1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini berbagai kasus sosial masyarakat ditegah proses pembangunan nasional sangat merebak, yang mana dengan tujuan
pembangunan nasional tersebut dapat dilihat dengan terwujudnya masyarakat yang selaras, serasi, dan seimbang antara kemajuan lahiriah
dan batiniahnya serta merata diseluruh tanah air.
1
Hal di atas itu masih jauh dari kata terwujud, bahkan masih jauh sekali. Dengan terjadinya banyak kasus-kasus yang memprihatinkan.
Bayangkan, hati siapa yang tidak miris jika melihat anak baru lulus SD harus bekerja. Hati siapa yang tak luluh bila dihadapkan dengan seorang
anak perempuan yang menjadi korban perkosaan laki-laki bejat atau laki- laki iseng yang jahat? Apa yang terpikir di kepala kita jika ada seorang
ayah atau ibu membunuh anaknya sendiri? Anak yang dilacurkan, anak yang diperdagangkan, buruh anak, anak korban perdofilia, siswa yang
putus sekolah, anak jalanan, anak korban tindak kekerasan, anak korban pelecehan, dan serangan seksual dan anak korban kerusuhan.
2
Disisi lain juga begitu banyak kisah-kisah yang sangat menyedihkan dan
memprihatinkan. Bagaimana tidak seorang anak berusia 10 tahun yang tega membunuh anak yang berusia 3 tahun. Kisah tersebut menjadi
1
M. Muhtaram, Membangun Sikap Mental Berwawasan Profetik Dalam Pembangunan Nasional,
Jurnal Suhuf, No. 01 Tahun V -1998, Pabelan; UMS., 1998. hlm. 117-118.
2
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2010, Cet-1, hlm. 358-359.
peringatan kepada orang tua yang tidak membimbing dan menumbuhkan kecerdasan spiritual
dalam jiwa anaknya.
3
Penderitaan-penderitaan semacam ini akan mengakibatkan frustasi dalam hidupnya. Karena dari
sinilah awal hidup yang tidak bermakna.
4
Pada dasarnya sisi kelam dari sejarah perjalanan bangsa
yang
sering terlupakan atau sengaja dilupakan karena kita terperangkap dan lebih tertarik berbicara masalah-masalah
politik daripada mengenai persoalan anak yang dianggap tidak populer dan merupakan urusan intern keluarga perkeluarga.
5
Menarik dari permasalahan-permasalahan yang ada disinilah pentingnya peranan suatu pendidikan. Baik itu pendidikan dalam lingkup
keluarga, sekolah maupun masyarakat. Membicarakan masalah pendidikan bagaikan membicarakan benang kusut atau lingkaran setan. Tidak dapat
ditentukan secara tegas dimana pangkalnya dan dimana ujungnya. Masalahnya terdapat dimana-mana, dan juga dimana-mana terdapat
masalah. Tidak dapat dipastikan masalah mana yang menjadi prioritas, karena semuanya prioritas dan mendesak untuk dipecahkan. Demikian
rumitnya, maka tidak terlalu berlebihan kalau dikatakan seperti benang yang kusut atau lingkaran setan.
6
Wilayah pendidikan akan semakin menarik, menarik untuk dikaji sesuai dengan perkembangan masyarakat dan zamannya. Pendidikan
3
Trianto Safaria, Spritual Intelegence ” Metode Pengembangan Kecerdasan Spritual
Anak , Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hlm. 4.
4
M. Muhtaram, Membangun Sikap Mental...., hlm. 122.
5
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak..., hlm. 358-359.
6
Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005, Cet-1, hlm. 231.
merupakan lahan yang luas untuk dikaji dan dikembangkan.
7
Karena lembaga-lembaga sosial, pendidikan, keagamaan, bertugas menjaga dan
mempertahankan perilaku atau suatu kebiasaan masyarakat. Anak-anak dilahirkan ke dalam masyarakat itu seperti dilahirkan ke dalam lingkungan
fisiknya.
8
Oleh karenanya usaha dalam meneropong persoalan pendidikan yang berada disekeliling kita, yang seolah sudah termasuk dalam kata
bahaya, merupakan agenda yang mendesak untuk segera dicarikan solusi penyelesaiannya secara lebih efektif dan efesien. Karena dengan
pendidikan kita dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan juga sebagai usaha yang sadar akan
dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi mewujudkan perannya dimasa yang akan datang.
9
Pendidikan juga mengandung banyak arah dan pengertian, aspek yang luas dan pengertian yang menyeluruh. Diantara arah dan
pengertiannya adalah; pendidikan individu, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan kemanusiaan. Pada setiap
pendidikan tersebut, dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis pendidikan. Semuanya bertujuan untuk membangun masyarakat yang utama dan umat
yang ideal. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari pendidikan
individu yang diajarkan Islam untuk mempersiapkan dan membentuknya
7
Hujair A. H. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat Madani Indonesia,
Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003, hlm. 4.
8
Oman Sukmana, Perilaku Beragama Dalam P erspektif Psikologi Modern Dan Islam, Jurnal Ilmiah No. 24 TH. X Mei-Agustus, UMM: Bestari, 1987. hlm. 5.
9
Hujair A. H. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam ..., hlm. 4.
menjadi sosok yang bermanfaat dan manusia yang baik di dalam kehidupan.
10
Tidak diragukan lagi bahwa manusia sejak anak manusia yang pertama dilahirkan di dunia, telah dilakukan usaha pendidikan,
manusia telah mendidik anak-anaknya kendatipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dengan demikian dapat dikatakan secara sadar maupun
tidak sadar, telah terjadi sepanjang zaman, dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan hidup manusia.
11
Pada abad modern ini, di mana masalah yang dihadapi pendidikan sangat kompleks, maka bentuk, sistem maupun tujuan pendidikan jelas
berbeda dengan dunia yang masih diliputi oleh suasana hidup yang premitif. Bahkan dinegara-negara berkembang tujuan pendidikan mereka
tetap menunjukan lebih banyak perbedaan daripada persamaan. Hal itu dikarenakan setiap bangsa memiliki pandangan filsafat yang berbeda.
Negara komunis sangat berbeda dengan negara kapitalis. Akan tetapi tujuan-tujuan itu sudah ditetapkan maka sudah menjadi tugas pendidik
dalam melaksanakan pendidikan yang diarahkan dalam mencapai tujuannya. Setiap kegiatan mengarah kepada adanya suatu perubahan,
maka pendidikan merupakan suatu proses kearah perubahan. Dalam hal pendidikan yang menjadi objek adalah tingkah laku manusia, maka tujuan
10
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta Selatan; Khatulistiwa Press, 2015, Cet-2, hlm. Xxii.
11
Asip F Pranata, dkk, Peran Psikologi di Indonesia, Yogyakarta; Yayasan Pembina Fakultas Psikologi, 2000, Cet-1, hlm. 93.
pendidikan menginginkan perubahan tingkah laku manusia ketaraf perkembangan yang lain.
12
Secara umum manusia-manusia yang menjadi tujuan pendidikan adalah manusia yang belum dewasa, manusia-manusia yang masih dalam
taraf pertumbuhan, yaitu manusia yang masih dalam bentuk anak-anak.
13
Pada generasi dahulu, anak dijaga namun tidak didengar pendapatrnya. Mereka tidak boleh berbicara kecuali disuruh. Bahkan perilaku sedikit
kasar betul-betul tidak dapat ditoleransi, dan biasanya dihukum dengan cepat dan berat melalui tamparan dimuka, pukulan dipantat, atau dengan
cacian dengan sedikit kasar dengan maksud agar anak-anak merasa malu. Hal ini terdapat standar ganda dalam kebiasaan penghukuman anak
dengan memukul pantat, orang tua dapat bicara banyak hal yang mereka inginkan kepada anak-anaknya, namun sebaliknya justru anak-anak tidak
diberi kebebasan untuk berbicara. Bentuk pernyataan orang tua misalnya “
Kerjakan seperti apa yang mama bilang, bukan seperti yang mama lakukan ”, ini disebut otoriter yang berlebihan.
14
Sebaliknya ada orang tua yang permisif dalam mendidik anaknya, orang tua berusaha mendidik
anaknya dengan sebaik mungkin, namun terlalu pasif ketika pada saat penetapan batasan-batasan dan menanggapi terhadap kepatuhan anak.
Sehingga anak begitu bebas dan tidak terkontrol.
15
12
Asip F Pranata, dkk., Peran Psikologi di Indonesia..., hlm. 94.
13
Ibid., hlm. 95.
14
Don Fleming Mark Ritts, Mengatasi Prilaku Negative Anak memahami kepribadian, komunikasi, dan perangai anak anda,
Jogjakarta; Think, 2007, Cet-1, hlm. 13.
15
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak-Anak, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 28.
Begitu banyaknya permasalahan dan dampak yang diakibatkan oleh orang tua khususnya dan para pendidik pada umumnya jika
mengabaikan suatu batasan-batasan wilayah, baik batasan menjadi orang tua atau pendidik dan wilayah yang menuntut hak anak dalam
perkembangannya. Oleh karena itu, dalam segi perubahan tingkah laku terdapat titik temu antara tugas-tugas psikologi dan tugas pendidikan.
Dalam pendidikan, psikologi menyediakan jalan baik yang lurus maupun yang berbelok-belok, baik yang memintas maupun yang tidak, beserta
rambu-rambu lalu lintasnya untuk menunjukan mana jalan yang seyogyanya ditempuh dan mana yang seharusnya tidak dilalui.
16
Pestalozzi seorang tokoh pendidikan dari Swiss mengatakan “
pendidikan harus bertitik tolak pada sifat-sifat dasar anak, di mana sifat- sifat dasar ini berkembang menurut hukum-hukum tertentu. Tugas utama
dari guru ialah membimbing kearah perkembangan yang wajar.
”
17
Proses pendidikan dalam keluarga berjalan secara alamiah dan kultural.
Interaksinya tidak mempunyai kurikulum yang terdapat dalam buku maupun secara sistematis, namun harus berjalan dengan ketentuan yang
terdapat dalam syari‟at Islam. Pedidikan menempati suatu hal yang wajib bagi kelangsungan rumah tangga yang harmonis. Sehingga posisi
pendidikan dalam keluarga menjadi kebutuhan mendasar
basic need
sebagai pondasi untuk melanjutkan proses pendidikan melanjutkan pendidikan selanjutnya diluar rumah. Pola asuh sebagai orang tua ataupun
16
Asip F Pranata, dkk, Peran Psikologi di Indonesia..., hlm. 94.
17
Ibid., hlm. 96.
pendidik juga dituntut untuk dapat melihat situasi dan kondisi serta perkembangan anak. Seperti orang tua memberikan memberikan tugas
kepada anaknya tentang tanggung jawab di rumah, kebebasan dalam pergaulan dan lain-lainnya.
18
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari keadaan manusia. Oleh karena itu tentunya akan berhubungan pula dengan ilmu-ilmu yang
lainnya yang berkaitan dengan manusia. Salah satunya adalah dengan pendidikan, kedua ilmu ini tidak bisa dipisahkan. Karena satu sama
lainnya berhubungan sangat erat. Pendidikan pedagogik merupakan cabang ilmu yang bertujuan untuk membimbing manusia sejak ia lahir di
dunia ini. Atas hal tersebutlah, pendidikan akan sukses bila mendasarkan pada psikologi, maka psikologi mempunyai tugas dalam menunjukan
perkembangan manusia sepanjang hidupnya.
19
Dunia pendidikan Islam, telah terjadi kondisi yang aneh tapi nyata. Karena, pendidikan Islam yang telah berkembang dengan baik
baik secara teoritis maupun praktis. Namun, ternyata tidak dilandasi dengan perkembangan psikologi Islam. Pendidikan Islam selama ini
banyak mendasarkan teori dan konsepnya pada psikologi barat. Sebut saja sebagai contoh Psikoanalisa dan Behaviorisme, yang mana kedua
aliran tersebut dalam memandang manusia berbeda dengan Islam.
20
18
Musmuallim, Pendidikan Islam di Keluarga, studi pemikiran Hasanlanggulung dan Abdurrahman an-Nahlawi, Tesis, 2014 UIN Sunan Kalijaga, hlm. 6.
19
Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi dan Pandangan Al- Qur’an Tentang
Psikologi , Jakarta: Prenadamidia, 2014, hlm. 69.
20
Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islam..., hlm. Vi.
Islam adalah agama yang selalu
up to date
, baik sistem hukum- hukum dan ideologinya. Seperti yang ditulis oleh filosuf besar Inggris
Bernand Shaw; “Agama Muhammad merupakan patokan tertinggi karena padanya
ada dinamika yang luar biasa. Ia adalah agama yang unik, yang memiliki flekssibilitas kuat dalam menghadapi aneka ragam corak
kehidupan. Seorang seperti Muhammad jika memegang atas kendali dunia modern pasti berhasil memecahkan problema yang
ada.”
21
Masalah yang ada dalam pendidikan Islam, psikologi Islam akan menjadi hal yang penting dalam memandang anak manusia dan bisa
membantu dalam menemukan sebuah solusi. Oleh karena itu, menurut pemikiran Zakiyah Daradjat dalam pengkhususan pada anak bahwa
masalah pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah yang menyangkut perlindungan kesejahteraan anak itu sendiri dalam upaya meningkatkan
kualitas anak pada pertumbuhannya, dan mencegah penelantaran serta perlakuan yang tidak adil untuk mewujudkan anak sebagai manusia
seutuhnya, tangguh, cerdas dan budi luhur, maka tempat bernaung bagi seorang anak adalah orang tua. Karena orang tua adalah pendidik utama
dan pertama bagi anak-anak mereka. Dengan demikian bentuk pertama pendidikan dalam keluarga yakni pada orang tua.
22
Zakiah Daradjat adalah tokoh yang menekankan konsep pendidikan kesehatan mental
mental hygiene
dengan teori ilmu jiwa agama
psychology of religion
nya. Menurut Zakiah Daradjat, konsep
21
Abdullah Nashih „Ulwan, Tarbiayatul Aulad Pendidikan Anak dalam Islam..., hlm.
145.
22
Mahmud, dkk, Pendidikan Islam dalam Keluarga,sebuah panduan lengkap bagi para guru, orang tua, dan calon,
Jakarta Barat; kademia Permata, 2013, hlm. 135.
kesehatan mental meneliti dan mempelajari mekanisme jiwa, yang menimbulkan penyakit penyakit yang pada dasarnya bukan karena
kerusakan organik pada tubuh, akan tetapi karena kondisi jiwa yang tergambar dari gangguan emosi
emotional disturbances
.
23
Perasaan tertekan, gugup, kecewa, gelisah, cemas, ketegangan batin atau tidak
tenang, konflik dan sebagainya yang terkenal juga dengan
psikosomatik
jasmani sakit karena jiwa.
24
Nashih Ulwan menyebutkan bahwa faktor- faktor terpenting yang harus dihindari oleh para pendidik dan orang tua
dari murid-murid dan anak-anaknya adalah sifat-sifat; rasa minder kurang percaya diri, sifat penakut atau pengecut, sifat rasa rendah diri, sifat hasud
atau iri kepada orang lain, dan sifat marah.
25
Ruang sebuah peta pemikiran yang telah ada, khususnya pemikiran Islam yang ada di Indoesia kontemporer. Zakiyah sudah layak ditempatkan
sebagai salah satu pendukung gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, yang mana Zakiyah dalam bidang psikologi sebagai ilustrasinya. Semangat
Zakiyah dalam mengintegraskan Islam dengan psikologi terlihat pada jalannya yang memandang bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan
modern “bebas nilai” dan bersifat universal, yang dilakukan oleh Zakiyah adalah bukan bagaimana menciptakan konsep psikologi Islam yang secara
epistemologi yang benar-benar berbeda dengan konsep psikologi sekuler, akan tetapi hanya memberikan etis-spiritual dalam melakukan praktik-
23
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, Cet IV, hlm. 97.
24
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet XVII, hlm. 37.
25
Mahmud, dkk, Pendidikan Islam dalam Keluarga..., hlm. 201.
praktik psikologi. Atau dengan istilah lain bahwasanya Zakiyah tidak melakukan dekonstruksi terhadap landasan epistimologis psikologi
sekuler, tetapi hanya menempatkan Islam sebagai faktor komplementer bagi proses terbentuknya manusia modern yang sehat jasmaninya maupun
rohani, yang mana Zakiyah belum menempatkan al- Qur‟an sebagai
landasan teoritis dan paradigmatik bagi perumusan psikologi Islam.
26
Demikianlah sekiranya tidak berlebihan, penelitidalam kesempatan ini akan menuangkan sedikit tentang pemikiran Zakiyah yang berkaitan
dengan pendidikan khususnya tetang gagasan beliau yang berkaitan dengan pendidikan anak dalam perspektif psikologi Islam. Bagaimana
psikologi Islam itu memandang pendidikan anak menurut pemikiran Zakiyah Daradjat. Sehingga menghasilkan anak-anak yang sehat dan kuat
baik dalam jasmaninya maupun rohaninya, mencetak insan yang shalih dan shalihah.
Sebagai landasan awal untuk menjadikan generasi masyarakat yang bermoralkan Islam.
Berdasarkan dari masalah-masalah tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentangpemikiran Zakiyah tentang Pendidikan
Anak dalam Perspektif Psikologi Islam. Dengan harapan penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi perkembangan wacana keilmuan
tentang pendidikan anak.
26
Zakiyah berarti disini hanya sampai pada level aksiologi pada dimensi spritual manjadi salah satu basis fundamental psikologi modern. Bagi Zakiyah yang namanya sehat adalah yang
meliputi pada aspek fisik, mental spritual, dan aspek sosial. Karena semua aspek tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Pusat Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam..., hlm. 108-110.
B. Rumusan Masalah