Identifikasi Jenis Liana Sebagai Pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal. A. K., dan P.P. Deo., (2006), Plant Ecology, Agrobios (India), Jodhpur. Asrianny, Marian, dan N. P. Oka. 2008. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis

liana (tumbuhan memanjat) pada hutan alam di hutan pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial. Makasar. 5(1):23—30. Basalamah, F. 2006. Studi Perilaku, Daerah Jelajah dan Aktivitas Harian pada

Orangutan Sumatera (Pongo abelli Lesson 1827) di Stasiun Penelitian Ketambe Aceh Tenggara. Skripsi. Universitas Nasional. Jakarta.

Bismark, M. 2005. Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur, Jurnal Bulletin Plasma Nutfah, Vol.11, No.2 (74-80)

Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007 – 2017.Siaran-pers. Jakarta/September 2008. www.dephut.go.id/Orangutan/action/Plan 2007 - 2017 pdf [Diakses tanggal 02 Desember 2015].

Foli, E.G., dan M.A. Pinard. 2009. Liana Distribution And Abundance In Moist Tropical Forest In Ghana 40 Years Following Silvicultural Interventions, Ghana Jurnal, Vol. 25 (1-12)

Groves, C. 2001. Primates Taxonomy. Smithsonian Institution Press. Washington. Iji, S., Marini, S.H., dan Sari, R.R., (2015), Keanekaragaman Jenis Liana di Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo, Jurnal Biologi, (1)2 : 1-11.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. PT. Bumi

Aksara, Jakarta.

IUCN. 2004. Red List of Threatened Species. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.

Jacob M. The Tropical Rain Forest. Springer-Verlag, Germany, 1988, p. 293. Kalimantan. IN; PrimateEcology (T. H. Clutton – Bbrock, ed. ), Academic Press,

New York, 1977, p. 383 – 413.

Kalima, T., dan Sumarhani. 2015. Identifikasi Jenis-Jenis Rotan pada Hutan Rakyat di Katingan kalimantan Tengah dan Upaya Pengembangan, ISSN :2407-8050, Vol.1, No.2 (194-200)

Morrison, M.L. 2002. Wildlife restoration : technique for habitat analysis and animal monitoring. Island Press. Washington


(2)

Meijard, E., Rijksen, H.D., dan Kartikasari, S.N. 2001. Diambang Kepunahan Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Cetakan Pertama. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta.

Muhammad,g.h. 2012. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Orangutan Sumatera (Pongo Abelii Lesson, 1827) Di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung. Universitas Sumatera Utara.

Nurfazliza, K., M.S.Nizam., dan M.N. Nursupardi. 2012. Association of Liana Communities with their Soil Properties in a Lowland Forest of Negeri Sembilan, Peninsular Malaysia, Sains Malaysian Jurnal (41) 6 : 679-690 Odum, Eugene.. 1993. Dasar-dasar Ekologi, Gadjah Mada University press,

Yogyakarta.

Prastowo, P. 2013.Panduan Praktikum Ekologi Hewan, Unimed Press, Medan. Putz, F. E. 1984. The natural history of lianas on Barro Colorado Island,

Panama. Ecology 65: 1713-1724. Putz, F. E. 1984b.How tree a void and shed lianas. Biotropica 16: 19-23.

Restiani, R.A., Suhaidi., Hawa, T., (2013), Keanekaragaman Tumbuhan Liana di Hutan Musim Blok

Rodman PS. Feeding Behaviour of Orangutan of The Kutai Nature Reserve, East Setia, T.M., (2009), Peran Liana Dalam Kehidupan Orangutan, Vis Vitalis, Vol

02. No.1 (55-61)

Simamora, T.T.H., Indriyanto., Arif, B. 2015.Identifikasi Jenis Liana dan Tumbuhan Penopangnya Di Blok Perlindungan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Jurnal Sylva Lestari, Vol 3. No 2 (31-42)

Supriatna, J., dan E.H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Vickery ML. Ecology of Tropical Plants. John Willey and Sons, Toronto, 1984, p.170.

Wati , N, ( 2016) Kajian Ekologi Tumbuhan Liana di Hutan Primer Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Fakultas Biologi . Universitas Negeri Medan.

Zendrato. D. 2008. Daerah Jelajah Orangutan Sumatera Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Skripsi. USU-Press


(3)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan ini dilakukan di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Desa Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2016 hingga selesai.Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian ( Gojali, M,.H : 2012 ) Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh tumbuhan liana dan sejenisnya yang terdapat di setiap plot dikawasan hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung.

Sampel

Pada penelitian ini sampel meliputi seluruh tumbuhan liana yang masuk kedalam plot sampel dengan ukuran 20m x 20m dengan jarak antar plot sebesar 10m sebanyak 4 transek dengan panjang masing – masing trasek sebesar 300m.


(4)

Transek yang dibuat mengikuti alur jalan hutan yang telah ada agar memudahkan dalam pelaksanaan penelitian.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi :

a. Kompas j. Binokuler

b. Meteran k. Kertas label

c. Kamera l. Hygrometer

d. Tali rafia m. Lux meter

e. Kantong plastik n. Soil meter

f. Pita meter o. Termometer tanah

g. Parang p. GPS (Global Positioning System)

h. Alat tulis q. Tally sheet

i. Meteran kain

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat deskriptif survey yaitu penelitian yang mengeksploitasi berbagai jenis liana yang dilakukan dengan mendata langsung dilapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat yaitu dengan membuat transek dan setiap transek dibagi menjadi beberapa plot . Ukuran petak yang akan digunakan yaitu ukuran petak yang memiliki persentase penambahan jenis tidak lebih dari 5% dan intensitas sampling yang digunakan 0,6% sehingga dari luas total 500 Ha akan diambil luas sampel sebesar 3 Ha.

Desain Penelitian

1. Menentukan garis utama sebagai sentral penarikan line transek

2. Membuat garis transek sebanyak 4 transek dihutan sekunder sebagai titik pengamatan dengan panjang masing – masing transek adalah 300m

3. Tiap-tiap transek dibagi menjadi 10 plot dengan luasan masing – masing plot 20m x 20m dan jarak antar plotnya 10m dan jarak antar transek sebesar 100m.


(5)

4. Koleksi sampel dan identifikasi

5. Pengolahan data untuk mendapatkan Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, indeks dominansi dan pola sebaran liana

Transek I Transek III

---transek--- 300 m

---100 m----

100 m 100m ---

Transek II Transek IV

Gambar 4. Desain Penentuan Garis Transek untuk Pembuatan Plot 20 m x 20 m

----10m--

dst

Gambar 5. Desain Peletakan Plot

Skema Desain Penelitian

Adapun skema desain penelitian tersaji dibawah ini:

Garis Utama

Penentuan lokasi

PLOT 1

PLOT 2

PLOT 3

PLOT 5 PLOT


(6)

Gambar 6. Skema Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian

Prosedur kerja dalam penelitian ini adalah : a. Persiapan

 Penentuan Lokasi : lokasi didalam penelitian ini adalah hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

 Menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk membuat transek dan plot percontohan tumbuhan liana

 Menentukan spesies area

 Memilih satu area yang dianggap mewakili ekosistem liana  Membuat petak dengan ukuran 20 m x 20 m

 Menghitung jumlah jenis tumbuhan liana yang diperoleh b. Pelaksanaan

Penentuan stasiun pengamatan

Tumbuhan Liana

Analisis Data

Kerapatan, frekuensi, dominansi

Keanekara gaman

Indeks Kesamaan

Shanon-Winner

Bray-Curtis Uji hutcheson Indeks Nilai

Penting


(7)

1. Menentukan lokasi titik awal transek dengan menggunakan kompas, kemudian membuat garis transek, kemudian membuat plot percontohan dengan penentuan arah peletakan secara zigzag. Transek selanjutnya dibuat berlawanan arah dengan transek pertama yaitu 180 derajat sehingga terbentuk pola zigzag.

2. Melakukan pengamatan pada tiap plot percontohan , yaitu mencari spesies liana.

3. Menentukan frekunsi relatif, kerapatan relatif, dominansi relatif, Indeks Nilai Penting, Indeks keanekagaman, Indeks kesamaan, Indeks dominansi dan pola sebaran jenis-jenis liana.

4. Mencatat data morfologinya baik warna, ukuran serta ciri khas dari bentuk batang, daun, bunga dan buahnya untuk diidentifikasi.

5. Mengambil sampel daun dan buah serta dokumentasi untuk mempermudah identifikasi jenis liana.

6. Mengidentifikasi tumbuhan liana dengan beberapa panduan referensi atau literatur.

c. Identifikasi

Data yang dipakai untuk idetifikasi tumbuhan berupa data herbarium dengan cara pengawetan dilapangan sebagai bahan identifikasi di laboratorium dan dokumentasi sebagai pembuktian dan penguatan dalam identifikasi. Untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan liana dengan mengacu pada Agrawal – deo dan

Singh ( Plant Ecology ) serta beberapa jurnal yang mengacu pada Asrianny et all ( 2011 ) , Setia ( 2009 ), Simamora et all ( 2015 ) dan juga Wati ,

N ( 2016 ) serta diskusi dan mengidentifikasi jenis liana bersama petugas Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser


(8)

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan diolah secara manual, setelah data dikumpul, diolah, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dijabarkan secara deskriptif.

Indeks Nilai Penting

Data-data yang dikumpulkan kemudian dihitung Indeks Nilai Penting (INP). Besar-besaran ini dihitung dengan rumus (Manurung dkk, 2011) :

1. Kerapatan

 Kerapatan Mutlak (KM)

Km =

 Kerapatan Relatif (KR) KR =

x 100% 1. Frekuensi

 Frekuensi Mutlak (FM)

FM =  Frekuensi Relatif (KR)

FR =

x 100 2. Dominansi

 Dominansi (D)

D =


(9)

DR =

x 100%

Luas Bidang Dasar = πr2atau 1/4πd2

Pengukuran diameter liana dilakukan pada bagian batang yang berada 25 cm diatas sistem perakaran (Asrianny dkk, 2008).

3. Menentukan Indeks Nilai Penting  INP = KR + FR + DR

Indeks Keanekaragaman

Untuk mencari keanekaragaman spesies penulis menggunakan indeks Shanon-Wiener dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1993) :

H’ = -∑ (pi)ln(pi) dimana : pi = ni = Jumlah individu suatu spesies

N = Jumlah individu seluruh spesies Ln = Log natural

Kategori penilaian untuk keanekargaman jenis adalah sebagai berikut :

H’≥ 1 :Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah kestabilan komunitas rendah,

1<H’<3 :Keanekaragaman sedang, peneyebaran sedang, kestabilan komunitas

sedang

H’≥ 3 : Keanekaragaman tinggi, peneyebaran tinggi, kestabilan komunitas tinggi

(Odum,1993).


(10)

Untuk memperoleh indeks dominansi penulis menggunakan Indeks Simpson yakni (Odum, 1993) :

C = ∑ (pi) 2

dimana : pi = C = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu suatu spesies N = Jumlah individu seluruh spesies

Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut : 0 < C < 0,5 = Dominansi rendah

0,5 < C ≤ 0,75 = Dominansi sedang


(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Fisika-Kimia Tanah Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

Penelitian yang dilakukan ini terdiri dari 4 transek. Masing – masing transek terdapat di N 04o0215,9‖ E 098o 03' 54,2" sebagai transek pertama, N 04o 02' 15,1" E 098o 03' 54,2" transek kedua ,N 04o 02' 13,9" E 098o 03' 53,9" transek ketiga dan N 04o 02' 13,1" E 098o 03' 54,8" ditransek yang terakhir yaitu keempat. Faktor fisika-kimia yang diperoleh dari keempat transek di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung pada tabel 1.

Tabel.1 Faktor Fisika-Kimia Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

No Aspek yang diukur T1 T2 T3 T4 Rata-rata

1 pH tanah 4,4 4,5 4,7 5 4,65

2 Kelembaban tanah (%) 80 84 82 85 82,75

3 Kelembaban udara (%) 95,5 95 97,5 97 96,25

4 Suhu udara (°C) 27 26 25 25 25,75

5 Intensitas Cahaya (Cd) 800 600 750 600 687,5

Tabel 1. merupakan data fisika-kimia dari keempat transek dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Sei Betung dimana nilai pH tanah berkisar antara 4-5 dengan rata-rata 4,65 yang artinya pH tanah di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung di bawah 7 sehingga termasuk kategori asam, kelembaban tanah berkisar 80-85 % dengan rata-rata 82,75% kelembaban tanah tersebut tergolong tinggi yang berarti sangat lembab. Kelembaban udara dikeempat transek berkisar 95-97,5 % dengan rata-rata 96,25% yang termasuk dalam kategori kelembaban yang cukup tinggi artinya kelembaban


(12)

udara di hutan sekunder Resort Sei Betung tinggi atau kondisi lembab. Suhu udara dari keempat transek dihutan sekunder termasuk sedang dengan nilai berkisar 25-27°C dan rata-rata 25,75 yang artinya keadaan didalam hutan sekunder Resort Sei Betung tidak terlalu panas. Intensitas cahaya dari keempat transek berkisar 600-800 Cd dengan rata-rata 687,5 Cd, nilai intensitas cahaya ini termasuk dalam kategori sedang. yang artinya intensitas cahaya matahari di Hutan Sekunder Resort Sei Betung tidak terlalu tinggi. Cahaya matahari dihutan sekunder Resort Sei Betung tidak terlalu tinggi karena hutan sekunder merupakan hutan yang telah disusun dengan komunitas yang tinggi sehingga tutupan tajuk termasuk rapat yang menyebabkan cahaya matahari terhambat untuk menembus hingga kedalam hutan. Salah satu faktor yang mempengaruhi keanekaragaman tumbuhan liana yaitu intensitas cahaya yang tinggi. Pasokan cahaya yang tinggi di hutan disebabkan rendahnya tutupan kanopi. Hutan yang sudah terganggu karena penutupan kanopi yang rendah dapat memberikan peluang yang baik untuk pertumbuhan liana jika dibandingkan dengan hutan yang belum terganggu. Selain itu, intensitas cahaya yang tinggi juga dipengaruhi oleh daerah/posisi liana tumbuh seperti pada puncak atau lereng gunung.

Keanekaragaman dan Kelimpahan Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

Keanekaragaman dan kelimpahan liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung ditemukan dari keempat transek dan 40 plot pengamatan dengan luas petak contoh 20 m x 20 m seperti terlihat pada tabel 2.


(13)

Tabel 2. Tabel Keanekaragaman dan Kelimpahan Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

No Nama Tumbuhan Nama Lokal Total Jenis Family Keterangan 1 Amaranthus sp. Akar Bayam 8 Pembelit Amarantaceae Dimakan 2 Bauhinia sp. Akar Kupu - Kupu 48 Pembelit Fabaceae Dimakan 3

Calofogonium mucuonides

Akar Kacangan

Daun Besar 202 Perambat Fabaceae Dimakan 4

Centrosema virginianum

Akar Kacangan

Daun Kecil 93 Perambat Fabaceae Dimakan 5 Cnestis platantha

Akar Asam

Belimbing 2 Perambat Oxalidaceae Dimakan 6

Cossinium

fenestratum Akar Tubelesung 24 Perambat Sapotaceae Dimakan 7 Ficus sp Akar Beringin 2 Perambat Moraceae Dimakan 8 Hyperminilatum Akar Senkadok 1 Perambat Piperaceae Dimakan 9 Memexilon sp. Akar Cantikan 3 Pembelit Melastomaceae Dimakan 10 Microneles Akar Tiga Urat 29 Perambat Melastomaceae Dimakan 11 Piper miniatum Akar Sirihan 7 Bersulur Piperaceae Dimakan 12

Poikilespermum

suaveolens Akar Tepus 8 Perambat Moraceae Dimakan

13

Stenoclaena

polustris Akar Pakis Kawat 102 Perambat Stenocleacea Dimakan 14

Tinomiscium phytocrenoides

Akar Susu

Kambing 5 Perambat Sapotaceae Dimakan 15 Uncaria glabra

Akar Kait Kait

Besar 88 Perambat Rubiaceae Dimakan

622

Hasil penelitian identifikasi jenis liana di Hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung ditemukan 15 jenis liana dengan jumlah total individu sebanyak 622 individu. Keluruhan jenis liana ini dijadikan pakan oleh orangutan sumatera ( Pongo Abelii ) dan ketersediannya akan berbanding lurus dengan keberadaan orangutan sumatera ( Pongo Abelii ) didalamnya. Semakin banyak jenis liana yang menjadi pakan di hutan sekunder , maka semakin sering orangutan sumatera ( Pongo Abelii ) memasuki area hutan ini begitu juga sebaliknya.

Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu Calofogonium mucuonides dengan jumlah total 202 individu dan diikuti oleh Tinomiscium phytocrenoides


(14)

dengan jumlah total individu sebanyak 102 individu. Jenis liana yang paling banyak ditemukan dihutan sekunder Resort Sei Betung yaitu jenis liana perambat dimana sebanyak 11 spesies liana yang memiliki jenis leaners (perambat) yaitu liana yang tidak mempunyai perlengkapan khusus untuk berpegangan pada tumbuhan penopang, sebanyak 1 spesies jenis liana yang memiliki sulur (tendril lianas), dan 3 jenis liana yang termasuk liana pembelit (twiner) dimana seluruh batangnya membelit mengelilingi batang tumbuhan penopang. Data yang diperoleh dapat dilihat bahwa cara liana memperoleh sinar matahari di hutan tersebut yaitu didominasi dengan cara merambat dan banyaknya ditemukan liana menunjukkan bahwa tipe hutan tersebut merupakan tipe hutan hujan tropis (Mohammad dkk, 2014)

Berdasarkan hasil penelitian ini, tingkat keanekaragaman tumbuhan liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung menunjukkan perbedaan jumlah spesies pada setiap transek. Perbedaan jumlah spesies selain dipengaruhi oleh keadaan internal hutan sekunder juga dipengaruhi oleh faktor biotik seperti ketersediaan inang di beberapa areal pengamatan sehingga beberapa jenis liana sangat sedikit ditemukan karena ketersediaan inang yang sedikit pula. Adapun faktor abiotik, seperti faktor fisika-kimia meliputi suhu udara yang memiliki rata-rata 25,75 °C, kelembaban udara rata-rata 96,25 %, kelembabatan tanah 82,75%, intensitas cahaya rata-rata 687 Cd, dan pH tanah rata-rata 4,65. Menurut Restiani dkk (2013) perbedaan komposisi iklim ini akan berpengaruh terhadap lingkungan serta mempengaruhi pertumbuhan liana.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman jenis liana adalah kelembaban udara, intensitas cahaya dan suhu. Kelembaban udara di hutan


(15)

sekunder TNGL Resort Sei Betung berkisar 95% - 97,5%. Pada kondisi ini seharusnya tumbuhan liana masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Asriany dkk (2008), tumbuhan liana dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan parameter lingkungan khusus yaitu suhu dan kelembaban lebih dari 80%. Selain itu yang mempengaruhi indeks keanekaragaman liana adalah suhu, dimana hutan sekunder TNGL resot sei betung memiliki suhu lingkungan yang berkisar 25 °C – 27 °C. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Jadi liana dihutan sekunder tergolong dalam kategori liana kuat karena bisa tumbuh di suhu yang cukup tinggi. Selain kelembaban dan suhu, intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman tumbuhan liana. Cahaya matahari memberikan energi bagi

ekosistem, yaitu mendukung proses fotosintesis berjalan dengan baik (Iji dkk, 2015). Intenistas matahari di hutan sekunder yaitu 700 Cd yang tergolong

baik dan dapat memberikan cahaya matahari dengan baik namun beberapa liana dibagian bawah hutan yang tergolong kecil dan herba lebih sedikit ditemukan karena untuk mempertahankan hidupnya liana tersebut membutuhkan sinar matahari untuk hidup namun beberapa areal memiliki tutupan tajuk yang sangat rapat sehingga sangat sedikit sinar matahari yang mampu sampai kebawah sehingga beberapa jenis liana yang tergolong kecil dan herba tidak mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.

Selain faktor lingkungan, faktor lain yang dapat mempengaruhi keanekaragaman suatu komunitas adalah pertahanan diri dari kepunahan. Misalnya kepunahan yang disebabkan oleh faktor alam berupa tumbangnya pohon


(16)

sehingga menimpa tumbuhan lainnya. Semakin banyak liana yang merambat atau membelit pada pohon disekitarnya maka dapat mencegah tumbangnya pohon akibat dari angin kencang. Jenis liana yang tumbuh di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung juga berasosiasi dengan cara merambat atau membelit pada pohon disekitarnya. Tujuan liana merambat di pohon adalah untuk mendapatkan sinar matahari secara optimum sebagai sumber fotosintesis. Liana membelit dan memanjat pohon yang ada disekitarnya menggunakan bantuan sulur atau batang tumbuhan liana sendiri supaya bisa mencapai ketinggian tertentu, terkadang sampai membentuk kanopi-kanopi yang menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari.

Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E), Indeks Kekayaan

(R) dan Indeks Dominansi (C)

Nilai indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, indeks kekayaan dan indeks dominansi liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser akan ditampilkan dalam bentuk per transek dan total dari satu stasiun pengamatan yang meliputi empat transek dan 40 plot pengamatan yang dapat mewakili kawasan hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung. Adapun nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 3. berikut :


(17)

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E), Indeks Kekayaan (R) dan Indeks Dominansi (C) Liana per Transek di Hutan Sekunder Taman

Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

Jumlah Individu

No Nama Tumbuhan T1 T2 T3 T4

1 Amaranthus sp. 0 0 3 4

2 Bauhinia sp. 16 2 15 15

3 Calofogonium mucuonides 35 38 70 59

4 Centrosema virginianum 11 26 36 20

5 Cnestis platantha 1 0 0 1

6 Cossinium fenestratum 8 1 8 7

7 Ficus sp 2 0 0 0

8 Hyperminilatum 1 0 0 0

9 Memexilon sp. 1 2 0 0

10 Microneles 3 0 0 26

11 Piper miniatum 0 0 3 4

12 Poikilespermum suaveolens 4 4 0 0

13 Stenoclaena polustris 29 24 30 19

14 Tinomiscium phytocrenoides 4 0 0 1

15 Uncaria glabra 10 35 15 28

Jumlah Total Individu (∑) 125 135 177 185 Indeks Keanekaragaman (H') 2,04 1,68 1,61 1,96 Indeks Kemerataan (E) 0,451 0,367 0,312 0,376 Indeks Kekayaan (R) 2,692 1,834 1,159 1,915 Indeks Dominansi (C) 0,148 0,201 0,243 0,175

Tabel 3. menyajikan jumlah total masing- masing individu dari 10 plot pengamatan pada masing-masing transek serta jumlah total individu dari keseluruhan spesies yang ditemukan di masing-masing transek, indeks

keanekaragaman (H’), indeks dominansi (C), indeks kekayaan (R), Indeks

kemerataan (E). Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah total individu dari 15 spesies pada transek 1 sebanyak 125 individu, pada transek 2 sebanyak 135


(18)

individu, pada transek 3 sebanyak 177 individu dan pada transek 4 sebanyak 185

individu. Indeks keanekaragaman (H’) liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung pada transek 1 yaitu 2,04 dan transek 2 yaitu 1,68 termasuk dalam kategori keanekaragaman yang sedang, penyebaran sedang dan kestabilan komunitas yang sedang sedangkan indeks keanekaragaman liana pada transek 3 dan 4 yaitu 1,61 dan 1,96 yang termasuk kedalam kategori keanekaragaman yang sedang, penyebaran sedang dan kestabilan komunitas yang sedang. Dari keempat transek di dapat H’ tertinggi terdapat pada transek 1 yaitu 2,04 sedangkan H’ terendah terdapat pada transek 3 yaitu 1,61.

Indeks kemerataan liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung pada transek 1 yaitu 0,451, pada transek 2 yaitu 0,367, pada transek 3 yaitu 0,312 dan pada transek 4 yaitu 0,376. Nilai indeks kemerataan pada hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser dari keempat transek pengamatan memiliki nilai < 0,6 yang artinya kemerataan liana di area tersebut termasuk dalam kategori rendah. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada masing-masing plot secara merata. Semakin merata suatu jenis dalam seluruh lokasi penelitian maka samakin tinggi nilai kemerataannya. Pada penelitian ini diperoleh bahwa jenis liana yang ditemukan pada setiap plot tidak merata hanya beberapa jenis liana saja yang hadir pada plot pengamatan sehingga kemerataan liana dihutan sekunder Resort Sei Betung pun rendah.

Indeks kekayaan liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung dari keempat transek dimana pada transek 1 yaitu 2,692, pada transek 2 yaitu 1,834, pada transek 3 yaitu 1,159 dan pada transek 4 yaitu 1,915.


(19)

Nilai indeks kekayaan berdasarkan indeks Margallef < 3,5 termasuk kategori rendah dengan demikian berdasarkan data dari keempat transek diperoleh bahwa jenis tumbuhan liana yang tumbuh di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung menunjukkan jumlah kekayaan yang rendah. Indeks kekayaan yang rendah menunjukkan bahwa jenis tumbuhan liana yang ada hutan sekunder tidak banyak. Semakin tinggi nilai indeks kekayaan jenis suatu kawasan menunjukkan semakin banyak jenis tumbuhan yang menempati wilayah tersebut dan sebaliknya (Restiani dkk, 2013).

Indeks dominansi pada transek 1 yaitu 0,148 pada transek 2 yaitu 0,201 pada transek 3 yaitu 0,243 dan transek 4 yaitu 0,175, berdasarkan indeks Simpons indeks dominansi dengan nilai < 0,5 maka suatu komunitas memiliki indeks dominansi yang rendah maka hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung memiliki indeks dominansi liana yang rendah ( Tabel 4 ). Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E), Indeks Kekayaan

(R) dan Indeks Dominansi (C) Total Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

No Kriteria Nilai Kategori

1 Indeks Keanekaragaman (H’) 1,962 Sedang

2 Indeks Kemerataan (E) 0,376 rendah

3 Indeks Kekayaan (R) 2,176 Rendah

4 Indeks Dominansi (C) 0,369 Rendah

Tabel 4. menyajikan nilai rata-rata Indeks keanekaragaman, indeks dominansi, indeks kekayaan dan indeks kemerataan dari keempat transek yang artinya menggambarkan nilai keempat kriteria tersebut dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung. Nilai indeks keanekaragaman liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu


(20)

H’= 1,962 termasuk dalam kategori sedang. Nilai Indeks kemerataan liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu E = 0,376 dengan kategori rendah. Nilai Indeks kekayaan liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu R = 2,176 dengan kategori rendah. Nilai Indeks dominansi liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu C = 0,369 dengan kategori rendah.

Nilai indeks kemeretaan (E) tumbuhan liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu E= 0,376 artinya nilai ini menunjukkan bahwa kemerataan tumbuhan liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung tergolong rendah. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada masing-masing plot secara merata. Semakin merata suatu jenis dalam seluruh lokasi penelitian maka samakin tinggi nilai kemerataannya. Sebaliknya jika beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak dominan atau densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang bersangkutan akan lebih rendah (Restiani dkk, 2013).

Berdasarkan data hasil penelitian liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung distribusi setiap jenis liana disemua plot cukup merata sehingga nilai transek memperoleh nilai indeks kemerataan < 0,6 yang artinya kemerataan liana rendah. Nilai indeks kemerataan jenis tumbuhan liana di hutan ini tergolong rendah hal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor ketahanan hidup tumbuhan liana yang masih tergolong tidak mampu bersaing dalam mendapatkan nutrisi selain itu juga faktor-faktor abiotik seperti suhu udara, kelembaban udara, kelembaban tanah, pH tanah dan intensitas cahaya matahari yang diperoleh setiap transek tidak jauh berbeda dikarenakan hutan sekunder


(21)

masih dalam proses pertumbuhan dan pembentukan vegetasi. Sejalan dengan pernyataan Odum (1993) bahwa penyebaran jenis merupakan hasil atau akibat dari berbagai sebab, yaitu akibat dari pengumpulan individu-individu dalam suatu tempat yang ada untuk mendapatkan nutrisi dan ruang tempat.

Besarnya nilai indeks kekayaan (R) total liana pada penelitian ini yaitu R= 2,176 yang artinya berdasarkan indeks Margallef nilai ini menunjukkan bahwa tumbuhan liana pada hutan sekunder Resort Sei Betung memiliki kekayaan yang rendah. Semakin rendah nilai indeks kekayaan jenis suatu kawasan menunjukkan semakin sedikit jenis tumbuhan yang menempati wilayah tersebut sebaliknya semakin tinggi nilai indeks kekayaan maka semakin banyak jenis tumbuhan yang menempati wilayah tersebut (Restiani dkk, 2013). Dengan demikian hutan sekunder Taman Nasional Resort Sei Betung memiliki jenis tumbuhan liana yang tidak terlalu banyak yaitu 15 jenis liana. Sedangakan berdasarkan hasil penelitian Restiani dkk (2013) memperoleh nilai indeks kekayaan nilai sebesar 3, 623 yang menunjukkan bahwa kekayaan jenis liana tergolong sedang dapat dilihat pula bahwa jenis tumbuhan liana yang ditemukan hanya 24 jenis maka dengan membandingkan kedua penelitian ini dapat membuktikan bahwa semakin sedikit jenis tumbuhan yang ditemukan disuatu wilayah maka semakin kecil pula nilai indeks kekayaan.

Pada penelitian ini tumbuhan liana pada hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leusser Resort Sei Betung memiliki nilai indeks dominansi (C = 0,369) sehingga dominansi liana pada hutan sekunder Resort Sei Betung termasuk dalam kategori rendah. Dalam penelitian ini hanya beberapa jenis liana yang banyak ditemukan dan yang paling banyak ditemukan dari keseluruhan areal pengamatan


(22)

yaitu Uncaria glabra, Calofogonium mucuonides dan Stenoclaena polustris sedangkan jumlah jenis liana lainnya yang ditemukan tidak terpaut jauh berbeda dan lebih sedikit dibandingkan keempat spesies tersebut .Hal tersebut dikarenakan faktor biotik dan abiotik yang telah dijelaskan diatas.

Indeks Nilai Penting (INP) Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

Indeks Nilai Penting (INP) liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung akan disajikan dan dikaji secara total dalam bentuk per transek dan secara total dari satu stasiun pengamatan yang meliputi empat transek dan 40 plot pengamatan yang mewakili kawasan hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung. Adapun Indeks Nilai Penting liana secara total dapat dilihat pada tabel 5 :

Tabel 5. Indeks Nilai Penting (INP%) Liana per Transek di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

Indeks Nilai Penting (INP %)

No Nama Tumbuhan T1 T2 T3 T4

1 Amaranthus sp. 0 12,24 0 11,62

2 Bauhinia sp. 18,80 6,58 19,92 20,97

3 Calofogonium mucuonides 73,14 46,51 105,06 60,06 4 Centrosema virginianum 26,68 37,04 43,35 23,77

5 Cnestis platantha 3,31 0 0 3,80

6 Cossinium fenestratum 15,20 3,32 27,13 25,03

7 Ficus sp 7,29 0 0 0

8 Hyperminilatum 5,60 0 0 0

9 Memexilon sp. 3,50 4,16 0 0


(23)

11 Piper miniatum 0,14 0 7,44 12,40 12 Poikilespermum suaveolens 7,81 9,40 0 0 13 Stenoclaena polustris 47,73 43,53 47,59 29,87 14 Tinomiscium phytocrenoides 11,44 0 2,50 2,35

15 Uncaria glabra 60,31 137,18 46,55 74,59

100 100 100 300

Tabel.5 diatas merupakan hasil pengolahan data Indeks Nilai Penting masing-masing spesies liana dari keempat transek. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa pada transek 1 Indeks Nilai Penting (INP) liana yang paling tinggi yaitu Calofogonium mucuonides dengan nilai INP 73,14% diikuti oleh Uncaria glabra dengan nilai 60,31% dan Indeks Nilai Penting (INP) yang paling rendah pada transek 1 yaitu piper miniatum dengan nilai 0,14%. Sedangkan untuk Amaranthus sp. tidak ditemukan ditransek 1 sehingga nilai INP 0,00. Pada transek 2 jenis liana yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) paling tinggi yaitu Uncaria glabra dengan nilai INP 137,18% diikuti oleh Calofogonium mucuonides dengan nilai INP 46,51% dan jenis liana yang memiliki nilai INP paling rendah pada transek 2 yaitu Cossinium fenestratum dengan nilai INP 3,32% sedangkan untuk Ficus sp, Hyperminilatum, Microneles, Tinomiscium phytocrenoides, Piper miniatum dan Cnestis platantha, tidak ditemukan di transek 2 sehingga nilai INP 0,00. Pada transek 3 jenis liana yang memiliki nilai INP paling tinggi yaitu Calofogonium mucuonides dengan nilai INP 105,06% diikuti oleh Uncaria glabra. dengan nilai INP 46,55% dan jenis liana yang memiliki nilai INP paling rendah yaitu Microneles dengan nilai INP 0,40% dan pada transek 3 Ficus sp, Hyperminilatum, Poikilespermum suaveolens ,Memexilon sp. Amaranthus sp. dan


(24)

Cnestis platantha dan juga tidak ditemukan sehingga nilai INP 0,00 sedangkan pada transek 4 diperoleh bahwa jenis liana yang memiliki nilai INP paling tinggi yaitu Uncaria glabra dengan nilai INP 74,59% diikuti oleh Calofogonium mucuonides dengan nilai INP 60,06% dan jenis liana yang memiliki nilai INP terendah yaitu Tinomiscium phytocrenoides dengan nilai INP 2,35% dan jenis liana yang tidak ditemukan ditransek ini yaitu Ficus sp, Hyperminilatum, Memexilon sp. dan Poikilespermum suaveolens. Dari keempat transek INP tertinggi didominasi oleh jenis Calofogonium mucuonides pada transek 1 dan 3 sedangkan jenis Uncaria glabra pada transek 2 dan 4 . hal tersebut disebabkan karena pada keempat transek nilai dominansi relatif Calofogonium mucuonides dan Uncaria glabra jauh lebih tinggi dibandingkan oleh jenis akar yang lain. Hal ini juga disebabkan oleh nilai diameter kedua jenis ini pada setiap transek memiliki nilai yang cukup tingggi sehingga dominansi relatifnya juga tinggi sehingga mempengaruhi nilai INP. walaupun dari keempat transek jumlah individu Uncaria glabra lebih banyak dibandingkan Tetrastigma hookeri namun dari data diatas dapat dilihat bahwa nilai INP

Dari data diatas dapat dilihat juga bahwa perbedaan jumlah individu liana dan spesies yang ditemukan cukup jauh berbeda. Jumlah individu liana antar transek memiliki selisih yang jauh dan spesies yang ditemukan antar transek hampir sama semua tidak merata pada setiap transek. Beberapa jenis liana tidak ditemukan seperti pada transek yang lain. Hal tersebut mengakibatkan nilai INP liana dari masing-masing transek memiliki perbedaan yang cukup jauh. Jumlah liana yang memiliki selisih yang cukup jauh dan jenis liana yang memiliki perbedaan pada setiap transeknya juga disebabkan oleh faktor fisika kimia yang


(25)

memiliki nilai cukup jauh berbeda juga baik pH tanah, suhu udara, kelembaban tanah, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari kelima aspek tersebut masih memiliki nilai yang sangat dekat. pH dari keempat transek berkisar 4-5 yang berarti keempat transek memilki kategori asam. Kelembaban tanah berkisar 80-85% dan kelembaban udara 95-97,5% yang artinya ari masing-masing transek memiliki nilai kelembaban tanah dan udara cukup tinggi dan intesitas cahaya 700-800 Cd yang artinya masing-masing transek memiliki intensitas cahaya yang sedang. Hutan sekunder Resort Sei Betung memiliki tajuk yang tidak terlalu rapat disemua area sehingga cahaya matahari dapat sepenuhnya masuk karena tidak semua terhalang oleh tutupan tajuk oleh sebab itu intensitas cahaya matahari di dalam hutan sekunder Resort Sei Betung cukup tinggi. Keadaan lingkungan hutan sekunder dari keempat transek yang tidak terpaut jauh berbeda atau masih dikatakan kondisi lingkungan yang hampir sama yang membuat jumlah indvidu tidak jauh berbeda dan jenis liana yang ditemukan juga hampir sama semua dari setiap transek.disamping juga hutan sekunder merupakan hutan daerah restorasi yang tajuknya masih sangat muda dan masih dalam proses pembentukan tajuk besar sehingga faktor ini juga sangat mempengaruhi keberadaan liana.

Indeks Nilai Penting (INP) adalah salah satu parameter digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadap komunitas, semakin besar nilai INP suatu jenis maka semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan lingkungannya dan sebaliknya (Muhammad dkk, 2014). Dari data diatas dapat dilihat bahwa masing-masing jenis liana pada masing-masing transek memiliki nilai INP yang berbeda hal tersebut disebabkan oleh berbedanya jumlah total masing-masing individu pada masing- masing transek, berbedanya frekuensi


(26)

kehadiran masing-masing jenis liana dari keseluruhan plot dan berbedanya Luas bidang dasar setiap individu dari masing jenis liana sehingga masing-masing jenis liana juga memiliki dominansi relatif yang berbeda-beda pada setiap transek.

Dari data penelitian dapat dilihat pada hutan sekunder jenis liana yang memiliki tingkat penguasaan komunitas paling tinggi pada transek 1,2 dan 4 yaitu Calofogonium mucuonides dan Uncaria glabra sedangkan pada transek 3 dan

jenis liana yang memiliki tingkat penguasaan komunitas paling tinggi adalah Stenoclaena polustris dan Calofogonium mucuonides Sehingga tipe vegetasi liana

pada transek 1,2 dan 4 adalah Fabaceae dan tipe vegetasi liana pada transek 3 dan 4 adalah Stenocleae

Tabel 6. Indeks Nilai Penting (INP%) Total Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

No Nama Tumbuhan KR% FR% DR% INP%

1 Amaranthus sp. 1,28 4,59 0,37 6,26

2 Bauhinia sp. 7,71 7,47 1,43 16,62

3 Calofogonium mucuonides 32,47 17,24 21,59 71,31 4 Centrosema virginianum 14,95 16,09 1,16 32,20

5 Cnestis platantha 0,32 1,14 0,33 1,80

6 Cossinium fenestratum 3,85 6,89 6,19 16,95

7 Ficus sp 0,32 0,57 1,01 1,91

8 Hyperminilatum 0,16 0,57 0,73 1,46

9 Memexilon sp. 0,48 1,14 0,11 1,74

10 Microneles 4,66 5,17 5,71 15,55

11 Piper miniatum 1,12 2,29 1,65 5,08


(27)

13 Stenoclaena polustris 16,39 20,68 3,40 40,49 14 Tinomiscium phytocrenoides 0,80 1,72 1,53 4,06

15 Uncaria glabra 14,14 12,64 53,67 80,46

100 100 100 300

Tabel 6. menyajikan hasil pengolahan data nilai Indeks Nilai Penting (INP) total liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser. Hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa jenis liana yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu Uncaria glabra (akar kait – kait besar ) dengan nilai INP 80,46% diikuti oleh Calofogonium mucuonides (akar kacangan daun besar) dengan nilai INP 71,31% oleh sebab itu tipe vegetasi liana di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser yaitu dari jenis akar kait – kait besar dan akar kacangan berdaun besar. Jenis liana yang memiliki Indeks Nilai Penting paling rendah yaitu Hyperminilatum. dengan nilai INP 1,46%. Dengan demikian jenis liana yang memiliki tingkat penguasaan komunitas yang tertinggi di hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser yaitu Uncaria glabra dikuti oleh Calofogonium mucuonides dan jenis liana yang memiliki tingkat penguasaan komunitas paling rendah dihutan sekunder Taman nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung yaitu Hyperminilatum.

Tinggi atau rendahnya jumlah individu setiap spesies liana di pengaruhi oleh arah lereng gunung. Hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tumbuhan. Lereng yang menghadap Utara dan Timur cenderung memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik dibanding lereng yang menghadap ke Selatan dan Barat (Mohammad dkk, 2014). Pada transek I dan III dilakukan diareal yang menghadap ke Timur dan diperoleh juga bahwa jumlah


(28)

tumbuhan liana yang ditemukan lebih banyak dibandingkan jumlah individu liana yang ditemukan di transek II dan IV yang berada diareal yang menghadap ke Barat. Jumlah liana yang ditemukan ditransek I dan II yaitu 125 dan 135 individu sedangkan di transek II dan IV sebanyak 177 dan 185 individu. Hal ini membuktikan bahwa intensitas matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan liana dimana semakin tinggi atau semakin banyak intensitas matahari disuatu areal maka semakin baik untuk pertumbuhan liana sehingga liana dapat tumbuh dengan baik dan potensi untuk ditemukan liana semakin banyak. Tutupan tajuk pada suatu area juga mempengaruhi pertumbuhan liana karena semakin rapat tutupan tajuk pada suatu hutan maka semakin rendah intensitas matahari sehingga liana terhambat untuk tumbuh. Liana menjalar atau merambat tumbuhan lain yang biasa disebut sebagai tamanan inang untuk mendapatkan sinar matahari. Suatu areal yang memiliki tutupan tajuk sangat rapat mengakibatkan jenis liana sedikit karena jenis liana yang mampu mencapai tajuk untuk mendapatkan sinar matahari yang mampu bertahan hidup sedangkan untuk liana yang kecil biasanya sedikit ditemukan karena hanya beberapa jenis tumbuhan liana yang mampu bertahan hidup diareal bawah dari hutan yang sangat rendah intensitas mataharinya.

Indeks Kesamaan (IS) Liana antar Transek di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

Nilai indeks kesamaan liana antar transek dari keempat transek pengamatan di hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung dapat dilihat pada tabel 7 :


(29)

Tabel 7. Indeks Kesamaan (IS %) Liana antar Transek di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

Transek T1 T2 T3 T4

T1 - 75

T2 - 75

T3 -

T4 -

Tabel 7. merupakan tabel yang menunjukkan nilai indeks kesamaan (IS%) antar transek dari keempat transek. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Indeks Kesamaan jenis liana transek 1 dengan transek 4 dan transek 2 dengan transek 3 sebesar 75% yang artinya kesamaan jenis liana pada T1&T4, dan T2&T3 dominan tinggi karena hanya 25% ketidaksamaan jenis liana pada masing-masing wilayah tersbut. Berdasarkan aturan 50% dari Kendeigh (1980) menyatakan bahwa bilamana indeks kesamaan dari dua komunitas yang dibandingkan lebih besar dari 50% maka kedua komunitas yang dibandingkan tersebut dianggap satu komunitas bukan menjadi dua komunitas yang berbeda. Oleh sebab itu berarti liana-liana yang terdapat pada transek-transek yang diamati yang berada dalam hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser masih tetap termasuk dalam satu komunitas/vegetasi yang sama yaitu Rubiaceae-Vitaceae . Tingginya indeks kesamaan disebabkan oleh kesamaan jenis liana yang ditemukan pada masing-masing transek tinggi. Kesamaan jenis liana yang ditemukan pada masing-masing transek tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang dimiliki masing-masing transek sangat tidak jauh berdeda seperti suhu, pH, kelembaban udara dan tanah serta intensitas cahaya matahari. Keenam nilai kondisi fisika-kimia yang tidak jauh berbeda pada setiap transek menyebabkan setiap transek memiliki potensi ditumbuhi oleh jenis liana yang


(30)

sama. Oleh sebab itu jenis liana pada masing-masing transek dari keempat transek dihutan sekunder Resort Sei Betung memiliki kesamaan yang tinggi.

Hasil penelitian Setia (2009) mengatakan bahwa jenis liana berupa Tinomiscium phtytocrenoides merupakan jenis liana yang merupakan sumber pakan bagi Orangutan. Bagian yang menjadi sumber pakan bagi Orangutan dari liana jenis Tinomiscium phytocrenoides yaitu buahnya. Berdasarkan hasil penelitian kajian ekologi liana dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung juga menemukan liana jenis Tinomiscium phytocrenoides dengan demikan penelitian Setia (2009) dapat menjadi referensi yang mendukung bahwa Tinomiscium phytocrenoides yang ada dihutan sekunder Resort Sei Betung juga berfungsi bagi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) sebagai sumber pakan. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Muhammad dkk (2014) jenis liana yang ditemukan adalah jenis liana yang bernilai ekonomis, dan medis seperti Khortalsia sp. dan Caparis sp. dan Dioscorea alata.

Deskripsi Jenis Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung

1. Amaranthus sp. ( Akar Bayam )

Tumbuhan ini termasuk kedalam tumbuhan liana tipe pembelit dengan batang bulat dan berwarna coklat. Tanaman ini memiliki daun tunggal, berwarna hijau muda dan tua, berbentuk bulat memanjang serta Gambar 7. Akar Bayam


(31)

oval. Panjang daun pada bayam 1,5-6,0 cm bahkan lebih, dengan lebar 0,5 – 3,2 cm dan memiliki pangkal ujung daun meruncing serta obtusus. Batang bayam di sertai dengan tangkai yang berbentuk bulat dan memiliki permukaan opacus. Panjang tangkai ini mencapai 9.0 cm dan memiliki bagian tepi atau permukaan repandus. Bunga tanaman bayam ini memiliki kelamin tunggal, berwarna hijau tua, dan juga memiliki mahkota terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah serta lainnya yang membantu dalam penyerbukan. Bunga tanaman bayam ini berukuran kecil dan memiliki panjang mencapai 1,5-2,5 cm, serta tumbuh di ketiak daun yang tersusun tegak.

2. Bauhinia sp. ( Akar Kupu - Kupu )

Daun akar kupu – kupu termasuk daun tidak lengkap karena tidak terdapat satu bagian dari daun lengkap yaitu tidak memiliki upih daun atau pelepah daun (vagina). Bangun daun pada daun akar kupu - kupu adalah baun bulat atau bundar (orbicularis).Ujung daun (apex folii) akar tapak kuda adalah terbelah (retusus). Tepi daun adalah rata (integer) karena tepi daun pada pangkal hingga ke ujung bertepi rata. Pangkal daun (basis folii) pada akar tapak kuda adalah berlekuk (emarginatus). Tulang daun (venation) pada daun akar kupu – kupu adalah menjari (palminervis) karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memancar yang berasal dari satu titik dan memperlihatkan susunan seperti jari-jari tangan.Permukaan daun pada daun adalah kasap (scaber). Daging daun (intervenium) pada daun bunga seperti kertas (papyraceus atau chartaceus)


(32)

karena tipis tetapi cukup tegar. Warna daun pada daun akar tapak kudaadalah hijau tua.

3. Calofogonium mucuonides ( Akar Kacangan Daun Besar )

Daun warna hijau muda dan terdapat 3 daun dalam setangkai. Mempuanyai batang yang merambat dan mengandung banyak air. Batang tidak melilit batang penunjang seperti umumnya tumbuhan liana lainnya, melainkan merambat dari pohon ke pohon dengan mengeluarkan sulur-sulur dari

pangkal tangkai daun dan menempel atau melilit pohon penunjangnya sehingga batang dapat dengan kokoh merambat pohon penunjang untuk mencari sinar matahari sampai ke tajuk

4. Centrosema virginianum ( Akar Kacangan Daun Kecil )

Penampakan luar centrosema virginianum mempunyai permukaan batang yang tidak merata, kulit batang lunak dan banyak mengandung air. Penampang lintang batang bulat agak lonjong, dengan diameter batang yang keluar dari permukaan tanah dari beberapa millimeter hingga tidak lebih dari 10 cm. Batang tidak melilit batang penunjang seperti umumnya tumbuhan liana lainnya, melainkan merambat dari pohon ke pohon dengan mengeluarkan sulur-sulur dari pangkal tangkai daun dan menempel atau melilit pohon penunjangnya sehingga batang dapat dengan kokoh merambat pohon penunjang untuk mencari sinar matahari sampai ke tajuk. Daun majemuk dengan bentuk menjari, terdiri dari tiga helai daun.

Gambar 9. Akar Kacangan Daun Besar


(33)

5. Cnestis platanthaI ( Akar Asam Belimbing )

Liana sampai 20 m panjang. Tidak memiliki stipules. Daun sebaliknya, dirakit, memutar. Blossom merah muda, dalam malai. Buah merah berbentuk oval bulat telur. Pertulangan daun menyirip batang berwarna coklat kemerahan

6. Cossinium fenestratum ( Akar Tubalesung )

Merambat dan memanjat pohon diameter 6-7 cm. Tunas melengkung, batang noded. Outer kulit abu-abu dengan skala kecil, kulit bagian kuning dengan rasa pahit. Kayu kuning cerah ketika dipotong, bagian vertikal menunjukkan garis radial, getah kuning.

Daun, tunggal, alternatif, bulat telur, pisau rendah putih-hijau, pangkal daun membulat atau memotong, akut apex, marjin seluruh, panjang 9-15 cm, 6-8cm lebar, memutar tangkai daun 4-7 cm. Perbungaan datar, puncak putaran naik dari node, bunga hijau-kuning. Buah-buahan, drupes 3 cm, coklat ke oranye atau kuning abu-abu dalam kelompok 10-20.

7. Ficus sp (Akar Beringin )

Daun berselang-seling dengan petioles sangat tebal, bentuk daun elips, ujung daun meruncing dan tepi daun rata. Bunga kecil (beberapa mm Gambar 14. Akar Beringin

Gambar 11. Akar Asam Belimbing


(34)

diameter),kelopak putih kekuningan. Buah besar (beberapa cm) buah bulat dengan lima lobus kelopak masih ada di dasar, hijau, mengandung beberapa biji besar dalam pulp.

8. Hyperminilatum ( Akar sengkadok )

Daun tunggal, tersebar, berselingan, tanpa stipula, sering mengkilat. Bunga tunggal atau dalam tandan, diketiak daun atau pada batang

(‖cauliflorus‖), biseksual jarang uni seksual, aktinomorf; perianthium tersusun pada 3 lingkaran masing-masing 3 helai, satu atau dua lingkaran luar

sepaloid, pangkalnya menyatu (‖connate‖) atau ‖valvate‖ pada lingkaran bagian dalam petaloid valvate atau sedikit tumpang tindih (‖imbricate‖); stamen banyak, sering melebar dan pendek, tersusun spiral pada perpabjangan sumbu bunga; filamen pendek dan tebal; anthera empat sel melipat ke arah luar (‖extrose‖); pistilum sedikit sampai banyak, saling bebas tersusun spiral pada thalamus, ovarium superus, atau loul dan satu ruang. Pada masing-masing ruang terdapat

satu atau lebih ovul mengangguk (‖anatropus ovule‖), plasenta parietal; stylusd an stigma tunggal. Buah baka (berry) umumnya mengelompok dengan ruang kering atau berdaging, kadang bertangkai, tersusun pada torus. Biji besar dengan embryo kecil, endosperm ruminate


(35)

9. Memexilon sp. ( Akar Caritikan )

Daun tunggal, seluruhnya berhadapan, tanpa daun penumpu, bertepi rata. Terdapat 5 daun yang tumbuh dalam satu titik, berwarna hijau berbentuk bulat panjang, ujung meruncing dan bagian pangkalnya agak membulat, tepi rata.

10.Microneles sp. ( Akar Tiga Urat )

Merupakan tumbuhan pemanjat dari suku Melastomaceae dengan batang yang memilki bulu. Rata-rata kanopi pohon, hingga 37 m tinggi dari diameter setinggi dada dari 8 cm. Duduk daun berhadapan, berwarna hijau tua dan ujung daun meruncing, tepi daun rata. Daun menyirip lengkung yang menyolok dengan ibu tulang 3-7. Calix umumnya berbentuk periuk lonceng; stamen tertancap pada tabung calix, polen sering menjadi bebas melalui lubang ujung, terdapat penghubung sari sebagai tambahan. Bakal buah inferus atau semiinferus atau dihubungkan oleh sekat antar tabung calix. Buah kotak atau buni. Daun berhadapan, tunggal; pertulangan daun melengkung, 3-9; Bunga dalam simosa, bi atau uniseksual; calix 3-5, bersatu membentuk tabung; corolla jumlahnya sama dengan calix; stamen dalam 2 lingkaran sebangak 2 kali jumlah corolla, anthera dalam kuncup membengkok ke dalam; bakal buah 3-5 karpel, inferus atau semiinferus, ruang 3-5; bakal biji banyak dalam satu ruang. Buah kapsul, buni atau baka; biji kecil, tanpa endosperm.

Gambar 15. Akar Caritikan


(36)

11.Piper miniatum ( Akar Sirihan )

Ciri-ciri tumbuhan ini adalah berupa semak merambat, dengan ruas-ruas atau nodus yang berjarak. Daunnya berstipula pada tepi dari upih daunnya. P.miniatum. berperawakan semak tegak yang mempunyai bulir yang bersifat soliter, daun pelindung bulat dan berbentuk perisai. Buahnya sangat kecil berwarna merah kalau matang, jumlahnya banyak dan duduk melekat pada silindrisnya /bulir yang lonjong. Panjang bulir 6 sentimeter atau lebih, kadang-kadang pada lahan yang subur ditemukan lebih panjang dan silindris. Daun berwarna hijau, dengan tekstur lunak tipis dan istimewanya mempunyai lokoslokos pada helaian daunnya yang merupakan ciri pembeda pada kelompok Chavica. P. miniatum mempunyai perwakan merambat dan memiliki ruas/buku-buku pada batang.

12.Poikilespermum suaveolens ( Akar Tepus )

Merupakan liana hampir selalu mengandung getah serupa susu pada batang dan daun. Daun berhadapan atau tersebar; tunggal jarang majemuk; ada stipula yang

membalut pucuk yang disebut ‖ochrea‖.

Mono- atau dioseus; bunga dalam perbungaan, rasemosa, spika, umbella, atau bongkol, atau dalam reseptakel yang membentuk piala; setiap bunga uniseksual; calixs 4 , lepas atau bersatu

kadang-Gambar 17. Akar Sirihan


(37)

kadang tidak ada; tidak punya corolla; stamen, pada bunga jantan sebanyak calix, letaknya berhadapan dengan lembaran calix; bunga betina dengan bakal buah terdiri dari 1 bakal buah yang superus atau inferus, 1-2 ruang; bakal biji 1 tiap ruang ( atau 1 ruang lagi kosong), stylus 2 atau bercabang 2. Buah drupa sering tersusun menjadi buah majemuk, atau akhene didalam reseptakel yang berdaging membentuk piala dan disebut sikonium; biji dengan atau tanpa endosperm, embrio biasanya melengkung

13.Stenoclaena polustris ( Akar Kawat Tajam )

Pada pimggir daun-daunnya terdapat daun penumpu yang berupa gerigi halus. Daun tunggal, terletak berselang-seling daun bertangkai, bentuk bulat telur oval, Daun ini bertangkai pendek 8-15 mm.. Batang bengkok dan bertonjolan Ranting-ranting menjuntai, tumbuh simpang siur dan berambut pendek

14.Tinomiscium phytocrenoides ( Akar Susu Kambing )

Batang panjang dan memanjat atau liana sekitar 20-30 m panjang. Batang coklat keabu-abuan, kayu, kasar, pecah-pecah, dengan lateks susu, cabang lurik, tomentose

coklat ketika muda. Daun sederhana, alternatif, variabel, luas bulat telur, bulat telur-elips, subpeltate, 10-20 x 4-13 cm, subtruncate dasar atau bulat, marjin seluruh, acuminate apex atau akut,

Gambar 19. Akar Kawat Tajam


(38)

chartaceous, hijau gelap, bersinar gundul di atas, keabu-abuan di bawah , pembuluh darah basal kuat 3-5, terkesan atas dan sedikit menonjol di bawah, veinlets sangat halus dan dekat, ramping tangkai daun, bend menebal atau geniculate pada kedua ujungnya, panjang sekitar 5-7 cm. Perbungaan ketiak, terkulai di berdaun lama batang, cymes racemose, tomentose coklat, jarang tomentose, panjang sekitar 5-25 cm.. Buah drupes, dikompresi, ellipsoid, carpophores, gundul, sekitar 2-4 x 1-2 cm di, ovula 2, terminal gaya parut, endocarp keras, sempit untuk secara luas elips untuk subobovate, bagian punggung dikompresi, bagian perut sedikit cekung atau datar, permukaan sangat atau rugulose samar-samar, subobovate, akut apex, Bibit dikompresi, lonjong, endospermic, kotiledon datar, tidak setara, lebih lama dari radikula.

15.Uncaria glabra( Akar Kait – kait Besar)

Uncaria berupa tumbuhan merambat/atau memanjat dengan percabangan memanjang dan mendatar, batang menyegi empat dipersenjatai dengan duri-duri yang melengkung seperti kait.

Daun-daun tunggal, berhadapan, agak seperti kulit,

oval hingga jorong lebar, pangkalnya membundar atau bentuk jantung, ujungnya meruncing, permukaan tidak berbulu (licin), dengan tangkai daun pendek.


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Jenis liana yang ditemukan dihutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung sebanyak 15 jenis dengan 622 individu dimana keseluruhan jenis liana ini dijadikan pakan oleh orangutan sumatera ( Pongo abelii ).

2. Keanekaragama jenis liana yang ditemukan pada hutan sekunder yakni indeks Keanekaragaman (H’ = 1,962) dengan kategori keanekaragaman sedang. Keanekaragaman jenis yang sedang menunjukkan kestabilan ekosistem yang cukup stabil, Indeks kemerataan (E = 0,376) dengan kategori rendah, indeks kekayaan (R = 2,176) termasuk memilik kategori kekayaan liana yang rendah. Kekayaan yang rendah mengindikasikan bahwa jenis liana dihutan Sekunder Resort Sei Betung tidak banyak dan indeks dominansi liana dihutan sekunderr Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung (C = 0,369) termasuk dalam kategori dominansi rendah.

3. Jenis liana yang memiiliki Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yaitu Uncaria glabra (Rubiaceae) dengan nilai INP 80,46% dan Calofogonium mucuonides (Fabaceae) dengan nilai INP 71,31% sehingga tipe vegetasi liana dihutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung adalah Rubiaceae-Fabaceae

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kajian liana dikawasan Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung dengan menggunakan metode atau intensitas sampling yang berbeda.


(40)

yang menjadi sumber pakan Orangutan dari jenis-jenis liana yang ditemukan pada penelitian ini.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perbandingan jumlah populasi orangutan sumatera ( Pongo abelli) dengan jumlah ketersedian pakan dari jenis liana yang terdapat di hutan sekunder Taman nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung.


(41)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tumbuha Liana

Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya matahari maksimum (Indriyanto, 2008). Liana atau tumbuhan pemanjat adalah salah satu jenis tumbuhan yang menjadi penciri khas dari ekosistem hutan hujan tropis dan keberadaannya menambah keanekaragaman jenis tumbuhan pada ekosistem hutan tersebut. Contoh liana adalah sirih, rotan, anggur, labu, dan lain-lain (Simamora dkk, 2015).

Liana merupakan spesies tumbuhan merambat. Tumbuhan itu memiliki batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu ,mendukung tajuknya. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1982) dalam Indriyanto (2006), adanya liana di hutan merupakan salah satu ciri khas hutan hujan tropis, terutama spesies liana berkayu. Liana berkayu di hutan-hutan merupakan bagian vegetasi yang membentuk lapisan tajuk hutan dan mampu mendesak tajuk-tajuk pohon tempat bertumpu. Tajuk tumbuhan liana juga mengisi lubang-lubang tajuk hutan di antara beberapa pohon dalam tegakan hutan agar mendapatkan sinar matahari sebanyak-banyaknya, sehingga liana akan memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas. Contoh spesies tumbuhan liana antara lain Plumbago capensis, Bougenvillea spp.,dan berbagai spesies rotan, misalnya Calamus caesius, Calamus manan, Calamus scipionum, Calamus javensis, Daemonorops draco, dan Daaemonorops melanochaetes

Secara ekologi beberapa jenis liana memiliki peranan yang sangat penting diantaranya adalah sebagai inang dari beberapa tumbuhan parasit yang langka


(42)

contohnya Tetrastigma sp. yang merupakan inang dari Rafflesia. Liana juga memiliki peranan mencegah tumbangnya pohon akibat angin kencang, karena pertumbuhannya yang menjalar secara horizontal di antara pohon-pohon dalam hutan, namun dari segi negatifnya, tumbuhan ini dapat menyebabkan kerusakan mekanik pada pohon yang dipanjatnya. Secara ekonomi, kelompok tumbuhan ini dapat bermanfaat sebagai obat-obatan contohnya akar kuning yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar hutan untuk menyembuhkan penyakit, Pusat Penelitian Ilmiah Swiss menemukan satu spesies liana di Kamerun, Ancistocladus korupensis, mengandung alkaloid yang melawan HIV. Selain itu kelompok tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai barang kerajinan yang bernilai ekonomi contohnya tas, bakul, keranjang, kursi, meja, bola takraw dan tali pengikat (Asrianny dkk. 2008)..

Liana adalah tumbuhan merambat berkayu yang memanjat tumbuhan lain untuk naik mencapai kanopi hutan, cara hidup dari liana yang tidak mandiri ini telah dianggap sebagai adaptasi evolusioner yang didorong oleh persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari untuk fotosintesis. Liana hampir berada di semua hutan akan tetapi liana lebih berlimpah di hutan-hutan yang sudah terganggu dan memiliki intensitas cahaya yang tinggi (Putz, 1984)

Ciri-ciri Tumbuhan Liana

Menurut Vickery (1984) yang dikutip oleh Indriyanto (2008) tetumbuhan lianasangat beranekaragam dan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Perambat (leaners), yaitu liana yang tidak mempunyai perlengkapan khususuntuk berpegangan pada tumbuhan penopang, contohnya adalah Plumbagocapensis.


(43)

2. Liana berduri (thorn lianas), yaitu liana yang mempunyai duri atau penusukpada batangnya, meskipun duri tersebut tidak secara spesifik dihasilkan denganmaksud membantu liana untuk menjangkau pada tumbuhan penopang. Contohliana berduri adalah Bogainvillea spp.

3. Pembelit (twiner), yaitu liana yang umumnya berupa herba (herbaceous) yangseluruh batangnya membelit mengelilingi batang tumbuhan penopang. Contohtumbuhan pembelit adalah Ipomoea spp.

4. Liana bersulur (tendril lianas), yaitu liana yang mempunyai organ spesialberupa sulur-sulur yang dihasilkan secara khusus untuk membantu lianamemanjat pada tumbuhan penopang. Contoh tumbuhan liana bersulur spesiesanggota Cucurbitaceae dan sebagian dari spesies anggota Leguminosae.

Berdasarkan atas posisinya dalam kanopi atau tajuk hutan, maka liana dapatdikelompokkan menjadi dua yaitu golongan heliophytes dan golongan sciophytes.Liana heliophytes daun-daunnya menyebar di atas kanopi pohon-pohon dan semakyang menopangnya, sedangkan liana sciophytes daun-daunnya tidak pernahmencapai permukaan kanopi pohon atau semak yang menopangnya, apalagi kebagian atas kanopi.Hutan tropis adalah hutan yang terletak di daerah khatulistiwa, yaitu yang dibatasioleh dua garis lintang 23, 5° LS dan 23, 5° LU. Hutan hujan tropik adalah salahsatu tipe hutan tropik yang mempunyai curah hujan sampai 4000 mm/tahun,temperatur rata-rata 25°C dan kelembapan berkisar dari 60 hingga 100% (Vickery,1984 yang dikutip oleh Asrianny dkk. (2008).

Menurut Jacobs (1980) yang dikutip oleh Asrianny dkk. (2008) tumbuhan lianayang batangnya menopang pada tumbuhan berpohon tegak juga


(44)

mengisikomunitas hutan. Liana memperoleh cahaya matahari sesuai yang diperlukandapat dilakukan dengan cara memanjat, batangnya berkayu tetapi tidak dapatberdiri tegak tanpa penopang, mempunyai diameter batang mencapai 1 cm danpanjang batangnya mencapai 70 meter. Liana ditemukan hidup 90% di hutantropik dan merupakan tumbuhan khas pada hutan hujan tropik. Kepadatan lianabergantung kepada kehangatan dan kelembapan udara di suatu habitat. Jenis-jenisliana diperkirakan sebanyak 8% dari jumlah jenis tumbuhan yang ada di hutan hujan tropis.

Gambar 1. (a)Habitus Tumbuhan Liana (b). Liana di Hutan Sekunder

Tumbuhan ini yang umum disebut liana, dapat memecahkan masalah untuk mencukupi kebutuhan cahaya matahari adalah dengan cara memanjat atau menopang pada tumbuhan tegak lainnya. Tumbuhan liana ini memanjat pohon lain sebagai penopang sampai mencapai mahkota pohon yang ditumpangi. Kemudian di tempat tersebut dedaunan liana akan cepat berkembang sehingga bisa memanfaatkan cahaya matahari secara efisien (Setia, 2009).

Melihat perilaku yang demikian antara tumbuhan liana dengan tumbuhan pohon lain maka dapat dikatakan liana bersifat komensal, yaitu mengambil keuntungan tetapi tidak merugikan inangnya. Walaupun tidak merugikan tumbuhan inang, tetapi kadang- kadang jika dedaunan liana di kanopi terlalu


(45)

banyak, maka akan dapat meredupkan atau menaungi pohon yang ditumpangi dan mengurangi keperluan sinar tumbuhan inang. Batang dari liana, dikatakan sebagai kabel karena : lentur, tidak mudah patah dan penampang melintangnya berbentuk bintang atau seperti pita. Berdasarkan cara memanjat untuk mencapai kanopi dari pohon yang ditumpangi maka tumbuhan liana dapat diklasifikasikan sebagai: a. Leaners (tumbuhan bersanda pada pendukungnya), misalnya:

Plumbagocapensis

b. Thorn Lianas (tumbuhan yang mempunyai duri untuk mengkait tumbuhan pendukungnya) misalnya: Bougenvillea spp

c. Tendril Lianas (tumbuhan liana yang menggunakan sulur untuk memanjat pendukungnya) misalnya: dari suku jenis-jenis Leguminosae.

Ada bentuk lain dari liana misalnya yang ditemukan pada beberapa jenis Ficus spp, yaitu: mula-mula tumbuh seperti epifit di kanopi inangnya kemudian akarnya turun ke tanah. Kadang-kadang tipe jenis ini dapat mencekik tumbuhan inangnya sehingga mati. Tipe ini disebut Strangler(Setia, 2008).

Ciri-ciri Tumbuhan Liana

Tumbuhan liana sangat beranekaragam dan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Perambat (leaners), yaitu liana yang tidak mempunyai perlengkapan khusus untuk berpegangan pada tumbuhan penopang, contohnya adalah Plumbagocapensis.

2. Liana berduri (thorn lianas), yaitu liana yang mempunyai duri atau penusuk pada batangnya, meskipun duri tersebut tidak secara spesifik dihasilkan dengan


(46)

maksud membantu liana untuk menjangkau pada tumbuhan penopang. Contoh liana berduri adalah Bogainvillea spp.

3. Pembelit (twiner), yaitu liana yang umumnya berupa herba (herbaceous) yang seluruh batangnya membelit mengelilingi batang tumbuhan penopang. Contoh tumbuhan pembelit adalah Ipomoea spp.

4. Liana bersulur (tendril lianas), yaitu liana yang mempunyai organ spesial berupa sulur-sulur yang dihasilkan secara khusus untuk membantu liana memanjat pada tumbuhan penopang. Contoh tumbuhan liana bersulur spesies anggota Cucurbitaceae dan sebagian dari spesies anggota Leguminosae. Berdasarkan atas posisinya dalam kanopi atau tajuk hutan, maka liana dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu golongan heliophytes dan golongan sciophytes. Liana heliophytes daun-daunnya menyebar di atas kanopi pohon-pohon dan semak yang menopangnya, sedangkan liana sciophytes daun-daunnya tidak pernah mencapai permukaan kanopi pohon atau semak yang menopangnya, apalagi ke bagian atas kanopi (Setia, 2009).

Jenis-Jenis Tumbuhan Liana

Berdasarkan penelitian Simamora, dkk (2015) bahwa jenis-jenis tumbuhan liana yang telah diidentifikasi di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachaman sebanyak 8 spesies diantaranya yaitu brotowoli, markisa, lada, rotan cacing, rayutan, sirih hutan, suruhan dan vanili. Berdasarkan penelitian Setia (2009) mengenai peran liana dalam kehidupan orangutan telah ditemukan dan diidentifikasi jenis-jenis liana yaitu Tinomiscium phytocrenoides,Pycnarrhenia longifolia,Rourea minor , Acacia pennata Mimosaceae, Brousonnetia kurzii, Maclura amboinensis,Cambretum


(47)

latifolium, Aspidopterys sp, Celastrus hindsii,Salacia chinensis, Cissus sp 1, Cissus sp 2, Cissus sp 3, Iodes yatesii,Strychnos ignatii.

Berdasarkan penelitian K, Nurfazliza, dkk (2012) di hutan tanah renda di Negeri Sembilan di temukan beberapa jenis liana yaitu Byttneria maingayi, Combretum nigrescens, Caesalpinia parviflora, Agelaea borneensis, Bauhinia bidentata. Berdasarkan penelitian Asrianny (2008) liana yang ditemukan di Hutan Alam di Universitas Hasanuddin yaitu Personsia sp., Aristolochia sp., Smilax sp., dan Salacia sp.

Hasil penelitian E.G. Foli dan M.A. Pinard (2009) ditemukan tujuh spesies liana di hutan tropis di Ghana. Tumbuhan-tumbuhan liana tersebut adalah Acacia pennataWilld., Combretum smeathmannii G. Don.,Griffonia simplicifolia (Vahl ex D.C.) Baill.,Hippocratea africana (Willd) Loes., Landolphiaowariensis P. Beauv and Stachyanthusoccidentalis (Keay and Miège) Boutique.

Berdasarkan penelitian Wahyu dkk (2014) jenis liana yang ditemukan di hutan dataran rendah Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi tengah yaitu Dinochloa scandens, Piper decumanu, Tetrastigma papyrifera, Piper gibbilimbum C. DC, Lygodium circinatum, Smilax zeylanica, Ficus sp., Calamus minahassa, Ficus trachypison, Piper amboinens.

Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001)

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia


(48)

Keluarga : Homonidae Subkeluarga : Pongoninae

Marga : Pongo

Jenis : Pongo abelii (Lesson, 1827) .

Orangutan hidup di hutan tropik dengan tipe habitat hutan rawa, hutan dataran rendah sampai hutan dataran tinggi lebih kurang 1500 dpl. Hidup orangutan lebih sering di pepohonan (arboreal) dan sering pada ketinggian antara 10 samapi 20 meter di lapisan tengah kanopi hutan. Walau sering di pepohonan, kadangkadang orangutan turun juga ke permukaan tanah untuk memakan tanah, serangga ataupun makanan yang lainnya. Orangutan adalah pemakan buah (frugivorous), tetapi selain itu memakan juga bagian lain dari tumbuh-tumbuhan seperti: daun, kulit batang pohon, batang liana, bunga dan biji. Berdasarkan penelitian Rodman (1977) maka diketahui bahwa proporsi bagian makanan yang dimakan adalah sebagai berikut: 53,8 % terdiri dari buah, 29 % terdiri dari daun, 14,2% terdiri dari kulit kayu, 2,2% bunga dan 0,8% serangga.

Pakan Orangutan dapat berubah-ubah tergantung pada jenis pakan yang sedang tersedia dalam ruang dan waktu. Orangutan pada dasarnya termasuk primata frugivora. Saat sedang musim buah, pakan Orangutan dapat seluruhnya bersumber pada pakan buah, dan saat bukan musim buah, alternatif pakan Orangutan adalah dedaunan (25%), kulit kayu (37%), buah (21%), dan serangga (7%) (Napier dan Napier, 1985). Sumber pakan terpenting adalah buah ara (Ficus spp.) yang berbuah sepanjang tahun. Orangutan juga merupakan pengumpul pakan yang oportunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diraihnya, termasuk madu pada sarang lebah. Kegemarannya pada makanan yang tidak biasa ditemui


(49)

dan tertebar acak di habitatnya, menyebabkan Orangutan selalu bergerak dalam rangka mencari makanan kegemarannya. Saat bukan musim buah Orangutan akan lebih aktif bergerak dibandingkan pada saat musim buah. Menurut Orangutan memiliki kemampuan luar biasa dalam menemukan sumber makanan yang kecil, jarang, dan tertebar acak. (MacKinnon dkk., 1974).

Foto:(Zendrato, 2008).

Gambar 2. Orangutan Sumatera (Pongo abelii. Lesson, 1827.)

Habitat Orangutan

Habitat merupakan keseluruhan resources (sumberdaya), baik biotik maupun fisik pada suatu area yang digunakan oleh suatu spesies satwaliar untuksurvival dan reproduksi. Habitat dapat menghubungkan kehadiran spesies,populasi atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dankarakteristik biologi (Morrison, 2002).

Orangutan sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropik yang menjadi habitatnya. Hutan tropik yang menjadi habitatnya harus menyediakan beragam tumbuhan buah yang menjadi sumber pakan utamanya sehingga primata ini dapat bertahan hidup. Selain buah, orangutan juga memakan bagian lain dari tumbuhan seperti bunga, daun muda, kulit kayu, beberapa tumbuhan yang dihisap getahnya dan berbagai jenis serangga. Dengan demikian pembukaan hutan tropik


(50)

sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya. Di Kalimantan, orangutan kehilangan lebih dari separuh habitatnya, dimana dari areal hutan seluas ± 415.000 km² saat ini tersisa seluas ± 165.000 km² (± 39,76%), sedangkan di Sumatera, dari areal hutan seluas ± 89.000 km² saat ini tersisa seluas ±23.000 km² (± 25,84%) (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Diketahui jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah , namun pada beberapa dekade tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat. Prediksi para ahli, jika kondisi ini tidak membaik,maka dalam 10 tahun terakhir kita akan kehilangan hampir 50% dari jumlah populasi yang ada saat ini (Dephut, 2007).

Perilaku Orangutan

Pada dasarnya orangutan adalah frugifora yaitu proporsi waktu untukmakan makanan jenis buah - buahan jauh melebihi untuk jenis makanan lainnya.Dari semua jenis makanan teramati yang dimakan orangutan, buah menempatiproporsi tertinggi dengan rata - rata persentase 63,2 %, daun 26,2 %, kulit kayu8,48 % dan lainnya 4,5 % (Krisdijantoro, 2007). Untuk tetap dapat bertahan hidup, orangutan menggantungkan hidupnya pada habitat dengan komposisi pepohonan dan liana yang menyediakan pakan pada musim produktif (buah) dandapat berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun serta tetap berada dalam jarak penjelajahannya (Meijaard dkk, 2001).

Orangutan pada umumnya bersifat individu atau soliter dan pada saat tertentu dapat hidup berdampingan dengan individu yang lain, seperti saat reproduksi antara induk betina dengan anak yang belum mandiri. Orangutan


(51)

bersifat arboreal yaitu menghabiskan hidupnya di pepohonan dengan bergelantungan dari dahan satu ke dahan lain dengan menggerakkan anggota tubuhnya dan orangutan selalu membuat sarang untuk tidur menjelang malam (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Menurut Basalamah (2006), aktivitas harian dari orangutan berdasarkan pencatatan data untuk aktivitas harian yang dijadikan sebagai Point Sampel dilakukan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan adalah :

1. Makan (feeding) yaitu meliputi seluruh waktu yang digunakan untuk memilih, memegang, mengambil dan sebelum memasukkan makanan ke mulut.

2. Istirahat (resting) yaitu meliputi seluruh waktu yang digunakan individu orangutan dengan relatif tidak melakukan kegiatan dalam periode waktu tertentu baik di dalam maupun di luar sarang seperti merebahkan diri, duduk, berdiri maupun menggantung.

3. Bergerak pindah (moving) yaitu meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam melakukan gerak berpindah dari satu cabang pohon ke cabang lainnya ataupun dari satu tempat ke tempat lain.

4. Sosial (social) yaitu meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam melakukan kontak dengan individu lain. Beberapa kategori yang dimasukkan ke dalam aktivitas sosial antara lain adalah pengusiran (agonistik), bermain (playing), mengutui (grooming) dan reproduksi.

5. Bersarang (nesting) yaitu meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam membuat sarang, diantaranya mematahkan daun/dahan, membawa dan menyusun daun/dahan sampai menjadi bentuk sarang.


(52)

Bentuk lain dari liana misalnya yang ditemukan pada beberapa jenis Ficus spp, yaitu: mula-mula tumbuh seperti epifit di kanopi inangnya kemudian akarnya turun ke tanah. Kadang-kadang tipe jenis ini dapat mencekik tumbuhan inangnya sehingga mati. Tipe ini disebut Strangler. Liana ditemukan hidup 90% di hutan tropikdan merupakan tumbuhan khas pada hutan hujan tropik Kepadatan liana tergantung dari kehangatan dan kelembaban udara di suatu habitat. Jenis liana menyusun 8% dari jenis tumbuhan lain di hutan hujan tropis (Jacobs, 1980).


(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Liana atau tumbuhan pemanjat adalah salah satu jenis tumbuhan yang mejadi penciri khas dari ekosistem hutan hujan tropis dan keberadaanya menambah keanekaragaman jenis tumbuhan pada ekosistem hutan tersebut. Tumbuhan liana memanjat dan menopang pada tumbuhan lain hingga mencapai tajuk pohon dengan ketinggian tertentu. Contoh liana adalah sirih, rotan, anggur, labu, dan lain-lain.

Penelitian terhadap tumbuhan liana belum begitu banyak dilakukan, namun dari hasil-hasil kajian yang telah dilakukan banyak peranan liana bagi ekosistem hutan dan perananya bagi masyarakat. Liana mempunyai peranan positif dan negatif untuk hutan dan lingkungannya. Peranan positif antara lain mencegah tumbangnya pohon akibat angin karena pertumbuhannya yang menjalar di antara pohonpohon penopangnya dalam hutan, sebagai sumber pakan, dan sebagai alat pendukung bagi hewan yang melintas di pepohonan (Setia, 2009). Adapun peran negatif dari liana adalah dapat menyebabkan kerusakan pada tempat tertentu pada tumbuhan penopang yang dipanjatnya seperti luka pada batang pohon (Asrianny dkk., 2008).

Keberadaan jenis tumbuhan liana mempunyai manfaat yang besar bagi lingkungan disekitarnya, baik bagi satwa maupun tumbuhan. Termasuk orangutan sumatera ( Pongo abelii ), menggunakan tumbuhan liana sebagai sumber pakan sekunderyang diperoleh dari buah, bunga, kulit muda dan daun. Selain itu juga digunakan sebagai sarana atau jembatan untuk berpindah dari satu pohon ke


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul ―Identifikasi Jenis Liana Sebagai pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.‖

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Muhdi, S.Hut, M.Si. dan Dr.Erni Jumilawaty, S.Si., M.Si. Selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian hasil penelitian ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya dalam pengumpulan informasi data kawasan yang akan dilakukan penelitian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat.

Medan, Januari 2016


(2)

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PEBGESAHAN

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Identifikasi Masalah ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tumbuhan Liana ... 4

Ciri – ciri Tumbuhan Liana ... 5

Jenis – jenis Tumbuhan Liana ... 8

Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) ... 9

Habitat Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) ... 11

Perilaku Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Teknik Pengumpulan Data ... 15

Skema Design Penelitian ... 16

Prosedur penelitian ... 17

Analisis Data ... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN


(3)

Indeks Dominansi ... 31 Indeks Nilai Penting Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional

Gunung Leuser Resort Sei Betung ... 36 Indeks Kesamaan Liana antar Transek di Hutan Sekunder Taman

Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung ... 43 Deskripsi Jenis Liana di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung

Leuser Resort Sei Betung ... 44 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 53 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Gambar 1. (a) Habitus Tumbuhan Liana dan (b) Liana di Hutan Sekunder .... 6

2. Gambar 2. Orangutan Sumatera ( Pongo abelii, Lesson, 1827.)... 10

3. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian ... 14

4. Gambar 4. Desain Penentuan Garis Transek untuk Pembuatan Plot ... 16

5. Gambar 5. Design Peletakan Plot ... 16

6. Gambar 6. Skema Tahapan Penelitian ... 17

7. Gambar 7. Akar Bayam ... 44

8. Gambar 8.Akar Kupu – Kupu ... 45

9. Gambar 9. Akar Kacangan Daun Besar ... 46

10. Gambar 10. Akar Kacangan Daun Kecil ... 46

11. Gambar 11. Akar Asam Belimbing ... 47

12. Gambar 12. Akar Tubalesung ... 47

13. Gambar 13. Akar Beringin ... 47

14. Gambar 14. Akar Sengkadok ... 48

15. Gambar 15. Akar Caritikan ... 49

16. Gambar 16. Akar Tiga Urat ... 49

17. Gambar 17. Akar Sirihan ... 50

18. Gambar 18. Akat Tepus ... 50


(5)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tabel 1. Faktor fisika – kimia hutan sekunder taman nasional gunung leuser ... 21 2. Tabel 2. Keanekaragaman dan kelimpahan Liana di Hutan Sekunder

TamanNasional Gunung Leuser... 23 3. Tabel 3. Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan Indeks Kekayaan dan

Indeks Dominansi per Transek ... 26 4. Tabel 4. Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, Indeks

Kekayaan, danIndeks Dominansi Total Liana ... 29 5. Tabel 5. Indeks Nilai Penting Liana per Transek di Huta Sekunder

Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung ... 32 6. Tabel 6. Indeks Nilai Penting Total Liana di Hutan Sekunder Taman

Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung... 36 7. Tabel 7. Indeks Kesamaan Liana antar Transek di Hutan Sekunder Taman


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Lampiran 1. Daftar Faktor Fisika Kimia Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung... 58 2. Lampiran 2. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Liana Di Hutan

Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser ... 58 3. Lampiran 3. Indeks Nilai Penting Liana Masing – Masing Transek

Dihutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser ... 59 4. Lampiran 4. Indeks Keanekaragaman Dan Indeks Dominansi Liana

Masing – Masing Transek Di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser ... 61 5. Lampiran 5. Indeks Kekayaan Dan Indeks Kemerataan Liana Masing –

Masing Transek Dihutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung ... 63 6. Lampiran 6. Indeks Penting Liana Total Di Hutan Sekunder Taman

Nasional Gunung Lesuer Resort Sei Betung ... 63 7. Lampiran 7. Indeks Keanekaragaman Dan Indeks Dominanasi Total

Liana Di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Lesuser Resort Sei Betung ... 64 8. Lampiran 8. Indeks Kekayaan Dan Indeks Kemertaan Total Liana Di

Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser ... 64

9. Lampiran 9. Indeks Kesamaan Liana Antar Transek Di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser... 65 10. Lampiran 11. Foto – Foto Dokumentasi Proses Pengambilan Data Oleh