Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

(1)

1

PENGARUH PENDIDIKAN DAN SOSIAL EKONOMI

TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA

SARIBUASIH KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN

SIMALUNGUN

SKRIPSI

Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Gelar Sarjana (S1)

Oleh :

IRAWATI SINAGA

110902036

110902036

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

2

Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Ilmu kesejahteraan sosial

Lembar persetujuan

Hasil ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Irawati Sinaga

NIM : 110902036

Program Studi : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul :Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Medan, Oktober 2015 Pembimbing Skripsi

Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D NIP 19630319 199303 1 001

Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Hairani Siregar, S.Sos, MSP NIP 19710927 199801 2 001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof. Dr. Badaruddin, M. Si NIP 19680525 199203 1 002


(3)

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN DAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA SARIBU ASIH

KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN

Judul penelitian ini adalah berdasarkan pengamatan peneliti tentang pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Menurut lembaga programme for international study assessment (PISA), kecenderungan kinerja pendidikan Indonesia pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2012 cenderung stagnan. Akibatnya pendidikan di Indonesia masuk kedalam peringkat 64 dari 65 negara. Pendidikan rendah tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang rendah juga, sehingga kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan akibatnya sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tiga tahun terakhir kasus kekerasan dalam rumah tangga termasuk kasus anak yang berhadapan dengan hukum mengalami peningkatan.

Lokasi penelitian adalah Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, dengan sampel sebanyak 67 responden. Yang menjadi sampel adalah Responden yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Untuk memperoleh sampel yang representatif, peneliti mengelompokkan populasi berdasarkan dusun tempat mereka bermukim dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi lapangan yaitu kuesioner, observasi dan studi kepustakaan. Data hasil penelitian diolah dengan teknik product moment untuk menguji hipotesis antara ketiga variabel.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, karena memiliki hubungan negatif yang sedang. Hal ini dapat diketahui setelah dilakukan uji hipotesis melalui analisa korelasi product moment dengan hasil yang diperoleh -0,43, yakni memiliki hubungan negatif yang sedang.


(4)

4 UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

EDUCATION AND SOCIAL ECONOMIC EFFECT OF DOMESTIC VIOLENCE IN THE VILLAGE SARIBU ASIH HATONDUHAN DISTRICT

OF SIMALUNGUN

The title of this research is based on observations of researchers on education and socio-economic influence against domestic violence. According to the institute study program for international assessment (PISA), the trend of the performance of education in Indonesia in 2000, 2003, 2006, 2009 and 2012 tended to stagnate. Consequently into education in Indonesia ranked 64th of 65 countries. The low educational effect on low incomes as well, so that the head of the family is not able to meet the needs of family life and consequently often the case of domestic violence. As expressed by the Minister of Women's Empowerment and Child Protection, the last three years cases of domestic violence, including cases of children in conflict with the law has increased.

The research location is Saribu Asih Village District of Hatonduhan Simalungun, with a sample of 67 respondents. The sample is the respondents who had experienced domestic violence. To obtain a representative sample, researchers grouped the population based on the village where they live using data collection techniques, namely field study questionnaire, observation and literature study. The data was processed by using product moment to test the hypothesis of the three variables.

Based on analysis of data obtained it can be concluded that there was no correlation between education and socioeconomic against domestic violence in the village Saribu Asih Hatonduhan District Simalungun, because it has a negative relationship was. It can be known after testing the hypothesis through the analysis of product moment correlation with the results obtained -0.43, which has a negative relationship.


(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkatnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh

Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun”.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Badaruddin, M,Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang memberikan dukungan dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama pengerjaan skripsi sampai selesai.

4. Para dosen dan staff ilmu kesejahteraan sosial FISIP yang telah mendidik dam membimbing penulis selama masa perkuliahan.

5. Teristimewa kedua orang tua penulis, L. Sinaga dan N. Sihotang yang telah menjadi orang tua terhebat, yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, perhatian dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sehat dan panjang umur yah Bapake Mamake. 6. Untuk abang, kakak dan ketiga adik Penulis, Bg Londut, Ka Cici, Ondes,


(6)

6

penulis bisa sampai sejauh ini. Sukses buat kita, agar kedua malaikat (Bapake Mamake) kesayangan tersenyum bangga punya anak seperti kita. 7. Untuk sahabat-sahabatku, Indah Simajuntak, Desrina B Nahampun

terimakasih untuk begadangnya . Sahabat gila Esti Sinaga, Maria Ansela Limbong dan Putra Purba yang SENGAJA ngajakin nongkrong disaat lagi skripsian, cepat nyusul yah. Salam sukses buat kita!!!!

8. Dan seluruh teman-teman seperjuangan kessos’11 Henny Sidabutar, Evy Munthe, Ukap, Ricky, Vindy, Faraz, dan yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya.

9. Bapak Abner Siallagan, sebagai kepala desa di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun yang ikut serta dalam membantu penelitian ini.

10.Terimakasih kepada seluruh responden yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan skripsi ini

11.Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Medan,1 Agustus 2015 Penulis


(7)

7

DAFTAR ISI

HALAMAN

PERSETUJUAN……..………..…………...i

ABSTRAK………ii

ABSTRACT….……….………...iii

KATA PENGANTAR………...……….iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL………..ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan………... 11

2.1.1. Pengertian Pendidikan... 11

2.1.2. Tingkat Pendidikan………...…….……15

2.1.3. Teori-Teori Pendidikan……….…….….16

2.1.4. Pendidikan dan Pembelajaran………..……..20

2.2. Pengertian Sosial Ekonomi………..…..21

2.3. Pengertian Rumah Tangga……….…………....23

2.3.1. Fungsi Rumah Tangga……….…………...24

2.4. Pengertian Keluarga………25


(8)

8

2.4.2. Peran Keluarga………....27

2.5. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah tangga……….………28

2.5.1. Kekerasan Sebagai Masalah Sosial………30

2.5.2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga……...………….30

2.5.3. Faktor-faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..32

2.6. Pengertian Kemiskinan………..…….34

2.6.1. Ciri-Ciri Kemiskinan………….………...35

2.7. Kerangka Pemikiran………...36

2.8. Defenisi Konsep dan Operasional………..………..38

2.8.1. Defenisi Konsep……….38

2.8.2. Defenisi Operasional………..………39

2.9. Hipotesis ………..……..………...40

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...42

3.2 Lokasi Penelitian ...42

3.3 Populasi dan Sampel ... ..43

3.3.1. populasi……….………..43

3.3.2. sampel………..43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...44

3.5 Teknik Analisis Data ...45

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa………47

4.1.1 kondisi geografis………47

4.1.2 keadaan penduduk……….47

4.1.3 sarana dan prasarana ……….49


(9)

9

4.3 Kondisi Sosial Budaya……….……….51

4.4 Struktur Organisasi ………...………...52

BAB V : ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ………..54

5.2 Karakteristik Responden…….……….54

5.3 Variabel Bebas (Pendidikan dan Sosial Ekonomi)………..56

5.3.1 pendidikan ………57

5.3.2 sosial ekonomi ………..67

5.4 Variabel Terikat (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)………..76

5.5 Uji Hipotesis ………91

BAB VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………..95

6.2 Saran ………96


(10)

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….……..48

Tabel 2 : Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan………....…48

Tabel 3 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Peribadatan………...49

Tabel 4 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Kesehatan……….……..50

Tabel 5 : Distribusi Berdasarkan Prasarana Pendidikan………...50

Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Usia………...55

Tabel 7 : Distribusi Responden Berdasarkan Agama………..55

Tabel 8 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir…57 Tabel 9 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Sekolah Dasar…..58

Tabel 10 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat SD…59 Tabel 11 : Distribusi Responden berdasarkan Prestasi Di Tingkat SD……….60

Tabel 12 : Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Tingkat SMP……..60

Tabel 13 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih SMP………...61

Tabel 14 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Tingkat SMA…….63

Tabel 15 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Tempat SMA.63 Tabel 16 : Distribusi Responden Berdasarkan Perguruan Tinggi………..64

Tabel 17 : Distribusi Responden Berdasarkan alasan memilih perguruan tinggi swasta………..65


(11)

11

Tabel 18 : Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata IPK………66 Tabel 19 : Distribusi Responden Berdasarkan Beasiswa yang Pernah

Diterima….……….66 Tabel 20 : Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan……….67 Tabel 21 : Distribusi Responden Berdasarkan jenis Tanaman yang

Dikerjakan………..68 Tabel 22 : Distribusi Responden Berdasarkan Luas Tanah yang Digarap…...68 Tabel 23 : Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Sebagai PNS………69 Tabel 24 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dagangan……….70 Tabel 25 : Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Kerja

Serabutan……….71 Tabel 26 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan/Bulan………72 Tabel 27 : Distribusi Responden Berdasarkan Perkumpulan Adat………73 Tabel 28 : Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Diorganisasi

Masyarakat………..74 Tabel 29 : Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikian Tanah…..75 Tabel 30 : Distribusi Responden Berdasarkan Kedudukan di Masyarakat……75 Tabel 31 : Distribusi Responden Berdasarkan yang Digunakan Saat Mengalami Kekerasan………76 Tabel 32 : Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Berobat………....77


(12)

12

Tabel 33 : Distribusi Responden BerdasarkanMelaportkan Tindakan Kekerasan Yang dialami………...78 Tabel 34 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Pernah Meninggalkan

Keluarga….……….79 Tabel 35 : Distribusi Responden Berdasarkan Penyebab Kekerasan yang

dialami keluarga………..80 Tabel 36 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Menampar….81 Tabel 37 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami

Menendang...81 Tabel 38 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Memukul

dengan Benda Keras………...82 Tabel 39 : Distribusi Responden Berdasarkan Menerima Penghinaan dari

Suami……….……….83 Tabel 40 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Mengancam

Mengembalikan Istri ke Orang Tua………84 Tabel 41 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diancam

Diceraikan………...85 Tabel 42 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Diusir dari Rumah dan

Anak Tidak Diperbolehkan Ikut…...………..86 Tabel 43 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Melakukan


(13)

13

Tabel 44 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemaksaan Hubungan Seksual Menyebabkan Penderitaan Fisik……….88 Tabel 45 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Melaksanakan Tugas

Sebagai Pencari Nafkah dalam Keluarga………89 Tabel 46 : Distribusi Responden Berdasarkan Suami Membiarkan Istri Bekerja

Sendiri……….90 Tabel 47 : Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Suami Penah Meminta


(14)

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN DAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA SARIBU ASIH

KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN

Judul penelitian ini adalah berdasarkan pengamatan peneliti tentang pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Menurut lembaga programme for international study assessment (PISA), kecenderungan kinerja pendidikan Indonesia pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2012 cenderung stagnan. Akibatnya pendidikan di Indonesia masuk kedalam peringkat 64 dari 65 negara. Pendidikan rendah tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang rendah juga, sehingga kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan akibatnya sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tiga tahun terakhir kasus kekerasan dalam rumah tangga termasuk kasus anak yang berhadapan dengan hukum mengalami peningkatan.

Lokasi penelitian adalah Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, dengan sampel sebanyak 67 responden. Yang menjadi sampel adalah Responden yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Untuk memperoleh sampel yang representatif, peneliti mengelompokkan populasi berdasarkan dusun tempat mereka bermukim dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi lapangan yaitu kuesioner, observasi dan studi kepustakaan. Data hasil penelitian diolah dengan teknik product moment untuk menguji hipotesis antara ketiga variabel.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, karena memiliki hubungan negatif yang sedang. Hal ini dapat diketahui setelah dilakukan uji hipotesis melalui analisa korelasi product moment dengan hasil yang diperoleh -0,43, yakni memiliki hubungan negatif yang sedang.


(15)

4 UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

EDUCATION AND SOCIAL ECONOMIC EFFECT OF DOMESTIC VIOLENCE IN THE VILLAGE SARIBU ASIH HATONDUHAN DISTRICT

OF SIMALUNGUN

The title of this research is based on observations of researchers on education and socio-economic influence against domestic violence. According to the institute study program for international assessment (PISA), the trend of the performance of education in Indonesia in 2000, 2003, 2006, 2009 and 2012 tended to stagnate. Consequently into education in Indonesia ranked 64th of 65 countries. The low educational effect on low incomes as well, so that the head of the family is not able to meet the needs of family life and consequently often the case of domestic violence. As expressed by the Minister of Women's Empowerment and Child Protection, the last three years cases of domestic violence, including cases of children in conflict with the law has increased.

The research location is Saribu Asih Village District of Hatonduhan Simalungun, with a sample of 67 respondents. The sample is the respondents who had experienced domestic violence. To obtain a representative sample, researchers grouped the population based on the village where they live using data collection techniques, namely field study questionnaire, observation and literature study. The data was processed by using product moment to test the hypothesis of the three variables.

Based on analysis of data obtained it can be concluded that there was no correlation between education and socioeconomic against domestic violence in the village Saribu Asih Hatonduhan District Simalungun, because it has a negative relationship was. It can be known after testing the hypothesis through the analysis of product moment correlation with the results obtained -0.43, which has a negative relationship.


(16)

14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan suatu negara dan bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan sesama negara anggota ASEAN pun kualitas SDM Indonesia masih masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum berjalan secara ideal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang sehingga bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.

Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang memiliki rumpun yang sama, wilayah yang berdekatan, bahasa yang hampir sama, serta berbagai budaya yang juga hampir sama. Namun, pendidikan Malaysia dengan Indonesia sangat berbeda jauh. Pada permulaan tahun 2010, Malaysia telah memiliki lebih dari 80,000 orang mahasiswa internasional yang berasal dari lebih dari 100 negara yang berbeda. Beberapa alasan yang menjadikan Malaysia sebagai tujuan kuliah karena kualitas pendidikan di Malaysia diakui secara internasioanal. Dalam hal ini banyak universitas luar negeri yang melakukan kerjasama dengan berbagai universitas di Malaysia. Selain itu, kurikulum pendidikan di Malaysia mengikuti standar industri yang meningkatkan prospek kerja mahasiswa sehingga banyak institusi pendidikan tinggi Malaysia yang bekerjasama dengan industri dan universitas luar negeri untuk menjamin bahwa program yang ditawarkan mengadopsi kurikulum terbaru dan


(17)

15

relevan dengan perkembangan pasaran kerja terkini. Program-program tersebut tidak hanya menekankan pengetahuan teoritis, tetapi juga mengajarkan keahlian praktikal yang dibutuhkan di dunia kerja yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan para lulusan yang siap kerja, suatu kriteria yang dicari-cari oleh berbagai perusahaan (http://www.hotcourses.co.id/study-in-malaysia/destination-guides/7-alasan-malaysia-populer-sebagai-negara-destinasi-kuliah/ diakses tanggal 10 Agustus 2015 pukul 14: 35 wib ).

Sedangkan Potret pendidikan tanah air saat ini tergolong gawat darurat, karena data Kemendikbud mencatat bahwa pendidikan di Indonesia menunjukan hasil buruk. Hal tersebut diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, jumlah institusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terus meningkat. Demikian pula dengan jumlah anak Indonesia yang mendapatkan akses pendidikan dasar dan menengah. Sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar minimal. Menurut lembaga The Learning Curve untuk pemetaan kualitas pendidikan, uji kompetensi guru yang diharapkan memiliki standar minimal 70, masuk dalam peringkat 40. Di dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49 dari 50 negara yang diteliti.

Menurut lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), kecenderungan kinerja pendidikan Indonesia pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan. Akibatnya pendidikan Indonesia masuk kedalam peringkat 64 dari 65 negara. Sedangkan minat membaca di Indonesia hanya 0,001 persen

menurut data UNESCO pada 2012


(18)

16

Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu dilakukan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Namun, ini merupakan permasalahan sosial yang menyangkut tentang ekonomi yang menjadi penghalang dalam meningkatkan pendidikan. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat indonesia termasuk rendah, atau dengan kata lain masih banyak orang miskin di Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ditambah lagi dengan biaya pendidikan yang mahal tidak sesuai dengan pendapatan mengakibatkan banyak masyarakat Indonesia tidak dapat menikmati dunia pendidikan. Sehingga ini menjadi faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap pendapatan yang rendah juga, sehingga kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Desakan biaya hidup yang tinggi menimbulkan pertengkaran antar anggota keluarga yang menjadi tindak kekerasan di dalam rumah tangga. Dalam tindak kekerasan yang sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan dan anak. Dimana korban kekerasan tidak mengetahui hukum yang berlaku tentang tindakan kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dan pelaku juga tidak mengetahui sanksi yang akan di terima jika perbuatan tersebut dilaporkan kepada pihak berwenang. Ini merupakan akibat dari minimnya pengetahuan tentang kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga korban kekerasan tetap bertahan karena merasa bahwa istri harus tunduk kepada suami. Faktor lain adalah karena adanya perasaan malu terhadap orang lain sehingga tidak berniat untuk memberitahukan kepada pihak keluarga lain karena merasa itu merupakan aib dari keluarga yang harus ditutupi.


(19)

17

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) termasuk kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) mengalami peningkatan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat data kasus KDRT pada 2009 berjumlah 143.586 kasus, 105.103 (2010), dan 119.107 (2011). Menurut data Polri kasus anak bermasalah dengan hukum dalam tiga tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 berjumlah 3.145, tahun 2008 berjumlah 3.380, tahun 2009 berjumlah 4.213 wib).

Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2012, sedikitnya ada 8.315 kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam setahun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan di tahun 2013 yang mencapai 11.719 kasus atau naik 3.404 kasus dari tahun sebelumnya. Aktivis Perempuan asal Yogyakarta, Vera Kartika Giantari mengatakan, meningkatnya kasus itu disebabkan karena banyak faktor. Salah satunya dari dalam keluarga itu sendiri, seperti masalah-masalah pribadi dan antara anggota keluarga. Faktor lainnya adalah masih adanya rasa memiliki sepenuhnya yang tertanam pada jiwa kaum laki-laki. Rasa memiliki sepenuhnya itu memicu kaum laki-laki untuk meminta istrinya melakukan hal yang sesuai dengan kemauan mereka

Kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya relasi atau hubungan yang tidak seimbang antara perempuan dan laki- laki yang disebut sebagai ketimpangan atau ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak


(20)

18

perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat sepanjang tahun 2011. Dalam laporan catatan tahunan Komnas Perempuan, jumlah kasus kekerasan yang ditangani lembaga pengadaan layanan yang berada di 33 provinsi, mencapai 119.107 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2010, yang mencapai 105.103 kasus.

Tidak hanya perempuan saja yang banyak mengalami kekerasaan dalam rumah tangga, anak pun turut serta menjadi korban. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, salah satu faktor yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah kekerasan pada anak. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, menyebutkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap anak 3,02%. Artinya, di antara 100 anak terdapat 3 anak yang mengalami kekerasan. Kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan terbanyak yang ditemukan. Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, mengatakan sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 95,61 %. Sebanyak 4,3 % kasus terjadi di ranah publik dan sisanya 0.03% atau 42 kasus terjadi di ranah negara seperti pengambilan lahan, penahanan, penembakan dan lain-lain


(21)

19

Sedangkan pengaduan Komnas Perempuan dari 2011 hingga juni 2013 menunjukkan bahwa 60% korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami kriminalisasi, 10 persen diantaranya dikriminalkan melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU PKDRT). Sepanjang 2012 saja, tercatat 8.315 kasus KDRT terhadap istri, atau 66 persen dari kasus yang ditangani. Hampir setengah atau 46 persen, dari kasus tersebut adalah kekerasan psikis, 28 persen kekerasan fisik, 17 persen kekerasan seksual dan 8 persen kekerasan ekonomi tanggal 6 Agustus 2015 pukul 23:00 wib).

Kasus kekerasan dalam rumah tangga semakin hari semakin meningkat, untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga diperlukan suatu perangkat hukum yang lebih terakomodir, yang ditanggapi Pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang disahkan tanggal 14 september 2004.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga diharapkan dapat menjadikan solusi untuk mencegah dan menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga dalam upaya penegakan hukum. Sesuai dengan asas yang diatur dalam pasal 3, yakni penghormatan hak asasi manusia, keadilan kesetaraan gender, non diskriminasi dan perlindungan korban (Yulia, 2010: 5-6).

Namun penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tidak dapat diatasi oleh Pemerintah dalam penegakan hukum karena pelaku kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi dan korban kekerasan juga semakin banyak mengalami kekerasan baik fisik maupun psikologisnya. Dalam hal ini tidak bisa


(22)

20

diabaikan mengingat semakin meningkatnya korban kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi setiap tahunnya.

Oleh karena itu, kekerasan yang terjadi semakin meningkatkan kekhawatiran. Padahal di dalam hidup berkeluarga, keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut (Yulia, 2010: 5).

Desa Saribu Asih merupakan desa yang masih memiliki tingkat ekonomi yang rendah, dengan sedikitnya masyarakat memiliki pekerjaan tetap seperti PNS dan karyawan, sedangkan yang lainnya adalah petani dan pedagang. Perkembangan sosial budaya cukup baik dengan masih dilaksanakannya pesta-pesta adat hingga saat ini. Perikehidupan masyarakat di Desa Saribu Asih tertata sesuai dengan adat istiadat dan kebiasaan leluhurnya, sehingga setiap pertikaian dan perselisihan paham diupayakan akan dimusyawarahkan atau diselesaikan oleh penatua adat, dan jika tidak terpecahkan selanjutnya diserahkan pada pihak berwajib.

Sesuai dengan pengamatan peneliti, sebagian besar kepala rumah tangga di Desa Saribu Asih merupakan tamatan SMP, selebihnya tamatan SMA dan SD. Dan hanya beberapa orang saja tamatan sarjana. Namun untuk saat ini, tingkat pendidikan di Desa Saribu Asih sudah mulai meningkat dengan banyaknya anak-anak


(23)

21

bersekolah hingga tamat SMA dan bahkan menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi.

Seperti yang kita ketahui, bahwa sebagian besar kepala rumah tangga di Desa Saribu Asih adalah tamatan SMP dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal inilah yang dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga karena latar belakang pendidikan dan ekonomi rendah. Suatu rumah tangga dapat harmonis dan rukun apabila suami dan istri memiliki pendidikan yang baik ditambah lagi memperoleh pekerjaan tetap hingga dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk biaya kehidupan keluarganya dalam sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Penelitian ini di rangkum dalam skripsi dengan judul: “Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun”?


(24)

22

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka : 1. Pemecahan masalah tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

2. Pengembangan teori yang berkaitan dengan konsep pendidikan dan sosial ekonomi dalam keterkaitannya dengan kekerasan dalam rumah tangga.

1.4. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah

dan objek yang akan di teliti, kerangka penelitian, hipotesa, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel

penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN


(25)

23

penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(26)

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan

2.1.1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (pais=anak, gogos=membimbing/menuntun, iek=ilmu) adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi ‘education’ (Yunani, educare) yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

Dalam bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses mendidik atau melakukan suatu kegiatan yang mengandung proses komunikasi pendidikan antara pihak pendidik dan yang dididik. Melalui proses pendidikan, berbagai materi secara sadar dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya sehingga materi tersebut diketahui (kognitif), disadari dan didalami (afektif), serta dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan (psikomotorik).

Tujuan pendidikan adalah menghasilkan seseorang yang memiliki kualitas dan karakter sehingga memiliki wawasan yang luas sehingga dapat mencapai cita-cita serta mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Pendidikan itu sendiri mendorong diri kita sendiri untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Pada dasarnya pengertian pendidikan merujuk Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif


(27)

25

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik

pukul 16:47 wib).

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) mengemukakan pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.


(28)

26

Langeveld adalah seorang ahli pendidikan berbangsa Belanda. Ahli ini merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”. Herbert Spencer, filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M mengatakan bahwa pendidikan ialah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Sedang menurut Rousseau filosof Prancis, 1712-1778 M mengatakan bahwa pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. Dewey filosof Chicago, 1859 M - 1952 M juga mengatakan bahwa pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia.

Sedangkan menurut Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu pemberian


(29)

27

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu :

1. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait sangat dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik. 2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon

pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidika

Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut serta mewariskannya pada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Fuad, 2010: 1).

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk


(30)

28

maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka (Fuad, 2010: 2)

2.1.2. Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi. Meski tidak termasuk dalam jenjang pendidikan, terdapat pula pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan yang diberikan sebelum memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,sampai pendidikan tinggi.

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaran lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program Paket A (setara SD), Paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program


(31)

29

paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Pendidikan non formal mengenai pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC) yang menjadi bagian komponen dari Community Center.

3. pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai

dengan standar nasional pendidikan (http://.id.m.wikipedia.org/wiki/pendidikan_informal diakses pada tanggal 30

Agustus 2015 pukul 17:36 WIB).

2.1.3. Teori-Teori Pendidikan

Ada beberapa teori-teori pendidikan antara lain :

1. Behaviorisme

Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimana kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada


(32)

30

perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa perilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.

2. Kognitivisme

Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.

3. Konstruktivisme

Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar siswa memperoleh pengetahuan adalah keaktifan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, konsep pembelajaran adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan


(33)

31

proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori ini juga menekankan bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico.

4. Humanistik

Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yang berarti membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi


(34)

32

kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang agar menjadi lebih baik. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya. Definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.


(35)

33

2.1.4. Pendidikan dan Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan dan pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian sebelumnya. Lalu apakah yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?

Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating. Di sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan dari pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.

Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan dan pembelajaran terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan pendidikan atau pembelajaran tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan adalah aspek kognitif dan psikomotor maka disebut pembelajaran, sedangkan bila penekanannya kepada tercapainya tujuan untuk membentuk sikap disebut pendidikan

Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) memberi gambaran tentang perbedaan pembelajaran dan pendidikan seperti pada tabel berikut.

Pendidikan Pembelajaran

1. Lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan

nilai-1. Lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang


(36)

34 nilai).

2. Memakan waktu yang relatif panjang.

3. Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi.

tertentu.

2. Memakan waktu yang relatif pendek.

3. Metode lebih bersifat rasional, teknis dan praktis.

2.2. Pengertian Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi akan dibahas secara terpisah. Sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain di sekitarnya (Salim, 2002:454).

Sedangkan pengertian sosial menurut Departemen Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terkait pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang inividu yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http:www.depsos.go.id).

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat


(37)

35

pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Adam Smith diakui sebagai bapak dari ilmu ekonomi. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος

(oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan,

aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah, segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup sehari-hari (Salim, 2002:379).

Menurut M. Manullang ekonomi merupakan suatu usaha masyarakat untuk mencapai kemakmuran ( kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa) (Simangunsong, 2004: 22).

Pengertian sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya di lingkungannya, sehingga ia dapat menentukan keberadaan dirinya berdasarkan atas apa yang dimilikinya, yaitu mengenai pendapatan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kondisi pangan.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang di atur secara sosial dan merupakan posisi tertentu seseorang dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian


(38)

36

posisi ini disertai dengan pemberian seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Mubyarto, 2000: 32).

Dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan.

2.3. Pengertian Rumah Tangga

Rumah tangga adalah seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah

mampu (Murniati, 2004: 203).

Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat yang paling kecil yang biasa terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Sebuah rumah tangga diharapkan memancarkan kebahagiaan dan kehangatan penuh cinta kasih (Soeroso, 2010: 24).

Agar kehidupan keluarga yang hidup di dalam sebuah rumah tangga berjalan dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan yang disebut manajemen rumah


(39)

37

tangga. Di dalam manajemen rumah tangga terdapat tiga unsur pokok, yang dalam praksisnya merupakan suatu proses. Tiga unsur pokok tersebut adalah:

a) Perencanaan, yaitu menentukan lebih dahulu suatu tindakan yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan dan sasaran anggotanya.

b) Pelaksanaan, yaitu suatu pengendalian untuk mengetahui terjadi penyimpangan atau tidak dalam pelaksanaannya.

c) Evaluasi dan refleksi yang dilakukan secara periodik sesuai dengan kesepakatan seluruh anggota dalam rumah tangga.

Hal yang manusiawi adalah apabila setiap orang tidak menyukai kesalahan dan kegagalan secara berulang-ulang. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi, dimana evaluasi tersebut merupakan penilaian terhadap pekerjaan, perbuatan, pelaksanaan kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi sebaiknya dilakukan di dalam musyawarah keluarga sebagai anggota rumah tangga. Setelah dilakukan penilaian maka akan diperoleh nilai baik atau buruk yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyelamatkan jiwa dan raga anggota keluarga yang berorientasi kepada benda yang bersifat manusiawi.

2.3.1. Fungsi Rumah Tangga

Setiap rumah tangga mempunyai peran dan fungsi. Tetapi secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja untuk memenuhi pangan, sandang, dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan pemeliharaan pangan, sandang, papan serta kegiatan lain yang menyangkut kebutuhan rumah tangga.


(40)

38

2. Administrasi adalah kegiatan yang menyangkut catat-mencatat. Kegiatan ini meliputi penyediaan dan pengaturan catatan keuangan, kartu dan surat-surat penting yang dibutuhkan untuk urusan anggota rumah tangga (kartu keluarga, surat nikah, ijazah, dan sebagainya).

3. Berhubungan dengan pihak luar dari rumah tangga adalah kegiatan bernegosiasi, kegiatan berhubungan antarkeluarga dan kegiatan sosial lainnya (Murniati, 2004: 206).

2.4. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan dan tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 3 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

2.4.1. Fungsi Keluarga

Di dalam hidup berumah tangga, keluarga mempunyai beberapa fungsi, sebagai berikut :


(41)

39

1. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.

2. Fungsi Sosialisasi anak : Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi Perlindungan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4. Fungsi Perasaan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5. Fungsi Religius : Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

6. Fungsi Ekonomis : Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif : Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana


(42)

40

menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan sebagainya.

8. Fungsi Biologis : Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

2.4.2. Peran Keluarga

Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara individu yang mempunyai peranan didalam keluarga. Berikut ini adalah peranan dari keluarga yaitu :

1. Peranan Ayah

Peran Ayah dalam keluarga selain sebagai suami dari istri dan anak-anak, pencari nafkah, pendidik dan penyeimbang hubungan anak dengan orang tua baik ayah maupun ibu. Sebagai kepala keluarga, ayah berperan penting dalam dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

2. Peranan Ibu

Seorang ibu berperan sebagai pendamping suami/ayah. Bahkan dalam perannya mendampingi ayah, ibu juga sering membantu ayah dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak jarang saat ini seorang ibu bekerja seperti ayah, agar semua kebutuhan keluarga tidak ada kekurangannya. Selain itu, ibu juga berperan sebagai pengurus semua keperluan rumah tangga.


(43)

(http://abdulhalimsolkan.blogspot.com/2014/01/kedudukan-dan-41

peran-anggota-keluarga.html#sthash.lTUsdKHq.dpuf diakses pada tanggal 7 Agustus 2015 pukul 10:24 wib).

3. Peranan anak

Anak sebagai anggota keluarga diharapkan dapat melaksanakan peranannya sebagai anak yaitu dengan melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.5. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah tangga

Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Sedangkan rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang.

Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan tindakan tunggal, akan tetapi


(44)

42

merupakan tindakan yang terjadi berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang lama dan terhadap korban yang sama.

Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang biasanya terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih memiliki pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi kehangatan, kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat mustahil apabila terjadi suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan bagian dari anggota keluarga dengan pelakunya juga anggota keluarga itu sendiri.

Tindakan kekerasan yang terjadi sangat memprihatinkan karena sebagian besar korbannya adalah para perempuan dan anak-anak. Apabila korban melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan tidak akan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya adalah seorang suami yang merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga istri yang mengalami kekerasan tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialami bahkan cenderung menutup-nutupinya karena takut akan pandangan dari masyarakat maupun dari keluarga sendiri yang tidak bisa menjaga nama baik keluarga.

Keadaan ekonomi yang rendah juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan dalam keluarga. karena banyaknya tuntutan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan sedangkan pendapatan tidak mencukupi sehingga membuat emosi menjadi tidak bisa dikendalikan. hal ini menjadi penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap anggota keluarga yang ada didalam rumah tangga.


(45)

43

2.5.1. Kekerasan Sebagai Masalah Sosial

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang mendasar kepada gender. Karena tindakan tersebut sering terjadi terhadap perempuan dan yang menjadi pelaku kekerasan adalah laki-laki, yang beranggapan memiliki kekuasaan penuh terhadap urusan keluarga sehingga bertindak sesuai dengan keinginannya.

Oleh karena itu, masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang termasuk ke dalam perilaku menyimpang terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian dari pada makhluk sosial.

Meskipun kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang harus dihindari karena mengakibatkan penganiayaan fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga. Namun hal tersebut belum bisa diatasi dengan baik, karena banyak masyarakat menganggap kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga merupakan masalah pribadi keluarga yang tidak perlu orang lain mengetahuinya.

2.5.2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bentuk-bentuk tindak kekerasaan yang sering terjadi si dalam rumah tangga adalah sebagai berikut ini yaitu :

1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh. kekerasan fisik meliputi :


(46)

44

a. Pembunuhan yaitu pembunuhan yang dilakukan antara anggota yang satu dengan anggota yang lain, baik itu ayah, ibu maupun anak.

b. Penganiayaan yaitu tindakan pelecehan yang dilakukan antara anggota kepada anggota keluarga lain yang ada di dalam rumah tangga.

c. Perkosaan yaitu tindakan criminal yang berwatak seksual untuk melakukan hubungan seksual kepada anggota keluarga yang lain. 2. Kekerasan nonfisik/psikis/emosional, yaitu tindakan yang dilakukan di dalam

rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan. kekerasan nonfisik meliputi :

a. Penghinaan dan komentar-komentar untuk merendahkan dan melukai harga diri pihak istri.

b. Melarang istri atau anak untuk bergaul dengan orang lain.

c. Ancaman-ancaman berupa menceraikan, mengembalikan istri kepada orang tua dan memisahkan istri dari anak-anaknya.

3. Kekerasan seksual, yaitu Pelecehan seksual yang dilakukan demi kepuasan seksual secara sepihak dan merendahkan harga diri orang lain. Kekerasan seksual meliputi :

a. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau disetujui oleh istri.

b. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya. c. Memaksa istri menjadi pelacur atau menjual diri. 4. Kekerasan ekonomi meiputi :


(47)

45

b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomi untuk mengontrol kehidupan istri.

c. Membiarkan istri bekerja dan kemudian menguasai penghasilan istri.

Bentuk-bentuk kekerasan yang ada diatas merupakan tindak kekerasan yang berakibat buruk terhadap kejiwaan korban sehingga akan mengakibatkan trauma dan mengganggu pertumbuhan korban.

2.5.3. Faktor-faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga dapat berupa kekerasan psikis seperti perkataan-perkataan yang merendahkan, membanding-bandingkan anggota keluarga dengan orang lain yang menurutnya lebih baik, sehingga menimbulkan rasa sakit hati anggota keluarga yang bersangkutan.

Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena seperti gunung es yang akhir-akhir ini mulai bermunculan ke permukaaan dan dari waktu ke waktu semakin meningkat jumlahnya. Seperti yang dijelaskan pada situs psychcentral.com, berikut ada beberapa faktor penyebab KDRT, yaitu:

1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran. 2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. 3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus

ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.


(48)

46

4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.

5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi. 6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.

7) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior. 8) Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari

masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus tentang KDRT pun banyak terjadi

(http://www.vemale.com/relationship/intim/37950-faktor-faktor-mendasar-penyebab-kdrt.html, diakses tanggal 3 agustus 2015 pukul 17:09 wib).

Beberapa faktor pendukung yang pada dasarnya menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah :

1. Masalah komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam suatu hubungan dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan kepercayaan tidak terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu konflik.

2. Masalah kedudukan dari suami dan istri dalam suatu rumah tangga dimana hal ini tidak jarang merupakan salah satu faktor penyebab apalagi jika tidak ada kesepahaman antar pasangan.


(49)

47

3. Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga sedang terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan tindakan-tindakan yang dapat berbentuk kekerasan dan juga tidak menutup kemungkinan bagi keluarga yang dipandang cukup dari segi ekonomi bisa jadi jadi keegoisan akan muncul.

4. Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan mudah “main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu.

5. Masalah seksual, penolakan hubungan seksual suami terhadap istri untuk memuaskan hawa nafsu suami dalam urusan ranjang sehingga menyebabkan kekerasan.

2.6. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau kelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Siagian, 2012: 2). Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran


(50)

48

perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan

2.6.1. Ciri-Ciri Kemiskinan

Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-indikasi seperti yang digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut tidak miskin. Berdasarkan suatu studi yang dilakukan menunjukkan adanya 5 ciri-ciri kemiskinan (Siagian,2012: 20-23), yaitu :

1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai. ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD atau hanya tamat SD.

4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sector-sektor informal yang bekerja serabutan atau musiman.

5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan ataupunn pendidikan memadai.


(51)

49

2.7. Kerangka Pemikiran

Di dalam hidup berkeluarga, keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram adalah dambaan setiap orang dalam berumah tangga. Dalam hal ini, setiap peran Ayah dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah, sedangkan ibu sebagai pengatur rumah tangga dan anak sebagai anggota keluarga mendapatkan proses sosialisasi dalam pembentukan tingkah laku anak.

Keluarga merupakan lembaga yang berfungsi untuk sarana pendidikan dalam proses mengubah perilaku dan tindakan yang lebih baik untuk mendapatkan kehidupan keluarga yang harmonis. Namun, untuk mewujudkan impian keluarga yang bahagia tergantung pada kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam berumah tangga. Jika proses pembelajaran mengubah perilaku tidak dapat dilakukan maka akan muncul masalah di dalam keluarga.

Pendidikan yang rendah di dalam keluarga akan berpengaruh juga terhadap ekonomi keluarga, dimana Ayah yang mempunyai pendidikan rendah tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih baik karena kurangnya pengetahuan atau skill sehingga kepala keluarga berpendapatan rendah.

Pendapatan yang rendah menjadi masalah di dalam keluarga, dimana tingkat kebutuhan sehari-hari meningkat tidak sebanding dengan pendapatan. Banyaknya permintaan keluarga seakan-akan hanya menjadi beban pikiran Ayah, membuat Ayah menjadi emosi dan menimbulkan perselisihan di dalam keluarga hingga sampai terjadi kekerasan terhadap anggota keluarga.

Kekerasan yang sering terjadi di dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi atau penelantaran ekonomi.


(52)

50

Bagan Alur Pikiran

Suami

Sosial-Ekonomi: 1. Pendapatan suami/istri:

- Rp. 500.000 – Rp.1.500.000, - Rp 1.500.000 – Rp. 2.500.000, - Rp. 2.500.000 – Rp. 3.500.000. 2. Pekerjaan suami/istri :

- Petani - PNS - Supir - Karyawan

3. Kondisi kepemilikan tanah - Milik sendiri

- sewa Pendidikan :

1. Tingkat SD

(Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan sederajat)

2. Tingkat SMP

(SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat.)

3. Tingkat SMA

(Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat) 4. Perguruan Tinggi : Diploma I, II,III,

IV, S1 dan sederajat.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga: 1. Kekerasan secara fisik

(Pembunuhan, Penganiayaan atau penganiayaan, dan perkosa) 2. Kekerasan secara seksual

(Penghinaan, merendahkan istri, dan ancaman-ancaman perceraian) 3. Kekerasan secara psikologis

(Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian dan pemaksaan pelacuran) 4. Penelantaran ekonomi

(tidak memberi nafkah, memanfaatkan ketergantungan ekonomi istri dan membiarkan istri bekerja sendiri)


(53)

51

2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.8.1. Defenisi Konsep

Istilah konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka peneliti harus menegaskan dan membatasi arti konsep yang di teliti (Siagian, 2011: 136- 138).

Berikut ini adalah menjadi batasan konsep dalam penelitian, yaitu :

1. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan pengetahuan seseorang dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. Dalam hal ini, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dan pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya, sedangkan ekonomi berarti keluarga yang membutuhkan peraturan dalam menata rumah tangga.

3. Rumah tangga merupakan sekelompok orang yang tinggal bersama-sama di suatu tempat tinggal dan berbagi dengan satu keluarga, dalam arti satu-kesatuan ekonomi.

4. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota keluarga yang menyebabkan dampak buruk bagi fisik, psikologis, dan penelantaran rumah tangga.

5. Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah lokasi penelitian dilakukan.


(54)

52

2.8.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006:46).

A. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas (X) adalah variabel atau sekelompok atribut yang mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok atribut lainnya (Siagian, 2011: 89). Adapun variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga.

1. Indikator Pendidikan yaitu :

a. Tingkat SD : Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan sederajat.

b. Tingkat SMP : Pendidikan SMP umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP Kejuruan dan sederajat.

c. Tingkat SM : Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat.

d. Tingkat Pendidikan Tinggi : Pendidikan Diploma I, II, III, IV dan sederajat.

2. Indikator sosial ekonomi yaitu :

a. Pekerjaan suami/istri : Petani, Supir, Wiraswasta, PNS, Pedagang. b. Penghasilan suami/istri : Rp. 500.000- 1.500.000, Rp

1.500.000-2.500.000, Rp. 2.500.000-3.500.000.


(55)

53

B. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat (y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel utama atau variabel awal beranjaknya kajian melalui pelaksanaan penelitian (Siagian, 2011: 90). Adapun variabel terikat (y) dalam penelitian ini yaitu tindakan kekerasan dalam rumah tangga, dengan indikatornya sebagai berikut :

1. Kekerasan secara fisik : Pembunuhan, Penganiayaan atau pemerkosaan.

2. Kekerasan secara seksual : Penghinaan, merendahkan harga diri istri dan ancaman-ancaman perceraian.

3. Kekerasan secara psikologis : Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian, dan pemaksaan pelacuran.

4. Kekerasan Ekonomi : Tidak memberi nafkah keluarga,

memanfaatkan ketergantungan istri untuk mengontrol hidup istri, dan membiarkan istri bekerja kemudian menguasai penghasilan istri.

2.9. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna. Pengertian secara luas yaitu sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan


(56)

54

membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian data di lapangan (Bungin, 2011: 85).

Berdasarkan pengertian di atas maka disimpulkan :

Ha : Terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

Ho :Tidak terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.


(57)

55

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif adalah penelitian yang secara khusus dilakukan dengan tujuan menguji atau membuktikan hipotesis. Dalam rancangan penelitian eksplanatif, peneliti merumuskan hipotesis yang didasarkan atas informasi yang cukup, baik teori keilmuan maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya. Sifat logis yang ada pada hipotesis layak dijadikan sebagai rujukan dalam proses pengumpulan dan analisis data. Berdasarkan hasil analisis data statistik inferensial akan diketahui apakah hipotesis yang dirumuskan diterima atau ditolak, atau apakah anggapan yang ada dalam hipotesis penelitian terbukti atau tidak secara empiris (Siagian, 2011: 53).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Saribuasih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi tersebut adalah karena lokasi ini merupakan salah satu desa yang masih mempunyai pendidikan dan ekonomi yang rendah sehingga masih banyak terdapat kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.


(58)

56

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa, ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian (Siagian, 2011: 155). Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi penelitian rumah tangga yang berjumlah 674.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian yang bersifat representatif dari populasi yang diambil datanya secara langsung. Hal ini berarti, sampel bukan sekedar bagian dari populasi, melainkan benar-benar mewakili populasi (Siagian, 2011: 156).

Pra survei yang penulis lakukan antara lain menghasilkan informasi bahwa populasi penelitian relatif homogen, baik ditinjau dari segi pendidikan secara khusus, maupun sosial ekonomi secara umum. Oleh karena itu penulis menetapkan jumlah sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi yaitu:

�= 10

100×674

�= 67,4 pembulatan 67 orang

Untuk memperoleh sampel yang representatif, Penulis mengelompokkan populasi berdasarkan dusun tempat mereka bermukim, dengan proporsi sebagai berikut :


(59)

57

1. Dusun I �= 134674×67 = 13,3 dibulatkan menjadi 14 2. Dusun II �=116

674×67 = 11,5 dibulatkan menjadi 12 3. Dusun III �= 50

674×67 = 4,9 dibulatkan menjadi 5 4. Dusun IV �=113674×67 = 11,2 dibulatkan menjadi 11 5. Dusun V �= 94

674×67= 9,3 dibulatkan menjadi 9 6. Dusun VI �=114674×67= 11,3 dibulatkan menjadi 11 7. Dusun VII �= 53

674×67= 5,2 dibulatkan menjadi 5

Hasil penjumlahan sampel dari ketujuh dusun adalah 66,7 dan dibulatkan menjadi 67 orang. Masing-masing populasi yang ada pada kelompok dusun diacak dengan menggunakan teknik undi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Studi lapangan

a. Kuesioner atau angket, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011: 206-207).

b. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.


(1)

106

Setelah dilakukan pengujian pengaruh sosial ekonomi dengan menggunakan rumus Product Moment maka, diperoleh hasil ��� =−0,19, artinya pengujian ini memiliki hubungan negatif yang rendah, karena nilai – 0,19 terletak diantara –0,10 – –0,29.

c. Menganalisis hubungan pendidikan dan sosial ekonomi terhadap kekerasan dalam rumah tangga

Untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga, maka :

��

=

� ∑ �� −

(

∑ �

)(

∑ �

)

[

� ∑ �

2

(

∑ �

)

2

][

���

2

(

��

)

2

]

��

=

67(98722)

(3175)(2112)

[67(157661)

(3175)

2

][67(67928)

(2112)

2]

r

xy

=

6614374

6705600

482662.90632

��

=

91226

209152,1513

��

=

0,43

Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan rumus Product Moment maka, diperoleh hasil ��� =−0,43, artinya pengujian ini memiliki hubungan negatif yang sedang, karena nilai – 0,43 terletak diantara –0,30 – –0,49.


(2)

107

Untuk mengetahui apakah hipotesa diterima atau ditolak, maka hasil ��� hitung harus dibandingkan dengan ��� tabel, dan biasanya menggunakan taraf signifikan 5%. Bila N=67, maka diperoleh ��� tabel adalah 0,244.


(3)

108

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa data, maka berikut ini kesimpulan yang dapat Penulis berikan, yaitu :

1. Sebagian besar responden lulusan SD, dan tidak pernah mendapatkan beasiswa ataupun memiliki prestasi semasa sekolah. Kebanyakan responden memilih bersekolah di negeri karena biayanya yang terjangkau.

2. Mayoritas pekerjaan responden adalah wiraswasta dengan jenis pekerjaan sebagai pedagang, dan rata-rata pendapatan tiap bulan sebesar Rp.500.000 – Rp. 1.400.000. Hampir seluruh responden aktif di dalam masyarakat, baik itu di organisasi di desa ataupun di perkumpulan adat.

3. Meskipun sering melakukan kekerasan, namun responden enggan untuk meninggalkan keluarganya dan tetap melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pencari nafkah. Kekerasan psikologis menjadi kekerasan tertinggi yang dialami oleh responden, dengan bentuk penghinaan, sedangkan kekerasan fisik kebanyakan dialami berupa ditampar dan ditendang. Suami menggunakan tangan saat melakukan kekerasan. Sebanyak 60% lebih responden menjawab faktor ekonomi menjadi penyebab utama KDRT yang dialami istri.

4. Pengaruh pendidikan memiliki hubungan negatif yang sedang terhadap terjadinya KDRT dengan hasil ���=−0,44, sedangkan pengaruh sosial ekonomi yaitu memiliki hubungan negatif yang rendah dengan hasil ���= – 0,19. Secara keseluruhan, pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap


(4)

109

kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun ialah memiliki hubungan negatif yang sedang dengan hasil ���= – 0,43.

6.2. Saran

1. Adanya program belajar 12 tahun dari pemerintah dapat dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia sehingga tidak ada yang tidak sekolah. Harapannya program tersebut dapat memberikan pembelajaran sikap dan intelektual kepada masyarakat mengenai KDRT. Dan orang tua kita saat ini dapat memanfaatkan program tersebut kepada anak-anaknya sehingga tidak ada alasan tidak sekolah karena tidak punya uang.

2. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih giat lagi mensosialisasikan UU KDRT dan UU Perlindungan Anak dan Perempuan untuk mengurangi angka KDRT terhadap perempuan dan anak.


(5)

110

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Fuad, Ihsan. 2010. Dasar-dasar dan Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Murniati, P, A. Nunuk .2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam Perspektif budaya dan Keluarga. Magelang: Indonesintera.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta.

Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial: Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama. _____________. 2011. Kemiskinan dan Solusi. Medan. Grasindo Monoratama. Soeroso, Moerti Hadiati. 2010. Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Dalam Perspektif

Yuridis- Viktimologis. Jakarta: Sinar Grafika.

Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.

Yulia, Rena. 2020. Viktimologi: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Sumber Lain

UU No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

Sumber Online

pukul 16:47 WIB

2015 pukul 10:24 WIB


(6)

111

WIB

pukul 14:35 WIB

pukul 23:00 WIB

pukul 16:47 WIB


Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Kota Medan

10 114 91

Pengaruh Sosial Ekonomi Rumah Tangga Terhadap Kenakalan Remaja Di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru Kabupaten Deli Serdang

7 84 114

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Balitanya, Di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009

3 76 66

Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

1 5 113

Pengaruh anemia, norma budaya, sosial ekonomi, gender dan kekerasan dalam rumah tangga terhadap fungsi seksua AWAL

0 0 14

Tingkat Kesuburan Tanah Pada Lahan Agroforestri Karet di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

0 1 10

Cover Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 13

Chapter I Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 10

Chapter II Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 31

Reference Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

0 0 2