Telur ulat bawang diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang merah
secara berkelompok, telur dilapisi benang- benang putih seperti kapas. Menurut
Mossler et al. 2007 setiap serangga betina bisa menghasilkan sekitar 600 telur sekitar
80 telur dalam setiap kelompok atau massa telur. Telur akan menetas dalam waktu 5
– 7 hari pada kondisi normal. Larva akan
tinggal didalam daun dan memakan dari dalam. Lama hidup larva 10 hari. Pupa
dibentuk pada permukaan tanah, berwarna coklat terang dengan ukuran 15-20 mm.
Lama hidup pupa antara 6-7 hari Fye dan Mc.Ada 1972 dalam Soetiarso 2010. Siklus
hidup telur sampai imago adalah 4 sampai 5 minggu Mossler et al. 2007.
Tahap kepompong memiliki waktu kelangsungan hidup terpanjang setelah
paparan suhu rendah. Waktu kelangsungan hidup fase telur pada suhu rendah lebih
pendek daripada fase pupa, sehingga fase pupa S. exigua merupakan fase yang paling
mudah beradaptasi pada suhu rendah Zheng et al. 2011. Dimulai dari ujung daun, ulat
memakan jaringan tanaman bagian dalam, sehingga yang tertinggal hanya jaringan
epidermisnya
saja. Daun
berwarna kecoklatan dan pada tahap selanjutnya daun
akan mati dan akhirnya tanaman juga akan mati.
2.4 Lalat Pengorok Daun Liriomyza sp.
Gambar 2 Liriomyza sp. Sumber:
http:www.bio-bee.com Liriomyza sp. pertama kali ditemukan
pada tanaman bawang merah di desa Klampok, Kabupaten Brebes pada awal
bulan Agustus
2000. Liriomyza
sp. menyerang tanaman bawang merah dari
umur 15 hari setelah tanam sampai menjelang panen. Kehilangan hasil akibat
hama tersebut dapat mencapai 30-100. Hama pengorok daun tinggal dan makan dari
dalam jaringan daun, sehingga berbentuk korokan atau guratan pada daun. Siklus
hidup berkisar 2 minggu. Serangan yang parah akan menyebabkan seluruh jaringan
daun mati dan akhirnya tanaman juga mati.
Waktu yang
dibutuhkan untuk
Liriomyza trifolii untuk menyelesaikan seluruh fase hidup pada seledri dalam
laboratorium bervariasi dari 14 hari pada 35 °C dan 64 hari pada suhu 15 °C.
Kelangsungan hidup pupa sangat rendah pada 35 °C dan peletakan telur berkurang
terjadi pada 15 °C. Suhu optimal untuk kelangsungan hidup dan peletakan telur
adalah 30 °C. Berdasarkan studi tentang kelangsungan hidup dan bertelur di berbagai
suhu,
Liriomyza trifolii
mengalami pertumbuhan populasi maksimum antara
Mei dan Oktober di Florida tengah saat udara rata-rata suhu sedikitnya 25 °C,
pertumbuhan populasi selama bulan Maret, April dan November saat suhu udara rata-
rata adalah sekitar 20 °C lebih rendah, dan hampir tidak ada pertumbuhan populasi dari
Desember hingga Januari saat udara rata- rata suhu sekitar 15°C Mossler et al.
2007.
Nonci dan Muis 2011 menyatakan seekor imago betina meletakkan telur
50−300 butir. Telur berwarna putih bening, ukuran 0,28 mm x 0,15 mm, dan lama
stadium telur 2−4 hari. Larva terdiri atas tiga instar. Larva instar pertama menyerang daun
dan menjadi instar kedua setelah 1 2 hari.
Periode larva instar kedua adalah 1 2 hari,
kemudian menjadi larva instar ketiga akhir. Stadium larva instar ketiga berlangsung
1,5 3 hari. Larva yang baru keluar berwarna
putih susu atau putih kekuningan dan segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal
dalam rongga daun selama hidupnya. Stadium larva berlangsung 6−12 hari dengan
ukuran larva instar 3 adalah 3,5 mm. Stadium pupa berlangsung 11−12 hari.
Imago berukuran panjang 1,7−2,3 mm. Imago betina ma
mpu hidup 6−14 hari, sedangkan imago jantan 3−9 hari.
2.5 Hama Putih Thrips tabaci
Thrips tabaci biasanya hidup di sela- sela daun. Akibat serangan hama ini, daun
mengalami bercak-bercak
putih dan
mengering Suhaeni 2007. Ketika Thrips menyerang tanaman bawang merah, daun
akan menggulung, keriput dan secara bertahap mengering Ullah 2010. Daun
bawang merah yang terserang berwarna putih mengkilat seperti perak, serangan yang
parah daun menjadi layu.
Gambar 3 Thrips tabaci Sumber: cals.ncsu.edu
Siklus hidup berkisar antara 7 – 21 hari
tergantung dengan kondisi lingkungan. Serangga betina dapat meletakkan telur
sekitar 80 buah. Telur Thrips dimasukkan ke dalam daun atau batang dan menetas dalam
2 sampai 10 hari dan tahap larva berikutnya berlangsung dari 5 sampai 30 hari. Semua
tahapan hidup serangga dapat ditemukan selama musim panas tetapi selama bulan-
bulan dingin hanya fase dewasa dan larva yang jelas terlihat. Ukuran serangga dewasa
adalah 1
– 2 cm. Besar kemungkinan 5-8 generasi terjadi pertahun, tapi mungkin ada
lebih banyak di beberapa negara dengan suhu yang lebih hangat.
Hujan deras
atau irigasi
dapat mengurangi Thrips dan populasi tungau.
Bawang merah tua dengan kanopi terbuka mendukung populasi Thrips menjadi lebih
sedikit. Serangan berat terjadi pada suhu udara di atas normal dengan kelembaban di
atas 70.
Suhu dan curah hujan telah lama diketahui sebagai
faktor utama yang
mempengaruhi dinamika populasi Thrips. Dinamika suhu terutama mempengaruhi
tingkat perkembangan serangga. Penyebaran populasi Thrips positif dipengaruhi oleh
peningkatan suhu dan negatif dipengaruhi oleh hujan deras sepanjang musim. Curah
hujan cenderung berpengaruh negatif pada populasi Thrips karena hujan yang besar dan
lama dapat membunuh larva dan menekan penyebaran. Sebaliknya, curah hujan dapat
memberikan pengaruh positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
menunda penuaan dari tanaman inang, yang memungkinkan lebih banyak waktu untuk
Thrips berkembang biak Morsello et al. 2008.
Dengan meningkatnya suhu sepanjang musim, terjadi peningkatan aktivitas Thrips
dan pertumbuhan populasi sampai ketika terjadi penuaan pada host. Cuaca kering
mendukung pertumbuhan populasi Thrips Evans 1967 dalam Morsello et al. 2008.
Franssen dan Huisman 1958 melaporkan bahwa kelimpahan dari Angusticeps thrips
selama hujan dan dingin nyata lebih rendah dibandingkan saat musim kering dan panas,
karena mortalitas larva yang tinggi dan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih
lambat Morsello et al. 2008.
Lorini dan Junior 1990 dalam Morsello et al. 2008 melaporkan bahwa
suhu tinggi dan kurangnya curah hujan meningkatkan kepadatan populasi T. tabaci
bawang putih di Brasil. Jumlah Thrips tertinggi 174,6 Thrips per tanaman dicapai
ketika suhu antara 18
o
C dan 21
o
C dan ketika curah hujan rendah 114-144 mm per bulan.
T. tabaci betina meletakkan telur dan lama hidup terpanjang dalam suhu 21,1
o
C menjadi 23,6
o
C dan kelembaban relatif 52. Suhu di atas 35
o
C dan kekeringan telah dilaporkan kurang baik bagi kelangsungan hidup thrips,
mengakibatkan penurunan
populasi Varadharajan dan Veeraval 1995 dalam
Waiganjo et al. 2008. 2.6 Pengaruh
Unsur Iklim
pada Kehidupan Serangga
Serangga seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor
iklim baik secara langsung maupun tidak langsung
di antaranya
curah hujan,
temperatur, kelembaban relatif udara dan fotoperiodisitas. Besarnya pengaruh ini
berbeda untuk tiap spesies serangga dan dampak secara langsung dapat terlihat pada
siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Keragaman
iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi dan penyebaran serangga sehingga
dalam
kurun waktu
singkat dapat
menimbulkan ledakan populasi serangga hama tertentu Wiyono 2007.
Suhu
Faktor kunci yang mengatur pola hidup serangga adalah suhu. Karena serangga
adalah organisme poikilothermic berdarah dingin dimana suhu tubuh mereka adalah
kira-kira sama dengan lingkungan, oleh karena itu, tahap perkembangan hidup
serangga sangat tergantung pada suhu Deka et al. 2009. Suhu merupakan salah satu
faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan serangga, seperti siklus
hidup, dan kelangsungan hidup serangga. Kisaran suhu yang sesuai bagi pertumbuhan
serangga
berhubungan erat
dengan karakteristik tempat suatu spesies hidup.
Oleh karena itu, dalam hal adaptasi lingkungan pada tempat yang berbeda
karakteristik tempatnya,
suhu akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan suatu spesies. Serangga dapat tahan terhadap
kesenjangan suhu yang besar, misalnya beberapa larva nyamuk, kutu air, dan
kumbang air dapat berada di dalam air secara normal pada suhu 38-49
o
C. Respon serangga pada suhu rendah maupun suhu
tinggi tidak sama untuk semua spesies serangga. Suhu untuk perkembangan awal
serangga biasanya
lebih rendah
dibandingkan dengan suhu untuk reproduksi. Perubahan suhu akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada populasi musuh alami serangga dan host. Suhu dapat
mengubah rasio jenis kelamin beberapa spesies hama seperti Thrips Lewis 1997
dalam Deka 2009. Perubahan suhu lebih berpengaruh pada serangga yang seluruh
fase hidupnya berada di atas tanah daripada serangga yang menghabiskan bagian penting
dari fase hidup mereka di dalam tanah karena tanah menyediakan media isolasi
yang akan cenderung menjadi buffer untuk perubahan suhu udara Deka et al. 2009.
Kelembaban
Kelembaban dapat
mempengaruhi perkembangbiakan,
pertumbuhan, dan
keaktifan serangga baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Kemampuan serangga
bertahan terhadap
keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat berbeda
menurut jenisnya. Dalam hal ini kisaran toleransi
terhadap kelembaban
udara berbeda untuk setiap spesies maupun stadia
perkembangannya, tetapi kisaran toleransi ini tidak jelas seperti pada suhu. Namun bagi
serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum
terletak antara 73-100 Andrewartha Birch 1974 dalam Koesmaryono 1991.
Hujan
Hujan mempunyai arti penting dalam kehidupan serangga, dan dapat memberikan
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada
pertumbuhan serangga.
Dampak secara langsung misalnya, hujan deras dapat mencuci kutu daun dari tanaman
inangnya, sedangkan dampak secara tidak langsung, dapat meningkatkan kelembaban
udara sehingga mendukung pertumbuhan populasi hama Deka et al. 2009.
Kelimpahan
populasi serangga
sangat berpengaruh pada variasi musim hujan.
Kurangnya hari hujan dapat menimbulkan kekeringan dan kematian pada serangga,
tetapi jika curah hujan tinggi, maka populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci
oleh hujan.
III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Oktober tahun 2012 di
laboratorium Klimatologi
Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Dramaga
dan Balitklimat Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.
3.2
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan
Software Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14 serta kalkulator. Data yang digunakan
adalah data skala kerusakan daun akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman
OPT, data populasi musuh alami OPT bawang merah untuk dua musim tanam
bawang merah dan data iklim Kabupaten Brebes dari tahun 1991-2011.
Data skala kerusakan daun akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman
OPT yaitu pada dua musim tanam bawang merah di Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes bulan Juli sampai Agustus dan bulan November sampai Desember 2011. Data
populasi musuh alami OPT bawang merah meliputi populasi Capung, Katak dan Laba-
laba. Data iklim yang digunakan meliputi empat unsur iklim yaitu curah hujan,
kelembaban relatif, suhu minimum dan suhu maksimum. Data iklim merupakan data
harian dari tahun 1991-2011 stasiun cuaca di Kabupaten Brebes yang diperoleh dari
Balitklimat dan Balai Besar BMKG Wilayah II Ciputat.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan data