3.5 Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah kemudian dianalisis dengan alat statistik deskriptif metode analisis statistik dengan menggunakan software statistif yaitu
SPSS 18.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007.
3.5.1 Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal Erlina, 2007 : 103.
Menurut Ghozali 2009 :110 cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan:
1 Analisis grafik Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah
dengan melihat grafik histogramnya yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode
yang lebih handal adalah dengan melihat normal probality plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi
normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan poltnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jiaka ditribusi data
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
2 Analisis statistik Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis
dan nilai Z-Skewness. Uji statistik lain yang dapat dilakukan untuk menguji normalitas resida adalah uji statistik non-parametik Kolmogorov-
Smirnov K-S.
Universitas Sumatera Utara
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distiribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov dapat
dilihat dari: 1 Nilai sig. atau signifikan normal atau probabilitas 0,05, maka distribusi
data tidak normal. 2 Nilai sig. atau signifikan normal atau probabilitas 0,05, maka distribusi
data adalah normal. b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk meguji apakah model mempunyai kolerasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi kolerasi diantara variabel independen. Multikolinearitas adalah siatuasi adanya kolerasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang
lainnya. Dalam hal ini disebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-
variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai kololerasi diantara sesamanya sama dengan nol.
Jika terjadi kolerasi sempurna diantara sesama variavel bebas, maka konsekuensinya adalah:
1 Koefisien –koefisien regresi tidak dapat ditaksir. 2 Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.
Menurut Ghozali 2009:91, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Nilai R
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi individual variabel-variabel independennya banyak yang
tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2 Menganalisis matrik kolerasi variabel-variabel independen. Jika diantara variabel independen ada kolerasi yang cukup tinggi umumunya diatas
0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya kolerasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas
dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3 Multikolinearitas dapat juga dilihat dari a nilai tolerance dan lawannya b variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi
variabel dependen terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi
karena VIF=1Tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adaah nilai tolerance 0.10 atau
sama dengan nilai VIF 10.
c. Uji Heterokedasitas Uji heterokedasitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dan residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain. jika residual dari satu pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedasitas Erlina, 2007:108. Deteksi ada tidaknya gejala heterokedasitas adalah dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu. Jika membentuk pola maka telah terjadi gejala heterokedasitas.
Uji ini biasa dilakukan pada penelitian yang menggunakan data cross section. Caranya adalah dengan melihat grafik scatterplot antara variabel dependen
yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis: a Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka diindikasikan telah terjadi heterokedasitas.
Universitas Sumatera Utara
b Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar diatas dan diabwah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedasitas.
d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi menurut Ghozali 2009:95 bertujuan untuk menguji apakah
dalam suatu model regresi linear ada antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t – 1 sebelumnya.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. masalah ini timbul karena residual atau kesalahan
pengganggu tidak bebas dari satu obeservasi ke observasi lainnya. Hal ini ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada
seorang individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individukelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokolerasi Erlina, 2007:109. Uji autokolerasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-Watson
DW. Pedoman untuk mendeteksi ada tidaknya autokolerasi menurut Ghozali 2009:96 adalah sebagai berikut:
1 Bila nilai Durbin-Watson DW berada di antara 0 dan batas bawah Lower Bound DL, tidak dapat diputuskan ada kolerasi positif atau tidak.
2 Bila DW berada di antara DL dan batas atas Upper Bound DU, tidak dapat diputuskan ada kolerasi positif atau tidak.
3 Bila nilai DW berada di antara 4-DL dan 4 berarti ada autokolerasi negatif.
4 Bila nilai DW berada di antara 4-DU dan 4-DL, tidak dapat diputuskan ada autokolerasi negatif atau tidak.
5 Bila nilai DW berada di antara DU dan 4-Dl, berarti tidak ada autokolerasi positif maupun negatif.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Pengujian Hipotesis