62
Yulianto Achmad, S.H., M.H
S1 Universitas Gadjah Mada S2 Universitas Padjajaran
Sumber: Law.Umy.ac.id
J. Deskripsi Informan
Penulis memilih persepsi dosen jurusan Ilmu Pemerintahan karena penulis ingin mengetahui kebijakan yang presiden ambil dalam pemutusan
kebijakannya telah sesuai atau tidak sesuai dari segi pemerintahan, lalu kemudian mengambil persepsi hukum karena penulis ingin mengetahui
persepsi dari bidang hukum terkait kebijakan yang presiden ambil. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk wawancara terhadap dosen yang
sudah penulis tentukan sebelumnya. Dalam hal ini informan yang dapat penulis wawancarai berjumlah 5 orang, yaitu 3 orang dosen dari jurun Ilmu
Pemerintahan dan 2 orang dosen dari Fakultas Hukum. Diantaranya adalah:
NO
Nama Dosen Jurusan
1 Inu Kencana Syafi’i
Ilmu Pemerintahan 2
Suswanta Ilmu Pemerintahan
3 Tunjung Sulaksono
Ilmu Pemerintahan 4
Danang Wahyu Muhammad Fakultas Hukum
5 Trisno Raharjo
Fakultas Hukum Sumber: Data penulis
63
Dari table diatas dapat diketahui bahwa penulis telah mendapatkan informasi yang valid, karena sumber informannya yang dapat dipercaya dan
dapat menjawab apa yang penulis tanyakan dalam proses wawancara.
K. Profil Informan
1. Inu Kencana Syafi’i
Inu Kencana Syafi’i merupakan salah satu dosen ilmu pemerintahan dan penulis buku tentang hukuman mati dalam sudut pandang
pemerintahan yang berjudul etika pemerintahan, latar belakang pendidikan S1 beliau mengambil Ilmu Politik Pemerintahan STPD
IIP, kemudian S2 di MAP UGM dan mendapatkan gelar S3 di Ilmu Pemerintahan UNPAD. Bapak Inu sendiri dikenal dalam pembongkaran
kasus kekerasan di kampus IPDN, beliau juga sempat menjadi camat Edera, sempat juga beliau menjadi sekertaris bappeda Tk. II Yapen
Waropen, menjadi dosen di STPDN dan sekarang menjadi dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Inu Kencan a Syafi’I adalah salah satu dosen pengampu mata kuliah
Sistem Politik Indonesia dan Sistem Pemerintahan Indonesia di jurusan Ilmu Pemerintahan, karena memang beliau merupakan ahli dalam
bidang system politik dan system pemerintahan maka penulis memilih beliau untuk dijadikan informan yang dapat memberikan jawaban atas
apa yang penulis tanyakan.
64
2. Suswanta
Suswanta adalah salah satu dosen dari Jurusan Ilmu Pemerintahan, latar belakang pendidikan S1 beliau mengambil Ilmu Pemerintahan
fakultas sosial dan politik Universitas Gadjah Mada, kemudian meraih gelar master S2 di Universitas Gadjam Mada dengan mengambil ilmu
politik dan mendapatkan gelar S3 di Universitas Gadjah mada dengan konsentrasi yang sama ilmu politik. Selain itu pula beliau telah banyak
mengisi seminar, publikasi, penelitian, dan pengalaman professional. Suswanta merupakan salah satu dosen mata kuliah Analisis
Kualitatif di Jurusan Ilmu pemerintahan, oleh karena itu penulis mengambil beliau sebagai informan karena dirasa cocok untuk
memberikan jawaban yang penulis inginkan. Disamping itu menjadikan salah satu dosen perwakilan dari jurusan Ilmu pemerintahan, untuk
menanggapi masalah penolakan grasi hukuman mati terpidana narkoba oleh presiden Joko Widodo.
3. Tunjung Sulaksono
Tunjung Sulaksono Merupakan salah satu dosen dari jurusan ilmu pemerintahan, latar belakang pendidikan S1 beliau mengambil studi
Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Gadjah Mada dan melanjutkan program S2 dengan mengambil konsentrasi Program studi
Ilmu Politik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Untuk saat ini beliau mengajar mata kuliah pemikiran politik di Jurusan Ilmu
65
Pemerintahan, dan juga beliau memiliki pengalaman sebagai tenaga ahli dalam berbagai kegitan.
Tunjung Sulaksono adalah salah satu dosen pengampu mata kuliah pemikiran politik di jurusan Ilmu pemerintahan, yang mana beliau pasti
tahu akan kebijakan ataupun dampak yang sudah presiden ambil dalam kasus penolakan grasi hukuman mati terpidana narkoba oleh presiden
Joko Widodo.
4. Danang Wahyu Muhammad
Danang Wahyu Muhammad merupakan kepala biro hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan juga seorang staff
pengajar di fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, latar belakang pendidikan S1 beliau ambil di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, kemudian beliau mendapatkan gelar master di Undip dan menyelesaikan kuliah S3 dan mendapatkan gelar
doctor di UNDIP. Danang Wahyu Muhammad merupakan salah satu dosen dari
fakultas hukum yang mana beliau juga mengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan mengampu mata kuliah Sistem Hukum Indonesia, penulis
memilih bapak Danang karena memang beliau tahu akan masalah penolakan garasi hukuman mati terpidana narkoba oleh presiden Joko
Widodo. Penulis memilih bapak Danang karena memang beliau dapat memberikan jawaban tentang apa yang penulis tanyakan, dan beliau
66
menyatakan pro terhadap hukuman mati yang dijatuhkan kepada para terpidana kasus narkoba di Indonesia.
5. Trisno Raharjo
Trisno Raharjo merupakan Dekan Dari Fakultas Hukum beliau merupakan dosen Hukum Pidana yang ada di fakultas hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, latar belakang pendidikan S1 beliau berada di UII, kemudian beliau melanjutkan program master di
UNDIP untuk mendapatkan gelas S2 dan kemudian beliau mendapatkan gelar doktor di UNDIP karena telah menyelesaikan pendidikan S3nya.
Trisno Raharjo merupakan salah satu dari dosen Pidana di fakultas Hukum, yang mana beliau tahu tentang permasalahan penolakan grasi
hukuman mati terpidana narkoba oleh presiden Joko Widodo. Karena memang beliau adalah ahli dalam bidang pidana, maka penulis memilih
beliau sebagai informan dari hukum pidana untuk memberikan jawaban atas apa yang penulis tanyakan.
67
BAB III PEMBAHASAN
Dalam Bab ini akan mengkaji penolakan grasi hukuman mati oleh presiden Joko Widodo ditinjau dari aspek pemerintahan dan hukum, serta
pendapat dosen ilmu pemerintahan dan hukum terhadap penolakan grasi hukuman mati oleh presiden Joko Widodo terhadap terpidana kasus narkoba.
A. Analisa Kebijakan Penolakan Grasi Hukuman Mati Ditinjau dari Aspek
Pemerintahan dan Hukum
Grasi merupakan salah satu hak preogatif presiden dalam memutuskan seorang terpidana akan diberikan grasi atau menolak grasi yang
diajukan oleh terpidana. Kasus penolakan grasi yang diajukan terpidana mati oleh presiden Joko Widodo sempat menjadi soroton publik Indonesia bahkan
dunia internasional karena dalam masa jabatannya yang terbilang masih baru, beliau sangat berani menolak grasi yang diajukan para terpidana.
Jumlah ini paling banyak dari presiden –presiden yang sebelumnya yaitu
presiden Joko Widodo kurang lebih menolak 64 pengajuan grasi yang diajukan terpidana, atas penolakan grasi tersebut terpidana diancam dengan
hukuman mati. Dengan mengacu pada teori kebijakan dari Ericson yaitu penyelidikan yang berorientasi ke depan dengan menggunakan sarana yang
optimal untuk mencapai serangkaian tujuan sosial yang diinginkan Wahab,
68
2012:40. Dari teori di atas penulis mencoba untuk menjabarkan apa yang penulis temukan dilapangan supaya dapat ditemukan hasil yang akan
dicapai.
1. Melihat kasus hukuman mati dari kacamata ilmu pemerintahan dan hukum A. 1. Aspek Ilmu Pemerintahan
Di dalam pemerintahan kekuasaan tertinggi ada di presiden, karena presiden adalah penentu atau pemutus hasil akhir sebuah keputusan yang
telah dibuat. Indonesia merupakan negara dengan status darurat narkoba, oleh karena itu presiden Joko Widodo bersikeras untuk melawan kejahatan
yang tidak bisa diampuni. Seperti hal yang dikatakan salah seorang informan dari hasil wawancara dengan penulis:
“Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang berusaha mempelajari bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik,
pemerintah memiliki banyak fungsi. Dalam kasus ini pemerintah harus menjalankan fungsi perlindungan bahwa negarapemerintah harus
melindungi masyarakat dengan cara memberikan hukuman agar kejahatan tersebut tidak terulang lagi di masyarakat. Artinya dari sisi
pemerintahan hal itu bisa di pertanggung jawabkan karena tujuan presiden dalam menolak grasi terpidana narkoba, bisa dipahami untuk
menegakkan tugas pemerintah dan negara untuk melindungi warganya
69
agar supaya kejahatan luar biasa ini tidak terulang lagi di masyarakat.
” Tunjung Sulaksono, 13 April 2016. Dapat diketahui dari pernyataan informan diatas bahwa dalam ilmu
pemerintahan, pemerintah disini melakuakan fungsinya sebagai pelindung masyarakat dalam hal ini mencegah agar masyarakat tidak terjerumus dalam
narkoba. Penolakan grasi yang dilakukan presiden dalam hal ini sangat tepat karena disamping untuk menghukum kejahatan yang tidak dapat diampuni,
hukuman mati juga melindungi masyarakat dari jerataan para bandar narkoba yang sudah merajalela. Pendapat serupa juga disampaikan oleh
informan yang penulis wawancarai sebagai berikut: “Hukuman mati adalah kebijakan efektif yang diambil
pemerintah jika dilakukan dengan benar, yaitu dalam pemerintahan adalah presiden telah menolak pengajuan grasi dari terpidana karena
terpidana tersebut terbukti bersalah. Disamping itu pula hukuman mati dapat memberi efek pencegahan dan jera bagi para pengguna narkoba
sehingga nantinya tidak adalagi yang menyentuh narkoba ” Suswanta,
22 April 2016. Seperti yang informan katakana bahwa hukuman mati merupakan
hukuman yang efektif disamping memberikan efek jera, hukuman mati juga berefek dalam pencegahan penggunaan narkoba. Presiden disini memang
memegang kendali penuh atas putusan akhir yang diberikan ketika terpidana mengajukan grasi, karena memang presiden ingin memerangi narkoba maka
70
setiap grasi yang diajukan kepadanya harus ditolak namun dengan berbagai ketentuan dan pertimbangan yang seadil-adilnya. Narkoba merupakan salah
satu jenis kejahatan yang tidak bisa diampuni, oleh karena itu proses hukumnya juga harus ditetapkan dengan seberat-beratnya penolakan grasi
yang dilakukan presiden Joko Widodo sudah sangat tepat karena Presiden sudah menjalankan fungsi dari pemerintah yaitu melindungi masyarakat
dengan melakukan penolakan grasi yang diajukan terpidana mati kasus narkoba.
A. 2. Aspek Hukum