Syarat Sahnya Perjanjian Kredit dan Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

terpenuhi,maka pada dasarnya pada saat itu telah beredar uang giral baru di masyarakat sejumlah kredit RK tersebut. Hal tersebut disebabkan karena debitur mempunyai hak tarik atas sejumlah dana yang ada pada rekening Koran tersebut, yang pada dasarnya adalah rekening giro. 4. Kredit sebagai alat pengendalian harga Dalam hal ini andaikata diperlukan adanya perluasan jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka salah satu caranya ialah dengan jalan mempermudah dan mempermurah pemberian kredit perbankan kepada masyarakat. 5. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaatfaedahkegunaan potensi ekonomi-ekonomi yang ada. Dengan adanya bantuan permodalan yang berupa kredit, maka seorang pengusaha baik industriawan, petani dan lain sebagainya bisa memproduksi atau meningkatkan produksi dari potensi- potensi yang dimilikinya.

E. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit dan Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

1. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian c. Mengenai hal atau obyek tertentu d. Suatu sebab causal yang halal Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak-pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian. Sedangkan syarat ke tiga dan ke empat disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan cancelling oleh salah satu pihak yang tidak cakap.Dapat dibatalkan oleh salah satu pihak artinya salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan pembatalan.Apabila salah satu pihak tidak membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang telah dibuat tetap sah.Yang dimaksud salah satu pihak yang membatalkan disini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum.yaitu orang tuanya atau walinya atau orang yang tidak cakap itu apabila suatu saat menjadi cakap atau orang yang membuat perjanjian itu bila pada saat membuat perjanjian tidak bebas atau karena tekanan pemaksaan. Syarat pertama adalah sepakat artinya orang-orang yang membuat perjanjian tersebut harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat dan juga sepakat mengenai syarat-syarat lain untuk mendukung sepakat mengenai hal-hal yang pokok.Contohnya dalam perjanjian jual beli, pihak penjual menghendaki uang sebagai harga jual sedangkan pihak pembeli menghendaki barang yang dibeli. Harga jual dan barang tersebut merupakan kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian jual beli, sedangkan dimana barang harus diserahkan dan kapan penyerahannya merupakan kesepakatan diluar sepakat mengenai hal-hal yang pokok. Syarat kedua cakap dalam membuat perjanjian.Cakap artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Seorang telah dewasa atau akil balik, sehat jasmani dan rohani dianggap cakap menurut hukum sehingga dapat membuat suatu perjanjian. Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata yaitu: a. Orang-orang yang belum dewasa b. Orang-orang yang ditaruh dibawah perempuan c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Ketentuan ke tiga ini telah dikoreksi Mahkamah Agung melalui surat edaran No.31963 tanggal 4 agustus 1963 yang ditunjukkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang memenuhi syarat telah dewasa tidak dibawah pengampuan. Syarat ketiga mengenai suatu hal atau obyek tertentu artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan. Misalnya perjanjian hutang piutang harus jelas berapa besarnya hutang, berapa jangka waktu pengembalian dan bagaimana cara mengembalikan. Syarat ke empat suatu sebab atau causa yang halal artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah: 1. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Misalnya perjanjian yang menyanggupi untuk melakukan pembunuhan dengan imbalan tertentu. Ini perjanjian yang didasarkan sebab atau causa tidak halal bertentangan dengan undang-undang pidana pasal 338 KUHPidana. Sebab atau causa yang bertentang dengan undang-undang jelas dan mudah tampak perjanjian seperti ini adalah batal demi hukum artinya sejak semula perjanjian dianggap tidak pernah ada, para pihak tidak terikat untuk melaksanakan isi perjanjian ini. 2. Perjanjian tidak bertentangan dengan kesusilaan. Lebih mudah untuk menentukan sebab atau causa yang bertentangan dengan undang-undang karena sifatnya jelas dan Nampak tetapi sebab atau causa yang bertentangan dengan kesusilaan adalah relatif tidak sama wujudnya diseluruh dunia,mungkin di Indonesia suatu perbuatan tertentu bertentangan dengan kesusilaan tetapi di negeri barat perbuatan tersebut dianggap tidak bertentangan dengan kesusilaan. Jadi tergantung pada anggapan masyarakat terhadap perbuatan itu. perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan misalnya perjanjian dengan seorang penyanyi yang berpakaian minim dan porno. 3. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum. Tidak mudah untuk menetapkan suatu ukuran yang bertentangan dengan ketertiban umum. Ketertiban umum sebagai lawan atau kebalikan dari kepentingan orang-perorangan. Sebagian besar dari hal-hal yang berkaitan dengan ketertiban umum terletak pada bagian ketatanegaraan dari hukum, dalam hubungan lalu lintas pengangkutan, perjanjian perburuhan. Perjanjian pengangkutan yang melebihi daya muat alat pengangkut dapat membahayakan ketertiban umum.Demonstrasi yang dilakukan di tengah jalan raya dapat dianggap mengganggu ketertiban umum.

D. Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Perlindungan Konsumen Perumahan Terhadap Developer Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Study Kasus : Zona Property Medan)

0 57 94

Perlindungan Konsumen Perumahan Terhadap Developer Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Study Kasus : Zona Property Medan)

4 84 94

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 2 21

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 3 13

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian 3. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang)

0 0 14

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 - Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Asuransi PT. Asuransi Jiwasraya

0 0 40

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN PERUMAHAN BERSUBSIDI DI PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 16