Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

080200403

FAHMI ANGGIA LUBIS

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PROSEDUR MUTASI JABATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 DITINJAU DARI PERSEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

080200403

FAHMI ANGGIA LUBIS

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP. 196002141987032002

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Surianingsih, SH, M.Hum

NIP. 196002141987832002 197003171998031001

Amsali Sembiring, SH, M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

PROSEDUR MUTASI JABATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 DITINJAU DARI PERSEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum) * Fahmi Anggia Lubis

**Suria Ningsih *** Amsali Sembiring

Mutasi merupakan salah satu kebijakan untuk efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan penyebaran Pegawai Negeri Sipil terbaik ke berbagai daerah. Melatih dan menjadikan Pegawai Negeri Sipil untuk lebih profsional dan menjadi pelayan publik yang mau benar-benar melayani masyarakat dengan baik. Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 2011 sudah dilengkapi berbagai peraturan dan undang-undang administrasi negara.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana prosedur mutasi jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum.Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan?Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga Penelitian Hukum Kepustakaan, karena penelitian hukum yang dilakukan hanya dengan cara meneliti bahan pustaka saja atau data sekunder belaka. .

Prosedur Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum, Surat Permohonan Mutasi (dilengkapi alamat kantor/rumah lengkap dengan nomor HP/telepon), Foto Copy SK CPNS, Foto Copy SK PNS, Foto Copy SK Kenaikan Pangkat/Jabatan terakhir, Foto Copy Ijazah dan Transkrip Nilai Pendidikan terakhir, Foto Copy DP-3 selama dua tahun terakhir, Foto Copy Kartu Pegawai dan Daftar Riwayat Hidup. Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian Faktor Administratif administratif. Faktor Psikologis. Faktor Sosiologis.

Kata Kunci : Prosedur, Mutasi, Jabatan, Pegawai Negeri Sipil *Mahasiswa

** Dosen PembimbingI, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara **Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH, MH selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak Amsali Sembiring, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. H. Syamsuddin Lubis, Ak., MM dan Ibunda Hj. Sondang Bulan Siregar dan Abangda Faisal Affif Parlindungan Lubis, SE, Kakak Ipar dr. Putri Purnama Sari, Abang Ipar, AKP Yasnil Akbar Nasution, Kakak Mutiara Nauli Lubis, Sabrina Adini Sulaiman, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.

9. Teman-Teman stambuk 2008, Chairul Arief Hrp, Febrin Syahputra Hrp, Robert Maail, Barita Lumbanbatu, Rian Ramadhan, Rama Dipta, Romi Bagus, Iman Hsb, yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena


(6)

keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Allah Swt. Amin …

Medan, Januari 2014 Hormat Saya

Fahmi Anggia Lubis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUTASI JABATAN ... 26

A. Pengertian Mutasi... 26

B. Dasar Hukum Mutasi Jabatan ... 29

C. Bentuk-Bentuk dan Jenis Mutasi Jabatan ... 30

BAB III PELAKSANAAN MUTASI JABATAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MEDAN ... 33

A. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ... 33

B. Implementasi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 ... 40

C. Kelemahan-Kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dalam Pengaturan Sistem Karier PNS ... 46


(8)

D. Kebijakan Pemerintah dalam Menetapkan/Menempatkan

Suatu Jabatan ... 50

E. Pelaksanaan Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ... 52

BAB IV PROSEDUR MUTASI JABATAN PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MEDAN ... 55

A. Prosedur Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum ... 55

B. Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ... 58

C. Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian dan Upaya-upaya Yang dilakukan dalam mengatasi hambatan di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

PROSEDUR MUTASI JABATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 DITINJAU DARI PERSEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum) * Fahmi Anggia Lubis

**Suria Ningsih *** Amsali Sembiring

Mutasi merupakan salah satu kebijakan untuk efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan penyebaran Pegawai Negeri Sipil terbaik ke berbagai daerah. Melatih dan menjadikan Pegawai Negeri Sipil untuk lebih profsional dan menjadi pelayan publik yang mau benar-benar melayani masyarakat dengan baik. Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 2011 sudah dilengkapi berbagai peraturan dan undang-undang administrasi negara.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana prosedur mutasi jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum.Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan?Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga Penelitian Hukum Kepustakaan, karena penelitian hukum yang dilakukan hanya dengan cara meneliti bahan pustaka saja atau data sekunder belaka. .

Prosedur Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum, Surat Permohonan Mutasi (dilengkapi alamat kantor/rumah lengkap dengan nomor HP/telepon), Foto Copy SK CPNS, Foto Copy SK PNS, Foto Copy SK Kenaikan Pangkat/Jabatan terakhir, Foto Copy Ijazah dan Transkrip Nilai Pendidikan terakhir, Foto Copy DP-3 selama dua tahun terakhir, Foto Copy Kartu Pegawai dan Daftar Riwayat Hidup. Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian Faktor Administratif administratif. Faktor Psikologis. Faktor Sosiologis.

Kata Kunci : Prosedur, Mutasi, Jabatan, Pegawai Negeri Sipil *Mahasiswa

** Dosen PembimbingI, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara **Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah kesadaran atau keinsyafan untuk melakukan kegiatan memperbaiki, mendirikan bahkan menumbuhkan serta meningkatkan daya upaya yang mengarah kepada keadaan yang lebih baik dengan dilandasi oleh semangat, kemauan dan tekad yang tinggi yang bertujuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.

Pegawai negeri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat berkedudukan dan memegang peranan yang penting, karena Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realistis serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguh-sungguh, berdaya guna dan berhasil guna.

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan antara materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara, pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan


(11)

pegawai negeri. Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut diatas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat. Adapun perumusan tentang pengertian Pegawai Negeri diatur dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yaitu : Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, digaji berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Setiap Pegawai Negeri Sipil dimanapun mereka berada dan dimanapun mereka bekerja tentu selalu mendambakan kemajuan dan peningkatan dalam kehidupan kekaryaannya, artinya setiap orang ingin memiliki karier sedemikian rupa sehingga selama masa aktifnya berkarya, ia dapat menduduki jabatan dan pangkat yang lebih tinggi, yang tentunya berarti pula memikul beban dan tanggung jawab yang lebih besar dan penghasilan yang lebih besar pula tentunya.

Kemajuan dalam karier seseorang tidak akan terjadi dengan sendirinya karena karier perlu direncanakan dan dikembangkan. Dari pengalaman banyak menunjukkan bahwa tanggung jawab untuk merencanakan dan mengembangkan karier seorang pegawai berada pada pundak tiga pihak, yaitu :

1. Pegawai yang bersangkutan sendiri, 2. Atasan langsung,


(12)

3. Petugas atau pejabat dari satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi.1

Mutasi merupakan salah satu kebijakan untuk efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan penyebaran Pegawai Negeri Sipil terbaik ke berbagai daerah. Melatih dan menjadikan Pegawai Negeri Sipil untuk lebih profsional dan menjadi pelayan publik yang mau benar-benar melayani masyarakat dengan baik. Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 2011 sudah dilengkapi berbagai peraturan dan undang-undang administrasi negara. Antara lain, Undang-Undang No 25 Tahun 2009 dan Undang-Undang Hukum Administrasi Publik serta berbagai paket peraturan administrasi publik lainnya. Dengan semakin besar tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil untuk membangun negerinya, maka diharapkan makin punya rasa memiliki, mengayomi dan melayani masyarakat.2

Suatu mutasi pegawai dari satu pekerjaan yang lain yang dianggap sederajat mempunyai tujuan terutama agar tugas pekerjaan dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efesien. Namun ada pegawai yang beranggapan salah, mereka berfikir bahwa itu sebuah hukuman. Hal-hal demikian dapat terjadi oleh beberapa sebab yang antara lain : karena pekerja tersebut telah terlanjur mencintai pekerjaannya, hubungan kerja sama yang baik dengan sesame rekan, perasaan dari pegawai bahwa pekerjaannya merupakan yang lebih baik dan lebih terhormat dari pekerjan-pekerjaan lain yang sederajat dan masih banyak. Kalau mungkin

1

Sondang P. Siagian. Kerangka Dasar Dalam Administrasi. Jakarta. Rineka Cipta. 1992, hlm 194

2

http://www.setneg.go.id. 2012. Rotasi dan Mutasi Pejabat Sebagai Sarana Pembinaan dan Pengembangan Karier Pegawai. Diakses tanggal 2 Desember 2013


(13)

sebelum keputusan untuk memutasikan dilaksanakan, maka sebelum diputuskan perlu konsultasi terlebih dahulu dengan pegawai yang bersangkutan.

Seorang pegawai bisa saja merasa senang pada pekerjaannya, meskipun oleh pimpinan dinilai bahwa kemampuan kerja dari pegawai tersebut kurang tepat melakukan pekerjaan tersebut. Sehingga merasa perlu untuk dimutasikan ke pekerjaan yang lain ynag dirasa oleh pemimpin akan lebih tepat, oleh karena itu, kebijakan mutasi tidak terlepas dari tujuan untuk memenuhi keinginan pegawai sesuai minat dan bidang masing-masing.

Namun, dalam pelaksanaannya mutasi sering disalah tafsirkan sebagai hukuman jabatan atau didasarkan atas hubungan baik antara atasan dengan bawahan. Semestinya pelaksanaan mutasi harus benar-benar berdasarkan penilaian objektif dan atas indeks prestasi yang dicapai oleh Pegawai Negeri Sipil, mengingat system mutasi juga dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi para Pegawai Negeri Sipil dalam mengembangkan segenap potensi yang dimiliki demi efeketivitas pemerintahan dan kemajuan bangsa dan negara.3

Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti masalah mutasi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999. Karena sering ditemui di Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan kebijakan mutasi kerap tidak sesuai prosedur Undang-undang Nomor 43 tahun 1999cenderung tendensius, termasuk ketidaksesuaian pemberian wewenang dan jabatan terhadap tenaga-tenaga kurang profesional atau dengan Sumber Daya Manusia (SDM) rendah.

3


(14)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)”

B. Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini difokuskan pada kebijakan-kebijakan manajemen dalam pengembangan karier pegawai di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan yang secara rinci dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur mutasi jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum?

2. Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan

3. Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui prosedur mutasi jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum.

b. Untk mengetahui Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan


(15)

c. Untuk mengetahui Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan

2. Manfaat Penelitian

Berpijak pada tujuan penelitian di atas, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

a. Manfaat Teoritis

Untuk mendalami teori-teori dan menemukan hal-hal baru mengenai mekanisme mutasi pegawai di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, yang dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Manfaat Praktis

1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak Pemerintah Daerah Kota Medan maupun yang berkepentingan dengan masalah ini dalam upaya melakukan mutasi pegawai

2) Bagi Pegawai Negeri Sipil, merupakan tolak ukur pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan profesionalitas kerja pemerintahan, sekaligus dapat dijadikan rujukan dalam proses mengusulkan mutasi Pegawai Negeri Sipil.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas hukum USU skripsi dengan judul Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang No. 43


(16)

Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum) Belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi dari Departemen Hukum Administrasi Negara di Fakultas Hukum USU, namun ada beberapa skripsi yang mengangkat tentang korupsi tetapi ditinjau dari segi yang berbeda.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Mekanisme

Mekanisme adalah hal cara bekerjanya teori, bahwa segala sesuatunya dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip hukum yang mengatur materi.4

Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta Mekanisme (aturan hukum) yang dibuat oleh pemerintah terwujud dalam bentuk Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Keberadaan undang-undang ini dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani dan taat hukum, berperadaban modern demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

4

Paus Abdullah, P. dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer. Arkola. Surabaya. 2005, hal. 66.


(17)

pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Disamping memudahkan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 yang merupakan manajemen Pegawai Negeri Sipil diundangkan pada tanggal 30 September 1999 di Jakarta.

2. Jabatan Strktural.

Jabatan struktural sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Selanjutnya Pasal 5 mengatur persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah :

a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil.

b. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan.

c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan.

d. Semua unsure penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.


(18)

e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan dan f. Sehat jasamani dan rohani.

Kemudian Pasal 6 menyatakan, disamping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan factor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang dimiliki. Dan Pasal 7 mengatur Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak yang bersangkutan dilantik. Serta Pasal 8 mengatur Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan fungsional.

Pengaturan ini dalam rangka pelaksanaan sistem karier dan sistem prestasi kerja maka harus ada pengkaitan yang erat antara kepangkatan dan jabatan atau dengan kepangkatan pada setiap jabatan. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu jabatan pangkatnya harus sesuai dengan pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu. Dan dalam jabatan structural Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih rendah tidak dapat membawahi langsung Pegawai Negeri Sipil yang pangkatnya lebih tinggi. Untuk memberikan penilaian dan pertimbangan pengangkatan dalam jabatan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 :


(19)

Pasal 14

1. Untuk menjamin kualitas dan objektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan Struktural, Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat.

2. Baperjakat terdiri dari : a. Baperjakat instansi Pusat

b. Baperjakat instansi daerah Propinsi

c. Baperjakat instansi daerah Kabupaten/Kota.

3. Pembentukan Baperjakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh :

a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk instansi pusat.

b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi LIMA instansi daerah Propinsi.

c. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten, Kota untuk instansi daerah Kabupaten/Kota.

4. Tugas pokok Baperjakat instansi pusat dan Baperjakat Instansi Daerah Propinsi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah.

5. Di samping tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Baperjakat bertugas untuk memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang


(20)

dalam pemberian kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, dan pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I dan Eselon II.

3. Pegawai Negeri Sipil

Sebelum membahas mengenai konsep manajemen kepegawaian Indonesia ,diperlukan pemahaman terlebih dahulu mengenai subjek dari hukum kepegawaian,yaitu Pegawai Negeri Sipil.Kedeudukan dan peranan dari pegawai negeri dalam setiap organisasi pemerintahan sangatlah menentukan ,sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan tulang punggung pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional.Peranan dari Pegawai Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi not the gun,the man behind the gun,yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu.Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar. 5

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomr 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian definisi dari Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

5


(21)

diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Kepegawaian dimaksud dalam tulisan ini adalah pegawai negeri. Sebagai pegawai negeri telah dijelaskan sebelumnya adalah berkedudukan sebagai subyek hukum dalam lingkungan hukum tata pemerintahan. Pegawai negeri sipil menurut Kamus Bahasa Indonesia,”Pegawai” berarti orang yang bekerja pada pemerintahan (perusahaan dan sebagainya)sedangkan ”Negeri”berarti negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau negara.7

(1) Sekalian orang yang dipilih dalam pemilihan yang didasarkan atas aturan-aturan umum, juga orang-orang yang bukan karena pemilihan menjadi anggota badan pembentukan undang-undang, Badan Pemerintah atau Badan perwakilan Rakyat yang dibentuk pemerintah atau atas nama pemerintah, juga Dewan Daerah serta semua Kepala Rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing yang menjalankan kekuasaan yang sah. Di dalam ketentuan perundangan yang pernah berlaku pengertian pegawai negeri tidak dibuat dalam suatu rumusan yang berlaku umum, tetapi hanya merupakan suatu rumusan yang khusus berlaku dalam hubungan dengan peraturan yang bersangkutan. Di dalam KUHP, pengertian pegawai negeri ini dijelaskan dalam Pasal 92 yang berbunyi:

6

Satoto, Sukamto, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian Negara, Hanggar Kreator, Yogyakarta, 2004, hlm. 10

7Ibid


(22)

(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga ahli pemutus perselisihan, yang disebut hakim termasuk orang yang menjalankan peradilan administrasi, serta anggota dan ketua peradilan Agama

(3) Semua anggota Angkatan Perang juga termasuk pegawai (pejabat).

Undang Nomor 43 tahun 1999, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana yang tercantum dalam pasal 17 ayat 2 menyebutkan sebagai berikut: Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu Jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.

Dari bunyi pasal 17 ayat 2 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut diatas, dapat gambaran bahwa Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya jabatan dalam sekretariatan lembaga Tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.

Jabatan adalah kedudukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan adalah jabatan karier, yaitu jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai PNS.


(23)

Dalam praktek di birokrasi pemerintahan pengangkatan jabatan struktural belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang berlaku diatas dimana terjadi penyimpangan-penyimpangan atau ada kepentingan pribadi yang mendominasi Seperti, hubungan kedekatan (kekeluargaan) dan kepentingan partai politik. Hal-hal inilah yang menjadi kesenjangan dalam menerapkan undang-undang yang berlaku dalam birokrasi pemerintahan.

Praktek-praktek ini dilaksanakan terselubung dan sangat sulit untuk dihilangkan seolah-olah telah menjadi tradisi dalam lingkungan birokrasi pemerintahan saat ini, sehingga perlu adanya satu komitmen pemerintah untuk menghilangkan praktek-praktek tersebut.

Agar dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menjalankan tugas dan fungsinya, maka karier Pegawai Negeri Sipil perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuannya. Pada tahap pertama Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi negara. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukan seorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.8

Undang-Undang kepegawaian menganut prinsip bahwa dalam rangka pelaksanaan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka harus ada pengaitan yang erat antara kepangkatan dan jabatan atau dengan perkataan lain, perlu adanya pengaturan tentang jenjang kepangkatan pada setiap jabatan.

8

Hanif Nurcholis, Teori dan praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasindo, 2007, hlm 255


(24)

Pembentukan lembaga pemerintah dalam menyelenggarakan administrasi kepegawaian menunjukan setralisasi pembinaan dalam prakteknya dilakukan melalui desentralisasi fungsional pada beberapa lembaga pemerintahan. Lembaga administrasi negara diserahi tanggungjawab dibidang administrasi negara tertentu sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang berlaku. Secara fungsional lembaga administrasi negara dibidang kepegawaian bertugas membina dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan pegawai negeri Sipil dan sebagai pembina dalam pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan aparatur negara.9

Sedangkan oleh De La Bassecour Laan didefenisikan, “Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi Hukum administrasi negara juga memiliki fungsi jaminan dan fungsi perlindungan hukum, yang sudah barang tentu langsung berkaitan dengan warga negara. Disamping itu hukum administrasi negara juga mengakomodir partisipasi warga negara, terutama dalam rangka keterbukaan pemerintahan.

Mengenai pengertian hukum administrasi negara hingga saat ini belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. Oleh sebab itu dan untuk mendapatkan pemahaman yang dirasakan cukup memadai, berikut ini akan dikemukakan batasan pengertian Hukum Administrasi Negara dari beberapa pakar ilmu hukum.

Van Vollenhoven mengatakan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badanbadan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.”

9

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2008, hlm 157


(25)

sebab negara berfungsi (bereaksi), maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahannya”.

Pada bagian lain, oleh J.H Logemann diutarakan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan yang lainnya serta hubungan hukum antara jabatan-jabatan-jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.” Selain batasan pengertian dari pakar-pakar luar negeri, berikut ini juga akan dikemukakan defenisi Hukum Administrasi Negara dari pakar ilmu hukum di Indonesia.

Menurut Muchsan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum Mengatur struktur dan kefungsian administrasi negara.” Sesuai rumusan tersebut diatas, maka bentuk Hukum Administarsi Negara dapat di bedakan dalam dua jenis, yakni: 10

a. Sebagai Hukum Administrasi Negara, hukum adalah hukum mengenaioperasi dan pengendalian dari pada kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa administrasi.

b. Sebagai hukum buatan administrasi maka hukum administrasi adalah hukum yang menjadi pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan undang-undang.

Dari berbagai batasan pengertian hukum administrasi Negara tersebut diatas, maka dapatlah kiranya diketahui bahwa pada intinya Hukum Administrasi Negara adalah Hukum yang mengatur bagaimana administrasi negara menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya. Sedangkan materi yang diaturnya adalah

10

S.F. Marbun dkk. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, 2004, hlm 22


(26)

relatif luas. Hal ini dapat dipahami dengan mengingat betapa luasnya kegiatan maupun campur tangan administrasi negara dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Sebagai suatu kenyataan hukum, negara itu merupakan suatu organisasi jabatan-jabatan (ambtenorganisatie). Yang dimaksud dengan “jabatan” ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum).11

Oleh karena jabatan itu suatu pendukung hak dan kewajiban, yaitu suatu subjek hukum (person), maka dengan sendirinya jabatan itu dapat melakukan perbuatan hukum (rechtstandelingen). Perbuatan hukum itu diatur oleh baik hukum publik maupun hukum privat. Hal ini diakui juga dalam peradilan administrasi negara (administratieve rechspraak).

Setiap jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi, yang diberi nama Negara. Bilamana dalam hukum negara dikatakan “jabatan”, maka yang senantiasa dimaksud ialah jabatan negara. Jabatan itu bermacam-macam seperti: pimpinan instansi adalah Menteri, Jaksa agung, Sekretaris negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris militer, sekretaris presiden, sekretaris wakil presiden, kepala kepolisian negara, pimpinan lembaga pemerintah non departemen, pimpinan kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, gubernur, dan Bupati/Walikota.

12

Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 tahun 2002 tangggal 17 juni 2002 pada angka 7 Sesuai pasal 12 ayat (1) Peraturan

11Ibid

.

12

Utrecht E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustakaa Tinta Mas, 1986, hlm 145


(27)

Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan pemerintah Nomor 13 tahun 2002, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural dinyatakan bahwa untuk menjamin kepastian arah pengembangan karier ditetapkan pola dasar karier dengan Keputusan Presiden. Setiap pimpinan Instansi wajib menyusun dan menetapkan pola karier Pegawai Negeri Sipil dilingkungan masing-masing berdasarkan pola dasar karier.

4. Jenis Pegawai Negeri

Mengenai jenis Pegawai Negeri didasarkan pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 Pegawai Negeri dibagi menjadi:13

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat

Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintahan Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal didaerah Provinsi Kabupaten/ Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

2) Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.Pegawai Negeri Sipil Pusat dan

13

Tjandra, W. Riawan, Hukum Administrasi Negara”, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2008, hlm. 170


(28)

Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajina dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.

5. Kewajiban dan Hak-hak Pegawai Negeri Sipil

Kewajiban pegawai negeri adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Kewajiban pegawai Negeri dibagi menjadi 3 golongan yaitu:14

1) Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan.

2) Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada umumnya.

3) Kewajiban-kewajiban lain.

Hak Pegawai Negeri adalah suatu hak yang dimiliki oleh pegawai berdasarkan suatu perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Menurut Undang-undang No. 43 tahun 1999 antara lain:15

a. Hak untuk memperoleh gaji ( Pasal 7) b. Hak atas Cuti (pasal 8)

c. Hak Atas Perawatan, Tunjangan, dan uang duka (Pasal 9) d. Hak atas Pensiun (Pasal 10)

6. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Undang-undang No.43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara

14Ibid.

,173

15Ibid.


(29)

yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraannya tugas negara, pemerintahan,dan pembangunan.Rumusan kedudukan pegawai negeri didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi secara umum pemerintahan,tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan,tetapi juga harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. 16

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan

Penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga Penelitian Hukum Kepustakaan, karena penelitian hukum yang dilakukan hanya dengan cara meneliti bahan pustaka saja atau data sekunder belaka. Jadi merupakan studi hukum yang doctrinal, bersifat normatif yaitu berdasarkan data-data sekunder. Maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif kualitatif.

2. Jenis Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan dititikberatkan pada data sekunder dan juga didukung dengan data primer yang diperoleh dari penelitian

16

C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok hukum kepegawaian Republik Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramitha ,1979, hlm.38.


(30)

empiris untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada pada perumusan masalah di depan.17

a. Data Primer

Berdasarkan penelitiannya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yakni pihak-pihak yang terkait dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka yang berupa literatur, penelitian ilmiah, perundang-undangan serta dokumen pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

Berkaitan dengan data sekunder, maka dalam penelitian ini digunakan sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Sumber hukum primer antara lain berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif, suatu tinjauan singkat, Jakarta: Rajawali, 1986. Cetakan Kdua. hal 14-15.


(31)

Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan sumber hukum sekunder meliputi bahan-bahan rujukan seperti dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau risalah perundang-undangan, pendapat para pakar, hasil penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya.18

4. Teknik Pengumpulan Data

Dan yang berkaitan dengan data primer dalam penelitian ini yang menjadi sumber adalah para informan yaitu pejabat-pejabat yang berkompeten memberikan informasi masalah kepegawaian di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan melakukan wawancara dengan para pejabat dimaksud.

Mengingat penelitian ini bertitik tolak pada data sekunder, maka langkah pertama dalam pengumpulan data yaitu dilakukan dengan cara mengadakan telah bahan pustaka dan studi dokumen. Bahan pustaka dan dokumen yang diteliti berkaitan dengan permasalahan, baik yang diberikan dengan mekanisme penempatan pegawai pada jabatan struktural maupun yang berkaitan dengan manajemen pengembangan karier pegawai. Dan disamping itu, juga dilakukan studi lapangan melalui serangkaian wawancara dengan para pejabat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan. Wawancara akan dilaksanakan setelah melakukan inventarisasi permasalahan secara lebih konkrit guna mendapatkan data yang akurat mengenai mekanisme, sistem, dan kebijakan-kebijakan yang diambil serta kendala-kendala yang dihadapi dan upaya-upaya untuk mengatasinya.

18Ibid.,


(32)

5. Analisis Data

Data yang didapatkan sebagai hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dengan penguraian secara deskriptif dan preskriptif, dengan maksud agar penelitian ini tidak hanya menggambarkan data-data semata, tetapi juga mengungkapkan realitas mengenai bagaimana yang seharusnya dan bagaimana pula kondisi riil di lapangan. Sebagai suatu analisis, maka ada 3 (tiga) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau Verifikasi. Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Agar data yang diperoleh di lapangan dapat dibaca dengan baik, maka hasil reduksi data tersebut disajikan dalam berbagai bentuk, seperti : bagan maupun dalam bentuk teks naratif. Dari rangkaian kegiatan tersebut. Kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan yang juga sekaligus diverifikasi, baik selama penelitian berlangsung maupun setelah penelitian dilaksanakan.

Analisa kualitatif yang bersifat deskriptif dan perskriptif ini, merupakan suatu kegiatan analisis yang bertumpu pada analisis yuridisempiris, yang ditujukan untuk mengkaji dan mengungkap bagaimana yang seharusnya dan bagaimana pula kenyataannya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul prosedur mutasi jabatan berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 ditinjau dari persektif hukum administrasi negara


(33)

(Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUTASI JABATAN

Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian mutasi, dasar hukum mutasi jabatan, bentuk-bentuk dan jenis mutasi jabatan BAB II I PELAKSANAAN MUTASI JABATAN DINAS PEKERJAAN

UMUM KOTA MEDAN

Bagian ini akan membahas tentang gambaran umum Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, Implementasi Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, Kelemahan-Kelemahan dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Dalam Pengaturan Sistem Karier PNS dan Kebijakan Pemerintah dalam Menetapkan/menempatkan Suatu jabatan

BAB IV PROSEDUR MUTASI JABATAN PADA DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA MEDAN

Pada bagian ini membahas tentang prosedur mutasi jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum, Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan, Hambatan yang


(34)

dihadapi dalam Pemutasian dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(35)

A. Pengertian Mutasi

Kata mutasi atau pemindahan oleh sebagian masyarakat sudah dikenal, baik dalam lingkungan maupun di luar lingkungan perusahaan (pemerintahan). Mutasi adalah kegiatan memindahkan tenaga kerja dari satu tempat tenaga kerja ke tempat kerja lain. Akan tetapi mutasi tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi kegiatan memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun pemindahan hanya terbatas pada mengalihkan tenaga kerja dari satu tempat ke tempat lain.19

19

Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta: 2008, hlm. 24

Mutasi atau transfer adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang baru umumnya adalah sama seperti sedia kala. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan pegawai atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi di waktu mendatang. Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan.


(36)

Mutasi adalah kegiatan dari pimpinan perusahaan untuk memindahkan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar.20

Disamping perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah bagian terpenting dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkup kerja pemerintahan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi diartikan sebagai perubahan mengenai atau pemindahan kerja/ jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru itu dia akan lebih berkembang.

21

20

Fathoni, Abdurrahmat, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, hlm, 32

Jika seorang pegawai bekerja dengan kurang bergairah, kemungkinan besar karena pegawai tersebut merasa bosan atau sudah jenuh. Jika hal tersebut dibiarkan akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja, tentunya akan membawa kerugian bagi organisasi. Sementara tidak ada organisasi yang mau merugi.

Kegiatan memindahkan pegawai dari suatu bagian (tempat kerja) ke bagian yang lain bukanlah merupakan kegiatan yang dianggap tabuh. Bahkan kegiatan ini dilakukan untuk mengembangkan pegawai. Hal ini disebabkan karena mutasi diperlukan agar pegawai memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang lebih luas.

21

Wahyudi. 1995. Manajemen Personalia Perusahaan. (online),


(37)

Tujuan mutasi adalah sebagai berikut :22

1. Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan.

2. Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan komposisi pekejaan atau jabatan.

3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan pegawai. 4. Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya.

5. Untuk memberikan perangsang agar pegawai mau berupaya meningkatkan karir yang lebih tinggi.

6. Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka.

7. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai. Sebab-sebab pelaksanaan mutasi digolongkan sebagai berikut :23 a. Permintaan sendiri

Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atasa keinginan sendiri dari karywan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan organisasi. Mutasi pemintaan sendiri pada umumnya hanya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik, anatrbagian maupun pindah ke tempat lain.

b. Alih tugas produktif (ATP)

Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinanan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karywan yang bersangkutan ke jabatan atau pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.

22

Mudjiono. 2000. Sistem Kepegawaian Daerah. (online),


(38)

Mutasi yang dilaksanakan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi oleh karena itu perlu ada evaluasi pada setiap perkerja secara berkesinambungan secara objekif. Dalam melaksanakan mutasi harus dipertimbangkan faktor-faktor yang dianggap objektif dan rasional, yaitu:24

1) Mutasi disebabkan kebijakan dan peraturan pemerintah 2) Mutasi atas dasar prinsip The right man on the right place 3) Mutasi sebagai dasar untuk meningkatkan profesionalitas kerja 4) Mutasi sebagai media kompetisi yang maksimal

5) Mutasi sebagai langkah untuk promosi 6) Mutasi untuk mengurangi labour turn over 7) Mutasi harus terkoordinasi

B. Dasar Hukum Mutasi Jabatan

Landasan hukum pelaksanaan mutasi, pengangkatan dan pemberhentian pegawai negeri sipil adalah:25

1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1999 Nomor 16 Tambahan lembaran Negara Nomor 3890).

2. Tentang wewenang pengangkatan, pemindahan, pemberhentian pegawai negeri sipil, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96, Tahun 2000.

24

Danim, Sudarwan, Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hlm. 56

25


(39)

3. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Ketiga peraturan perundang-undangan tersebut di atas merupakan pedoman pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah.

C. Bentuk-bentuk dan Jenis Mutasi Jabatan

Ditinjau dari tujuan dan maksud mutasi : 26

1. Production transfer yaitu mutasi dalam jabatan yang sama karena

produksi di tempat terdahulu menurun.

2. Replacement transfer yaitu mutasi dari jabatan yang sudah lama dipegang ke jabatan yang sama di unit/bagian lain, untuk menggantikan pegawai yang belum lama bekerja atau pegawai yang diberhentikan.

3. Versatility transfer yaitu mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan yang lain untuk menambah pengetahuan pegawai yang bersangkutan

4. Shift transfer yaitu mutasi dalam jabatan yang sama, tetapi berbeda shift, misalnya shift A (malam) ke shift B (siang).

5. Remedial transfer yaitu mutasi pegawai ke bagian mana saja, dengan

tujuan untuk memupuk atau untuk memperbaiki kerjasama antar pegawai. 6. Ditinjau dari masa kerja pegawai


(40)

a. Temporary transfer yaitu mutasi yang bersifat sementara untuk menggantikan pegawai yang berhalangan.

b. Permanent transfer yaitu mutasi yang bersifat tetap. Adapun tujuan diadakan mutasi adalah:27

1. Menempatkan orang tepat pada tempat tepat (the right man in the right place). Seleksi dan penempatan belum dapat menjamin sepenuhnya bahwa kita akan mendapat orang tepat pada tempat tepat.dengan mutasi tersebut berarti kita memnidahakan pegawai pada tempat pekerjaan lain yang sederajat, sehingga dengan mutasi kita akan mengoreksi kekurangan dan kesalahan dalam melaksanakan seleksi dan penempatan pertama kali. 2. Mutasi sebagai langkah meningkatkan semangat dan kegairahan kerja

suatu pekerjaan yang bersifat rutin dapat menimbulkan rasa bosan, sehingga dalam keadaan tersebut kemungkinan semangat dan kegairahan kerjanya menurun.hal ini dapat terjadi meskipun penempatan orang tersebut pada tempat yang tepat. Dalam melakukan mutasi kita harus mengusahakan agar tugas yang baru tersebut masih searah dengan tugas pekerjaan sebelumnya. Dengan jalan memutasikan, makaa selain semangat dan kegairahan kerja dapat timbul kembali, maka pekerjaan yang baru itu pun akan sesuai dengan kemampuan dan kesenangannya.

3. Mutasi untuk dapat saling menggantikan. Karena keluar dari perusahaan tersebut karena sakit atau seba lain yang menyebabkan pegawai tidak masuk bekerja. Hal ini berarti pekerjaan yang menjadi bagiannya

27Ibid


(41)

dihentikan, jika ingin pekerjaan tersebut tetap berjalan kita harus mengusahakan penggantinya.

Paul Pigors dan Charles Mayers mutasi dibagi dalam beberapa jenis yaitu:28

1) Production transfer adalah mengalih tugaskan pegawai dari satu bagian ke

bagian lains secara horizontal, karena pada bagian lain kekurangan tenaga kerja padahal produksi akan ditingkatkan.

2) Replacement transfer adalah mengalih tugaskan pegawai yang sudah lama

dinasnya ke jabatan kain secara horizontal untuk menggentikan pegawai yang masa dinasnya sedikit atau diberhentikan. Replacement transfer terjadi kerena aktivitas perusahaan diperkecil.

28

Pigors, Paul, Charles. A. Meters, Administrasi Kepegawaian, Musanef, Indonesia, 2005, hlm. 50


(42)

A. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah29

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

30

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor

29


(43)

sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan.

Dinas Pekerjaan Umum ini adalah Intansi yang melakukan aktivitas pembinaan jalan, pembangunan, dan jembatan. Pada mulanya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga ini sesuai dengan surat keputusan Gubernur Nomor 651/ KPTS/XII/1989 pada tanggal 28 September 1989 hanya merupakan sub bagian dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, akan tetapi karena semakin meningkatnya volume pekerjaan yang harus dikelola dan dilaksanakan serta adanya tantangan kemajuan teknologi dan globalisasi politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan rakyat yang menghendaki pembangunan di segala bidang, dalam hal ini pemerintah mengambil kebijaksanaan mangadakan reorganisasi baik administrasi maupun teknis dalam rangka ikut serta


(44)

memperdayakan sumber daya manusia ke sektor-sektor dan unit terkecil untuk menjangkau dan menyebar luaskan pemerataan pembangunan di segala pelosok desa terpencil dan langkah yang diambil adalah menjadikan Bina Marga yang semula hanya sub bagian menjadi sebuah Dinas. Pemekaran yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan adalah dengan menjadikan tiga dinas. Ketiga dinas tersebut adalah :

1. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga 2. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya 3. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan

Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan diawali setelah berdirinya Kota Medan pada tahun 1965, melalui Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kota Medan tanggal 29 Nopember 1966 Nomor: 14/KPTS/DPRD-GR-TAB/66 tentang pembentukan Dinas Pekerjaan Umum Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Medan serta menetapkan pembentukan susunan organisasi dan tatakerja Dinas Pekerjaan Umum Daerah dengan Peraturan Daerah. Selanjutnya pada tahun 1982 dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kota Medan nomor: 20 Tahun 1981 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas Pekerjaan Umum Daerah. Saat itu Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan membawahi seksi Pengairan, seksi Bina Marga, Seksi Cipta Karya dan Seksi Peralatan dan Perbekalan.

Pada tahun 2000 dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 18 tahun 2000, Seksi Bina Marga dan Seksi Pengairan digabung menjadi satu dinas yang dipimpin seorang Kepala Dinas menjadi Dinas Bina Marga dan Pengairan. Dan


(45)

Seksi Cipta Karya menjadi Dinas Cipta Karya dan Pembinaan Prasarana Daerah yang juga dipimpin seorang Kepala Dinas.

Dinas Bina Marga dan Pengairan memiliki tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dibidang Bina Marga dan Pengairan. Dan memiliki fungsi; perumusan kebijakan teknis dibidang Bina Marga dan Pengairan, pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dan cabang dinas dibidang bina marga dan pengairan, pengelolaan urusan ketatausahaan dinas.

Dinas Cipta Karya dan Pembinaan Prasarana Daerah Kota Medan mempunyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dibidang Cipta Karya dan pembinaan Prasarana Daerah. Dan memiliki fungsi: Perumusan kebijakan teknis di bidang cipta karya dan pembinaan prasarana daerah, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum, pembinaan terhadap unit pelaksana teknis Dinas dan Cabang Dinas dibidang Cipta Karya dan Pembinaan Prasarana Daerah, pengurusan ketatausahaan Dinas. 31

Dinas Pekerjaan Umum merupakan pelaksana Otonomi Daerah di bidang pekerjaan umum. Dinas Pekerjaan Umum dipimpin oleh Kepala Dinas yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berada di bawah dan

Pada tahun 2007 dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor: 10 Tahun 2007, Dinas Pekerjaan Umum dalam keorganisasiannya membawahi Bidang Bina Marga, bidang Pengembangan Kontruksi, Bidang Pengairan, dan Bidang Cipta Karya.

31Ibid


(46)

bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pekerjaan Umum melaksanakan tugas pokok penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum.32

1. Visi

Terwujudnya sarana dan prasarana kota dan lingkungan permukiman yang berkualitas untuk pertumbuhan dan perkembangan kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2. Misi

a. Meningkatkan kualitas perencanaan dan pengawasan teknis dalam penyediaan infrastruktur perkotaaan, sarana/prasarana permukiman, gedung daerah dan fasilitas umum;

2. Meningkatkan kualitas pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur perkotaaan, sarana/prasarana permukiman, gedung daerah dan fasilitas umum;

3. Meningkatkan kualitas pelayanan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran;

4. Meningkatkan kualitas pelayanan pengujian mutu bahan bangunan dan perbengkelan;

5. Meningkatkan kualitas penataan tata ruang, optimalisasi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

32


(47)

6. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi umum penunjang peningkatan kinerja aparatur.

1. Tugas Pokok

Dinas Pekerjaan Umum melaksanakan tugas pokok penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pekerjaan umum.

2. Fungsi

a. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum; b. Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana

Kerja (Renja) di bidang pekerjaan umum;

c. Pelaksanaan pengaturan, pembinaan, pembangunan/pengelolaan, pengawasan dan pengendalian sumber daya air;

d. Pelaksanaan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengusahaan serta pengawasan jalan kota;

e. Pelaksanaan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan drainase;

f. Pelaksanaan kegiatan bidang pembangunan kawasan;

g. Pemberian pertimbangan teknis perijinan di bidang pekerjaan umum; h. Pemberian dan pencabutan perijinan di bidang pekerjaan umum; i. Pelaksanaan kegiatan bidang pemungutan retribusi;

j. Pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,

ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan;


(48)

l. Penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP); m. Pelaksanaan pencatatan sipil;

n. Pelaksanaan kegiatan bidang pemungutan retribusi;

o. Pelaksanaan administrasi umum meliputi penyusunan program,

ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan, dan kearsipan;

p. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);

q. Penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP);

r. Pelaksanaan fasilitasi pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan/atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan.

s. Pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang pekerjaan umum; t. Penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait

layanan publik secara berkala melalui web site Pemerintah Daerah; u. Penyelenggaraan UPT dan jabatan fungsional;

v. Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; w. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas

dan fungsinya; 1. Tujuan

Mendayagunakan Potensi Sumber Daya Alam Dan Manusia Untuk Meningkatkan Kualitas Dan Kuantitas Infrastruktur Perkotaan /Permukiman, Gedung Daerah/Fasilitas Umum Dan Pemanfaatan Ruang Yang Berkelanjutan Dan Berwawsan Lingkungan.


(49)

2. Sasaran

a. Tersedianya perencanaan teknis dan pengawasan teknis dibidang Pekerjaan Umum yang akurat dan aplikatif;

b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kota dan lingkungan permukiman;

c. Meningkatnya kualitas pencegahan dan penanggulangan bencana; d. Menyediakan sarana dan prasarana gedung pemerintah ;

e. Meningkatnya pelayanan air bersih dan ketersediaan sarana prasarana penyehatan lingkungan permukiman;

f. Meningkatnya kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap tata ruang kota ; g. Meningkatnya pelayanan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari

Pengujian Mutu Bahan dan Perbengkelan;

h. Terpenuginya sarana dan prasarana kerja aparatur; i. Meningkatnya kualitas aparatur pemerintah;

j. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan.

B. Implementasi Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974

Dalam praktek penyelenggaraan administrasi kepegawaian menurut Undang-Undang tersebut diatas pada tiap-tiap tahun anggaran ditetapkan formasi Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan organisasi satuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang disusun berdasarakan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia.


(50)

Reformasi kelembagaan negara yang dilakukan saat ini terlihat lebih cenderung ditafsirkan sebagai reformasi institusional, hal itupun hanya menyentu segi formal lembaganya belum sampai menyentu pada paradigma visi dan kultur kelembagaan. Reformasi yang menyangkut personalia (SDM) dilingkungan birokrasi terlihat hanya bersifat bongkar pasang dan terbentur oleh banyak kendala serta disorientasi pemikiran.

Transformasi legal framework sebagai pijakan normatif manajemen Pegawai Negeri Sipil terlihat masih dilakukan dengan setengah hati untuk tidak mengatakan dengan berat hati. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang seharusnya diganti ternyata hanya direfisi secara persialistik melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

Transformasi normatif manajemen Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam Implementasinya banyak terganjal oleh kultur lama yang terlanjur mengakar dan sulit diubah sebagai akibat pola rekruitmen pegawai masa lalu yang lebih bernuansa “rekruitmen politik” untuk kepentingan membesarkan dukungan terhadap partai yang masa lalu mengkooptasi birokrasi.33

Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan tersebut di Pemerintahan Pusat dan daerah meskipun secara normatif telah di gariskan harus di dasarkan pada sistem prestasi kerja (merit system), artinya pengangkatan berdasarkan kecakapan, bakat, pengalaman, dan kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah digariskan. Ternyata dalam implementasinya sebagai akibat bias dalam pola 1. Sistem yang dipakai dalam pengangkatan pegawai

33

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2008, hlm 171


(51)

rekruitmen, lebih menampakkan sistem kawan (patronage system), yaitu pengangkatan pegawai didasarkan atas adanya hubungan subyektif, yaitu hubungan yang diperhitungkan antara subyek-subyeknya. Dalam sistem ini pada dasarnya terdapat beberapa hubungan subyektif antara lain:

a. Hubungan yang bersifat politik (spoil System) b. Hubungan yang non politik (nepotism).

Juga mengandung unsur nepotism (penerimaan pegawai yang didasarkan pada hubungan darah, clan maupun kawan), yang dapat mengakibatkan telah diangkatnya orang-orang yang tidak cakap, tertutupnya kemungkinan kesempatan bagi orang biasa/penduduk untuk melamar suatu jabatan, sering timbul adanya rasa tidak puas dari para pegawai yang ada dalam organisasi yang bersangkutan karena tidak mendapat perlakuan secara adil.

Disamping itu pengangkatan jabatan struktural mengandung unsure spoil

system (penerimaan pegawai yang dasarnya adalah pertimbangan politis untuk

memberikan dukungan terutama pada partai yang berkuasa). Yang artinya jabatan-jabatan negeri yang penting dan strategis hampir seluruhnya diduduki oleh anggota partai politik yang menang dalam pemilihan umum, dan para pemegang jabatan dari partai politik yang kalah maka ia harus segera berhenti untuk mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing.

Pengangkatan jabatan stuktural dengan merit system sangat efektif dimana kesempatan bekerja selalu terbuka untuk umum, dapat diperoleh tenaga-tenaga yang cakap, dan dapat mendorong calon-calon pegawai yang belum memenuhi


(52)

syarat untuk membenahi diri lebih menigkatkan profesionalismenya dalam tugas dan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.

2. Pertimbangan dalam yuridis formal

Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan stuktural yang semestinya dilakukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang ada dalam peraturan birokrasi kita seperti yang dijelaskan diatas, karena pada dasarnya peraturan perundangan tersebut sangat memungkinkan dilaksanakan merit system. Namun pada kenyataannya hal tersebut sulit dilakukan.

Kompetensi jabatan, pendidikan, kepangkatan, kesehatan, pengalaman sangat muda diabaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian selaku “user” atau pemakai terhadap pejabat birokrasi yang ada di daerah. Setiap daerah memang telah memiliki perangkat dalam bentuk institusi yang berfungsi memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah menyangkut jabatan struktuar yaitu Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) maupun institusi yang berfungsi melakukan manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah yaitu Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Namun kedua institusi tersebut sangat sulit melaksanakan fungsi secara benar dikarenakan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dengan mudah dapat melakukan penekanan dan mengatur kinerja Baperjakat dan BKD.

Mudahnya bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah melakukan deviasi terhadap aturan yuridis formal kepegawaian dan melakukan penekanan terhadap kinerja Baperjakat dan BKD, didasari oleh celah yang dalam aturan formal kepegawaian memungkinkan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah


(53)

melakukan tindakan tersebut. Lemahnya posisi Baperjakat dan BKD secara terstruktur atas Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dan Banyaknya celah serta kelonggaran dalam aturan formal kepegawaian menjadikan Gubernur sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah mudah melakukan penekanan serta melakukan penyimpangan aturan kepegawaian pada pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Sehingga pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di daerah banyak diwarnai oleh pertimbangan di luar ketentuan yuridis formal. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural memang telah diatur dalam beberapa peraturan perundangan di Indonesia.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dengan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Karenanya dengan Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 tahun 2002 diatur tentang ketentuan pelaksanan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural yang merupakan petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2002.

Ketentuan pelaksanaan pengangkatan dalam jabatan structural bertujuan untuk memberikan pedoman kepada pejabat yang berwenang dan pejabat yang secara fungsional membidangi manajemen Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural, serta hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.


(54)

Mengenai Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 pelaksanaannya memang selalu terjadi ketidak sesuaian antara persyaratan yang ditentukan dengan cara menempatkan seseorang dalam suatu jabatan. Apalagi ketika Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi membuat komitmen tertentu termasuk pertimbangan lain dalam penetapan jabatan struktural, maka perangkat kepegawaian di daerah tidak berbuat apa-apa

Sementara juga terjadi tumpang tindi antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Ada beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang juga mengatur tentang kepegawaian, sementara kepegawaian telah memiliki aturan main sendiri yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, dan perubahan peraturan pelaksanaan dari Undang Nomor 43 Tahun 1999 justru disesuaikan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, bukan merubah Undang-Undang-Undang-Undang Kepegawaian yang disesuaikan dengan tuntutan perkembangan jaman. Jadi selama ini pemerintah hanya merubah bentuk petunjuk pelaksanaan di bidang kepegawaian yang disesuaikan dengan perubahan Pemerintahan Daerah. Kemudian hal lain adanya Perubahan Peraturan Perundangan yang tidak segera diikuti dengan petunjuk pelaksanaan, sehingga setiap daerah cenderung menafsirkan sendiri setiap bentuk aturan main dalam bidang kepegawaian.

Di era otonomi daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk menentukan segala bentuk kebijakan yang dianggap cocok dengan kebutuhan daerah termasuk dibidang kepegawaian. Bupati/Walikota merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah di Kabupaten/Kota dan Gubernur merupakan


(55)

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah di Provinsi. Provinsi tidak dapat melakukan tindakan hokum terhadap bentuk pelanggaran yang terjadi di Kabupaten/Kota, demikian pula sebaliknya.

C. Kelemahan-Kelemahan dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Dalam Pengaturan Sistem Karier PNS

1. Pengaturan sistem karier

Perencanaan karier adalah bagian yang sangat penting karena menentukan dinamika organisasi untuk manajemen sumber daya manusia. Karier menunjuk pada perkembangan pegawai secara individual dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja tertentu dalam suatu organisasi. Pengembangan karier sebagai tugas perkembangan harus diwujudkan pegawai secara individual, sedangkan dari organisasi merupakan kegiatan manajemen sumber daya manusia. Untuk mendapatkan tenaga kerja yang kompetitif, diperlukan usaha memberikan bantuan agar pegawai yang potensial dapat mencapai jenjang karier sejalan dengan usahanya untuk mewujudkan tugas perkembangannya.34

Betapapun baiknya suatu rencana karier yang telah dibuat oleh seorang pegawai disertai oleh suatu tujuan karier yang wajar dan realistik, rencana tersebut tidak akan menjadi kenyatan tanpa adanya pengembangan karier yang sistematik dan programmatik. Karena per definisi perencanaan, termasuk perencanaan karier, adalah keputusan yang diambil sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan

34

H. Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia 2006, hlm. 140


(56)

dimasa depan, berarti bahwa seseorang yang sudah menetapkan rencana kariernya, perlu mengambil langkah-langkah tertentu guna mewujudkan rencana tersebut. Berbagai langkah yang perlu ditempuh itu dapat diambil atas prakarsa pekerja sendiri tetapi dapat pula berupa kegiatan yang disponsori oleh organisasi atau gabungan dari keduanya. Perlu ditekankan lagi bahwa meskipun bagian pengelola sumber daya manusia dapat turut berperan dalam kegiatan pengembangan tersebut, sesungguhnya yang paling bertanggung jawab adalah pegawai yang bersangkutan sendiri karena dialah yang paling berkepentingan dan dia pulahlah yang kelak akan memetik dan menikmati hasilnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip pengembangan karier yang sangat fundamental sifatnya.35

2. Kelemahan-Kelemahan dalam aturan formal kepegawaian

Terdapat tali temali permasalahan dalam pengelolaan aparatur yang masih dihadapi saat ini. Salah satunya adalah menyangkut aspek penempatan PNS, yang seringkali tidak sesuai dengan kompetensi dan spesifikasi tugas jabatan. Pengangkatan dan penempatan PNS seringkali tidak didasarkan atas ukuran-ukuran objektif termasuk faktor kedekatan (nepotisme) banyak dijumpai dalam berbagai pemanfaatan dan penempatan.

Demikian pula berbagai program pemanfaatan dan penempatan PNS (seleksi dan penempatan, rotasi, promosi, dan diklat) belum didukung oleh suatu sistem penilaian dengan kriteria yang terukur yang mencerminkan prinsip prestasi kerja sebagaimana terkandung Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

35

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hlm 215


(57)

Permasalahan lain, adalah terkait dalam keberadaan unit-unit kepegawaian pada banyak instansi pemerintah yang belum memerankan fungsinya secara maksimal sebagai lembaga pengembangan sumber daya aparatur. Mereka umumnya, masih berkutat dan terjebak dalam fungsi kegiatan administrasi semata, seperti pengurusan absensi, cuti, dan lain-lain.36

Disisi lain bila diperhatikan bahwa ada sebagian kecil Pegawai Negeri Sipil yang kurang disiplin dalam arti tidak mentaati ketentuan jam kerja (tidak masuk kantor tanpa prosedur) mendapatkan nilai “baik” disetiap unsur-unsur yang dinilai yang tertuang dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaannya. Sehingga dengan demikian akibat dari penilaian yang baik tersebut, maka Pegawai Negeri Sipil yang kurang disiplinpun mendapatkan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan lainlain seperti layaknya Pegawai Negeri Sipil yang disiplin yang memang prestasi kerjanya “baik”, sehingga Inu Kencana Syafiie, mengatakan bahwa seleksi kenaikan pangkat dan jabatan atau penerimaan pegawai bukan berdasarkan prestasi kerja, melainkan selera pimpinan37

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tertulis bahwa “jabatan karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan”. Namun pelaksanaan Karier Pegawai Negeri Sipil dilingkungan birokrasi masih diwarnai oleh system nepotisme, patronage system, spoil system dan lainlain. sehingga dalam hasil rapat pembahasan oleh

36

Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Kepegawaian Negara Jakarta 2003. hlm. 22

37

Inu Kencana Syafiie, Birokrasi Pemerintahan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2004, hlm 93


(58)

Tim Baperjakat sebagai hasilnya disampaikan kepada Gubernur untuk ditanda tangani namum pada kenyataannya ada pertimbangan lain dari Gubernur selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah. Sehingga hasil rekruitmen terakhir tidak sesuai dengan hasil pembahasan Baperjakat.

Gubernur selaku Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah Provinsi dengan mudah dapat melakukan penekanan pada Baperjakat dan BKD serta memasukan kepentingan tertentu dengan menempatkan Pegawai Negeri Sipil pilihannya dalam jabatan struktural di birokrasi. Baperjakat dan BKD memang telah memiliki pedoman yang menjadi dasar dalam melaksanakan fungsinya. Namun dalam prakteknya kedua lembaga tersebut selalu mengalami kesulitan menerapkan aturan-aturan kepegawaian ketika dihadapkan dengan kepentingan-kepentingan dari Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah provinsi. Sehingga sering terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan manajemen kepegawaian di daerah termasuk dalam pengangkatan pejabat struktural. Suatu hal yang mendasar adalah lemahnya posisi Baperjakat dan BKD secara struktur dengan Gubernur sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi (PPKD Provinsi) dan kedua adanya celah dalam peraturan kepegawaian yang memungkinkan untuk disiasati

Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan tertentu harus dilakukan secara cepat dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan pejabat baru harus cepat dilakukan apabila jabatan struktural tersebut kosong dan harus dihindari memakai pejabat lama karena akan menimbulkan kecemburuan sosial dan menghalangi karier pegawai lainnya.


(59)

Apabila ini sudah menjadi kebiasaan dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk, walaupun perpanjangan jabatan merupakan wewenang Gubernur/Bupati/Walikota. Terlepas dari obyektif tidaknya perpanjangan masa jabatan itu, niscaya akan mematikan karier Pegawai Negeri Sipil yang ada di bawahnya serta menghambat pengkaderan Pegawai Negeri Sipil. Dampak lainnya, mereka tidak akan mempunyai lagi motivasi dan semangat bekerja karena jenjang kariernya dihalangi. Pada akhirnya secara tidak langsung roda pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat akan berkurang. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural belum menunjukan kualifikasi yang tegas sehingga dalam penerapannya cenderung menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan sangat rentan terjadinya pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan itu sendiri.

D. Kebijakan Pemerintah dalam Menetapkan/menempatkan Suatu jabatan

Kebijakan pemerintah dalam penempatan jabatan struktural sudah diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 pada pasal 17 ayat 2 yang berbunyi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.

Pelaksanaan kebijakan pemerintah selama ini kadang menimbulkan permasalahan dikarenakan dalam prakteknya sedikit terjadi penyalahgunaan


(60)

kewenangan dan benturan-benturan dari suatu organisasi atau kepentingan lainnya. Dengan kondisi yang demikian maka kompetensi jabatan bukan menjadi persyaratan yang utama. Meskipun ada Pegawai Negeri Sipil yang lebih memiliki kompetensi dalam promosi jabatan struktural, namun dikarenakan tidak dekat atau tidak dikenal maka kecil kemungkinan akan menduduki jabatan sesuai dengan bidangnya. Hal lain yang mendukung kompetensi jabatan tidak terjamin adalah belum berjalan analisis jabatan dan analisis staf pada Pemerintah Kota Medan. Dalam membuat rancangan kebijakan birokrasi akan lebih menguntungkan pihak tertentu (suku, atau mengutamakan kepentingan pribadi dan lain-lain), sehingga sebagai konseptor kebijakan birokrasi belum dapat berdiri netral dalam penempatan jabatan structural.

Masalah kebijaksanaan dalam kepegawaian antara lain :

(1) Sistem kebijaksanaan yang dianut adalah untuk mendorong pengembangan otonomi daerah, sehingga kebijaksanaan kepegawaian dilaksanakan daerah otonomi sesuai dengan kebutuhannya baik pengangkatan, penempatan, pemindahan dan mutasi maupun pemberhentian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Untuk Memberdayakan (empowering) dan peningkatan SDM didaerah, maka program pendidikan dan latihan (Diklat) untuk Kabupaten/Kota dapat lebih di tingkatkan kualitas dan kuantitasnya, untuk efisiensi dan juga wahana pengaturan SDM, agar semakin meluas cakrawala


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut

1. Prosedur Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum, Surat Permohonan Mutasi (dilengkapi alamat kantor/rumah lengkap dengan nomor HP/telepon), Foto Copy SK CPNS, Foto Copy SK PNS, Foto Copy SK Kenaikan Pangkat/Jabatan terakhir, Foto Copy Ijazah dan Transkrip Nilai Pendidikan terakhir, Foto Copy DP-3 selama dua tahun terakhir, Foto Copy Kartu Pegawai dan Daftar Riwayat Hidup.

2. Dasar Hukum Mutasi Jabatan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

3. Hambatan yang dihadapi dalam Pemutasian Faktor Administratif administratif adalah keseluruhan aspek yang berkaitan dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan mutasi, yang saling berhubungan satu


(2)

sama lainnya. Seperti kompetensi diklat maupun kemampuan dari pegawai itu sendiri. Mutasi jabatan merupakan usaha untuk menempatkan PNS pada jabatan yang sesuai dengan kemampuannya. Faktor Psikologis Selain itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa kendala dalam pelaksanan mutasi jabatan struktural yang dilakukan oleh di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan itu muncul dari diri pegawai itu sendiri. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok) Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Pemutasian di Dinas Pekerjaan Umum Pemerintahan Kota Medan antara lain: Pertama, tidak menerima uang atau segala bentuk hadiah apapun dengan tujuan agar pelaksana proses mutasi mau menerima titipan pegawai yang akan dimutasikan. Kedua, Bidang Diklat atas perintah dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan berusaha meningkatkan frekuensi pelaksanaan diklat-diklat substantif, frekuensi PNS yang ijin atau tugas belajar serta pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) untuk memunculkan keinginan berprestasi dalam diri pegawai.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :


(3)

1. Komunikasi yang baik juga perlu di bangun antara Kepala Dinas karena mutasi seorang PNS juga perlu memperhatikan saran dan usul dari Kepala Dinas

2. Bagi Pegawai Negeri Sipil, dapat dijadikan referensi dan pertimbahan dalam mengajukan proses mutasi sekaligus membangun profesionalitas kerja yang lebih baik dalam melayani publik sekaligus pengabdian tanpa batas terhadap bangsa dan negara.

3. Pengembangan pegawai melalui mutasi harus dilakukan secara berkala dan terencana serta terlebih dahulu memberikan penjelasan, dan meminta pertimbangan dari pegawai yang bersangkutan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok hukum kepegawaian Republik Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramitha ,1979.

Danim, Sudarwan, Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Fathoni, Abdurrahmat, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Hanif Nurcholis, Teori dan praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasindo, 2007

Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta: 2008.

H. Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia 2006.

Inu Kencana Syafiie, Birokrasi Pemerintahan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2004.

Muchsan, Hukum Kepegawaian, Jakarta: Bina,1982,Jakarta.

Moekijat, Manajemen Kepegawaian, Bandung: Mandar Maju, 2001.

Musanef, Manajemen Kepegawaian Indonesia, Jakarta: Haji Masagung,1982. Paus Abdullah, P. dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer. Arkola.

Surabaya. 2005.

Pigors, Paul, Charles. A. Meters, Administrasi Kepegawaian, Musanef, Indonesia, 2005.

Sondang P. Siagian. Kerangka Dasar Dalam Administrasi. Jakarta. Rineka Cipta. 1992.

Satoto, Sukamto, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian Negara, Hanggar Kreator, Yogyakarta, 2004

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif, suatu tinjauan singkat, Jakarta: Rajawali, 1986.


(5)

S.F. Marbun dkk. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, 2004.

Tjandra, W. Riawan, Hukum Administrasi Negara”, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2008.

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2008.

Utrecht E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustakaa Tinta Mas, 1986.

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2008.

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Kepegawaian Negara Jakarta 2003.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1999 Nomor 16 Tambahan lembaran Negara Nomor 3890).

Peraturan Pemerintah Nomor 96, Tahun 2000 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Internet

http://www.setneg.go.id. 2012. Rotasi dan Mutasi Pejabat Sebagai Sarana Pembinaan dan Pengembangan Karier Pegawai. Diakses tanggal 2 Desember 2013

Wahyudi. 1995. Manajemen Personalia Perusahaan. (online)


(6)

Mudjiono. 2000. Sistem Kepegawaian Daerah. (online)

Wawancara

Hasil wawancara, dengan Kasubid Mutasi, Pemindahan dan Pensiun Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, 1 November 2013

Hasil wawancara, dengan Kepala Bidang Perencanaan, Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, 1 November 2013


Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 (Studi di Kecamatan Sibolga Kota)

7 136 99

Pencatatan Kelahiran Di Kabupaten Dairi Dalam Rangka Pelaksanaan Administrasi Kependudukan Menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

3 84 89

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

0 84 124

Prosedur Penebangan Pohon Pada Dinas Pertamanan Kota Medan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

3 74 98

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

1 56 180

undang undang no 43 tahun 1999

0 0 28

BAB II PEMUTASIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA F. Pengertian Mutasi - Prosedur Pemutasian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara(Studi Di Polresta Medan)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

0 2 25