Bahan dan Alat Luas Tanam Korelasi Lagging

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan dan Jambi sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Bengkulu. Luas wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 5.749,89 Km2 yang terbagi menjadi sepuluh kecamatan. Sektor Pertanian khususnya tanaman pangan menjadi penggerak utama kehidupan. Di sektor pangan khususnya padi yang terdapat Kecamatan Pancung Soal, Sutera, dan Bayang, menyumbang 19,17 persen dari total kegiatan perekonomian. Selain untuk kebutuhan lokal, beras Pesisir Selatan juga dipasarkan ke Padang, Solok, Payakumbuh, Pekanbaru, Bengkulu, dan Jambi. Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan bergunung dan berbukit-bukit dengan tinggi dari permukaan laut berkisar antar 0-1000 meter. Suhu udara pada siang hari berkisar antara 23ºC- 32ºC dan 22ºC-28ºC pada malam hari. 2.6. Gambaran Umum Kabupaten Karawang, Jawa Barat Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang termasuk daerah dataran yang relative rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 - 1.279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 - 2 , 2 - 15 , 15 - 40 dan diatas 40 . Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, 3,73 dari luas Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk daratan yang relatif rata dengan variasi antara 0 - 5 meter diatas permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0 - 1.200 meter permukaan laut. Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh kondisi iklim, keadaan orografi dan perputaran pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat beragam menurut bulan. Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2006 mencapai 1.722 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 108 mm, lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2005 yang mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 127 mm Pada tahun 2006 rata-rata curah hujan tertinggi di Kecamatan Pangkalan yaitu mencapai 272 mm per bulan dan yang terendah terjadi di Kecamatan Talagasari yaitu hanya 51 mm. Sesuai dengan bentuk morfologinya, Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperature udara rata-rata 27 °C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 dan kelembaban nisbi 80 . Kabupaten Karawang dialiri oleh dua sungai besar yaitu sungai Citarum dan Sungai Cilamaya yang merupakan sumber air utama. Aliran sungai yang melandai ke utara arah Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang , selain itu terdapat pula tiga buah saluran irigasi yang besar yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, industri, Pembangkit Tenaga Listrik dan kebutuhan penduduk baik langsung maupun melalui PDAM.

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB antara bulan April sampai dengan bulan November 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini, yaitu: 1 Data iklim dan curah hujan harian stasiun otomatis yang dikelola Balitklimat, stasiun manual Badan Litbang PertanianBMG, dan instansi lain yang mengelola data iklim dan curah hujan tingkat kecamatan series selama 17 tahun. 2 Data Nino 3.4 SST dan DMI series selama 17 tahun 3 Data series penggunaan lahan 4 Peta-peta pendukung meliputi peta administrasi, peta topografi, peta rupa bumi, peta penyebaran stasiun iklim dan hujan dan peta pendukung lainnya. 5 Seperangkat komputer dan piranti lunak seperti Micosoft Word, Minitab, Microsoft Excel. 3.3. Metode 3.3.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data iklim dan curah hujan dari instansi terkait seperti Balitklimat, BMG, PSDAPU serta Dinas Pertanian untuk mengetahui kondisi curah hujan. Pengumpulan data luas tanam, luas lahan, penggunaan lahan, 4 dan rotasi tanam serta wawancara dengan petani dan narasumber untuk mengetahui pola dan kalender tanam yang dilakukan petani. Disamping itu dilakukan pula survei lapang untuk melakukan identifikasi pola dan kalender tanam eksisting pada setiap musim tanam.

3.3.2. Analisis Iklim Regional - Analisis Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan sekunder dari stasiun- stasiun hujan periode tahun 1990 sampai 2007. Stasiun hujan yang menyebar di lokasi penelitian tidak seluruhnya digunakan, hanya stasiun yang memiliki periode hujan lebih dari 10 tahun, sehingga dalam penelitian ini stasiun yang digunakan di Pesisir Selatan dan Karawang adalah masing-masing 11 dan 28 stasiun. - Penentuan Anomali Iklim Untuk mengetahui besarnya pengaruh ENSO pada kejadian curah hujan adalah dengan menggunakan indeks suhu muka laut di Nino 3.4. 5 N – 5 S, 120 – 170 W. Indeks tersebut dihitung dari fluktuasi bulanan berdasarkan analisis dengan menggunakan metode Kaplan et al 1998. Yang diperoleh dari situs internet http:www.cpc.ncep.noaa.gov. Sama halnya dengan ENSO, Dipole Mode DM atau Indian Ocean Dipole IOD dinyatakan dalam bentuk indeks yaitu Dipole Mode Indeks. Dipole Mode Indeks dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara suhu muka laut di kawasan barat Samudera Hindia 50°-70°BT, 10°LU-10°LS dengan suhu muka laut di kawasan tenggara Samudera Hindia 90°- 110°BT, 0°-10°LS. - Analisis Hubungan Curah Hujan dengan IOD dan ENSO Analisis anomali curah hujan bulanan dihitung berdasarkan persamaan berikut: Ano CH ij = CH ij − CH ij CH ij = i n CH j j =1 n ∑ Keterangan: ANo CH ij =anomali curah hujan di stasiun ke-i bulan ke-j. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara anomali curah hujan yang terjadi di setiap stasiun hujan dengan nilai anomali SST sebagai indikator penyimpangan iklim. Pada analisis ini digunakan program Minitab 14 dengan cara menghitung nilai korelasi r yaitu korelasi antara dua variabel Walpole, 1982. Rumus perhitungan nilai korelasi adalah: r = n x i y i − x i i =1 n ∑ ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ y i i =1 n ∑ ⎛ ⎝ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ i =1 n ∑ n x 2 i − x i n ∑ ⎛ ⎝ ⎜ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ ⎟ 2 i =1 n ∑ ⎡ ⎣ ⎢ ⎢ ⎤ ⎦ ⎥ ⎥ n y 2 i − y i n ∑ ⎛ ⎝ ⎜ ⎜ ⎞ ⎠ ⎟ ⎟ i =1 n ∑ 2 ⎡ ⎣ ⎢ ⎢ ⎤ ⎦ ⎥ ⎥ ⎡ ⎣ ⎢ ⎢ ⎤ ⎦ ⎥ ⎥ Keterangan: r = korelasi n = jumlah data x = anomali SST nino 3.4 atau anomali IOD y = anomali curah hujan Nilai korelasi berkisar antara -1 dan 1. Tanda positif atau negatif menunjukkan arah korelasinya. Bila korelasi antara x dan y negatif maka kenaikan variabel x akan menyebabkan penurunan y atau sebaliknya. Bila korelasi antara x dan y positif maka kenaikan variabel x akan diikuti dengan kenaikan variabel y atau sebaliknya.

3.3.3. Analisis Dinamika Waktu Tanam

Untuk mengetahui sensitifitas dan dinamika waktu tanam dilakukan dengan menganalisis hubungan antara indeks regional dengan luas tanam pada wilayah onset dalam kalender tanam eksisting yang telah dibuat oleh Badan Litbang Pertanian. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengetahui dinamika waktu tanam yaitu :

a. Luas Tanam

Normalisasi data dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan bias data dari pengaruh faktor lain seperti tren konversi lahan pertanian. Metode yang digunakan adalah Z- Score atau Normal Score. Perhitungan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Dimana : x = skor data yang dinormalkan σ = standar deviasi dari populasi μ = rata-rata populasi Jika variable acak dipertimbangkan sebagai rata-rata sample: 5 maka: Piranti lunak yang digunakan adalah Minitab Ver 14.

b. Korelasi Lagging

Dengan mempertimbangkan faktor lag, untuk melihat maju mundurnya hubungan antara prediktor dan predikta sehingga diperoleh informasi korelasi anomali iklim pada waktu tertentu Pearson Methode. dimana: − x = sample rata-rata untuk variabel pertama s x = standar deviasi unatuk variabel pertama − y = sample rata-rata untuk variabel kedua s y = standar deviasi untuk variabel kedua n = panjang kolom

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Curah Hujan di Wilayah

Equatorial Indonesia memiliki dua musim yaitu, musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan umumnya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari. Sedangkan musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Bulan lainnya disebut sebagai musim pancaroba atau transisi yaitu pada bulan Maret, April, Mei, September, Oktober dan November. Pembagian musim tersebut sebagai perbandingan dengan kondisi musim di belahan bumi Utara dan Selatan musim dingin : Desember-Januari- Februari, musim panas : Juni-Juli-Agustus, musim gugur : September-Oktober-November, dan musim semi : Maret-April-Mei maka dikelompokkan menjadi DJF, MAM, JJA dan SON. Sepuluh stasiun curah hujan dianalisis di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu di Tapan, Surantih Tarusan, Sutera, Ranah Pesisir, Linggo Sari, Lunang, Bayang, Batang Kapas, dan Lengayang. Meskipun pola hujannya tidak begitu tegas, curah hujan di Kabupaten Pesisir Selatan berpola hujan equatorial sebagaimana pola curah hujan di wilayah di Sumatera Barat lainnya. Pola tersebut dicirikan dengan wilayah yang memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kriteria musim hujan. Atau tepatnya puncak curah hujan terjadi satu bulan setelah matahari tepat di atas khatulistiwa yaitu pada bulan MaretApril dan OktoberNovember. 4.1.1.Distribusi Stasiun yang Dipengaruhi oleh ENSO dan IOD di Kabupaten Pesisir Selatan Berdasarkan analisis korelasi lagging pada lag, 0, 1, dan 2. Lag 0 merupakan lag dengan korelasi tertinggi dengan iklim regionalnya IOD dan ENSO sehingga analisis dilakukan pada lag 0. Selanjutnya dari seluruh stasiun yang dianalisis, anomali suhu permukaan laut yang terjadi baik di Samudera Hindia yang ditunjukkan oleh fenomena IOD maupun yang terjadi di Samudera Pasifik Equatorial yang ditunjukkan oleh ENSO pada DJF hanya berkorelasi nyata positif akibat ENSO di Tapan r ≥ 0.34, artinya semakin meningkat anomali ENSO semakin tinggi pula curah hujannya. Pengaruh IOD dan ENSO terhadap penurunan curah hujan baru terjadi pada SON di beberapa wilayah seperti di Tarusan, Sutera, Ranah Pesisir, Bayang, Batang Kapas dan Lengayang. Pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi yang nyata r ≥ -0.34. Akibat pengaruh IOD dan ENSO Pada wilayah-wilayah tersebut, curah hujan berkurang terutama di bulan Oktober meskipun tidak sampai pada taraf anomali negatif . Pesisir Selatan 50 100 150 200 250 300 350 400 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des B u l a n Cu ra h Hu ja n m m CH rata-rata = 252mmbulan 6