.19 -2.85 38 .01 HASIL PEMERIKSAAN Kesimpulan Pemeriksaan Gigi dan Mulut:

Pada tabel 8, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,19 0,05. Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. 2-tailed didapatkan nilai sebesar 0,01 0,05. Maka secara statistik terdapat perbedaan signifikan antara ketinggian maxillary alveolar ridge gigi molar kiri wanita bergigi dengan wanita edentulus. Tabel 8. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi molar kiri Independent Samples Test Gigi Levenes Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95 Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. 2- tailed Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Molar Kiri Equal variances assumed

1.80 .19 -2.85 38 .01

-2.77 .97 -4.74 -.80 Equal variances not assumed -2.85 35.31 .01 -2.77 .97 -4.74 -.80 Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

Pengukuran maxillary alveolar ridge dilakukan pada 40 sampel yang telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan, terdiri dari 20 wanita bergigi dan 20 wanita edentulus. Penelitian dilakukan di Instalasi Prostodonsia dan Instalasi Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge wanita bergigi lebih besar dibandingkan wanita edentulus pada masing-masing titik pengukuran. Pada gigi insisif midline, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 37,57mm ± 3,34mm, dibandingkan dengan wanita edentulus yaitu 35,30mm ± 2,79mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai 2013 di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi insisif midline, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 4,40 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3,75 mm. 6 Penelitian Canger et al 2013 di Turki, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata gigi insisif midline, lebih besar pada wanita bergigi yaitu 45,98mm ± 3,64mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 40,19mm ± 3,28mm. Pada gigi premolar kanan, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 35,87mm ± 3,10mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 33,81mm ± 3,01mm. Pada gigi premolar kiri, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 36,33mm ± 3,04mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 33,93mm ± 2,88mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai 2013 di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi premolar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 4,19 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3,52 mm. 7 6 Penelitian Canger et al 2013 di Turki, mendapatkan hasil bahwa pada gigi premolar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 40,55mm ± 2,66mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 27,09mm ± 5,10mm. 7 Universitas Sumatera Utara Pada gigi molar kanan, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 33,87mm ± 2,81mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 31,84mm ± 3,85mm. Pada gigi molar kiri, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 34,67mm ± 2,62mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 31,90mm ± 3,47mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai 2013 di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi molar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 3,93 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3.20 mm. 6 Penelitian Canger et al 2013 di Turki, mendapatkan hasil bahwa pada gigi molar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 23,38mm ± 3,47mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 21,1mm ± 2,63mm. Nilai rata-rata maxillary alveolar ridge secara keseluruhan pada wanita bergigi lebih besar dibandingkan wanita edentulus. Rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus adalah 33,35mm ± 3,43mm dan pada wanita bergigi adalah 35,66mm ± 3,21mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Saed et al 2010 di J Bagh College, yang mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata sampel kelompok bergigi lebih besar dibandingkan kelompok edentulus. Nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 10,36 mm dibandingkan dengan wanita edentulus 6,99 mm. 7 30 Penelitian Putra 2015 di Indonesia, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada kelompok bergigi lebih besar dibandingkan dengan kelompok edentulus. Pada rahang edentulus tersebut tidak mendapatkan rangsangan mekanis yang cukup sehingga metabolisme tulang dapat terganggu yaitu terjadinya stimulasi osteoklas yang meningkat dan stimulasi osteoblas yang menurun sehingga menyebabkan resorpsi pada alveolar ridge dan menyebabkan penurunan ketinggian maxillary alveolar ridge. 8 8 Secara fisiologis, pada wanita menopause, terjadi perubahan metabolisme hormonal dan mukoskeletal. Ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan peningkatan resorpsi tulang alveolar. Lamanya wanita sudah mengalami menopause mempengaruhi penurunan densitas tulang yang menyebabkan penurunan ketinggian maxillary alveolar ridge. 31 Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge antar regio, regio anterior pada titik insisif memiliki nilai ketinggian paling besar dan titik molar memiliki nilai ketinggian paling kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Reich et al 2011 di France, yang mendapatkan hasil bahwa regio anterior memiliki nilai ketinggian paling besar dan regio posterior memiliki nilai ketinggian paling kecil. 5 Penelitian Zhang et al 2015 di USA, mendapatkan hasil bahwa pada bagian anterior maksila, resorpsi alveolar ridge pada insisivus lateralis adalah paling kecil. Pada wanita edentulus, resorpsi paling kecil terjadi pada bagian gigi anterior. 10 Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, ketinggian alveolar ridge pada keadaan normal yang paling rendah terletak pada regio posterior yaitu molar, kemudian diikuti premolar dan paling tinggi di anterior sesuai dengan kurva spee. Kedua, pada regio anterior mandibula terdapat perlekatan otot genial, sehingga gaya yang diberikan daerah tersebut pada saat oklusi menstimulasi adaptasi metabolisme alveolar ridge di maksila sehingga memiliki ketinggian yang lebih besar. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi. Secara statistik, terdapat perbedaan signifikan antara kelompok bergigi dengan edentulus pada masing-masing titik pengukuran kecuali gigi molar kanan. Pada gigi molar kanan, terdapat perbedaan namun tidak signifikan antara wanita bergigi dengan wanita edentulus. Penelitian Abdulhadi et al 2009 di Malaysia, mengatakan bahwa resorpsi alveolar ridge terjadi setelah kehilangan gigi. Lamanya kehilangan gigi mempengaruhi besarnya resorpsi alveolar ridge dan menyebabkan penurunan ketinggian alveolar ridge. 8 32 Penelitian Samyukta et al 2016 di India menyatakan bahwa setelah pencabutan gigi, penyembuhan luka akan terjadi selama tujuh hari. Resorpsi alveolar ridge akan terjadi dengan cepat pada tiga bulan pertama setelah penyembuhan luka dan kemudian berkurang secara perlahan tetapi tidak akan berhenti. Hal ini disebabkan resorpsi alveolar ridge bersifat progresif dan merupakan proses seumur hidup. 33 Faktor anatomi juga berpengaruh terhadap resorpsi alveolar ridge yaitu kuantitas dan kua litas tulang dari alveolar ridge. Dengan demikian ada kemungkinan pada wanita bergigi jika volume tulang lebih besar, maka resorpsi yang terjadi akan terlihat. Hal Universitas Sumatera Utara ini sesuai dengan penelitian D’Souza 2012 di India, yang mendapatkan hasil bahwa faktor anatomi yaitu kuantitas dan kualitas tulang dari alveolar ridge memainkan peranan penting untuk terjadinya resorpsi alveolar ridge. 17 Kemungkinan hal ini juga disebabkan karena ketinggian maxillary alveolar ridge pada masing-masing sampel bervariasi pada kelompok wanita bergigi dan kelompok wanita edentulus. Didapatkan ketinggian maxillary alveolar ridge pada beberapa sampel kelompok wanita bergigi lebih rendah daripada kelompok wanita edentulus. Hal ini berhubungan dengan kurva spee di mana keadaan dalam normal ketinggian alveolar ridge pada titik molar lebih rendah daripada titik yang lain. 8 Radiograf panoramik digunakan untuk pemeriksaan penunjang dibidang kedokteran gigi karena mampu memberikan gambaran gigi dan struktur pendukungnya baik di maksila maupun mandibula. Radiograf panoramik juga digunakan sebagai alat bantu diagnostik dalam perencanaan perawatan menggunakan implan. Desain implan yang dapat digunakan yaitu implan endosseous dengan diameter 3,75mm dan panjang bervariasi antara 7mm, 10mm, 13mm dan 15mm. Pemasangan implan dilakukan apabila linggir cukup lebar dan jarak antara implan dengan sinus maksilaris adalah 2mm. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge wanita edentulus dan wanita bergigi mengalami perbedaan tetapi tidak signifikan pada titik molar kanan. 34 Hal ini karena teknik radiografi panoramik mempunyai pembesaran gambar dari aslinya. Distorsi pada radiografi panoramik tidak dapat dihindari karena bayangan objek pada film, berhubungan dengan proyeksi struktur yang bervariasi pada beberapa individu. Pemasangan implan yang salah pada rahang atas, berisiko menyebabkan kerusakan struktur anatomis seperti sinus maksilaris dan fossa nasal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi, kemerahan dan pembengkakan disekeliling implan, serta simptom pada sinus maksilaris termasuk pembentukan fistula dan komplikasi pada sinus seperti rhinitis. 35 Karena hal inilah penggunaan radiografi kedokteran gigi untuk memperkirakan ketinggian maxillary alveolar ridge sangat dibutuhkan agar rencana perawatan pada pasien edentulus dapat memberikan prognosa yang baik. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan