4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:
18
a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak
sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap
untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-
syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada
organisasi;
19
b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau
dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;
c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun
oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;
d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian
mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya
18
Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005, hal 5-6.
19
Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http:hermansh.blogspot.com201202 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Juli 2014.
saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;
e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun
tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;
Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu
perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu
Syarat-syarat Sahnya menurut KUHPerdata adalah empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah
suatu perjanjian itu baru dinyatakan sah . Adapun keempat syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu :
1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya
Kata sepakat mereka harus diberikan secara bebas .walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi , mungkin
terdapat suatu kekhilapan di mana suatu perjanjian yang telah terjadi itu , pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak
beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak . Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kekhilafan.Perjanjian yang timbul secara
demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan. 2.
Kecakapan untuk membuat perjanjian
Orang yang cakap adalah Mereka yang telah berumur 21 tahun atau yang belum berumur 21 tahun tetapi sudah pernah menikah .Tidak termasuk
orang-orang yang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh pengadilan diputuskan berada di bawah pengampunan dan seorang
perempuan yang masih bersuami.
20
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikit macam atau jenis benda dalam perjanjian itu sudah di tentukan , misalnya jual beli beras sebanyak
100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam
atau jenis , warna dan rupanya dapat dibatalkan . Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak hasil
panenan diperkenankan . Satu sama lain kalau mengenai barang-barang harus barang-barang yang di dalam perdagangan
4. Suatu sebab yang halal
Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri . Sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang ,
kesusilaan dan ketertiban umum . Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah memenuhi syarat-
syarat ini . Apabila salah satu syarat atau lebih syarat itu tidak dipenuhi , maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun
sebagaimana dimaksudkan tidak terjadi pula .
20
A Qirom Syamsudin Meliala, 1980, hal. 10.
Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:
21
f. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak
sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap
untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-
syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada
organisasi;
22
g. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau
dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;
h. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun
oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;
i. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian
mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi
prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;
21
Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005, hal 5-6.
22
Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http:hermansh.blogspot.com201202 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Juli 2014
j. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun
tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;
k. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-
syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian
dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu
B.Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-
undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum
selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.
23
Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih
diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang
diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu
antaralain adalah: asas kebebasan berkontrak freedom of contract, asas
23
Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, Semarang: Undip, 2007, hal. 23
konsensualisme concsensualism, asas kepastian hukum pacta sunt servanda, asas itikad baik good faith dan asas kepribadian personality.
24
1. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang
maupun belum diatur dalam undang-undang .
2. Asas itikad baik
Tiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukakan dengan itikad baik . Atas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subyektif
dan itikad baik yang obyektif . Itikad baik dalam pengertiaan yang subyektif dapat diartikan sebagai
kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap bathin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum .
Sedangkan itikad baik dalam pengertian yang obyektif , maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-
apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat . 3.
Asas pacta sun servanda Pacta sun servanda ini merupakan asas dalam perjanjian yang
berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian . Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti undang-
24
S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada HukumPerjanjian Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org, 2007, diakses tanggal 1 Mei 2014
undang . Maksudnya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti undang-undang .
Jadi dengan demikian maka pihak ketiga tidak bias mendapatkan kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan
karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaksudkan untuk pihak ketiga .
Maksud asas pacta sun servanda ini dalam suatu perjanjian , tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat
perjanjian itu. 4.
Asas konsensuil Maksud dari asas konsensuil adalah dalam suatu perjanjian cukup ada
suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formil.
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang
dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara
nyata dalam hukum adat disebut secara kontan. Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis baik
berupa akta otentik maupun akta bawah tangan. Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
25
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Asas konsensualitas dapat kita lihat dalam pasal 1320 KUHPerdata , yang berbunyi : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat,yaitu:
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Jadi karena dalam pasal 1329 KUHPerdata tidak disebutkan suatu formalitas tertentu disamping sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan
bahwa setiap perjanjian itu adalah sah dalam arti mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan itu.
Terhadap asas konsensualitas ini ada pengecualiannya, yaitu: apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan
ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut, seperti misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan
25
Ibid
dengan akta Notaris, perjanjian perdamaian harus diadakan secara tertulis. Perjanjian ini dinamakan perjanjian formal.
5. Asas berlakunya suatu perjanjian
Maksud dari asas ini adalah bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Jadi pada asasnya semua perjanjian itu hanya
berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja, tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga dan pihak ketiga pun tak bisa mendapatkan keuntungan karena adanya
suatu perjanjian tersebut, kecuali yang telah diatur dalam undang-undang , misalnya perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga .
Asas berlakunya suatu perjanjian ini diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi : Pasal 1315 KUHPerdata : Pada umumnya tak seorang pun dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji daripada untuk dirinya sendiri . “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak
yang membuatnya .Persetujuan-persetujuan itu tak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tidak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya; selain
dalam hal yang diatur dalam pasal 1317”. e. Asas kepribadian personality
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
26
26
Ibid
Inti
ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata
dinyatakan bahwa, “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata
dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian
kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjiankontrak untuk
kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan.Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318
KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317
KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.
27
27
Ibid
C. Jenis-jenis Perjanjian