Pelaksanaan Pengangkatan Wali Serta Perlindungan Anak di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

A. Buku-Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 50.

A.Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, PT. Bina Aksara,

Jakarta, 1997.

Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2004.

Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), PT. Bhuana Populer, Depok, Arif Masdoeki dan M. H. Tirta Hamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, 1963.

Asrul, Tinjauan Hukum Perdata Mengenai Tugas dan Kewajiban Wali Dalam Perwalian, Skripsi, Fakultas Hukum UISU, Medan,1986, hal.20.

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, PT. Kencana Media Group, Jakarta, 2007.

Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, Penerbit UMM Press, Malang, 2011. Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Dikeluarga Islam, PT. Raja

Grafindo, Jakarta, 2001.

Mustafa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, CV. Pustaka Setia. Bandung, 2011. Nasyiatul Aisyiyah, Problematika Perlindungan Anak di Indonesia,


(6)

R. Sarjono, Masalah Perceraian, CV. Academika, Jakarta, 1979.

Siti Hafsah Ramadhany, Tanggung Jawab Balai Harta Peninggalan Selaku Wali Pengawas Terhadap Harta Anak Dibawah Umur (Study Mengenal Eksistensi Balai Harta Peninggalan Medan Sebagai Wali Pengawas), Tesis, Sps-USU, Medan 2004, hal.30.

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinajuan Singkat ), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.1.

Subekti, Pokok-pokok Dari Segi Hukum Perdata, PT. Pembimbing Masa, Makasar, 1953.

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Syarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, Depok, 2004.

B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW.


(7)

C. Sumber lainnya

Abdul Manan Hasyim, Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh http://www.idlo.int/DOCNews/240DOCF1.pdf. terakhir diakses pada tanggal 12 Maret 2014, Pukul. 22.27 Wib.

Andi Lesmana, Defenisi anak.https://andibooks.wordpress.com, diakses terakhir pada tanggal 14 Mei 2016 pukul 14.00 WIB.

Anis Mubasyiroh, Children in Need of Special Protection.

http://www.beastudiindonesia.net/en/beastudi-etos-58/391-children-in-need-of-special-protection. 2014, hal. 1.

Chairull Fahmi, http://www.idlo.int/DOCNEWS/24DOCF1.Pdf,terakhir diakses tanggal 11 Mei 2016 pukul 13.10 WIB.

David Setyawan, Peta Permasalahan Perlindungan Anak di Indonesia, http://www.kpai.go.id/artikel/peta-permasalahan-perlindungan-anak-di-indonesia. 2014

Dewi Andhika Putri, Peran dan Fungsi Perwalian Anak dalam Mengasuh Anak, Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2011, hal. 12.

Dwi Agina Blog, tentang Perwalian dalam KUH Perdata, diakses pada 1 April 2015.

Endang Sri Utami, Pengangkatan Anak Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Anak (Studi Kasus Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta), Skripsi pada, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,


(8)

Frisca Putri Prihandini, Pelaksanaan perwalian anak oleh Panti Asuhan Widya Kasih Boyolali Berdasarkan Hukum yang Berlaku Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2008, hal.1.

Lihat Glossary of Islam, Glossary of the Middle East terakhir diakses 12 Maret 2014 Pukul 22.08 Wib.

Puteri Riskia, Tanggungjawab Panti Asuhan sebagai Wali terhadap Anak Asuhnya. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Skripsi pada,Universitas Jember Fakultas Hukum,2012.

Respect to the views of the child (www.sekitarkita.com) diakses pada tanggal 20 Maret 2015 pukul 17.00.

Sri Wahyuni, Pengertian anak dalam segi ekonomi, http://www.artianak.int/ DOCnews. com,terakhir diakses tanggal 11 Mei 2016 pukul 17.00 WIB. Starbrantas. https://blogspot.com//Perlindungan Anak presss.com.diakses terakhir

pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 22.19 WIB.

Sunarto Adi Wibowo, Perwalian Menurut KUH Perdata dan UU No. 1 Tahun 1974, didownload dari http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/ 1520/ 1/perdata-sunarto2.pdf, pada tanggal 20 Februari 2014.

Wahyuddin Lukman, Sosialisasi di Panti Asuhan dalam Membentuk Tingkah Laku Anak (Kasus di Panti Asuhan Abadi Aisyiyah Kecamatan Soreang, Kota Parepare).Skripsi pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar,2012,hal.15.


(9)

TAHUN 2014

A. Asas-Asas Hukum Perlindungan Anak Secara Umum 1. Perlindungan anak secara umum

Mendapatkan perlindungan merupakan hak dari setiap anak, dan diwujudkannya perlindungan bagi anak berarti terwujudnya keadilan dalam suatu masyarakat. Asumsi ini diperkuat dengan pendapat Age, yang telah mengemukakan dengan tepat bahwa “melindungi anak pada hakekatnya melindungi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan”.36

Ungkapan tersebut nampak betapa pentingnya upaya perlindungan anak demi kelangsungan masa depan sebuah komunitas, baik komunitas yang terkecil yaitu keluarga, maupun komunitas yang terbesar yaitu negara. Artinya, dengan mengupayakan perlindungan bagi anak, komunitas-komunitas tersebut tidak hanya telah menegakkan hak-hak anak, tapi juga sekaligus menanam investasi untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang. Di sini, dapat dikatakan telah terjadi simbiosis mutualisme antara keduanya. Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya.37

36

Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), Badan Penerbit FHUI, Depok, 2004.

37 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), PT. Bhuana 37 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), PT. Bhuana


(10)

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 20 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa : “Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”.

Pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara sangat perlu dilakukan secara terus menerus demi terlindungnya hak-hak anak dan terbinanya anak-anak kearah yang lebih baik yang mana sebagai penerus bangsa yang potensial tangguh dan nasionalisme. Hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan dan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP). Anak yang dikategorikan sebagai anak di bawah umur adalah bila anak tersebut belum berusia delapan belas (18) tahun.

Pada umumnya, upaya perlindungan anak dapat dibagi menjadi

perlindungan langsung dan tidak langsung atau perlindungan yuridis dan perlindungan non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung diantaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan

dari sesuatu yang membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial),


(11)

pemasyarakatan pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward), pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.38

Upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak dan keluarga,

pengadaan sesuatu yang menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan

perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak.

Kedua upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam hal upaya perlindungannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek dari perlindungan itu sendiri. Objek dalam upaya perlindungan langsung tentunya adalah anak secara langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para partisipan yang berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu orang tua, petugas dan pembina.

Demi menimbulkan hasil yang optimal, seyogyanya upaya perlindungan ini ditempuh dari dua jalur, yaitu dari jalur pembinaan para partisipan yang berkepentingan dalam perlindungan anak, kemudian selanjutnya pembinaan anak secara langsung oleh para partisipan tersebut.

Upaya-upaya ini lebih merupakan upaya yang integral, karena bagaimana mungkin pelaksanaan perlindungan terhadap anak dapat berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua, para petugas dan pembina, tidak terlebih

38 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), Badan penerbit,


(12)

dahulu dibina dan dibimbing serta diberikan pemahaman mengenai cara melindungi anak dengan baik. Ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi: perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata dan dalam hukum pidana; perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan di bidang sosial, bidang kesehatan dan bidang pendidikan.

Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal dengan perlindungan hukum. Menurut Barda Nawawi Arief adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.39

Perlindungan hukum dalam bidang keperdataan, terakomodir dalam

ketentuan dalam hukum perdata yang mengatur mengenai anak seperti, (1) kedudukan anak sah dan hukum waris; (2) pengakuan dan pengesahan anak di luar kawin; (3) kewajiban orang tua terhadap anak; (4) kebelum dewasaan anak

dan perwalian.

Berkenaan dengan hukum pidana, perlindungan anak selain diatur dalam Pasal 45, 46, dan 47 KUHP (telah dicabut dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak). Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu antara lain Pasal 278, Pasal 283, Pasal 287, Pasal 290, Pasal 297, Pasal 301, Pasal 305, Pasal 308, Pasal 341 dan Pasal 356 KUHP. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan

39Barda Nawawi Arief, Masalah penegakan hukum dan kebijakan hukum pidana dalam


(13)

anak yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, pada prinsipnya diatur mengenai upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan anak dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam konteks peradilan anak.

Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis dapat berupa, pengadaan kondisi sosial dan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan anak, kemudian upaya peningkatan kesehatan dan gizi anak-anak, serta peningkatan kualitas pendidikan melalui berbagai program bea siswa dan pengadaan fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan canggih.

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, berbagai upaya perlindungan anak tersebut tidak lain diorientasikan sebagai upaya untuk menciptakan kesejahteraan anak.

Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan perlindungan tersebut tidak boleh dipisahkan dari prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak, yaitu:

a. Prinsip-prinsip non-diskriminasi (non-discrimination)

Yang dimaksud dengan prinsip non-diskriminasi artinya tidak membedakan anak berdasarkan asal-usul, suku, agama, ras dan sosial ekonomi

b. Prinsip kepentingan terbaik untuk anak (the best interest of the child) bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif,


(14)

maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama

c. Prinsip hak-hak anak untuk hidup, bertahan hidup dan pengembangan (the right to life, survival and development);

d. Prinsip menghormati pandangan anak.40

Memberikan perlindungan kepada anak, diperlukan juga pengetahuan seputar perlindungan anak. Hal ini ditujukan agar dalam perlindungan anak tidak membuat anak kehilangan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari. Berikut pengetahuan yang dapat membantu dalam memberikan perlindungan anak :

1) Setiap anak harus mempunyai kesempatan untuk tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jika keluarga tidak mampu memelihara dan mengasuh anak, pihak pemangku kepentingan harus melakukan upaya untuk mengetahui penyebabnya dan menjaga keutuhan keluarga.

2) Setiap anak mempunyai hak untuk mempunyai nama dan kewarganegaraan. Pencatatan kelahiran (akte kelahiran) anak membantu kepastian hak anak untuk mendapat pendidikan, kesehatan serta layanan-layanan hukum, sosial, ekonomi, hak waris, dan hak pilih. Pencatatan kelahiran adalah langkah pertama untuk memberikan

perlindungan pada anak.

3) Anak perempuan dan anak laki-laki harus dilindungi dari segala bentuk

40Respect to the views of the child (www.sekitarkita.com) diakses pada tanggal 20 Maret


(15)

kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi. Termasuk ketelantaran fisik, seksual dan emosional, pelecehan dan perlakuan yang merugikan bagi anak seperti perkawinan anak usia dini dan pemotongan/perusakan alat kelamin pada anak perempuan. Keluarga, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi mereka.

4) Anak-anak harus mendapat perlindungan dari semua pekerjaan yang membahayakan. Bila anak bekerja, dia tidak boleh sampai meninggalkan sekolah. Anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam bentuk pekerjaan yang terburuk seperti perbudakan, kerja paksa, produksi obat-obatan atau perdagangan anak.

5) Anak perempuan dan laki-laki berisiko mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi di rumah, sekolah, tempat kerja atau masyarakat. Hukum harus ditegakkan untuk mencegah pelecehan seksual dan eksploitasi. Anak-anak yang mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi perlu bantuan segera.

6) Anak-anak rentan terhadap perdagangan orang jika tidak ada perlindungan yang memadai. Pemerintah, swasta, masyarakat madani dan keluarga bertanggungjawab mencegah perdagangan anak sekaligus menolong anak yang menjadi korban untuk kembali ke keluarga dan masyarakat.

7) Tindakan hukum yang dikenakan pada anak harus sesuai dengan hak anak. Menahan atau memenjarakan anak seharusnya menjadi pilihan terakhir. Anak yang menjadi korban dan saksi tindakan kriminal harus mendapatkan prosedur yang ramah anak.


(16)

keutuhan keluarga dan anak-anak yang tidak mampu untuk tetap bersekolah serta mendapatkan akses pelayanan kesehatan.

9) Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan usianya, didengarkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka. Pemenuhan hak anak seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk berperan aktif dalam perlindungan diri mereka sendiri dari pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi sehingga mereka dapat menjadi warga masyarakat yang aktif.41

Untuk mengetahui bagaimana proses perlindungan anak maka perlu dijelaskan juga mengenai apa itu arti anak sebenarnya sehingga mendekati makna yang benar, diperlukan suatu pengelompokan yang dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek agama, ekonomi, sosiologis dan hukum.

(a) Pengertian anak dari aspek agama

Berdasarkan sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya di masa mendatang. Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan

41 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta,


(17)

dunia sebagai rahmat Allah SWT dan sebagai pewaris ajaran Islam pengertian ini

mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh orang tua,

masyarakat, bangsa dan negara.42 (b) Pengertian dari aspek ekonomi

Menurut pengertian ekonomi, anak dikelompokkan pada golongan non produktif. Apabila terdapat kemampuan yang persuasife pada kelompok anak, hal itu disebabkan karena anak mengalami transformasi financial sebagai akibat terjadinya interaksi dalam lingkungan keluarga yang didasarkan nilai kemanusiaan.43 Fakta-fakta yang timbul dimasyarakat anak sering diproses untuk melakukan kegiatan ekonomi atau produktivitas yang dapat menghasilkan nilai-nilai ekonomi. Kelompok pengertian anak dalam bidang ekonomi mengarah pada konsepsi kesejahteraan anak sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang - Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yaitu anak berhak atas kepeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan, dalam lingkungan masyarakat yang dapat menghambat atau membahayakan perkembangannya, sehingga anak tidak lagi menjadi korban dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan masyarakat.

(c) Pengertian dari apek sosiologis

Berdasarkan aspek sosiologis anak diartikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai

42

Chairull Fahmi, http://www.idlo.int/DOCNEWS/24DOCF1.Pdf,terakhir diakses tanggal 11 Mei 2016 pukul 13.10 WIB.

43

Sri Wahyuni, Pengertian anak dalam segi ekonomi, http://www.artianak.int/DOCnews.


(18)

status sosial yang lebih rendah dari masyarakat di lingkungan tempat berinteraksi. Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa.44

(d) Pengertian anak dari aspek hukum Indonesia

Dalam hukum kita terdapat pluralisme mengenai pengertian anak. Hal ini adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum.

(e) Pengertian anak berdasarkan UUD 1945

Pengertian anak dalam UUD 1945 terdapat di dalam Pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.45 Dengan kata lain anak tersebut merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat, Irma Setyowati Soemitri, menjabarkan sebagai berikut. “ketentuan UUD 1945, ditegaskan pengaturannya dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berarti makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang

44 Andi Lesmana, Defenisi anak.https://andibooks.wordpress.com, diakses terakhir pada

tanggal 14 Mei 2016 pukul 14.00 WIB.

45


(19)

kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun social atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan social. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan “.

(f) Pengertian anak berdasarkan UU peradilan anak

Anak dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 yaitu anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi

dengan syarat sebagai berikut : pertama, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.46 Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

(g) Pengertian anak menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang digolongkan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam Pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun mendapati izin dari kedua

46


(20)

orang tua.47 Pasal 7 ayat (1) UU memuat batasan minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun.

Menurut Hilman Hadikusuma, menarik batas antara belum dewasa dan sudah dewasa sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan

pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa namun ia telah melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang dan sebagainya walaupun ia belum kawin.

Pasal 47 ayat (1) dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah

kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya.

Pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, tidak berada di bawah

kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Dari Pasal-Pasal tersebut di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa anak dalam UU No. 1 Tahun 1974 adalah mereka yang belum dewasa dan sudah dewasa yaitu 16 (enam belas) tahun untuk perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki.

(h) Pengertian anak menurut hukum adat/kebiasaan

Hukum adat tidak ada menentukan siapa yang dikatakan anak-anak dan siapa yang dikatakan orang dewasa. Akan tetapi dalam hukum adat ukuran

anak dapat dikatakan dewasa tidak berdasarkan usia tetapi pada ciri tertentu yang nyata. R.Soepomo berdasarkan hasil penelitian tentang hukum perdata Jawa Barat menyatakan bahwa kedewasaan seseorang dapat dilihat dari ciri-ciri

47


(21)

sebagai berikut :

1. Dapat bekerja sendiri

2. Cakap dalam melakukan apa yang disyaratkan dan bertanggungjawab 3. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri

(i) Pengertian anak menurut hukum perdata

Pengertian anak menurut hukum perdata dibangun dari beberapa aspek

keperdataan yang ada pada anak sebagai seseorang subjek hukum yang tidak mampu.

Aspek-aspek tersebut adalah :

1. Status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum. 2. Hak-hak anak di dalam hukum perdata.48

Pasal 330 KUH Perdata memberikan pengertian anak adalah orang yang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum nasional yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata. Dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting, terutama dalam hal memberikan perlindungan terhadap hak-hak keperdataan anak, misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada

dalam kandungan seseorang dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendaki sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 2 KUH Perdata.

(j) Pengertian anak menurut hukum pidana

Pengertian anak menurut hukum pidana lebih diutamakan pada pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat

48


(22)

memiliki subtansi yang lemah dan di dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum yang dapat di pertanggungjawaban sebagaimana layaknya seseorang subjek hukum yang normal. Pengertian anak dalam aspek pidana menimbulkan aspek positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik.49

Pada hakekatnya kedudukan pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian sebagai berikut :

a. Ketidak mampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana.

b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubtitusikan hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara dengan maksud untuk mensejahterakan anak.

c. Rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri.

d. Hak anak-anak dalam proses hukum acara pidana. Jika ditilik pada Pasal 45 KUHP maka anak didefinisikan sebagai anak yang belum

dewasa apabila belum berumur 16 tahun. Oleh sebab itu jika anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh

memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah

49


(23)

dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. e. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan.

Dengan demikian di dalam ketentuan hukum pidana telah memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang kehilangan kemerdekaan, karena anak dipandang sebagai subjek hukum yang berada pada usia yang belum dewasa sehingga harus tetap dilindungi segala kepentingan dan perlu mendapatkan hak-hak yang khusus yang diberikan oleh negara atau pemerintah. Jadi dari berbagai defenisi tentang anak di atas sebenarnya dapatlah diambil suatu benang merah yang menggambarkan apa atau siapa sebenarnya yang dimaksud dengan anak dan berbagai konsekwensi yang diperolehnya sebagai penyandang gelar anak tersebut.

2. Asas-asas hukum perlindungan anak

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yakni sejak dari janin semasih dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun, karena anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita bangsa, maka agar anak kelak mampu memikul tanggungjawab tersebut anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial.50 Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah : segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

50


(24)

Pada prinsipnya asas-asas yang digunakan dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 ini sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam konvensi hak-hak anak. Asas-asas ini terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yaitu :

a. Asas non diskriminasi

b. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak

c. Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Asas penghargaan terhadap hak anak

Asas non diskriminasi disini ialah setiap anak harus dilindungi dari segala perlakuan diskriminasi baik dari suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik serta mental. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.51

Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. B. Hak-hak Anak Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014

Hak-hak anak dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 ini diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18.

51


(25)

Hak anak itu meliputi :

1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Dalam hal kewarganegaraan ini setiap anak berhak mendapatkan kewarganegaraan dari kelahiran dari perkawinan yang sah, bahkan anak yang terlahir yang tidak diketahui orangtuanya dan anak tersebut lahir di wilayah Republik Indonesia diakui sebagai warga Negara Republik Indonesia.52 Hal ini membuktikan bahwa Indonesia mengakui hak setiap anak untuk mendapatkan kewarganegaraan.

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya. Hak untuk bebas beribadah ini pun secara konstitusional juga diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang diperuntukan bagi warga negaranya.

4. Hak untuk mengetahui orangtuanya dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.

5. Hak untuk diasuh atau diangkat apabila orangtuanya tidak menjamin tumbuh kembang anak tersebut.

6. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial. Hak mengenai pelayanan kesehatan dan jaminan sosial ini secara konstitusional juga diatur didalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945.

7. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran.

8. Hak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari

52


(26)

dan memberikan informasi.

9. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebayanya, bermain, berekreasi, berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

10. Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak penyandang cacat.

11. Hak atas perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

12. Hak atas perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, perlibatan dalam sengketa bersenjata, perlibatan dalam kerusuhan sosial, perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, perlibatan dalam peperangan.

13. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

14. Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

15. Hak untuk mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Selain mempunyai hak, setiap anak juga mempunyai kewajiban yang didasarkan pada Pasal 19 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yaitu :

a. Menghormati orangtua, wali dan guru.

b. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman. c. Mencintai tanah air, bangsa dan negara.

d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. e. Melaksanakan etika dan akhlak mulia.


(27)

Dalam penyelenggaraan perlindungan hak-hak anak, negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing. Kewajiban dan tanggungjawab itu terdapat di dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 26 UU No. 35 Tahun 2014.

C. Tanggung Jawab Pemerintah dalam Perlindungan Anak

Negara juga bertanggungjawab untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Lebih lanjut, dikatakan dalam Pasal 28 B ayat (2) yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Negara memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa anak-anak Indonesai aman dari tindak kekerasan dan diskriminasi, serta menjamin mereka untuk berkembang (hak untuk mendapatkan pendidikan).

Anak dianggap sebagai sebuah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dan di dalam diri seorang anak tersebut melekat martabat dan harga dirinya sebagai manusia yang seutuhnya. Seorang anak memiliki potensi untuk maju dan meneruskan cita-cita perjuangan bangsa serta menjadi penjamin keberlangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan karena kekhususan ciri dan sifat mereka dan peran strategis yang mereka miliki.

Tanggungjawab dan peran besar yang dimiliki oleh anak, ia perlu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seluas-luasnya secara optimal, baik fisik, mental dan sosial, serta memiliki moral dan akhlak yang


(28)

mulia. Untuk mewujudkan ini, seorang anak harus mendapatkan perlindungan dan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya untuk mewujudkan kesejahteraan anak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.53 Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan suatu lembaga dan peraturan perundang - undangan yang dapat menjamin terlaksananya perwujudan kesejahteraan anak tersebut.54

Pelaksanaan perlindungan terhadap anak serta jaminan atas hak-haknya diatur dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sebagaimana terdapat pada Pasal 9 yang berbunyi :

Ayat (1) : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan nya sesuai dengan minat dan bakat.

Ayat 2 (1a) : Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan pihak lain.

Ayat 3 (2) : Selain mendapatkan hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.”

Yang memiliki kewajiban dalam perlindungan anak bukan hanya negara, melainkan juga oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 12 yang berbunyi, “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.”

53 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, PT. Restu Agung, Jakarta, 2014. 54


(29)

Negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab terhadap anak. Hal ini diatur dalam Bab IV, Bagian Kedua. Kewajiban dan tanggungjawab negara antara lain adalah menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, kondisi fisik dan mental (Pasal 21), memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22), memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak, serta mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23) dan menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).

Ketentuan tentang penyelenggaraan perlindungan oleh pemerintah dan negara dalam melaksanakan perlindungan dan menjamin keberlangsungan hidup anak diatur dalam Bab IX Penyelenggaraan Perlindungan, yang dijelaskan dalam Pasal 42 hingga Pasal 71, meliputi aturan tentang agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan khusus. Untuk mendukung terciptanya efektivitas pelaksanaan dan penyelenggaraan ini, dibutuhkan dukungan suatu lembaga independen yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Bab XI, yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 76, undang-undang Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :

a. “Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan


(30)

b. “Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada

Presiden dalam rangka perlindungan anak”.

Pemenuhan dan perlindungan yang berpihak pada anak dan memegang teguh prinsip non-diskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child), serta partisipasi anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya merupakan prasyarat yang mutlak dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak yang efektif.

Oleh karena itu, selain dibentuknya lembaga independen Komisi Perlindungan Anak Indonesia, atas prakarsa Departemen Sosial RI, Tokoh Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Non-Pemerintah dan Pemerintah, Media Massa dan kalangan Profesi serta dukungan Unicef, pada tanggal 26 Oktober 1998 dibentuklah Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, kondisi fisik dan mental.

Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggungjawab negara dan pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang tentang Perlindungan


(31)

Anak mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat atas perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang – Undang tentang Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua, yaitu :

a) Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk : 1) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

2) Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan

3) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak – anak.


(32)

karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya, maka kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Perlu diketahui, bahwa di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur mengenai adanya Perlindungan Khusus yang diberikan kepada setiap anak yaitu :

1) anak dalam situasi darurat, yaitu anak yang menjadi pengungsi, korban kerusuhan, korban bencana alam dan anak dalam situasi konflik bersenjata 2) anak yang berhadapan dengan hukum

3) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi 4) anak tereksploitasi secara ekonomi dan seksual 5) anak yang diperdagangkan

6) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya

7) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan 8) anak korban kekerasan baik fisik dan mental

9) anak yang menyandang cacat

10)anak korban perlakuan salah dan penelantaran

Bagi setiap pihak yang melanggar ketentuan yang diatur dan tercantum di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, dapat dikenakan sanksi pidana penjara, yakni perbuatan setiap orang yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja melakukan :


(33)

(a) Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya

(b) Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan baik fisik, mental, maupun sosial

(c) Memperdagangkan anak

(d) Memperalat anak terkait dengan narkotika dan psikotropika.55

Yang dimaksud dengan penelantaran di sini ialah di mana seseorang

mengetahui dan sengaja membiarkan anak yang memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dalam keadaan anak terlantar sehingga mengakibatkan anak

mengalami sakit atau dalam situasi darurat (menjadi pengungsi, korban kerusuhan, korban bencana alam, dan dalam situasi konflik bersenjata); berhadapan dengan hukum; dari kelompok minoritas dan terisolasi; tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual; diperdagangkan; menjadi korban penyalah- gunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya; menjadi korban penculikan dan / atau kekerasan.

55

Starbrantas. https://blogspot.com//Perlindungan Anak presss.com.diakses terakhir pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 22.19 WIB


(34)

BAB IV

PELAKSANAAN PENGANGKATAN WALI SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI PANTI ASUHAN

GELORA KASIH SIBOLANGIT

A. Hubungan Hukum antara Anak dengan Orang Tua setelah adanya pengangkatan Wali di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

1. Deskripsi Umum Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Panti diartikan sebagai rumah atau tempat kediaman, sedangkan asuh diartikan sebagai kegiatanmenjaga, merawat dan mendidik anak.Panti asuhan diartikan sebagai tempat memelihara anak yatim piatu.

Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi anak yang mempunyai masalahyang dimaksud dengan asuhan adalah berbagai upaya yang diberikankepada anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar dan anak yangmengalami masalah kelakuan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajarbaik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Menurut pengertian lainnya panti asuhan anak adalah lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggungjawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta melaksanakan penyantunandan pengentasan anak terlantar melalui pelayanan pengganti atau perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian generasi cita-cita bangsa dan sebagai insane yang turut serta aktif di dalam bidang


(35)

pembangunan nasional .

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak kuasa asuh diartikan sebagai kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Di dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 1/HUK/1998 tentang Penyelenggaraan Asuhan Bagi Anak Terlantar Panti Sosial diartikan sebagai unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Sosial yang memberikan pelayanan kesejaheraan sosial bagi anak terlantar agar mereka dapat tumbuh kembang secara wajar baik rohani, jasmani maupun sosialnya.

Panti asuhan anak merupakan prasarana dan sarana yang memberikan layanan sosial, dan asuhan yang mempunyai berbagai upaya yang diberikan kepada anak yang mengalami masalah kelakuan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar si anak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya.

Arti lain panti asuhan anak diartikan sebagai proyek pelayanan dan penyantunan terhadap anak-anak yatim piatu dan anak terlantar dengan cara memenuhi segala kebutuhan, baik berupa material maupun spiritual yang meliputi: sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan.

Menurut beberapa keadaan tertentu keluarga tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan anak yang ditanggung, yang kemudian menyebabkan ketelantaran pada anak tersebut.


(36)

a. Orang tua meninggal atau tidak ada sanak keluarga yang merawatnya sehingga anak menjadi yatim piatu.

b. Orang tua tidak mampu (sangat miskin) sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan minimal anak-anaknya.

c. Orang tua tidak dapat dan tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan baik atau dengan wajar dalam waktu relatif lama misalnya menderita penyakit kronis dan lain-lain.

Panti Asuhan Gelora Kasih didirikan pada tanggal 16 Juni 1967 dibawah naungan Yayasan Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dengan latar belakang ingin menyelamatkan generasi penerus dari keluarga yang tinggal ditempat pengasingan penderita penyakit kusta.Panti Asuhan Gelora Kasih sekarang tidak lagi mengutamakan untuk menyelamatkan anak yang menderita penyakit kusta, melainkan lebih mengutamakan anak-anak yang ditelantarkan ataupun anak-anak yang berasal dari pengungsian Gunung Sinabung.

Setiap kegiatan yang ada di Panti Asuhan Gelora Kasih sepenuhnya dibawah naungan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), yayasan Panti ini juga mengutamakan pendidikan keagamaan kepada setiap anak-anak yang berada di dalamnya.

Panti Asuhan Gelora Kasih menerima bantuan dana setiap bulannya dari pihak Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dan para donatur panti, selain itu anak-anak di panti asuhan memiliki usaha masing-masing dimana setiap anak memanfaatkan keterampilan yang mereka miliki. Anak-anak di panti asuhan memiliki usaha perkelompok dimana Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit berusaha seperti:


(37)

1) Bercocok tanam ; kol, cabe, bawang, padi, tomat dan lain lain 2) Berternak hewan ; sapi, kerbau, dan Ikan mas

3) Membuat kerajinan tangan seperti; meja, lemari, kursi dan tikar.

Hasil dari setiap penjualan kerajinan tangan anak pantiakan di jual langsung kepasar atau ada saja pengunjung panti asuhan yang membelinya secara sukalera. Dana dari penjualan semua kerajinan tangan atupun hasil bercocok tanam dipergunakan untuk membantu kelangsungan hidup anak-anak di panti asuhan tersebut.

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit beralamat di jalan Sukamakmur Sibolangit dan kantor pusat berada di jalan Kapten Pala Bangun, Kabanjahe. Pada yayasan ini terdapat struktur kepengurusan sebagai berikut :

Direktur : Pdt. Basmi Ginting, S.Th., M.Psi Ketua : Pt. Em.Sem.Antonius. S. Milala, BSc Sekretaris :Pt. Edy. S. Sinulingga, SE., Msi Bendahara : Marthaty Lelly Br.Ginting, SE

Anggota : Pt.Drs. Yulius Sacramento Tarigan, Apt

Meskipun terdapat kepengurusan yayasan pada struktur pengurusdiatas, namun yang melakukan pengasuhan anak pada yayasan bukanlah pengurus - pengurus tersebut. Para pendiri yayasan memberikan kepercayaan pengasuhan anak kepada kakak pengasuh untuk mengurus semua kegiatan dan usaha yang ada di panti asuhan tersebut.

Bagian / unit-unit yang dikelola oleh para pengasuh di panti asuhan tersebut adalah :


(38)

Unit Ternak : Archa

Unit Kebersihan halaman/lapangan : Nemi br Sembiring

Selain kakak pengasuh, terdapat juga pegawai yang membantu menyiapkan makanan anak-anak serta membantu memenuhi kebutuhan anak sehari-hari dan supir mini bus untuk mengantar anak-anak sekolah dan melakukan kegiatan diluaryayasan. Pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit terdapat beberapa peraturan yang harus di taati oleh para penghuni asrama antara lain :

(a) Sehat secara jasmani dan rohani

(b) Dilarang minum - minuman keras, merokok dan dilarang memakai narkoba serta segala sesuatu yang dapat merusak moral

(c) Dilarang keras berpacaran selama tinggal di asrama

(d) Tidak dibenarkan memberi uang langsung kepada anak, harus melalui pengurus Panti Asuhan Gelora Kasih

(e) Surat menyurat kepada anak yang dikirim melalui alamat panti asuhan (f) Dilarang membawa dan atau memakai barang berharga dan perhiasan

selama tinggal di asrama (g) Jujur dan taat pada agama

(h) Mematuhi segala peraturan panti asuhan

(i) Bersedia dipulangkan kepada orang tua kandung / keluarga terdekat apabila melanggar peraturan panti asuhan

(j) Orang tua bersedia datang sewaktu-waktu dipanggil

(k) Mau untuk saling membantu dalam hal pekerjaan selama di Panti Adapun Visi dari Panti Asuhan Gelora Kasih adalah “Membentuk Manusia yang Beriman, Beraklak Tinggi, Berbudi Pekerti, Berpendidikan dan


(39)

Berketrampilan berdasarkan Kasih Kristus dan mempunyai Misi “ Melaksanakan Kasih Kristus didalam mengasah dan mengasuh anak-anak terlantar karena yatim dan piatu.”

Jumlah Anak pada Panti Asuhan Gelora Kasih berjumlah 70 orang, 25 orang perempuan dan 45 orang laki-laki.

Kegiatan sehari-hari di Panti Asuhan Gelora Kasih adalah sebagai berikut:

Waktu Kegiatan

05.00 - 06.00 Bangun tidur, berdoa, memasak sarapan pagi, kebersihan, mandi pagi

06.00 - 06.15 Kebaktian pagi

06.15 - 07.00 Sarapan pagi/ berbaris berangkat ke sekolah 07.00 - 13.30 Belajar di sekolah

13.30 - 14.45 Makan siang dan istirahat

14.45 - 16.45 Bekerja di kelompok kerja masing-masing

16.45 - 17.30 Mandi sore

17.30 - 18.30 Belajar sore

18.30 - 19.00 Makan malam

19.00 - 19.15 Kebaktian malam

19.15 - 21.10 Belajar malam

21.10 - 05.00 Istirahat malam

Sumber : Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit dalam proses pengangkatan anak tidaklah sesulit sebagaimana dengan panti asuhan lainnya yang mana apabila ingin melakukan proses pengangkatan anak haruslah melakukan prosedur yang sesuai, dimana apabila calon wali sudah menikah di wajibkan membawa surat menikah, calon wali tersebut nantinya juga harus melakukan pendekatan dengan anak yang nantinya akan di angkat dan calon wali tersebut sebelum mengangkat anak terlebih dahulu harus menanyakan kepada si orangtua anak tersebut ( apabila


(40)

masih hidup ) ataupun kepada sanak saudara kandungnya. Sebab di panti asuhan ini tidak memiliki kedudukan hukum yang begitu kuat pada proses pengangkatan anaknya berbeda dengan panti asuhan lainnya yang harus membuat surat keterangan melalui akta notaris. Pada proses pengangkatan anak di panti asuhan di mana seorang calon wali harus memenuhi syarat-syarat yang diajukan pihak panti asuhan seperti : mampu memenuhi semua kebutuhan anak, tidak membatasi ruang gerak si anak ( apabila ingin berhubungan kembali dengan orangtuanya/ pihak panti)dan si anak mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak dari sebelumnya. Dalam peraturan yang sesuai perundang-undangan seorang wali apabila ingin melakukan pengangkatan harus memenuhi syarat yang diwajibkan pihak Pengadilan dan memenuhi syarat yang ada untuk melakukan proses pengangkatan anak.

Yayasan Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit memang berbeda dengan yayasan-yayasan lainnya karena semua anak yang diantarkan ke panti asuhan tersebut tidak sepenuhnya terlepas dari orang tua kandungnya, sebab Panti Asuhan Gelora Kasih tidak menerima anak yang dengan begitu saja diantarkan atau dengan kata lain tidak jelas asal usul si orangtua kandungnya apabila ada anak yang diantarkan ke Panti Asuhan harusmembawa surat pernikahan, surat kepala desa, surat baptis dan apabila si orangtua anak sudah bercerai maka diwajibkan juga untuk membawa bukti surat cerai.

Hubungan hukum yang terjadi antara anak dengan orangtua di Panti Asuhan Gelora Kasih setelah adanya proses pengangkatan anak adalah si anaktetap memiliki hak untuk dapat berhubungan dengan pihak


(41)

keluarganya.Terlepas dari itu semua apabila terjadi suatu proses pengangkatan anak tentu akan

hubungan hukum antara anak dengan orangtua, yang mana si anak tetap memiliki hak untuk dapat berkomunikasi dengan pihak keluarganya yang terdahulu dan si anak berhak mendapatkan semua yang menjadi kewajibansi orangtua angkatnya. Pihak Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit memang mewajibkan hal tersebut sebagai salah satu syarat kepada calon orang tua angkat nantinya agar si anak tidak terlepas begitu saja dengan orang tua kandungnya.

B. Hak-Hak Anak Setelah Adanya Pengangkatan Anak di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit sebagai salah satu tempat perlindungan anak memiliki peran dalam memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit memiliki implementasi perlindungan terhadap hak -hak anak yang diberikan , yaitu :

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan untuk dapat mengembangkan tiap individu untuk dapat hidup dan mengembangkan kehidupan.Pendidikan bisa di peroleh dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.Dimana pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit anak diajarkan untuk disiplin dalam memanfaatkan waktu.Setiap tindakan yang dilakukan pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit telah memiliki waktu yang terstruktur.Selain disiplin waktu anak juga diajarkan untuk belajar mandiri.Pada Panti Asuhan ini anak yang berusia enam sampai empat


(42)

belas tahun harus sudah mampu membersihkan dan membereskan kebutuhannya sendiri.Misalnya membersihkan lingkungan sekitar, mencuci pakaian sendiri, mencuci piring apabila mereka telah selesai makan dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.Sedangkan anak yang berusia tigasampai lima tahun dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari masih dibantu dan dimbimbing oleh pengasuh pada yayasan.

Selain memberikan pendidikan informal pada anak, Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit juga memberikan pendidikan formal. Anak-anak pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit di sekolahkan di masing-masing sekolah sesuai dengan umur mereka, selain itu anak yang berprestasi berhak mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi AMIK MBP.

2. Kesehatan

Kesehatan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan terutama terhadap anak yang masih dalam masa pertumbuhan.Anak memerlukan asupan gizi yang cukup agar pertumbuhan dapat berjalan dengan baik.Pemenuhan gizi anak dapat di peroleh dari asupan makanan dan minuman yang diberikan pihak panti asuhan.Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit dalam memenuhi hak-hak anak juga memperhatikan kesehatan tiap anak asuhnya.Hal tersebut dilakukan dengan mengecek kesehatan anak secara rutin yakni tiap tiga bulan sekali.Pengecekan kesehatan anak dilakukan di Puskesmas atau dapat juga dengan membawa ke dokter.

3. Agama

Lembaga sosial dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak tidak boleh membeda-bedakan status anak maupun agama yang dianutnya.Tetapi


(43)

tidak padaPanti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit yang hanya mengasuh anak-anak yang beragama Kristen Protestan.Pengasuh menuturkan hal tersebut di karenakan Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangitberada di bawah naungan Gereja Batak Karo Protestan.

Oleh karena hal tersebut menurut Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit sudah seharusnya ketika proses pengangkatan anak terjadi,maka setiap anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tua atau wali yang barunya sesuai dengan hak yang sudah didapatkan anak selama berada di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit. Yang mana sesuai dengan perjanjian antara wali dengan pihak panti asuhan seorang anak tersebut berhak mendapatkan hidup yang layak setelah ia keluar atau diangkat menjadi anak, seorang anak itu berhak mendapatkan pendidikan, jaminan kesehatan dan perubahan hidup yang lebih baik lagi.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Panti Asuhan Gelora Kasih seorang orang tua atau wali yang ingin mengangkat anak harus dapat memenuhi syarat yang diberikan pihak panti asuhan apabila ingin mengangkat anak. Menurut Panti Asuhan Gelora Kasih seorang calon wali harus mampu memenuhi setiap hak dan kewajiban yang nantinya akan diberikan kepada anak tersebut.

Syarat yang menjadi tanggungjawab calon wali dengan tidak melakukan penelantaran terhadap si anak angkat calon wali harus mampu bertanggung jawab sepenuhnya atas kehidupan si anak nantinya dalam kehidupannya sampai ke tahap selanjutnya.Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit memang tidak pernah membuat suatu perjanjian apabila ingin mengangkat anak di sisi ini terdapat titik kelemahanyang dimilikiPanti Asuhan ini. Apabila ingin melakukan


(44)

pengangkatananak si wali harus terlebih dahulu menanyakan kepada si orang tua anak atau sanak keluarga anak atau kepada siapapun yang mengantarkan anak tersebut pertama kalinya ke panti asuhan tersebut, apakah diberikan izin atau tidak untuk mengangkat anaknya. Apabila terjadi proses pengangkatan anak di Panti Asuhan Gelora Kasih si orang tua atau wali si anak tetap memiliki hak yang harus mampu dipenuhi orangtuanya untuk tetap bertanya atau berhubungan dengan pihak keluarganya dalam arti tidak melakukan pemutusan hubungan si anak dengan pihak keluarga kandungnya ataupun dengan pihak Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit.

Hak-hak anak yang harus dipenuhi si wali bilamana ia mengangkat anak dari Panti Asuhan Gelora Kasih sama dengan berdasarkan acuan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Pasal 40 ayat (1) “Orang tua angkat wajib memberitahukan

kepada anak angkatnya mengenai asal usul dan orang tua kandungnya”.

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit sudah memenuhi isi Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Pasal 40 ayat (1) dengan memberitahukan kepada wali asal usul anak yang akan diangkat sehingga wali mengetahuinya. Hal tersebut bertujuan agar wali dapat menjelaskan status, asal usul dan orang tua kandung kepada si anak ketika si anak sudah memasuki usia remaja atau dewasa.

Selain itu hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh wali setelah adanya pengangkatan anak dan wajib dipenuhi sesuai dengan perjanjian yang dilakukan si wali dengan pihak Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit yaitu :

1. Anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak

2. Anak berhak mendapatkan jaminan kesehatan yang diberikan si wali 3. Anak berhak beribadah sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya


(45)

4. Anak berhak bersosialisasi, mengemukakan pendapatnya 5. Anak berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Apabila si wali memang tidak mampu untuk memenuhi semua hak-hak si anak tersebut maka pihak panti memiliki kuasa untuk menarik kembali anak tersebut dari orang tua angkatnya, karena pihak Panti Asuhan Gelora Kasih masih memiliki hak sepenuhnya atas anak yang sudah diangkat, karena selama proses Pengangkatan anak pihak orang tua atau wali harus tetap melakukan komunikasi kepadasi anak dan pihak panti asuhan tersebut.

C. Pelaksanaan Pengangkatan Wali bagi anak di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit

Semua lembaga yang bekerja untuk anak harus memiliki paradigma yang kuat tentang perlindungan anak karena pelayanan anak sendiri merupakan elemen dari upaya memberikan perlindungan kepada anak.Setiap panti asuhan seharusnya memberikan perhatian kepada anak-anak dan menyadari paradigma tentang perlindungan anak. Dengan demikian kerjasama antar pengurus panti asuhan dan masyarakat yang memberikan perhatian kepada panti asuhan bias memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak secara optimal. Di Indonesia kualitas pengasuhan di panti asuhan rata-rata tergambar sebagai berikut:

1. Panti asuhan di Indonesia lebih berfungsi sebagai lembaga penyedia akses pendidikan daripada sebagai lembaga alternatif terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat di asuh oleh orang tuanya atau keluarganya.

2. Kebanyakan anak yang tinggal di panti asuhan masih memiliki orang tua dan dikirim ke panti asuhan dengan alasan utama untuk


(46)

melanjutkan pendidikan.

3. Lebih dominan sebagai penyedia akses pendidikan, mengakibatkan anak harus tinggal lama di panti asuhan sampai lulus SLTA dan harus menjalani pembinaan daripada pengasuhan yang seharusnya mereka terima dari orang tuanya.

4. Pengurus panti asuhan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang situasi anak yang seharusnya di asuh di dalam panti asuhan dan pengasuhan yang idealnya diterima anak.

Hal tersebut menjelaskan bahwa banyak yang harus di benahi oleh panti asuhan di Indonesia agar anak-anak di dalam panti asuhan bias mendapatkan perlindungan dan terpenuhi hak dasarnya sebagai anak.

Dalam hal pengasuhan Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit sudah termasuk ke dalam kategori baik karena di dalam pengasuhannya Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit membuat anak-anak yang ada di panti merasa seperti ada di lingkungan keluarga sendiri.Kegiatan rohani, kedisiplinan, tolong menolong, saling menghargai, keramah tamahanadalah hal-hal yang belum tentu didapatkan anak-anak panti dari keluarga kandungnya sendiri.

Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit sebagai salah satu lembaga sosial tempat perlindungan anak dalam mengangkat anak menjadi anak asuh memiliki cara pengangkatan anak yang sederhana. Pengangkatan anak menjadi anak asuh pada yayasan ini tidak dilakukan melalui penetapan pengadilan, tetapi hanya melalui kesepakatan antara orang tua/ wali anak dan pihak yayasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.Apabila pihak orangtua kandung si anak menyetujui maka si wali anak tersebut langsung memiliki hak untuk mendapatkan


(47)

perolehan hak asuh.

Panti Asuhan Gelora Kasih memang memiliki titik kelemahan dalam proses pengangkatan anak ini di karenakan tidak adanya pengikatan yang sah antara panti dengan Pengadilan sekalipun, sebab yang kita ketahui apabila ingin melakukan pengangkatan anak tentu si calon orangtua/wali anak banyak syarat-syarat yang harus terpenuhi.

Perjanjian pengangkatan wali hanya memerlukan persetujuandari wali atau orang yang mengantar anak ke panti asuhan dan persetujuandari anak itu sendiri untuk diangkat menjadi anak asuh.Hal tersebut dikarenakan pada awal anak di titipkan pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit, status orang tua atau wali harus benar-benar jelas sehingga tidak ada kesalah pahaman setelah terjadinya pengangkatan.

Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan pengangkatan wali di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit karena tidak adanya permohonan pengangkatan anak kepengadilan secara hukum. Karena hal tersebut, pada tahun 2005ada seorang anak yang sudah diangkat dan dibawa pergi ke Mentawai diterlantarkan sehingga anakitu pulang kembali dengan sendirinya ke panti asuhanGelora Kasih.

Sejak kejadian penelantaran anak tersebut, Panti Asuhan Gelora Kasih tidak pernah lagi melakukan pengangkatan wali sampai sekarang. Setelah terjadinya kejadian itu pihak Panti Asuhan apabila siapa pun yang ingin mengangkat anak terlebih dahulu harus bertanya kepada pihak keluarga yang mengantarkan anak itu ke Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit.Untuk itu Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit lebih berhati-hati ketika ada seseorang yang ingin mengangkat anak dari panti asuhan tersebut.Asal usul, kedekatan, tingkah


(48)

laku oleh para calon wali harus di ketahui terlebih dahulu secara pasti sebelum terjadi pengangkatan anak.

Pendamping pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit menuturkan meskipun tidak ada hukum yang mengikat pada proses pengangkatan anak, pihak panti asuhan harus mengetahui dengan pasti sebelum anak tersebut di angkat untuk menghindari sesuatu hal yang tidak di inginkan. Hal tersebut adalah kelemahan dari Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit dimana proses hukum dalam pengangkatan anak harus diterapkan dikemudian hari ketika mereka sudah kembali menerima wali atau orang tua asuh yang ingin mengangkat anak dari Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Hubungan hukum antara anak dengan orangtua setelah adanya pengangkatan wali adalah si anak tetap memiliki hak untuk tetap dapat berkomunikasi dengan pihak keluarganya terlepas anak tersebut sudah keluar dari Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit. Si anak tetap memiliki hak untuk tidak boleh terlepas dari komunikasi antara anak dengan orangtuanya, sebagaimana pada kesepakatan sebelumnya yang mana wali tidak diperbolehkan untuk memutus tali komunikasi dengan keluarga kandungnya . Di mana pada Undang-Undang No.35 Tahun 2014 pasal 39 ayat (2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua Kandungnya. 2. Hak-hak anak setelah adanya perwalian di Panti Asuhan Gelora Kasih ialah

setiap anak yang diangkat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, mendapat jaminan kesehatan yang diberikan si wali, berhak menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya, berhak bersosialisasi, mengemukakan pendapat dan berhak mendapatkan kehidupannya yang lebih baik selama ia tinggal di panti asuhan. Dan pihak panti asuhan mewajibkan bagi para calon orang tua wali memenuhi salah satu hak anak tersebut sebagaimana mengacu kepada Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Pasal 40 ayat (1) “ Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya


(50)

mengenai asal usul dan orang tua kandungnya” Implementasi hak-hak anak dalam hukum perlindungan anak pada Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diamanatkan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Hal tersebut terlihat dari pemenuhan kebutuhan anak yang diberikan oleh yayasan serta tingginya tingkat kepedulian masyarakat untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan berkembang.

3. Pelaksanaan pengangkatan anak di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit adalah bahwa pada panti asuhan ini memiliki titik kelemahan dalam proses pengangkatan anak sebab Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit tidak ada syarat atau suatu pengikat yang sah. Sebagaimana pada umunya di panti asuhan yang lain apabila ingin melakukan pelaksanaan pengangkatan anak harus memiliki surat tanda bukti dari notaris atau pun pengadilan untuk dapat melakukan pengangkatan anak. Dengan demikian Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit tidak memiliki kekuatan hukum dalam proses pengangkatan anak.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, selanjutnya dapat dirumuskan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlu diadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan terhadap anak agar orang tua anak maupun masyarakat dapat membantu anak dalam memenuhi hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang.


(51)

secara jelas isi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Dalam suatu perjanjian pengangkatan wali menjadi orang tua asuh harus dicantumkan identitas para pihak secara lengkap, identitas anak yang diangkat, alasan orang tua/ wali menitipkan anak untuk diasuh pada yayasan, berakhirnya hak asuh anak pada panti dan sanksi yang diberikan kepada orang tua/ wali anak maupun pihak panti apabila melakukan pelanggaran dalam hal pengasuhan anak. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dari anak asuh.

3. Bahwa pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak yang tinggal dalam pengasuhan keluarga akan tetapi keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang. Dengan adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap masyarakat atau keluarga yang tidak mampu, maka pengasuhan terhadap anak pada panti asuhan bukanlah menjadi alternatif yang utama. Dengan terpenuhinya kebutuhan keluarga maka orang tua anak dapat memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.


(52)

A. Pengertian Perwalian dan Asas tentang Wali 1. Pengertian perwalian

Berbicara mengenai perwalian, sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan orang tua di dalam perkawinan, sebab anak - anak yang lahir dari suatu perkawinan yang sah dari orang tuanya, akan berada di bawah pengawasan atau kekuasaan orang tuanya tersebut. Sebaliknya apabila anak - anak yang di bawah umur atau anak yang belum dewasa itu tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya maka dalam hal ini anak - anak tersebut berada di bawah perwalian.

Menurut pendapat Pipin Syarifin bahwa peranan wali terhadap anak yang belum dewasa sangat besar, baik terhadap harta bendanya maupun kelangsungan hidup pribadi anak tersebut.13

Pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang - Undang No.1 Tahun 1974 tidak ada memberikan definisi yang jelas mengenai arti Perwalian, sampai saat ini tidak terdapat kesamaan, walaupun demikian bila diteliti dari rumusannya terdapat kesamaan dalam maksud dan tujuan arti perwalian.

Secara etimologi (bahasa), kata perwalian berasal dari kata wali dan jamak awliya. Kata ini berasal dari kata Arab yang berarti teman, klien, sanak, atau pelindung.14Dalam literatur fiqih Islam perwalian itu disebut dengan “Al

-Walayah” (orang yang mengurus atau yang menguasai sesuatu), sedangkan

13Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, Penerbit CV Pustaka Setia, Bandung,

2011, hal.277.

14Lihat Glossary of Islam, Glossary of the Middle East terakhir diakses 12 Maret 2014


(53)

al-wali yakni orang yang mempunyai kekuasaan.15

Berdasarkan penjelasan di atas maka terdapat beberapa pendapat dari arti perwalian yaitu sebagai berikut :

a. Menurut kompilasi Hukum Islam

Bahwa perwalian bagi orang-orang beragama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 107-111. Pasal 107 mengatur bahwa perwalian hanya dapat dilakukan terhadap anak yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Ketentuan tersebut dapat dipahami usia dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah kawin. Perwalian menurut hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaan. Apabila wali tidak mampu berbuat atau lalai dalam melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk menjadi wali.

Menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengangkatan wali dapat juga terjadi karena adanya wasiat dari orang tua si anak, yang mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum tertentu untuk melaksanakan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.16 Selanjutnya pasal 109 menentukan, bahwa Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada pihak lain.17 Permohonan untuk itu dapat diajukan kepada kerabat terdekatnya dengan alasan wali tersebut, pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau

15Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Dikeluarga Islam, PT Raja

Grafindo, Jakarta, 2001 hal. 134

16Lihat Pasal 108 Kompilasi Hukum Islam 17


(54)

menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingannya sendiri.

Pasal 110 mengatur kewajiban wali untuk mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, wali wajib memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya kepada anak yang berada di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawah perwaliannya atau merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan.

b. Menurut pendapat para ahli pengertian perwalian ialah :

1) Menurut Subekti perwalian adalah “pengawasan terhadap anak – anak

yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut sebagaimana

diatur oleh undang – undang”.18

2) Menurut Ali Afandi, bahwa “perwalian atau voogdij adalah

pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah

kekuasaan orang tua.”19

3) Menurut R. Sarjono bahwa “perwalian adalah suatu perlindungan

hukum yang diberikan seseorang kepada anak yang belum mencapai usia dewasa atau belum pernah kawin yang tidak berada di bawah

kekuasaannya”.20

4) Menurut Arif Masdoeki bahwa “perwalian adalah pengawasan terhadap

18Subekti, Pokok Pokok Dari Hukum Perdata,Cet.9, PT. Pembimbing Masa, Makassar,

1953, hal.35.

19Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Bina Aksara,

Jakarta,1997, hal.151.

20


(55)

anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam undang – undang.21

Wali merupakan orang selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau yang belum akil baliq dalam melakukan perbuatan hukum atau “orang yang menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap si anak”.22

c. Menurut hukum adat

Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa, salah satunya penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Adat mengacu pada serangkaian kepercayaan, norma atau kebiasaan yang biasanya diterapkan di komunitas-komunitas penduduk Indonesia. Menyangkut perwalian yang tidak berdasarkan pada hukum formal melainkan berdasarkan kepada kebiasaan masyarakat tertentu yang menunjuk wali berdasarkan komunitas masyarakat setempat, sehingga penunjukan wali tidak memiliki kepastian hukum. Menurut hukum adat, perceraian ataupun meninggalnya salah satu dari kedua

orang tua tidaklah menimbulkan perwalian. Hal ini disebabkan oleh karena di dalam perceraian, anak-anak masih berada pada salah satu dari kedua orang tuanya. Demikian juga pada situasi meninggalnya salah satu dari kedua orang tuanya. Lebih memungkinkan terjadinya perwalian, adalah apabila kedua

orang tua dari anak tersebut meninggal dunia, dan anak yang ditinggalkan itu belum dewasa. Dengan meninggalnya kedua orang tua, anak-anak menjadi yatim

21Arif Masdoeki dan M.H Tirta Hamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, 1963,

hal. 156.

22Lihat Pasal 1 angka 5 Undang Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan


(1)

PELAKSANAAN PENGANGKATAN WALI SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI PANTI ASUHAN GELORA KASIH SIBOLANGIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SANTA ROMA AGUSTINA NIM : 100200350

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PELAKSANAAN PENGANGKATAN WALI SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI PANTI ASUHAN GELORA KASIH SIBOLANGIT

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SANTA ROMA AGUSTINA NIM : 100200350

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, SH., M.A Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum NIP. 196302161988031002 NIP. 195902051986012001


(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing dan memberkati tiap langkah Penulis hingga terselesainya sebuah karya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan baik. Terimakasih yang sebesar besarnya Penulis ucapkan untuk kedua orang tua, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pelaksanaan Pengangkatan Wali Serta Perlindungan Anak Di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit.

Setelah sekian lama akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan. Berkat bimbingan dari Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum USU baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis sangat terbuka terhadap setiap kritik dan saran yang membangun. Skripsi ini bukanlah akhir dari proses belajar, melainkan gerbang pembuka menuju jalan pengetahuan yang masih panjang.

Ide dan proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan pihak-pihak yang memberikan sumbangan pemikiran, tenaga maupun matril. Dengan penuh kerendahan hati Penulis mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr.Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr.Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II saya. Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A, selaku Dosen Pembimbing I saya. Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Erna Herlinda, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama perkuliahan.

9. Seluruh dosen, pegawai beserta staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Yang terkasih Ayahanda Letkol Inf Drs H. Sinaga, M.M. dan Ibunda Tiorly Sitinjak, S.E.Ak, yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Terimakasih kepada abang Timbul Sianipar, kakak Lasma Sijabat, Tante dan Paman saya, adik-adik dan keluarga besar saya atas semangat yang kalian berikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

12. Kepada sahabat-sahabatku Gloria C Sibagariang S.E , Novita S C Naibaho S.S , dr. Sugma Ginting, dr. Roy Manik, Christoper SH dan Andre Siadari. Terimakasih untuk semua doa, bantuan dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Medan, September 2016 Penulis

Santa Roma Agustina NIM. 100200350


(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II RUANG LINGKUP TENTANG WALI ... 17

A. Pengertian dan Asas tentang Wali ... 17

B. Syarat menjadi Wali ... 28

C. Tugas dan Kewajiban seorang Wali ... 32

D. Berakhirnya perwalian... 34

BAB III PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 ... 37

A. Asas – Asas Hukum Perlindungan Anak... 37

B. Hak – Hak anak menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 52 C. Tanggung Jawab Pemerintah dalam Perlindungan Anak ... 55

BAB IV PELAKSANAAN PENGANGKATAN WALI SERTA PERLINDUNGAN ANAK DI PANTI ASUHAN GELORA KASIH SIBOLANGIT ... 62

A. Hubungan Hukum antara Anak dengan Orang Tua setelah adanya Pengangkatan Wali di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit ... 62

B. Hak – Hak anak setelah adanya Pengangkatan Anak di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit ... . 69


(6)

C. Pelaksanaan Pengangkatan Wali bagi Anak di Panti Asuhan

Gelora Kasih Sibolangit ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A.

Kesimpulan ... 77

B.

Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80