan Bangka Selatan. Sementara transportasi antar kota tedapat angkutan bis umum yang tersedia hanya hingga siang hari.

5.3. Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Kabupaten Bangka hingga tahun 2003 berjumlah 217.545 jiwa yang terdiri dari 107.214 (49.28 persen) penduduk laki-laki dan 110.337 (50.72 persen) penduduk perempuan dengan kepadatan rata-rata 74 jiwa/km2. Dapat dilihat dalam tabel 5.1 sebagai berikut :

Tabel 5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bangka tahun 1990-2003

Kecamatan LuasDaerah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/km2)

Sungai liat 146,38 55.490 379,13

bakam 488,10 15.038 30,81

Pemali 127,87 17.157 134,18

Merawang 164,40 24.984 151,97

Pudin Besar 383,29 13.317 34,74

Mendo Barat 570,46 33.533 58,78

Belinyu 546,50 38.681 70,78

Riau Silip 523,68 19.345 36,94

Jumlah 2.950,68 217.545 74

Sumber : BPS, 2004.

Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bangka berdasarkan hasil sensus tahun 1990 sebesar 513.826 jiwa sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bangka hasil sensus tahun 2000 sebesar 569.125 jiwa atau mengalami peningkatan sebesar 1.06 persen. Peningkatan jumlah penduduk bukan hanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kelahiran tetapi juga dipengaruhi adanya


(54)

migrasi masuk. Dimana keberadaan Kabupaten Bangka merupakan penghasil utama bahan galian timah di Indonesia sehingga meningkatkan minat para pencari kerja dari luar Kabupaten Bangka untuk mencari pekerjaan.

5.4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevalusi hasil-hasil pembangunan dan memantau perbaikan ekonmi suatu daerah. Salah satu indicator perkembangan ekonomi suatu daerah adalah Laju Pertumbuhan PDRB. Untuk lebih jelas melihat Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bangka menurut sektor lapangan usaha disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Bangka Tahun 2001-2005 (persen)

No. Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

1. Pertanian 31.64 29.58 26.34 23.82 21.28

2. Pertambangan dan penggalian 19.98 20.23 18.62 22.55 25.79 3. Industri Pengolahan 8.85 8.84 14.99 15.16 14.94 4. Listrik, Gas & Air 0.73 0.78 0.76 0.82 0.86

5. Bangunan 7.26 7.07 6.52 6.19 5.82

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17.37 17.60 16.81 16.44 15.92 7. Pengangkutan dan Komunikasi 3.95 4.00 3.61 3.42 3.25 8. Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan

3.85 3.91 3.72 3.58 3.46

9. Jasa-jasa 6.37 8.00 8.64 8.02 9.69

Sumber : BPS 2006

Dari tabel diatas jika dilihat berdasarkan PDRB pada tahun 2005, sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yaitu sebesar 25.79 persen. Angka ini menjadikan sector penambangan dan penggalian sebagai kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bangka pada


(55)

tahun 2005. Kondisi memperlihatkan adanya pergeseran peranan sektor dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bangka dimana sebelumnya sector yang merupakan kontributor terbesar adalah sector pertanian.

Sektor pertumbuhan yang paling rendah adalah sektor listrik, gas dan air yaitu sebesar 0.86 persen. Rendahnya kontribusi sector listrik, gas dan air disebabkan oleh rendahnya pemanfaatan gas, listrik dan air PAM oleh masyarakat setempat. Mayoritas masyarakat Kabupaten Bangka masih menggunakan listrik subsidi dari PT Timah, penggunaan minyak tanah dan air sungai.

5.5. Tenaga Kerja

Kontribusi terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 diberikan sektor primer sebesar 60.47 persen. Sementara sektor sekunder dan sektor primer memberikan kontribusi sektoral terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 30.14 persen dan 9.39 persen.

0 10 20 30 40 50 60 70

primer sekunder tersier

Gambar 5.1. Kontribusi Sektoral terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2005.


(56)

6.1. Kegiatan Penambangan • Sistem kinerja penambangan.

Suatu hal yang berbeda dengan kegiatan industri yang umum letaknya tetap, maka kegiatan penambangan timah selalu berpindah-pindah. Masa kegiatan penambangan ditentukan oleh besarnya kandungan timah yang ada, akan tetapi besarnya kandungan timah yang terdapat pada suatu tempat tidak dapat diketahui secara pasti.

Cara yang paling efektif adalah melakukan pengeboran pada lapisan atas tanah hingga tanah koral secara bertahap hingga menemukan pasir yang mengandung timah. Jika pengeboran telah mencapai tanah putih atau tanah koral maka dapat dipastikan di lokasi tersebut tidak terdapat kandungan timah. Sehingga semakin banyak timah yang terkandung pada suatu tempat maka semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan penambangan.

Dalam pengoperasian kegiatan penambangan, setiap waktu bergerak maju hingga timah yang terkandung dalam lokasi tersebut habis. Apabila kandungan timah di lokasi tersebut telah habis, maka kegiatan penambangan dialihkan ke lokasi lain. Hal ini menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang serius.

• Kepemilikan modal

Modal adalah jumlah dana yang dipakai untuk menjalankan suatu usaha. Modal yang digunakan bervariasi, besar kecilnya modal tergantung pada luas area


(57)

penambangan, kedalaman, serta jarak antara sumber air dengan area penambangan. Semakin luas area penambangan maka alat-alat yang digunakan pada usaha TI juga semakin banyak.

• Penggunaan Biaya Bahan Bakar

Penggunaan bahan bakar pada usaha TI adalah bahan bakar solar. Banyaknya solar yang digunakan tergantung pada besarnya kapasitas mesin yang digunakan dan jam kerja yang ditetapkan. Semakin besar kapasitas mesin yang digunakan atau semakin lama jam kerja yang ditetapkan dalan satu hari maka semakin banyak solar yang dibutuhkan. Bahan bakar diperoleh atas usaha sendiri yaitu membeli kepada penjual bahan bakar industri yang berada di daerah tersebut.

Tabel 6.1. Biaya penggunaan Bahan Bakar

Penggunaan Bahan bakar (Rp/hari) Frekuensi Persentase

Rp. 100.000 – Rp. 200.000 24 80

> Rp. 200.000 – Rp. 400.000 5 16.67

> Rp. 400.000 1 3.33

Sumber : Data Primer (2007)

Berdasarkan Tabel 6.4., biaya penggunaan bahan bakar dalam usaha TI terbesar berkisar antara Rp. 100.000 – Rp. 200.000 yaitu sebanyak 24 usaha TI (80 persen) dan biaya penggunaan bahan bakar dalam usaha TI terkecil Rp. 500.000 yaitu hanya 1 usaha TI (3.33 persen).

• Produktivitas perolehan timah

Hal lain yang berpengaruh terhadap besar kecilnya upah yang diterima para kekerja penambang TI adalah produktivitas perolehan timah. Produktivitas perolehan timah berkisar antara 15 hingga 50 kg per hari. Produktivitas perolehan timah dalam usaha TI juga mempengaruhi upah pekerja. Semakin banyak timah


(58)

yang diperoleh, maka upah yang diterima pun akan semakin meningkat mengingat pembayaran upah pekerja TI berdasarkan penetapan harga timah oleh pemilik per kilogram yang berkisar antara Rp. 7000 hingga Rp. 15.000 per kg. Produktivitas perolehan timah tergantung pada kandungan timah yang terdapat pada suatu area dan luas lahan penambangan. Jika dalam suatu area terdapat kandungan timah yang tinggi maka dapat dipastikan timah yang diperoleh besar dan secara tidak langsung lahan penambangan juga semakin dalam bahkan meluas sehingga upah yang diterima pekerja para penambang TI juga meningkat..

• Harga Timah

Perolehan timah diklasifikasikan menurut kualitasnya. Kualitas timah yang baik adalah timah yang berbentuk kerikil, semakin besar kerikil timah yang diperoleh maka harga jual timah akan semakin tinggi dan sebaliknya, semakin halus pasir timah yang diperoleh, maka semakin rendah harga jual yang ditetapkan.

Tabel 6.5. Harga Timah

Harga timah (Rp/kg) Frekuensi Persentase

Rp. 30.000 – Rp. 33.000 3 10

> Rp. 33.000 – Rp. 37.000 25 83.33

> Rp. 37.000 2 6.67

Sumber : Data Primer, diolah (2007)

Berdasarkan tabel 6.5., penetapan harga timah terbesar berkisar antara Rp. 33.000 – Rp. 37.000 sebanyak 25 usaha TI (83.33 persen) dan terkecil berada pada harga lebih dari Rp. 37.000 sebanyak 2 usaha TI (6.67 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas usaha TI di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Prop. Kep. Bangka Belitung memperoleh timah dengan kualitas sedang.


(59)

• Sistem Pengupahan

Para pemilik TI melakukan kegiatan penambangan menggunakan tenaga kerja diluar keluarga bahkan banyak tenaga kerja yang berasal dari luar pulau Bangka. Sistem pengupahan dalam usaha TI ini adalah system upah harian. Namun system pembayaran upah dalam usaha TI sedikit berbeda dengan system upah buruh pekerja biasa. Upah yang diterima pekerja usaha TI berdasarkan hasil perolehan timah yang diperoleh dalam satu hari dikalikan dengan penetapan harga timah per kilogram oleh pemilik TI. Biasanya upah pekerja per kilogram berkisar antara Rp. 5000 hingga Rp. 15.000. Penetapan upah pekerja per kilogram berdasarkan atas kualitas timah yang diperoleh. Dengan kualitas timah yang baik maka akan meningkatkan harga jual timah kepada tengkulak, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya upah pekerja.

• Distribusi Penjualan timah

Hasil perolehan timah dalam satu hari oleh pemilik TI dijual kepada tengkulak kecil atau sering disebut sebagai kolektor. Hasil penambangan timah akan ditimbang dan diklasifikasikan kualitas timahnya oleh kolektor. Kolektor yang berbentuk badan hukum CV akan menetapkan harga timah sesuai dengan kualitas timah yang diperoleh dan berat hasil penimbangan. Setelah terjadi pembelian timah dari pemilim TI, kemmudian kolektor akan memproses timah tersebut dalam tahap pengeringan selama beberapa hari. Kolektor kemudian akan menjual hasil timah yang telah dikeringkan pada smelter (usaha industri logam timah) setelah hasil pembelian timah oleh kolektor lebih dari 80 kg.


(60)

Pada industri logam timah yang berpusat di Kota Pangkal Pinang, akan dilakukan pengolahan timah lanjutan yaitu peleburan timah hingga pembentukan logam timah yang biasanya berbentuk batangan. Hasil pengolahan smelter akan dijual mitra kerja seperti PT Timah tbk. Rendahnya harga beli dan sulitnya ijin untuk membuka smelter menyebabkan banyak smelter yang ditutup pada tahun 2006, hingga hanya tersisa 13 smelter (Sigi, 2007). Hal ini menyebabkan banyaknya penyelundupan ke luar negeri mengingat harga jual timah lebih tinggi dibandingkan harga jual domestik.

6.1. Bagan alur Distribusi Penjualan Timah

6.2. Dampak lingkungan usaha TI

Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan TI dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut :

1. kerusakan lingkungan.

a. Lubang bekas galian yang tidak direklamasi yiatu terbentuknya cekungan-cekungan dalam yang terisi air hujan yang menyerupai danau dan mengakibatkan daerah tersebut terlihat tandus dan gersang. Sisa-sisa

Pasar Luar Negeri

kolektor smelter PT Timah tbk

= jalur resmi = jalur tidak resmi timah


(61)

pengerukan tanah yang tidak diratakan kembali sehingga menjadi gundukan-gundukan tanah.

b. Pendangkalan sungai-sungai yang ada di sekitar area penambangan. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan penambangan yang megambil air dari sungai untuk melakukan penyemprotan tanah guna melunakkan tanah sehingga mudah untuk melakukan proses selanjutnya.

c. Kematian pohon-pohon di sekitar bekas galian disebabkan oleh asap mesin eksavator dan menurunnya kualitas air akibat limbah usaha TI.

d. Kegiatan penambangan telah memasuki fasilitas umum seperti jalan raya, perumahan penduduk, lahan pertanian, lahan pekuburan bahkan kawasn hutan lindung.

e. Pencemaran laut. Pengerukan timah di laut juga dinilai membahayakan ekosistem perairan. Kegiatan penambangan timah di laut akan merusak terumbu karang, mencemari pantai ditandai pasir pantai yang berwarna kehitaman dan terganggunya perkembangan ekosistem biota laut. Bahkan riskan merusak hingga dasar laut yang dapat memicu abrasi di pantai. 2. Perubahan Kehidupan Sosial

a. Terancamnya keselamatan pekerja, kegiatan usaha TI riskan longsor karena kegiatan penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur resmi.

b. Resiko terhadap kesehatan pekerja, misalnya kerusakan alat bantu pernafasan pada waktu penyelaman pada usaha TI di laut.


(62)

c. Harga bahan pokok terutama makanan laut meningkat. Hal ini dikarenakan beralihnya nelayan menjadi penambang TI.

6.3. Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (3K) • Keselamatan Kerja

Para pemilik usaha TI tidak mengikuti prosedur penambangan yang telah diatur dalam peraturan daerah setempat. Prosedur penambangan hanya akan memperlambat kinerja dan mengurangi efisiensi waktu dalam proses penambangan. Pelanggaran prosedur penambangan tersebut mengakibatkan terancamnya keselamatan para pekerja usaha TI. Karena usaha TI adalah usaha tidak resmi maka dalam memperoleh keuntungan semaksimal mungkin para pemilik TI lebih memilih untuk mengabaikan keselamatan pekerjanya. Padahal sesuai aturan pemasangan rambu-rambu keselamatan kerja beserta perlengkapan keselamatan kerja harus disediakan oleh pemilik usaha penambangan.

Tidak ada data resmi jumlah kecelakaan kerja yang terjadi pada usaha TI karena pihak keluarga korban kecelakaan kerja baik korban luka-luka, patah kaki, patah tangan maupun meninggal dunia hampir tidak pernah melaporkan kejadian tersebut kepada yang berwenang namun dapat dipastikan bahwa jumlah kecelakaan kerja usaha TI sangat mengkhawatirkan berdasarkan atas pemberitaan pada koran-koran lokal di daerah setempat.

• Kesehatan Kerja

Usaha TI juga mengancam atas kesehatan para pekerja yang diakibatkan oleh polusi dan limbah dari proses penambangan namun tidak terlalu dirasakan oleh


(63)

pekerja TI. Resiko kesehatan yang lebih tinggi lebih mengancam para pekerja industri smelter. Dalam proses pembakaran pasir timah ternyata mengeluarkan gas berbahaya seperti SO2 dan mengandung radio aktif gelombang pendek yang dapat mengakibatkan penyakit infeksi pernafasan dan kanker.

Sehingga dalam melakukan proses pembakaran diperlukan panas yang sangat tinggi guna untuk meminimalkan gas berbahaya tersebut dalam batas aman. Biaya yang cukup mahal menjadi kendala tersendiri untuk membeli peralatan yang sesuai dengan standar penambangan sehingga resiko kesehatan pekerja belum dapat mendapat perhatian secara layak.


(64)

a. Keuntungan usaha TI

• Keuntungan pemilik TI

Keuntungan yang diteliti dalam penelitian ini adalah keuntungan pemilik TI. Dari hasil survey dapat dilihat bahwa pemilik tidak mempunyai tenaga kerja keluarga. Semua penambang tidak terkait hubungan darah yang berasal dari daerah sekitar dan terdapat juga pekerja yang berasal dari luar pulau Bangka. Dari hasil analisis keuntungan usaha TI atas dasar perhitungan pendapatan dari usaha TI setelah dikurangi dengan biaya pengeluaran maka usaha TI menghasilkan rata-rata keuntungan para pemilik usaha TI yaitu sebesar 12.24 juta rupiah per bulan.

• R/C ratio

Hasil analisis efisiensi usaha dengan menggunakan R/C ratio adalah bahwa usaha TI ini layak untuk dijalankan dimana nilai ratio yang diperoleh sebesar 1.52 telah memenuhi salah satu kriteria efisiensi usaha yaitu R/C > 1.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan

Pendugaan parameter regresi dengan menggunakan teknik OLS harus memenuhi enam asumsi klasik. Pengujian diperlukan untuk melihat apakah keenam asumsi tersebut terpenuhi. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran asumsi. Pelanggaran estimasi tersebut meliputi uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas.


(65)

Pengujian autokorelasi pada Eviws 4.1 dapat ditunjukkan dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Obs*R-squared statistik dijadikan acuan untuk menerima atau menolak H0. Tetapi karena penelitian ini menggunakan data

cross section sehingga autokorelasi tidak perlu diuji.

¾ Uji Validasi Model

Untuk menganalisis keuntungan pemilik TI di Kabupaten Bogor digunakan variable-variabel eksogen berupa modal (K), Bahan bakar (BB), imbalan tenaga kerja (W), Harga timah (P). Penelitian ini dalam mengestimasi model menggunakan model ekonometrika dengAn metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Perangkat software yang digunakan dalam penelitian ini adalah eviews 4.1 dan Microsoft Excell. Berdasarkan hasil estimasi model secara keseluruhan, penduga dan pengujian model ekonomi dengan kriteria statistik yang ada menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dimana terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keuntungan yaitu penggunaan biaya bahan bakar (BB) dan imbalan tenaga kerja (W). Hasil estimasi dapat dilihat pada tabel 7.1.


(66)

Tabel 7.1. Hasil estimasi Model faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -16235091 10135531 -1.601800 0.1218

K -0.052532 0.052291 -1.004611 0.3247

BB -0.990701 0.149752 -6.615617 0.0000

W 0.559134 0.105769 5.286382 0.0000

P 788.9163 318.2813 2.478676 0.0203

R-squared 0.908805 Mean dependent var 10511467

Adjusted R-squared 0.894214 S.D. dependent var 5201908.

S.E. of regression 1691909. Akaike info criterion 31.67163

Sum squared resid 7.16E+13 Schwarz criterion 31.90516

Log likelihood -470.0744 F-statistic 62.28450

Durbin-Watson stat 2.360305 Prob(F-statistic) 0.000000

• Uji Statistik

Uji statistik dilakukan meliputi goodness of fit, uji F, dan uji t. Nilai R-sqared sebesar 0.908805 menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari

model persamaan adalah baik. Hal ini berarti bahwa 90.89 persen keragaman dari variable endogen bias dijelaskan oleh keragaman variable-variabel eksogen (bebas) di dalam model, sedangkan sisanya sebesar 0.11 persen dijelaskan oleh variable lain diluar model.

Uji F menunjukkan hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan angka probabilitas statistic F sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari α = 0.10 artinya bahwa minimal ada satu variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen. Uji t dapat dilihat dari probabilitas t-statistik. Berdasarkan uji tersebut menunjukkan bahwa hanya penggunaan biaya bahan bakar dan imbalan pekerja yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keuntungan pemilik TI di Kabupaten Bangka dengn taraf nyata α = 0.10.


(67)

• Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah variabel pengganggu memiliki varians yang sama (homoskedastisitas). Hal ini dapat diketahui melalui White Heteroskedasticity Test. Nilai Obs*R-squared statistik

dijadikan acuan untuk menerima atau menolak H0 : Homoskedastisitas.

Kesimpulan yang diambil jika prob dari Obs*R-squared statistic lebih kecil dari

alpha (α) maka tolak hipotesis nol. Hasil uji menunjukkan bahwa model

persamaan terbebas dari masalah heteroskedastisitas, yang dapat dilihat pada Tabel 7.3. dimana nilai prob Obs*R-squared dari model tersebut lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen.

Tabel 7.2. Uji Heteroskedastisitas ARCH Test

Variabel dependen Obs*R-squared Probability

D(Laba) 0.001156 0.972878

White Heteroskedasticity Test

Variabel dependen Obs*R-squared Probability

D(Laba) 22.7043 0.065200

• Uji Mulikolinear

Uji multikolinear dilakukan dengan cara melihat koefisien korelasi antar variable eksogen pada correlation matriks (Tabel 7.3.) Model persamaan regresi tingkat keuntungan ini terdapat nilai korelasi yang lebih besar dari 0.08 , yaitu terjadinya masalah multikolinearitas antar variabel-variabel penjelas di dalamnya yaitu antara imbalan tenaga kerja (W) dan keuntungan (Y) sebesar 0.86, namun terjadinya multikolinearitas masih bisa diabaikan apabila nilai korelasi-korelasi antar variabel tersebut tidak melebihi Adjusted R-squared-nya. Pada analisis ini menunjukkan nilai Adjusted R-squared-nya diperoleh sebesar 0.89, sedangkan


(68)

korelasi terbesar yang terjadi antar variabel adalah 0.860003, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan ini tidak mengalami multikolinearitas.

Tabel 7.3. Uji Multikolinearitas

W P K BB

W 1.000000 0.855277 -0.213016 0.093875

P 0.855277 1.000000 -0.117376 0.144233

K -0.213016 -0.117376 1.000000 -0.089324

BB 0.093875 0.144233 -0.089324 1.000000

• Uji Normalitas

Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa error term model

terdistribusi secara normal. Hal ini terlihat bahwa dari nilai probabilitasnya yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen.

Tabel 7.4. Uji Kenormalan

Variabel Dependen Jarque-Bera Probability

D(Laba) 1.346138 0.510140

¾ Variabel-variabel Penentu Keuntungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha TI di Kabupaten Bangka berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7.1., maka secara matematis dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = -16235091 - 0.052532 K - 0.990701 BB + 0.559134 W + 788.9163 P Persamaan diatas menunjukkan bahwa faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap keuntungan usaha TI di Kabupaten Bangka adalah penggunaan biaya bahan bakar (BB) dan imbalan tenaga kerja (W). Dimana penggunaan biaya bahan bakar mempunyai pengaruh negatif terhadap keuntungan yaitu sebesar -0.99 artinya setiap peningkatan penggunaan biaya bahan bakar sebesar 1 rupiah akan menurunkan laba sebesar 0.99 rupiah.


(69)

Imbalan tenaga kerja (W) mempunyai pengaruh positif terhadap keuntungan yaitu sebesar 0.56 yang artinya setiap peningkatan imbalan tenaga kerja sebesar 1 rupiah maka akan meningkatkan laba sebesar 0.56 rupiah. Hal ini terjadi karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan imbalan tenaga kerja akan mendorong pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya dengan peningkatan produktivitas maka akan meningkatkan keuntungan pemilik TI.

Harga Timah (P) mempunyai pengaruh positif terhadap keuntungan sebesar 788.92 yang artinya setiap peningkatan harga timah sebesar 1 rupiah maka akan meningkatkan keuntungan sebesar 788.92 rupiah. Hasil estimasi ini sangat mungkin terjadi karena harga timah ditentukan oleh produktivitas dan kualitas timah yang diperoleh sehingga semakin banyak produktivitas timah yang diperoleh dan semakin baik kualitas timah yang diperoleh maka harga timah yang ditetapkan juga akan semakin tinggi. Harga timah yang semakin tinggi akan meningkatkan keuntungan para pemilik TI.

7.2. Kesempatan Kerja dan Pendapatan Pekerja per Hari

• Penyerapan Tenaga Kerja

Pekerja dalam usaha TI berasal dari berbagai macam daerah dari seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara kepada pemilik TI, terdapat 44.17 persen pekerja usaha TI berasal dari Pulau Bangka, 32.5 persen pekerja usaha TI berasal dari Pulau Sumatera, 17.5 persen dari Pulau Jawa dan 5.83 persen berasal dari Pulau Sulawesi.


(1)

Lampiran 3. Data-data Penelitian (data mentah)

Y K BB W P

11254000

15000000

5200000

6240000

35000

11441000

15000000

3900000

6240000

35000

3615000

10000000

3900000

1950000

30000

13463000

15000000

5200000

1456000

37000

1989000

35000000

5200000

1950000

32000

12553000

15000000

5200000

9100000

35000

15875000

25000000

2600000

13520000

36000

12391000

15000000

5200000

9100000

35000

16661000

20000000

5200000

16380000

37000

12901000

20000000

5200000

13520000

36000

17656000

15000000

2600000

17550000

37000

1342000.

20000000

13000000

7020000

34000

18210000

14500000

5200000

19500000

38000

8849000.

20000000

5200000

7020000

35000

11002000

15000000

7200000

13520000

36000

12687000

10000000

7800000

17550000

37000

16526000

16700000

10400000

21450000

38000

1608000

12000000

7800000

4160000

35000

12060000

15000000

5200000

10010000

35000

2326000

29000000

5200000

1950000

34000

12631000

15000000

5200000

9100000

35000

9420000

18000000

3900000

5200000

34000

8118000

28000000

5200000

4550000

34000

9468000

30000000

3900000

5200000

34000

13805000

12000000

3900000

10010000

36000

4428000

12000000

3900000

3640000

30000

3346000

15000000

7200000

3120000

34000

8568000

10000000

5200000

5200000

34000

12360000

20000000

4550000

14560000

36000

18791000

18000000

4550000

19500000

37000

Keterangan :

Y

= Keuntungan (Rp)

K

= Modal (Rp)

BB

= Bahan bakar (Rp)

W

= Imbalan Tenaga Kerja (Rp)

P

= Harga timah (Rp)


(2)

Lampiran 4. Hasil Analisis

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 07/16/07 Time: 19:45 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -16235091 10135531 -1.601800 0.1218

K -0.052532 0.052291 -1.004611 0.3247

BB -0.990701 0.149752 -6.615617 0.0000

W 0.559134 0.105769 5.286382 0.0000

P 788.9163 318.2813 2.478676 0.0203

R-squared 0.908805 Mean dependent var 10511467 Adjusted R-squared 0.894214 S.D. dependent var 5201908. S.E. of regression 1691909. Akaike info criterion 31.67163 Sum squared resid 7.16E+13 Schwarz criterion 31.90516 Log likelihood -470.0744 F-statistic 62.28450 Durbin-Watson stat 2.360305 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 5. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 3.336188 Probability 0.013498 Obs*R-squared 22.70743 Probability 0.065200 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/16/07 Time: 19:46 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.05E+14 4.70E+14 0.224136 0.8257

K -3469730. 3811343. -0.910369 0.3770

K^2 0.028736 0.020034 1.434327 0.1720

K*BB 0.185758 0.090403 2.054774 0.0578

K*W -0.042890 0.031230 -1.373377 0.1898

K*P 51.19503 96.30971 0.531567 0.6028

BB -1.30E+08 33764266 -3.846688 0.0016

BB^2 0.196348 0.088702 2.213565 0.0428

BB*W -0.886274 0.227620 -3.893657 0.0014

BB*P 3789.493 972.4608 3.896808 0.0014

W 10438273 11515119 0.906484 0.3790

W^2 0.006830 0.067271 0.101523 0.9205

W*P -154.0634 384.6195 -0.400561 0.6944

P 1.06E+10 3.34E+10 0.317359 0.7553

P^2 -398673.5 584716.4 -0.681824 0.5057

R-squared 0.756914 Mean dependent var 2.39E+12 Adjusted R-squared 0.530034 S.D. dependent var 2.93E+12 S.E. of regression 2.01E+12 Akaike info criterion 59.80230 Sum squared resid 6.06E+25 Schwarz criterion 60.50290 Log likelihood -882.0345 F-statistic 3.336188 Durbin-Watson stat 1.619104 Prob(F-statistic) 0.013498


(4)

ARCH Test:

F-statistic 0.001076 Probability 0.974070 Obs*R-squared 0.001156 Probability 0.972878 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/16/07 Time: 19:46 Sample(adjusted): 2 30

Included observations: 29 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.30E+12 7.26E+11 3.164406 0.0038

RESID^2(-1) -0.006257 0.190727 -0.032807 0.9741 R-squared 0.000040 Mean dependent var 2.28E+12 Adjusted R-squared -0.036996 S.D. dependent var 2.93E+12 S.E. of regression 2.98E+12 Akaike info criterion 60.34950 Sum squared resid 2.40E+26 Schwarz criterion 60.44379 Log likelihood -873.0677 F-statistic 0.001076 Durbin-Watson stat 1.955621 Prob(F-statistic) 0.974070


(5)

Lampiran 6. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.546966 Probability 0.225596

Obs*R-squared 1.816614 Probability 0.177717 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/16/07 Time: 19:47

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2116914. 10169876 -0.208155 0.8369

K 0.000299 0.051729 0.005774 0.9954

BB -0.077219 0.160624 -0.480744 0.6351

W -0.035934 0.108546 -0.331047 0.7435

P 82.21159 321.7190 0.255539 0.8005

RESID(-1) -0.276440 0.222259 -1.243771 0.2256 R-squared 0.060554 Mean dependent var 2.69E-09 Adjusted R-squared -0.135164 S.D. dependent var 1570898. S.E. of regression 1673699. Akaike info criterion 31.67583 Sum squared resid 6.72E+13 Schwarz criterion 31.95607 Log likelihood -469.1374 F-statistic 0.309393 Durbin-Watson stat 1.896413 Prob(F-statistic) 0.902430


(6)

0 1 2 3 4 5 6

-4000000 -2000000 0 2000000

Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30

Mean 2.69E-09 Median 212539.3 Maximum 2327647. Minimum -3737130. Std. Dev. 1570898. Skewness -0.442865 Kurtosis 2.459268 Jarque-Bera 1.346138 Probability 0.510140


Dokumen yang terkait

Model Peningkatan Stok Cumi Cumi (Photololigo Chinensis) Di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

5 59 150

Suksesi vegetasi pada areal bekas tambang timah di kabupaten Belitung provinsi kepulauan Bangka-Belitung

0 9 74

Potensi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Belitung Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

0 5 144

ANALISIS LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI ANALISIS LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI (Studi Kasus Tambang Timah Inkonvensional di Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah).

0 0 15

PENDAHULUAN ANALISIS LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI (Studi Kasus Tambang Timah Inkonvensional di Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah).

0 0 34

Rekayasa Lereng Stabil Di Kawasan Tambang Timah Terbuka Pemali, Kabupaten Bangka Utara, Kepulauan Bangka.

0 5 8

Study Epidemiologi tentang Malaria Pada Pekerja Tambang Timah Tradisional di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia ( Epidemiological Study of Malaria Among Migrant Workers at Traditional Tin Mines in Bangka District, Bangka-Belit

0 0 8

PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Konflik pertambangan timah (Studi Terhadap Konflik Tambang Inkonvensional Rajuk di Benteng Kota Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat) - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 21

Konflik pertambangan timah (Studi Terhadap Konflik Tambang Inkonvensional Rajuk di Benteng Kota Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat) - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 8