Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

(1)

110

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,

dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Fuad, Ihsan. 2010. Dasar-dasar dan Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Murniati, P, A. Nunuk .2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam Perspektif budaya dan Keluarga. Magelang: Indonesintera.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta.

Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial: Pedoman Praktis Penelitian

Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama.

_____________. 2011. Kemiskinan dan Solusi. Medan. Grasindo Monoratama. Soeroso, Moerti Hadiati. 2010. Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Dalam Perspektif

Yuridis- Viktimologis. Jakarta: Sinar Grafika.

Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.

Yulia, Rena. 2020. Viktimologi: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Sumber Lain

UU No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

Sumber Online

pukul 16:47 WIB


(2)

111

WIB

pukul 14:35 WIB

pukul 23:00 WIB


(3)

55 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif adalah penelitian yang secara khusus dilakukan dengan tujuan menguji atau membuktikan hipotesis. Dalam rancangan penelitian eksplanatif, peneliti merumuskan hipotesis yang didasarkan atas informasi yang cukup, baik teori keilmuan maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya. Sifat logis yang ada pada hipotesis layak dijadikan sebagai rujukan dalam proses pengumpulan dan analisis data. Berdasarkan hasil analisis data statistik inferensial akan diketahui apakah hipotesis yang dirumuskan diterima atau ditolak, atau apakah anggapan yang ada dalam hipotesis penelitian terbukti atau tidak secara empiris (Siagian, 2011: 53).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Saribuasih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi tersebut adalah karena lokasi ini merupakan salah satu desa yang masih mempunyai pendidikan dan ekonomi yang rendah sehingga masih banyak terdapat kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.


(4)

56 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa, ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian (Siagian, 2011: 155). Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi penelitian rumah tangga yang berjumlah 674.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian yang bersifat representatif dari populasi yang diambil datanya secara langsung. Hal ini berarti, sampel bukan sekedar bagian dari populasi, melainkan benar-benar mewakili populasi (Siagian, 2011: 156).

Pra survei yang penulis lakukan antara lain menghasilkan informasi bahwa populasi penelitian relatif homogen, baik ditinjau dari segi pendidikan secara khusus, maupun sosial ekonomi secara umum. Oleh karena itu penulis menetapkan jumlah sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi yaitu:

�= 10

100×674

�= 67,4 pembulatan 67 orang

Untuk memperoleh sampel yang representatif, Penulis mengelompokkan populasi berdasarkan dusun tempat mereka bermukim, dengan proporsi sebagai berikut :


(5)

57

1. Dusun I �= 134674×67 = 13,3 dibulatkan menjadi 14 2. Dusun II �=116

674×67 = 11,5 dibulatkan menjadi 12

3. Dusun III �= 50

674×67 = 4,9 dibulatkan menjadi 5

4. Dusun IV �=113674×67 = 11,2 dibulatkan menjadi 11 5. Dusun V �= 94

674×67= 9,3 dibulatkan menjadi 9

6. Dusun VI �=114674×67= 11,3 dibulatkan menjadi 11 7. Dusun VII �= 53

674×67= 5,2 dibulatkan menjadi 5

Hasil penjumlahan sampel dari ketujuh dusun adalah 66,7 dan dibulatkan menjadi 67 orang. Masing-masing populasi yang ada pada kelompok dusun diacak dengan menggunakan teknik undi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Studi lapangan

a. Kuesioner atau angket, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011: 206-207).

b. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.


(6)

58 2. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data atau informasi dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, surat kabar, catatan-catatan serta tulisan yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ekspalanasi adalah penelitian yang secara khusus dilakukan dengan tujuan menguji atau membuktikan hipotesis (Siagian, 2011: 53). Penelitian bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Product Moment yang digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara data-data interval atau juga rasio.

r

xy=

N.ΣXY−(ΣX)(ΣY) �[�.Σ�2−(Σ)2][N.[�2−([Y)2] Keterangan :

rxy= Koefisien Korelasi Product Moment N= Jumlah sampel

X= Skor distribusi variabel X Y = Skor distribusi variabel Y

Koefisien korelasi adalah nilai hubungan atau korelasi antara dua atau lebih variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi digunakan sebagai pedoman untuk


(7)

59

menentukan suatu hipotesis dapat diterima atau ditolak dalam suatu penelitian. Berikut ini nilai koefisien korelasi (Bungin, 2005: 194) :

Nilai koefisien Penjelasan

+0,70 – keatas Hubungan positif yang sangat kuat + 0,50 - +0,69 Hubungan positif yang mantap

+0,30 – 0,49 Hubungan positif yang sedang

+0,10 - +0,29 Hubungan positif yang tak berarti

0,0 Tidak ada hubungan

-0,01 - -0,01 Hubungan negatif yang tak berarti -0,10 - -0,29 Hubungan negatif yang rendah

-0,30 – 0,49 Hubungan negatif yang sedang

-0,50 - -0,59 Hubungan negatif yang mantap

0,70 - -kebawah Hubungan negatif yang sangat kuat

Setelah hasil Ryx diperoleh, kemudian peneliti akan membandingkan dengan Ryx hitung dengan Ryx table sebagai hasil akhir untuk mengetahui apakah hipotesa diterima atau ditolak.


(8)

60 BAB IV

DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran umum tentang Desa 4.1.1. Kondisi geografis

Desa Saribu Asih adalah salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Hatonduhan. Jarak dari desa Saribu Asih ke Ibukota Kecamatan Hatonduhan adalah sekitar 1,5 km. Desa Saribu Asih tergolong jauh dari kota Pematang Siantar, dengan jarak tempuh 50 menit dengan menggunakan angkutan umum.

Adapun wilayah desa Saribu Asih berbatasan dengan : a. Sebelah Utara desa maligas tonga

b. Sebelah Selatan : desa buntu turunan c. Sebelah Barat : desa tangga batu d. Sebelah Timur : desa jawa tonga

4.1.2. Keadaan Penduduk

Desa Saribu Asih mempunyai jumlah penduduk 3.052 jiwa terdiri dari 674 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya penduduk perantauan yang menetap tinggal di daerah ini.


(9)

61

Tabel 1

Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1

2

Laki-laki Perempuan

1478 1574

48,42 51,57

Jumlah 3.052 100

Sumber : data Desa Saribu Asih

Berdasarkan data yang telah disajikan menunjukkan bahwa 1574 orang atau 51,57% penduduk Desa Saribu Asih adalah perempuan. Sedangkan 1478 orang atau 48,42% adalah laki-laki.

Tabel 2

Distribusi penduduk berdasarkan status perkawinan

No Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1

2 3

Kawin belum kawin janda/duda

1110 1423 137

36,36 46,62 4,48

Jumlah 3.052 100

Sumber : Data Desa Saribu Asih

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 2 menunjukkan bahwa 1.423 orang atau 46,62% penduduk Desa Saribu Asih belum kawin. Sedangkan 1.110


(10)

62

orang atau 36,36% sudah kawin. Sisanya 137 orang atau 4,48% sudah janda atau duda.

4.1.3. Sarana dan prasarana

Tabel 3

Distribusi berdasarkan prasarana peribadatan

No Peribadatan Jumlah

1 2

Gereja Mesjid

5 1

Jumlah 6

Sumber : data Desa Saribu Asih

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 3 menunjukkan bahwa prasarana peribadatan untuk gereja berjumlah 5. Sedangkan sisanya 1 lagi adalah prasarana peribadatan mesjid.

Prasarana peribadatan yang dominan adalah gereja karena penduduk Desa Saribu Asih mayoritas adalah Kristen.


(11)

63 Tabel 4

Prasarana kesehatan

No Prasarana kesehatan jumlah

1 2 3

Rumah sakit Umum Puskesmas

Klinik

1 1 2

Jumlah 4

Sumber : Data Desa Saribu Asih

Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel 4 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Saribu Asih memiliki fasilitas kesehatan yang cukup memadai dengan adanya 4 fasilitas kesehatan, yaitu 1 Rumah sakit Umum, 1 puskesmas dan 2 klinik.

Tabel 5

Distribusi prasarana pendidikan

No Prasarana pendidikan Jumlah

1 2

SD TK

2 1

JUMLAH 3

Sumber : Data Desa Saribu Asih

Data yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa prasarana untuk SD ada 2 sekolah. Sedangkan sisanya 1 adalah TK. Prasarana pendidikan di Desa Saribu


(12)

64

Asih masih tergolong jauh dari lingkungan sekolah tingkat SMP maupun tingkat SMA.

4.2. Kondisi Sosial Ekonomi

Pada umumnya, pendidikan desa Saribu Asih masih banyak yang tidak sekolah. Sebagian hanya sampai SD sampai SMP saja dan untuk tamatan SMA masih susah untuk ditemui apalagi untuk yang tamatan sampai perguruan tinggi. Meskipun untuk sekarang untuk generasi anak muda sudah mengalami peningkatan. Dimana orang tua sudah berlomba untuk menyekolahkan anak mereka sampai ke perguruan tinggi.

Mayoritas penduduk Desa Saribu Asih memiliki memiliki mata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan buruh. Sedangkan sebagian lainnya adalah PNS dan bahkan ada yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan tetap.

4.3. Kondisi Sosial Budaya

Mayoritas penduduk desa Saribu Asih adalah suku Batak dan sedangkan untuk suku jawa yang hanya sedikit saja ditemukan di sana. Mayoritas masyarakat di sana memiliki agama Kristen protestan dan Kristen katolik sedangkan untuk agama muslim hanya kaum kecil. Masyarakat desa Saribu Asih masih masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan sopan santun. Hal ini terlihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat yang saling tegur sapa jika bertemu di jalan, berkumpul dirumah ibadah maupun warung kopi dan sangat sopana terhadap pendatang.


(13)

65

Masyarakat desa Saribu Asih masih terlihat aktif dalam adat istiadat yaitu dengan ikutnya berbagai perkumpulan adat atau perkumpulan marga.

4.4. Struktur Pemerintahan

Bagan Struktur Organisasi Desa Saribu Asih

Kepada Desa

Sekretaris

Kepala Seksi Umum Kepala Seksi

Keuangan Kepala Seksi

Ekbang Kepala Seksi


(14)

66

BAGAN STRUKTUR TP PKK NAGORI SARIBU ASIH

KETUA NY RIBUR ABNER

SIALLAGAN

PENASEHAT LAMBOK SIDABUTAR DEWAN PENYANTUN

ABNER SIALLAGAN

SEKRETARIS NY ROSANA K TP

BOLON SEKRETARIS

NY EVI SAHAT SINAGA

POKJA IV NY. PARIDA SIMANUNGKALIT POKJA III

NY. HOTNAULI MANURUNG POKJA II

NY. HOTNIDA SIMANJUNTAK POKJA I

NY. NURHELENA PASARIBU


(15)

67 BAB V

ANALISA DATA

5.1. Pengantar

Pada bab ini akan disajikan data yang telah didapat melalui penelitian yang telah dilakukan. Data-data yang telah disajikan pada bab ini merupakan hasil olahan angket yang diisi oleh responden.

Penulis mencoba menganalisa data-data yang telah diperoleh di lapangan dengan tetap berpedoman pada tujuan penelitian. Pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan Penulis dengan membagi ke dalam dua sub bab agar penelitian ini tersusun secara sistematis, yaitu :

1. Pendidikan, Sosial dan Ekonomi (Variabel Bebas) 2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Variabel Terikat)

5.2. Karakteristik Umum Responden

Seperti telah dikemukakan, adapun karakteristik umum responden terdiri dari jenis kelamin, usia dan agama.

Distibusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun responden dalam penelitian ini adalah suami atau Ayah dalam rumah tangga yang berperan sebagai kepala rumah tangga juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, serta penyeimbang hubungan anak dengan orang tua.


(16)

68 Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 5

30 – 37 38 – 45 46 – 53 54 – 61 62 – 69

11 30 19 6 1 16,41 44,79 28,35 8,95 1,50

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 6 dapat diketahui bahwa 30 orang atau 44,79% berusia 38 – 45 tahun. Responden sebanyak 19 orang atau 28,35% berusia 46 – 53 tahun. Kemudian 11 orang atau 16,41% berusia 30 – 37 tahun. Selanjutnya 6 orang atau 8,95% berusia 54 – 61 tahun, sedangkan 1 orang atau 1,50% berusia sekitar 62 – 69 tahun.

Tabel 7

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 Kristen Protestan Katolik Islam 44 18 5 65,68 26,86 7,46


(17)

69

Data yang disajikan pada tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat dengan memeluk agama Kristen protestan, yaitu berjumlah 44 orang atau 65,68 %. Selanjutnya responden yang memeluk agama katolik berjumlah 18 orang atau 26,86 %. 5 orang atau 7,46 % dari responden yang memeluk agama islam

5.3. Pendidikan dan Sosial Ekonomi (Variabel Bebas)

Pada bab ini akan dikemukakan data tentang variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas (X) adalah pendidikan, sosial dan ekonomi, indikatornya adalah :

1. Pendidikan Formal 2. Tingkat SD/Sederajat 3. Tingkat SMP/Sederajat

4. Tingkat SMA/SMK/MA/Sederajat 5. Perguruan Tinggi

6. Pekerjaan

7. Perkumpulan Adat

8. Organisasi Masyarakat (Serikat) 9. Kepemilikan Tanah

10. Kedudukan di Masyarakat 11. Pendapatan/Gaji


(18)

70 5.3.1 Pendidikan

Tabel 8

Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir

No Pendidikan Formal Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 5

DI, II, III, IV/Sederajat SLTA/Sederajat

SLTP/Sederajat SD/Sederajat Tidak Sekolah

5 14 12 20 16

7,47 20,89 17,91 29,85 23,88

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 8 menunjukkan 20 orang atau 29,85% adalah lulusan SD/Sederajat, sedangkan sebanyak 16 orang atau 23,88% tidak sekolah. Selanjutnya sebanyak 14 orang atau 20,89% lulusan SLTA/Sederajat, kemudian sebanyak 12 orang atau 17,91% adalah lulusan SLTP/Sederajat. Responden dengan lulusan DI, II, III, IV/Sederajat masih tergolong rendah hanya 5 orang atau 7,47%.

Rendahnya partisipasi masyarakat tentu mempengaruhi wawasan mereka. Oleh karena itu fenomena kekerasan dalam rumah tangga tentu berpeluang terjadi.


(19)

71 Tabel 9

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Sekolah Dasar (SD)

No Pendidikan SD Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

SD Negeri SD Swasta

Madrasah Ibtidaiyah

42 6 3

82,35 11,76 5,89

Jumlah 51 100

Data yang disajikan pada tabel 9 memberikan informasi kepada kita bahwa sebanyak 42 orang atau 82,35% bersekolah di SD Negeri, sedangkan 6 orang atau 11,76% bersekolah di SD Swasta. Sisanya 3 orang atau 5,89% bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah.

Kita ketahui bahwa bersekolah di negeri (milik pemerintah) lebih murah dan paling banyak disukai masyarakat dibanding dengan sekolah swasta.


(20)

72 Tabel 10

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat Sekolah SD

No Alasan memilih tempat SD Frekuensi Persentase (%) 1

2

4

Dekat dengan rumah

Banyak teman yang sekolah di tempat tersebut

Anjuran orang tua

43 6

2

84,31 11,77

3,92

Jumlah 51 100

Berdasarkan data yang diuji pada tabel 10 dapat diketahui bahwa 43 orang atau 84,31%, responden memilih sekolah dekat dengan rumah. Sedangkan 6 orang atau 11,77% karena alasan banyak yang sekolah di tempat tersebut. Selanjutnya, 2 orang atau 3,92% karena anjuran orang tua.

Berdasarkan cerita responden saat sekolah dulu, lokasi sekolah dengan rumah sangatlah jauh apalagi bila ditempuh dengan berjalan kaki karena kita tahu bahwa jaman dulu transportasi masih sulit didapatkan. Responden mengatakan memilih sekolah dekat dengan rumah supaya tidak terlambat datang ke sekolah dan bisa kapan saja pulang ke rumah.


(21)

73

Tabel 11

Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi di Tingkat SD/Sederajat

No Prestasi Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Juara I Juara II Juara III

1 2 2

20 40 40

Jumlah 5 100

Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel 11 dapat diketahui bahwa kelima responden adalah tergolong berprestasi yang baik. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tingkat intelektual responden tidak tergolong baik atau tinggi.

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat SMP/Sederajat

No Pendidikan SMP Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

SMP Negeri SMP Swasta

SMP Madrasah Tsanawiyah

9 19 3

29,03 61,29 9,68

Jumlah 31 100

Berdasarkan data yang diuji pada tabel 12 dapat diketahui bahwa 19 orang atau 61,26% bersekolah di SMP Swasta. Sedangkan 9 orang atau 29,03% bersekolah


(22)

74

di SMP Negeri. sisanya 3 orang atau 9,68% bersekolah di SMP Madrasah Tsanawiyah.

Tabel 13

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat Sekolah SMP

No Alasan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

Dekat dengan rumah

Banyak teman yang sekolah di tempat tersebut Anjuran orang tua

Tidak punya pilihan lain

4 18 7 2

12,90 58,06 22,59 6,45

Jumlah 31 100

Data yang disajikan pada tabel 13 menunjukkan 18 orang atau 58,06% bersekolah di SMP tersebut karena mengikuti teman. Sedangkan sebanyak 7 orang atau 22,59% menuruti anjuran orang tua. Selanjutnya 4 orang atau 12,90% memilih sekolah dekat dengan rumah. Sisanya 2 orang atau 6,45% mengatakan tidak punya pilihan lain memilih SMP tersebut.

Responden mengaku dulu memilih tempat sekolah dimana teman-temannya bersekolah dengan alasan bisa pulang-pergi bersama dengan teman-teman serta dapat mengerjakan tugas sekolah bersama.


(23)

75

Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi di Tingkat SMP/Sederajat

Berdasarkan data yang telah diuji dapat diketahui bahwa ketiga responden adalah berprestasi yang baik. Data tersebut sekaligus juga menunjukan bahwa tingkat intelektual responden tidak tergolong baik atau tinggi.

Para responden (suami) ini mengaku saat masa sekolah dulu sangat malas belajar dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dengan teman-teman. Bahkan sering mendapat teguran dari guru. Sehingga penyesalan itu muncul karena tidak rajin belajar dan berpengaruh terhadap latar belakang pendidikan yang rendah.

Pendidikan dulu dikenal sangat baik dan cara mendidik siswanya begitu disiplin dengan memberikan sanksi bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah. Tidak heran pendidikan dulu jauh lebih baik daripada pendidikan saat ini yang kita ketahui sangat “lembek” dan banyak siswa yang tidak bisa memperoleh prestasi di sekolah meskipun sudah dibekali dengan kecanggihan teknologi.

Sistem pendidikan yang selalu berubah menuntut siswa agar dapat mengikuti proses pembelajaran dan mampu bersaing dengan siswa lain. Minimnya prestasi yang diperoleh oleh responden diakibatkan oleh dirinya sendiri, contohnya malas belajar dan lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermain atau membantu orang tua.


(24)

76 Tabel 14

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat SMA/Sederajat

No Pendidikan SMA Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 SMA Negeri SMA Swasta

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) SMA Madrasah Aliyah

2 10 4 3 10,52 52,63 21,05 15,78

Jumlah 19 100

Data yang disajikan pada tabel 14 memberikan informasi kepada kita bahwa 10 orang atau 52,63% bersekolahdi SMA swasta. Sedangkan 4 orang atau 21,05% bersekolah di SMK. Selanjutnya 3 orang atau 15,78% bersekolah di SMA Madrasah Aliyah. Sisanya 2 orang atau 10,52% bersekolah di SMA Negeri.

Tabel 15

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat Sekolah SMA

No Alasan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

Dekat dengan rumah

Banyak teman yang sekolah di tempat tersebut Anjuran orang tua

Tidak punya pilihan

1 4 11 3 5,27 21,05 57,89 15,79


(25)

77

Data yang disajikan pada tabel 15 menunjukkan bahwa 11 orang atau 57,89% memilih alasan karena anjuran orang tua. Sedangkan 4 orang atau 21,05% masing-masing memilih alasan karena mengikuti teman. Selanjutnya 3 orang atau 15,79% karena tidak punya pilihan lain. Sisanya 1 orang atau 5,26% memilih alasan karena dekat dengan rumah.

Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi di Tingkat SMA/Sederajat

Berdasarkan data yang telah diuji dapat diketahui bahwa ketiga responden adalah berprestasi yang baik. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tingkat intelektual responden tidak tergolong baik atau tinggi.

Tabel 16

Distribusi Responden Berdasarkan Perguruan Tinggi

No Perguruan tinggi Frekuensi Persentase (%)

1 2

Perguruan Tinggi Negeri Perguruan Tinggi Swasta

2 3

40 60

Jumlah 5 100

Berdasarkan data yang diuji pada tabel 16 dapat diketahui bahwa 3 orang atau 60% memilih kuliah di Perguruan Tinggi Swasta. Sedangkan 2 orang atau 40% memilih kuliah di Perguruan Tinggi Negeri.


(26)

78

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Perguruan Tinggi Negeri

Berdasarkan data yang disajikan dapat diketahui bahwa 2 orang responden yang kuliah di perguruan tinggi negeri adalah alasan lainnya, yaitu karena biaya untuk kuliah diperguruan tinggi negeri jauh lebih murah dibandingkan di pweguruan tinggi swasta.

Menurut responden, masyarakat yang kuliah di perguruan tinggi negeri sangat disanjung dan dihargai karena bagi mereka masuk ke perguruan tinggi negeri adalah hal mustahil dan memiliki banyak saingan dari semua pelosok daerah di tanah air. Untuk itu, masyarakat pada jaman dulu yang bisa melanjut ke perguruan tinggi negeri dipandang tinggi oleh masyarakat di tempat tinggalnya.

Tabel 17

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Perguruan Tinggi Swasta

No Alasan memilih perguruan tinggi swasta Frekuensi Persentase (%) 1

2

Kalah ujian tes masuk perguruan tinggi negeri Dorongan orang tua

2 1

66,67 33,33

Jumlah 3 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 17 dapat diketahui bahwa 2 orang atau 66,67% kalah ujian tes di perguruan tinggi. Sedangkan 1 orang atau 33,33% karena dorongan orang tua


(27)

79

Tabel 18

Distribusi Responden Berdasarkan Rata-Rata IPK

No Rata-rata IPK Frekuensi Persentase (%)

1 2

3,01 – 3,50 2,50 – 3,00

2 3

40 60

Jumlah 5 100

Data yang disajikan pada tabel 18 menunjukkan bahwa 3 orang atau 60% memiliki rata-rata ipk 2,50-3,00. Sedangkan 2 orang atau 40% memiliki rata-rata ipk 3,01-3,50.

Tabel 19

Distribusi Responden Berdasarkan Beasiswa yang Diperoleh Saat Kuliah

No Beasiswa yang diperoleh Frekuensi Persentase (%) 1

2

Pernah Tidak pernah

1 4

20 80

Jumlah 5 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 19 dapat diketahui bahwa 1 orang atau 20% saat kuliah pernah mendapatkan beasiswa. Sedangkan 4 orang atau 80% responden saat kulaih tidak pernah mendapatkan beasiswa.


(28)

80 5.3.2. Sosial ekonomi

Tabel 20

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 5

PNS Petani Pedagang Bengkel Serabutan

2 35 17 4 9

2,98 52,24 25,38 5,97 13,43

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel 20 dapat kita ketahui bahwa 35 orang atau 52,24% adalah seorang petani. Sedangkan 17 orang atau 25,37% adalah seorang pedagang. Selanjutnya 9 orang atau 13,43% memiliki pekerjaan serabutan. Dan 4 orang atau 5,97% memiliki pekerjaan seorang bengkel. Sisa 2 orang atau 2,98% adalah seorang PNS.

Kita dapat melihat dari pendidikan responden yang sebagian besar rendah akan mempengaruhi pekerjaan responden, dan hal tersebut telah dibuktikan pada tabel 20 diatas. Mayoritas pekerjaan responden sebagai petani. Tidak heran bila ekonomi yang rendah akan menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga.


(29)

81 Tabel 21

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Tanaman yang Dikerjakan

No Jenis tanaman Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 Sawit Padi Jagung 13 11 12 37,14 31,42 34,28

Jumlah 35 100

Data yang disajikan pada tabel 21 menunjukkan bahwa 13 orang atau 37,14% jenis tanaman yang dikerjakan oleh petani adalah sawit. Sedangkan 12 orang atau 34.28% jenis tanaman yang dikerjakan adalah jagung. Selanjutnya 11 orang atau 31,42 jenis tanaman yang dikerjakan adalah padi..

Data tersebut juga menyimpulkan aktivitas pertanian di Desa Saribu Asih terdiri dari tanaman sawit, jagung dan padi.

Tabel 22

Distribusi Responden Berdasarkan Luas Tanah yang Digarap

No Luas Tanah (Rante) Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

21 – 25 16 – 20 11 – 15 6 – 10

1 14 11 9 1,50 20,89 16,42 14,92


(30)

82

Data yang disajikan pada tabel 22 menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang atau 46,27% tidak memiliki luas tanah untuk digarap atau pekerjaannya bukan sebagai petani, sebanyak 14 orang atau 20,89% menggarap sekitar 16 – 20 rante tanah, sebanyak 11 orang atau 16,42% menggarap sekitar 11 – 15 rante tanah, sebanyak 10 orang atau 14,92% menggarap sekitar 6 – 10 rante tanah dan hanya 1 orang atau 1,50% yang menggarap sekitar 21 – 25 rante tanah.

Tabel 23

Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Sebagai PNS

No Golongan Frekuensi Persentase (%)

1 2

Golongan II Golongan I

1 1

1,50 1,50

Jumlah 2 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 23 menunjukkan bahwa sebanyak 65 orang atau 97,00% tidak memiliki golongan karena tidak berprofesi sebagai PNS, sedangkan 1 orang atau 1,50% masing-masing memiliki golongan II dan I.

Responden dalam penelitian ini hanya 5 orang saja yang mengecap pendidikan hingga ke perguruan tinggi, namun hanya 2 responden saja yang berprofesi sebagai PNS, meskipun golongan masih rendah. Menurut responden sangat sulit untuk menaikkan golongan karena harus menempuh pendidikan lagi, sedangkan disisi lain responden mengatakan gaji sebagai PNS saja masih kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga setiap harinya. Tidak heran bila tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi seseorang. Dan usia responden


(31)

83

untuk naik golongan pun tidak memungkinkan lagi karena usia responden sudah mulai memasuki masa pensiun.

Tabel 24

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dagangan

No Jenis Dagangan Frekuensi Persentase (%)

1 2

Grosir Eceran

4 13

23,52 76,48

Jumlah 17 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 24 dapat diketahui bahwa 13 orang atau 76,48% memiliki jenis dagangan eceran. Sedangkan 4 orang atau 523,52% memiliki jenis dagangan grosir.

Untuk memiliki dagangan grosir harus memiliki modal yang besar karena jenis yang dijual berjumlah besar, berbeda dengan jenis dagangan eceran yang bisa dijual dalam jumlah berskala besar atau pun kecil.

Menurut responden, untuk memilih barang yang akan dijual pun sangat sulit karena keadaan jalan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun sangat baik sehingga akses untuk keluar-masuk tidaklah sulit, jadi masyarakat bisa keluar ke daerah lain untuk membeli barang yang diperlukan. Jenis grosiran yang dijual yaitu sembako, sedangkan jenis ecerannya berbagai macam seperti sembako atau disebut biasanya kedai sampah, yang menjual banyak jenis dagangan.


(32)

84

Tabel 25

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Pekerjaan Serabutan

No Alasan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Tidak punya pekerjaan tetap Tidak ada keahlian untuk bekerja

Tidak sanggup untuk mengerjakan pekerjaan berat

2 2 5

22,22 22,22 55,56

Jumlah 9 100

Data yang disajikan pada tabel 25 menunjukkan bahwa 5 orang atau 55,56% memilih alasan karena tidak sanggup mengerjakan pekerjaan berat. Sedangkan 2 orang atau 22,22% memilih alasan tidak punya pekerjaan tetap dan tidak ada keahlian untuk bekerja.

Untuk menemukan keahlian (skill) dalam diri diakui responden sangat sulit. Meskipun sudah mencoba banyak pekerjaan lain, namun responden mengaku tidak dapat bertahan lama dengan pekerjaan tersebut. Responden mengatakan pengaruh pendidikan terhadap skill yang dimiliki sangat berkaitan. Sangat disayangkan saat masa mudanya responden lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain daripada mencari skill dalam dirinya. Hal ini pun diakui oleh responden alasan penyebab susahnya mencari uang.


(33)

85

Tabel 26

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan/Bulan

No Gaji/Bulan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 5

Rp. 4.500.000,- – Rp. 5.400.000,- Rp. 3.500.000,- – Rp. 4.400.000,- Rp. 2.500.000,- – Rp. 3.400.000,- Rp. 1.500.000,- – Rp. 2.400.000,- Rp. 500.000,- – Rp. 1.400.000,-

1 1 4 17 44

1,50 1,50 5,97 25,38 65,67

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 26 menunjukkan bahwa 44 orang atau 65,67% memiliki gaji Rp. 500.000,- – Rp. 1.400.000,-/bulan. Sedangkan 17 orang atau 25,38% memiliki gaji Rp. 1.500.000,- – Rp. 2.400.000,-/bulan. Selanjutnya 4 orang atau 5,97% memiliki gaji Rp. 2.500.000,- – Rp. 3.400.000,-/bulan dan masing-masing 1 orang atau 1,50% memiliki gaji sebesar Rp. 4.500.000,- – Rp. 5.400.000,- /bulan dan Rp. 3.500.000,- – Rp.4.400.000,-/bulan.

Hampir setengah keseluruhan jumlah responden memiliki gaji yang tergolong masih rendah bahkan tidak bisa mencukupi kehidupan keluarga setiap bulannya, disisi lain istri responden pun tidak semuanya memiliki pekerjaan tetap. Menurut responden untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak/orang saja gajinya masih kurang, apalagi untuk kebutuhan lainnya. Jaman yang semakin canggih memaksa masyarakat untuk semakin giat mencari uang dengan pendidikan rendah dan tidak memiliki skill. Hal inilah yang diakui responden menjadi penyebab terjadinya KDRT.


(34)

86

Tabel 27

Distribusi Responden Berdasarkan Perkumpulan Adat (Punguan Marga)

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

55 12

82,09 17,91

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 27 dapat diketahui bahwa 55 orang atau 82,09% menjawab bahwa responden sudah terdaftar atau aktif sebagai salah satu anggota punguan marga di desanya. Sedangkan sebanyak 17% lebih memilih tidak terdaftar ke dalam punguan marga dengan alasan tidak mengerti adat dan malas mengikuti acara-acara adat.

Responden yang kebanyakan suku batak toba ini menyatakan bahwa dirinya sudah terdaftar ke dalam Perkumpulan Adat (Punguan Marga). Sudah menjadi kewajiban bagi orang suku batak toba masuk ke dalam perkumpulan marganya karena bila tidak terdaftar maka masyarakat (khususnya di lingkungan batak) akan menilai negatif terhadap orang tersebut.


(35)

87 Tabel 28

Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan di Organisasi Masyarakat

No Keaktifan di organisasi masyarakat

Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

54 13

80,59 19,41

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 28 menunjukkan bahwa 54 orang atau 80,59% jawaban responden mengatakan aktif dalam organisasi masyarakat karena menurut responden sebagian besar warga di lingkungan tempat tinggalnya merupakan orang pribumi (penduduk asli) yang sudah dikenal dari kecil. Sedangkan 13 orang atau 19,41% memilih tidak ingin aktif ke dalam organisasi masyarakat dengan alasan tidak punya waktu bergaul dengan warga lainnya, baru pindah ke lingkungan tersebut dan sebagainya.

Sifat gotong royong atau saling membantu sesama yang sudah mulai pudar seiring dengan berkembangnya jaman dimana sifat egois dan acuh tak acuh masyarakat pada masyarakat lainnya semakin jelas terasa. Namun, di pedesaan atau pelosok sifat gotong royong atau saling membantu masih terjalin meskipun sedikit mulai berkurang dibanding dengan jaman nenek moyang dulu. Sifat inilah yang menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara warga di tempat tinggal sehingga jarang kita temukan ada perkelahian atau tindak criminal yang terjadi diantara warga. Hal tersebut dapat kita lihat dimana saat ada warga mengalami kemalangan, maka warga lain datang membantu memberikan dukungan moril dan lainnya.


(36)

88

Tabel 29

Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Tanah/Lahan

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1 2

Milik sendiri Sewa

19 16

54,29 45,71

Jumlah 35 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 29 dapat diketahui bahwa bahwa 19 responden atau 54,29% memiliki tanah sendiri untuk dikerjakan/digarap sebagai sumber mata pencaharian.sedangkan 16 orang atau 45,71% adalah sewa.

Meskipun memiliki tanah sendiri, namun hasil yang diperoleh tidak banyak karena menurut responden biaya untuk lahan ini besar. Menyewa tanah menurut responden menjadi pilihan baik karena tidak mampu membeli tanah sendiri, dan harus mau berbagi hasil dengan di pemilik lahan.

Tabel 30

Distribusi Responden Berdasarkan Kedudukan di Masyarakat

No Kedudukan di Masyarakat Frekuensi Persentase (%) 1

2 3

Pemuka Desa Perangkat Desa Anggota Biasa

4 5 58

5,98 7,46 86,56


(37)

89

Data yang disajikan pada tabel 30 menunjukkan bahwa 86,56% atau 58 berstatus sebagai anggota biasa. Sedangkan 5 orang atau 7,46% adalah sebagai perangkat desa. Selanjutnya 4 orang atau 5,98% memiliki kedudukan sebagai pemuka desa.

Menurut responden, warga yang memiliki intelektual tinggi dan kecakapan tertentu yang mampu menduduki posisi di masyarakat. Mereka dianggap cerdas serta bijaksana serta keluarganya sangat dihormati. Biasanya orang tua (lanjut usia) yang berpengalaman ditunjuk warga mampu mempimpin mereka.

5.4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Variabel Terikat)

Tabel 31

Distribusi Responden Berdasarkan yang Digunakan Saat Mengalami Kekerasan

No Yang Digunakan Saat

Mengalami Kekerasan

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

Tali pinggang Kaki

Tangan Lainnya

2 14 45 6

2,98 20,89 67,17 8,96

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 31 dapat diketahui bahwa 45 orang atau 67,17% menjawab tangan sebagai benda yang biasa mereka rasakan saat


(38)

90

suami melakukan kekerasan. Sedangkan 14 orang atau 20,89% menjawab yang digunakan adalah kaki. Selanjutnya 6 orang atau 8,79% menjawab lainnya seperti menggunakan kayu. Sisanya 2 orang atau 2,98% menjawab yang digunakan adalah tali pinggang.

Tangan merupakan alat yang dianggap paling sering digunakan suami untuk menyakiti istri karena saat melakukan kekerasan suami tidak merencanakannya sehingga secara spontan tangan “melayang” bebas. Begitu juga dengan kaki, dimana jawaban responden memilih kaki sebagai opsi kedua saat suami melakukan KDRT.

Tabel 32

Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Berobat

No Tempat Berobat Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

Rumah sakit Puskesmas Tukang kusuk Tidak ada

2 4 16 45

2,98 5,97 23,88 67,17

Jumlah 67 100

Data yang disajikanpada tabel 32 menunjukkan bahwa 45 orang atau 67,17% memilih tidak pergi kemana pun saat mengalami KDRT atau mengobati sendiri sakitnya. Sedangkan 16 orang atau 23,88% memilih berobat ke tukang kusuk. Selanjutnya 4 orang atau 5,97% memilih berobat ke puskesmas dan sebanyak 2 orang atau 2,98% memilih berobat ke rumah sakit.


(39)

91

Dari hasil analisis Penulis melihat bahwa hasil jawaban kuesioner responden yang memilih tidak pergi berobat kemana pun karena bagi mereka saat orang lain tahu penyebab sakit mereka akibat KDRT akan menimbulkan stigma negatif terhadap keluarganya. Dan sakit yang responden alami masih bisa dikatakan tergolong sakit ringan karena waktu penyembuhannya tidak memakan banyak waktu. Namun meskipun demikian, beberapa responden memilih pergi berobat ke rumah sakit, puskesmas atau tukang kusuk untuk mencegah sakitnya bertambah parah.

Tabel 33

Distribusi Responden Berdasarkan Melaporkan Tindakan Kekerasan yang Dialami

No Melaporkan Tindakan Kekerasan Frekuensi Persentase (%) 1

2

Pernah Tidak pernah

6 61

8,96 91,04

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 33 menunjukkan bahwa 61 orang atau 91,04% memilih tidak akan pernah melaporkan. Sedangkan 6 orang atau 8,96% memilih melaporkan kekerasan KDRT pada pihak berwajib atau keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mereka lebih memilih tidak melaporkan kekerasan KDRT yang dialami dengan alasan bahwa itu sama seperti membeberkan aib keluarganya, memikirkan anak-anak, dan merasa masih sanggup menahan rasa sakit serta masih sayang pada suami. Dan alasan responden memilih melaporkan kekerasan KDRT karena tidak tahan dengan kekerasan yang dilakukan oleh sang suami dan kekerasan yang dialami sudah melampaui batas.


(40)

92

Tabel 34

Distribusi Responden Berdasarkan Suami Pernah Meninggalkan Keluarga

No Suami Pernah Meninggalkan Keluarga

F

rekuensi

Persentase (%)

1 2

Pernah Tidak pernah

20 47

29,85 70,15

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 34 menunjukkan 47 orang atau 70,15% memilih tidak meninggalkan keluarga dan sebanyak 20 orang atau 29,85% memilih meninggalkan keluarga.

Suami memilih meninggalkan keluarga agar dapat menenangkan diri dan berhenti melakukan kekerasan pada istri ataupun anak. Dengan begitu sang suami sementara waktu berhenti menafkahi keluarganya. Disisi lain, alasan suami tidak meninggalkan keluarga karena merasa masih memiliki tanggung jawab pada keluarga dan menjaga nama baik keluarga serta menghindari stigma negatif dari masyarakat. Meskipun tidak meninggalkan keluarga, namun KDRT masih tetap dilakukan sang suami.


(41)

93 Tabel 35

Distribusi Responden Berdasarkan Penyebab Kekerasan yang Dialami Keluarga

No Penyebab Kekerasan Frekuensi Persentase (%) 1

2 3 4

Faktor Ekonomi Faktor Pendidikan Faktor Keluarga Lainnya

43 2 5 17

64,18 2,98 7,46 25,38

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 35 menunjukkan bahwa 43 orang atau 64,18% mengatakan penyebab kekerasan akibat faktor ekonomi. Sedangkan 17 orang atau 25,38% mengatakan penyebab kekerasan akibat faktor lainnya. Selanjutnya 5 orang atau 7,46% mengatakan penyebab kekerasan akibat faktor keluarga dan sekitar 2 orang atau 2,98% mengatakan penyebab kekerasan akibat faktor pendidikan.

Faktor lain yang dimaksud ialah faktor lingkungan, hubungan seksual (kurang puas), selingkuh, dan cemburu. Namun pada tabel ini sudah jelas dikatakan bahwa penyebab utama kekerasan terjadi akibat faktor ekonomi.


(42)

94 Tabel 36

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Menampar

No Frekuensi Suami

Menampar

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 Sering Jarang Tidak pernah 31 9 27 46,27 13,43 40,30

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 36 menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang atau 46,27% mengaku sering ditampar oleh suami. sedangkan 27 orang atau 40,30% menyatakan tidak pernah ditampar oleh suami. Dan 9 orang atau 13,43% mengatakan jarang ditampar oleh suami.

Kekerasan yang paling sering biasanya dilakukan oleh suami adalah menampar istri. Hal tersebut sangat sering dilakukan suami karena secara refleks tangan bergerak menampar istri saat keadaan emosi suami mulai naik.

Tabel 37

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Menendang

No Frekuensi Suami

Menendang

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 Sering Jarang Tidak pernah 30 10 27 44,78 14,92 40,30


(43)

95

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 37 menunjukkan bahwa sebanyak 30 orang atau 44,78% mengaku sering ditendang suami. Sedangkan 27 orang atau 40,30% mengaku tidak pernah ditendang suami dan 10 orang atau 14,92% mengaku jarang mendapat perlakuan kasar seperti ditendang oleh suami.

Selain menampar, perlakuan kasar seperti ditendang merupakan kekerasan yang sangat mudah terjadi apalagi saat keadaan sedang emosi. Kekerasan ditendang ini pun terjadi dengan refleks dan biasanya menendang apa saja yang ada didepannya sebagai bentuk emosinya.

Tabel 38

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Memukul Menggunakan Benda Keras

No Frekuensi Suami Memukul Menggunakan Benda Keras

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak pernah

6 8 53

8,96 11,94 79,10

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 38 menunjukkan bahwa 8 orang atau 11,94% mengaku jarang dipukul dengan benda keras dan 6 orang atau 8,96% mengaku sering dipukul dengan benda keras oleh suami. Sedangkan 53 orang atau 79,10% mengaku tidak pernah dipukul dengan benda keras.


(44)

96

Kekerasan dengan menggunakan benda keras sangat sering terjadi, biasanya menggunakan kayu, pisau, tali pinggang, batu, besi, dan lain-lain. Benda keras digunakan apabila bila bagian tubuh (tangan dan kaki) yang sering digunakan untuk menyakiti tidak sanggup melakukan kekerasan akibat kesakitan, maka benda keras menjadi opsi selanjutnya untuk menyakiti korbannya. Biasanya pelaku KDRT menggunakan benda keras apa saja yang ada di sekitarnya saat melakukan kekerasan pada istrinya.

Tabel 39

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Menerima Penghinaan Dari Suami

No Frekuensi Menerima

Penghinaan Dari Suami

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

62 1 4

92,53 1,50 5,97

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 39 menunjukkan bahwa 62 orang atau 92,53% mengaku sering menerima penghinaan dari suami. Sedangkan 1 orang atau 1,50% mengaku jarang menerima penghinaan dari suami. Namun sebanyak 4 orang atau 5,97% mengaku tidak pernah mendapatkan penghinaan dari suami.

Penghinaan merupakan kekerasan bathin dan tidak melukai tubuh secara fisik. Penghinaan itu bentuk kekerasan melalui kata-kata kasar dan tidak manusiawi


(45)

97

yang bisa dirasakan lebih sakit daripada kekerasan fisik seperi ditampar atau ditendang.

Penghinaan sangat mudah dilakukan. Seseorang yang emosi dengan mudah akan mengeluarkan hinaan kata-katanya tanpa berpikir panjang. Kata-kata penghinaan itu biasanya tidak murni terucap dari hati karena dikatakan saat keadaan marah/emosi. Namun saat emosi, seseorang biasanya mengeluarkan uneg-uneg yang disimpannya selama ini.

Tabel 40

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Mengancam Mengembalikan Istri ke Orang Tua

No Frekuensi Suami Mengancam Mengembalikan Istri ke Orang Tua

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

47 7 13

70,15 10,45 19,40

Jumlah 67 100

Data yang disajikan Pada tabel 40 menunjukkan bahwa 47 orang atau 70,15% mengaku sering diancam dipulangkan ke orang. Sedangkan 7 orang atau 10,45% mengaku jarang diancam suami dipulangkan ke orang tua. Namun sebanyak


(46)

98

13 orang atau 19,40% mengaku tidak pernah diancam suami dikembalikan ke orang tua.

Setelah melakukan kekerasan pada istri, suami biasanya mengakhiri kekerasan dengan mengancam istri mengembalikan ke orang tua. Responden yang mayoritas bersuku batak toba mengatakan bahwa ancaman dikembalikan ke orang tua merupakan ancaman yang sangat ditakutkan karena bagi budaya batak toba saat anak perempuan dibeli (sinamot) maka istri sepenuhnya menjadi milik suami dan keluarganya. Apabila istri dikembalikan ke orang tua akan merusak nama baik keluarga istri karena akan dinilai bahwa istri tidak beres membina keluarga, untuk itu ancaman ini harus dihindari karena akan mempermalukan keluarga.

Tabel 41

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diancam Diceraikan

No Frekuensi Diancam

Diceraikan

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

51 6 10

76,11 8,96 14,93

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel 41 menunjukkan bahwa 51 orang atau 76,11% mengaku sering diancam suami akan diceraikan. Sedangkan 6 orang atau 8,96% mengaku jarang diancam diceraikan oleh suami. Namun sebanyak


(47)

99

10 orang 14,93% menyatakan tidak pernah mendapat ancaman apapun dari suami, salah satunya diancam diceraikan.

Ancaman yang sering disebut suami ialah terancam diceraikan. Menurut ajaran dalam Alkitab, apa yang disatukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh manusia kecuali maut. Bagi suku batak toba, pernikahan sangat sakral dan harus dijaga dengan baik supaya tidak terjadi perceraian. Keluarga yang bercerai dipandang rendah oleh masyarakat, untuk itu istri ataupun suami seharusnya bertanggungjawab menjaga keharmonisan keluarga.

Tabel 42

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diusir dari Rumah dan Anak Tidak Diperbolehkan Ikut

No Frekuensi Diusir dari Rumah

dan Anak Tidak Diperbolehkan Ikut

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

11 4 52

16,41 5,98 77,61

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 42 menunjukkan bahwa 11 orang atau 16,41% mengaku sering diusir dari rumah dan anak tidak diperbolehkan ikut. Sedangkan 4 orang atau 5,98% mengaku jarang diusir dari rumah dan anak tidak diperbolehkan


(48)

100

ikut. Dan 52 orang atau 77,61% mengaku tidak pernah diusir dari rumah dan anak tidak diperbolehkan ikut.

Ancaman yang biasanya dikeluarkan oleh suami adalah diusir dari rumah dan anak tidak diperbolehkan ikut istri. Ancaman tersebut hampir sama dengan ancaman dikembalikan dengan orang tua, bedanya terletak pada bila diusir maka istri pergi kemana saja untuk tinggal tanpa harus diantar suami, sedangkan dipulangkan ke orang tua dimana suami mengantarkan istrinya langsung ke rumah orang tua. Persamaan ancaman tersebut ialah si istri dinilai buruk oleh keluarga dan masyarakatnya. Ancaman diusir sangat jarang terjadi pada keluarga batak pada umumnya, karena suami batak sangat memegang teguh adat istiadatnya.

Tabel 43

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Melakukan Pemaksaan Hubungan Seksual

No Frekuensi Suami

Melakukan Pemaksaan Hubungan Seksual

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

13 13 41

19,40 19,40 61,20

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 43 menunjukkan bahwa 13 orang atau 19,40% masing-masing mengaku sering dan jarang mengalami pemaksaan


(49)

101

dalam hubungan seksual. Sedangkan 41 orang atau 61,20% mengaku tidak pernah mengalami pemaksaan saat melakukan hubungan seksual.

Tabel 44

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemaksaan Hubungan Seksual Menyebabkan Penderitaan Fisik

No Frekuensi Pemaksaan

Hubungan Seksual Menyebabkan

Penderitaan Fisik

Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sering Jarang Tidak Pernah

2 6 59

2,98 8,97 88,05

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 44 menunjukkan bahwa 6 orang atau 8,97% mengaku jarang dipaksa melakukan hubungan seksual yang mengakibatkan penderitaan fisik. Sedangkan 2 orang atau 2,98% mengaku sering dipaksa melakukan hubungan seksual yang mengakibatkan penderitaan fisik. Disamping itu sebanyak 59 orang atau 88,05% mengaku tidak pernah dipaksa suami melakukan hubungan seksual yang mengakibatkan penderitaan fisik.


(50)

102 Tabel 45

Distribusi Responden Berdasarkan Suami Melaksanakan Tugas Sebagai Pencari Nafkah Dalam Keluarga

No Suami Melaksanakan Tugas Sebagai Pencari Nafkah Dalam Keluarga

Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

57 10

85,08 14,92

Jumlah 67 100

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 45 menunjukkan bahwa awaban responden mengenai suami melaksanakan tugas sebagai pencari nafkah dalam keluarga adalah57 orang atau 85,08%. Sedangkan sisanya 10 orang atau 14,92% menjawab tidak.

Meskipun KDRT sering dilakukan oleh suami, namun suami masih tetap melaksanakan tanggungjawab sebagai pencari nafkah keluarga. Dengan pendapatan yang rendah ataupun kurang mencukupi kehidupan keluarga, suami merasa sudah memenuhi kewajibannya. Sedangkan sebanyak 14% lebih suami tidak melaksanakan tugasnya sebagai pencari nafkah dan sering melakukan KDRT. Kekesalan tidak mendapatkan uang (hasil usaha) akan dilampiaskan kepada istri atau anak.


(51)

103 Tabel 46

Distribusi Responden Berdasarkan Suami Membiarkan Istri Bekerja Sendiri

No Suami Membiarkan Istri Bekerja Sendiri

Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

13 54

19,40 80,60

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 46 menunjukkan bahwa 54 orang atau 80,60% mengaku tidak pernah dibiarkan suami bekerja sendiri. Sedangkan 13 orang atau 19,40% mengatakan pernah dibiarkan suami bekerja sendiri.

Memang sudah kewajiban istri membantu suami dalam memenuhi kehidupan keluarga, contohnya dengan bekerja. Namun dengan cara yang tidak baik, suami membiarkan istri bekerja sendiri mencari nafkah sedangkan suami menghabiskan waktunya menonton TV atau tidur di rumah dan bahkan berfoya-foya menghabiskan uang bersenang-senang dengan teman-temannya. Pulang dengan kondisi mabuk biasanya akan menimbulkan KDRT di keluarga dimana suami marah karena tidak memiliki uang dan melampiaskan amarahnya kepada istri atau anak bahkan bisa saja merusak perabotan rumah tangga.


(52)

104 Tabel 47

Distribusi Responden Berdasarkan Suami Pernah Meminta Uang Secara Paksa

No Suami Pernah Meminta Uang Secara Paksa

Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

54 13

80,60 19,40

Jumlah 67 100

Data yang disajikan pada tabel 47 menunjukkan54 orang atau 80,60% menjawab suami pernah meminta uang secara paksa. Sedangkan 13 orang atau 19,40% menjawab suami tidak pernah meminta uang secara paksa.

Biasanya istri memberikan uangnya kepada suami daripada harus menerima kekerasan. Biasanya suami yang meminta uang kepada istri karena si suami tidak memiliki pekerjaan tetap.

5.5. Uji Hipotesis

Untuk menganalisis hubungan antara pendidikan dan sosial ekonomi (X) dengan kekerasan dalam rumah tangga (Y), maka digunakan rumus Korelasi Product Moment, yaitu :

a. Menganalisis Hubungan Pendidikan

��

=

� ∑ �� −

(

∑ �

)(

∑ �

)

[

� ∑ �

2

(

∑ �

)

2

][

���

2

(

��

)

2

]

��= 67(56496)−(1830)(2112)


(53)

105

��

=

3785232

3864960

(357540)(90632)

��

=

79728

180012,6809

��

=

0,44

Setelah dilakukan pengujian pengaruh pendidikan dengan menggunakan rumus Product Moment maka, diperoleh hasil ��� =−0,44, artinya pengujian ini memiliki hubungan negatif yang sedang, karena nilai – 0,44 terletak diantara –0,30 – –0,49.

b. Menganalisis Hubungan Sosial Ekonomi

��

=

� ∑ �� −

(

∑ �

)(

∑ �

)

[

� ∑ �

2

(

∑ �

)

2

][

���

2

(

��

)

2

]

��

=

67(42226)

(1345)(2112)

[67(27587)

(1345)

2

][67(67928)

(2112)

2]

r

xy

=

2829142

2840640

39304.90632

��

=

11498

59684,16983


(54)

106

Setelah dilakukan pengujian pengaruh sosial ekonomi dengan menggunakan rumus Product Moment maka, diperoleh hasil ��� =−0,19, artinya pengujian ini memiliki hubungan negatif yang rendah, karena nilai – 0,19 terletak diantara –0,10 – –0,29.

c. Menganalisis hubungan pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga

Untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga, maka :

��

=

� ∑ �� −

(

∑ �

)(

∑ �

)

[

� ∑ �

2

(

∑ �

)

2

][

���

2

(

��

)

2

]

��

=

67(98722)

(3175)(2112)

[67(157661)

(3175)

2

][67(67928)

(2112)

2]

r

xy

=

6614374

6705600

482662.90632

��

=

91226

209152,1513

��

=

0,43

Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan rumus Product Moment maka, diperoleh hasil ��� =−0,43, artinya pengujian ini memiliki hubungan negatif yang sedang, karena nilai – 0,43 terletak diantara –0,30 – –0,49.


(55)

107

Untuk mengetahui apakah hipotesa diterima atau ditolak, maka hasil ��� hitung harus dibandingkan dengan ��� tabel, dan biasanya menggunakan taraf signifikan 5%. Bila N=67, maka diperoleh ��� tabel adalah 0,244.


(56)

108 BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa data, maka berikut ini kesimpulan yang dapat Penulis berikan, yaitu :

1. Sebagian besar responden lulusan SD, dan tidak pernah mendapatkan beasiswa ataupun memiliki prestasi semasa sekolah. Kebanyakan responden memilih bersekolah di negeri karena biayanya yang terjangkau.

2. Mayoritas pekerjaan responden adalah wiraswasta dengan jenis pekerjaan sebagai pedagang, dan rata-rata pendapatan tiap bulan sebesar Rp.500.000 – Rp. 1.400.000. Hampir seluruh responden aktif di dalam masyarakat, baik itu di organisasi di desa ataupun di perkumpulan adat.

3. Meskipun sering melakukan kekerasan, namun responden enggan untuk meninggalkan keluarganya dan tetap melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pencari nafkah. Kekerasan psikologis menjadi kekerasan tertinggi yang dialami oleh responden, dengan bentuk penghinaan, sedangkan kekerasan fisik kebanyakan dialami berupa ditampar dan ditendang. Suami menggunakan tangan saat melakukan kekerasan. Sebanyak 60% lebih responden menjawab faktor ekonomi menjadi penyebab utama KDRT yang dialami istri.

4. Pengaruh pendidikan memiliki hubungan negatif yang sedang terhadap terjadinya KDRT dengan hasil ���=−0,44, sedangkan pengaruh sosial ekonomi yaitu memiliki hubungan negatif yang rendah dengan hasil ���= – 0,19. Secara keseluruhan, pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap


(57)

109

kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun ialah memiliki hubungan negatif yang sedang dengan hasil ���= – 0,43.

6.2. Saran

1. Adanya program belajar 12 tahun dari pemerintah dapat dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia sehingga tidak ada yang tidak sekolah. Harapannya program tersebut dapat memberikan pembelajaran sikap dan intelektual kepada masyarakat mengenai KDRT. Dan orang tua kita saat ini dapat memanfaatkan program tersebut kepada anak-anaknya sehingga tidak ada alasan tidak sekolah karena tidak punya uang.

2. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih giat lagi mensosialisasikan UU KDRT dan UU Perlindungan Anak dan Perempuan untuk mengurangi angka KDRT terhadap perempuan dan anak.


(58)

24 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan

2.1.1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (pais=anak, gogos=membimbing/menuntun, iek=ilmu) adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi ‘education’ (Yunani, educare) yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

Dalam bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses mendidik atau melakukan suatu kegiatan yang mengandung proses komunikasi pendidikan antara pihak pendidik dan yang dididik. Melalui proses pendidikan, berbagai materi secara sadar dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya sehingga materi tersebut diketahui (kognitif), disadari dan didalami (afektif), serta dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan (psikomotorik).

Tujuan pendidikan adalah menghasilkan seseorang yang memiliki kualitas dan karakter sehingga memiliki wawasan yang luas sehingga dapat mencapai cita-cita serta mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Pendidikan itu sendiri mendorong diri kita sendiri untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Pada dasarnya pengertian pendidikan merujuk Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif


(59)

25

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik

pukul 16:47 wib).

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) mengemukakan pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.


(60)

26

Langeveld adalah seorang ahli pendidikan berbangsa Belanda. Ahli ini merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”. Herbert Spencer, filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M mengatakan bahwa pendidikan ialah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Sedang menurut Rousseau filosof Prancis, 1712-1778 M mengatakan bahwa pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. Dewey filosof Chicago, 1859 M - 1952 M juga mengatakan bahwa pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia.

Sedangkan menurut Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu pemberian


(61)

27

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu :

1. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait sangat dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik. 2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon

pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek

dari pendidika

Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut serta mewariskannya pada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Fuad, 2010: 1).

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk


(62)

28

maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka (Fuad, 2010: 2)

2.1.2. Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi. Meski tidak termasuk dalam jenjang pendidikan, terdapat pula pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan yang diberikan sebelum memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,sampai pendidikan tinggi.

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaran lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program Paket A (setara SD), Paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program


(63)

29

paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Pendidikan non formal mengenai pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari

Community Learning Center (CLC) yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

3. pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai

dengan standar nasional pendidikan (http://.id.m.wikipedia.org/wiki/pendidikan_informal diakses pada tanggal 30

Agustus 2015 pukul 17:36 WIB).

2.1.3. Teori-Teori Pendidikan

Ada beberapa teori-teori pendidikan antara lain : 1. Behaviorisme

Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimana kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada


(64)

30

perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa perilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.

2. Kognitivisme

Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.

3. Konstruktivisme

Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar siswa memperoleh pengetahuan adalah keaktifan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, konsep pembelajaran adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan


(65)

31

proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori ini juga menekankan bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico.

4. Humanistik

Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yang berarti membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi


(66)

32

kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang agar menjadi lebih baik. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya. Definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.


(67)

33 2.1.4. Pendidikan dan Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan dan pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian sebelumnya. Lalu apakah yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?

Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating. Di sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan dari pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.

Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan dan pembelajaran terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan pendidikan atau pembelajaran tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan adalah aspek kognitif dan psikomotor maka disebut pembelajaran, sedangkan bila penekanannya kepada tercapainya tujuan untuk membentuk sikap disebut pendidikan

Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) memberi gambaran tentang perbedaan pembelajaran dan pendidikan seperti pada tabel berikut.

Pendidikan Pembelajaran

1. Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan

nilai-1. Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang


(68)

34 nilai).

2. Memakan waktu yang relatif panjang.

3. Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi.

tertentu.

2. Memakan waktu yang relatif pendek.

3. Metode lebih bersifat rasional, teknis dan praktis.

2.2. Pengertian Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi akan dibahas secara terpisah. Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain di sekitarnya (Salim, 2002:454).

Sedangkan pengertian sosial menurut Departemen Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terkait pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang inividu yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http:www.depsos.go.id).

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat


(69)

35

pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Adam Smith diakui sebagai bapak dari ilmu ekonomi. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος

(oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan,

aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah, segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup sehari-hari (Salim, 2002:379).

Menurut M. Manullang ekonomi merupakan suatu usaha masyarakat untuk mencapai kemakmuran ( kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa) (Simangunsong, 2004: 22).

Pengertian sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya di lingkungannya, sehingga ia dapat menentukan keberadaan dirinya berdasarkan atas apa yang dimilikinya, yaitu mengenai pendapatan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kondisi pangan.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang di atur secara sosial dan merupakan posisi tertentu seseorang dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian


(70)

36

posisi ini disertai dengan pemberian seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Mubyarto, 2000: 32).

Dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan.

2.3. Pengertian Rumah Tangga

Rumah tangga adalah seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah

mampu (Murniati, 2004: 203).

Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat yang paling kecil yang biasa terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Sebuah rumah tangga diharapkan memancarkan kebahagiaan dan kehangatan penuh cinta kasih (Soeroso, 2010: 24).

Agar kehidupan keluarga yang hidup di dalam sebuah rumah tangga berjalan dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan yang disebut manajemen rumah


(1)

8

2.4.2. Peran Keluarga………....27

2.5. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah tangga……….………28

2.5.1. Kekerasan Sebagai Masalah Sosial………30

2.5.2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga……...………….30

2.5.3. Faktor-faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..32

2.6. Pengertian Kemiskinan………..…….34

2.6.1. Ciri-Ciri Kemiskinan………….………...35

2.7. Kerangka Pemikiran………...36

2.8. Defenisi Konsep dan Operasional………..………..38

2.8.1. Defenisi Konsep……….38

2.8.2. Defenisi Operasional………..………39

2.9. Hipotesis ………..……..………...40

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...42

3.2 Lokasi Penelitian ...42

3.3 Populasi dan Sampel ... ..43

3.3.1. populasi……….………..43

3.3.2. sampel………..43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...44

3.5 Teknik Analisis Data ...45

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa………47

4.1.1 kondisi geografis………47

4.1.2 keadaan penduduk……….47

4.1.3 sarana dan prasarana ……….49


(2)

9

4.3 Kondisi Sosial Budaya……….……….51

4.4 Struktur Organisasi ………...………...52

BAB V : ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ………..54

5.2 Karakteristik Responden…….……….54

5.3 Variabel Bebas (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)………..56

5.3.1 pendidikan ………57

5.3.2 sosial ekonomi ………..67

5.4 Variabel Terikat (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)………..76

5.5 Uji Hipotesis ………91

BAB VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………..95

6.2 Saran ………96 DAFTAR PUSTAKA


(3)

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….……..48

Tabel 2 : Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan………....…48

Tabel 3 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Peribadatan………...49

Tabel 4 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Kesehatan……….……..50

Tabel 5 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Pendidikan………...50

Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Usia………...55

Tabel 7 : Distribusi Responden Berdasarkan Agama………..55

Tabel 8 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir…57 Tabel 9 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Sekolah Dasar…..58

Tabel 10 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat SD…59 Tabel 11 : Distribusi Responden berdasarkan Prestasi Di Tingkat SD……….60

Tabel 12 : Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Tingkat SMP……..60

Tabel 13 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih SMP………...61

Tabel 14 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat SMA…….63

Tabel 15 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat SMA.63 Tabel 16 : Distribusi Responden Berdasarkan Perguruan Tinggi………..64

Tabel 17 : Distribusi Responden Berdasarkan alasan memilih perguruan tinggi swasta………..65


(4)

11

Tabel 18 : Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata IPK………66

Tabel 19 : Distribusi Responden Berdasarkan Beasiswa yang Pernah

Diterima….……….66

Tabel 20 : Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan……….67 Tabel 21 : Distribusi Responden Berdasarkan jenis Tanaman yang

Dikerjakan………..68

Tabel 22 : Distribusi Responden Berdasarkan Luas Tanah yang Digarap…...68 Tabel 23 : Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Sebagai PNS………69

Tabel 24 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dagangan……….70 Tabel 25 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Kerja

Serabutan……….71

Tabel 26 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan/Bulan………72 Tabel 27 : Distribusi Responden Berdasarkan Perkumpulan Adat………73

Tabel 28 : Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Diorganisasi

Masyarakat………..74 Tabel 29 : Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikian Tanah…..75

Tabel 30 : Distribusi Responden Berdasarkan Kedudukan di Masyarakat……75 Tabel 31 : Distribusi Responden Berdasarkan yang Digunakan Saat Mengalami Kekerasan………76 Tabel 32 : Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Berobat………....77


(5)

12

Tabel 33 : Distribusi Responden BerdasarkanMelaportkan Tindakan Kekerasan Yang dialami………...78 Tabel 34 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Pernah Meninggalkan

Keluarga….……….79 Tabel 35 : Distribusi Responden Berdasarkan Penyebab Kekerasan yang

dialami keluarga………..80

Tabel 36 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Menampar….81 Tabel 37 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami

Menendang...81 Tabel 38 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Memukul

dengan Benda Keras………...82

Tabel 39 : Distribusi Responden Berdasarkan Menerima Penghinaan dari Suami……….……….83

Tabel 40 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Mengancam Mengembalikan Istri ke Orang Tua………84 Tabel 41 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diancam

Diceraikan………...85 Tabel 42 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diusir dari Rumah dan

Anak Tidak Diperbolehkan Ikut…...………..86 Tabel 43 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Melakukan


(6)

13

Tabel 44 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemaksaan Hubungan Seksual Menyebabkan Penderitaan Fisik……….88 Tabel 45 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Melaksanakan Tugas

Sebagai Pencari Nafkah dalam Keluarga………89 Tabel 46 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Membiarkan Istri Bekerja

Sendiri……….90

Tabel 47 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Penah Meminta Uang Secara Paksa………91


Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Kota Medan

10 114 91

Pengaruh Sosial Ekonomi Rumah Tangga Terhadap Kenakalan Remaja Di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru Kabupaten Deli Serdang

7 84 114

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Balitanya, Di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009

3 76 66

Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

2 34 113

Pengaruh anemia, norma budaya, sosial ekonomi, gender dan kekerasan dalam rumah tangga terhadap fungsi seksua AWAL

0 0 14

Tingkat Kesuburan Tanah Pada Lahan Agroforestri Karet di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

0 1 10

Cover Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 13

Chapter I Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 10

Chapter II Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 31

Reference Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 2