Armada Penangkapan Kapal Motor 100GT

43 lagi menggunakan sistem bagi hasil tapi sudah menggunakan sistem upah yang bagi menjadi dua kategori yaitu sistem upah khusus bagi ABK yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus dan upah biasa bagi ABK atau buruh nelayan biasa. Dalam pola hubungan produksi terdapat perbedaan antara ketiga armada penangkapan ini, dimana pada armada penangkapan Sope tidak ada target jumlah penangkapan dalam sekali putaran mealut dan masih menggunakan sistem bagi hasil yang proporsional, sehingga pola hubungan produsi tidak bersifat eksploitatif, sedangkan pada armada penangkapan perahu payang dan kapal motor 100 GT ada target jumlah pendapatan dalam sekali putaran melaut yang dibebankan oleh pemilik kapal kepada ABK dan para buruh nelayan, sehingga buruh nelayan harus bekerja keras untuk memenuhi target penangkapan tersebut, sementara upah yang diberlakukan oleh pemilik kapal tergolong masih rendah yaitu antara Rp.900.000 sampai dengan 1.500.000Bulan, besaran upah tersebut dibawah standar upah minimum pekerja pada umunnya. Hal inilah yang menyebabkan hubungan kerja pada armada penangkapan perahu Payang dan Kapal Motor 100 GT dengan teknologi modern, sudah mengarah pada pola hubungan kerja yang bersifat eksploitatif terhadap buruh nelayan. Pola Bagi Hasil pada Armada Penangkapan Perahu Payang Perahu payang biasanya hanya digunakan untuk mengoperasikan jaring payang atau nama lainnya pukat kantong lingkar. Kekuatan produksi pada perahu payang adalah jumlah ABK yang terdiri dari 10 - 17 orang dengan posisi status yang heterogen, mesin tempel yang digunakan pada umumnya berukuran 40 PK. Dalam hubungan produksi terdapat status pemilik perahu, pengurus perahu, ABK, bengkel payang dan juru mudi. Status pengurus berperan dalam pengadaan perbekalan dan menjual hasil tangkapan. Status ABK terdiri dari juru mudi yang bertanggung jawab terhadap operasional penangkapan, juru batu yang terdiri dari 2 orang yang bertanggung jawab untuk mengawasi posisi jaring, juru tembak 1 orang yang bertugas untuk menggiring ikan masuk ke dalam jaring, pengawas atau juru keker 1 orang yang bertugas mengamati dan mencari gerombolan ikan serta nelayan tanpa ketrampilan khusus yang disebut sebagai anak payang. Motoris berperan memperbaiki mesin di darat atau di bengkel dan harus selalu siap memperbaiki mesin pada saat diperlukan. Bengkel payang berperan memperbaiki kerusakan jaring dan dilakukan di darat. Ketika melakukan perbaikan jaring dibantu oleh anak payang. Pola hubungan antara pemilik perahu payang dengan ABK, pengurus kapal didasarkan pada sistem bagi hasil dengan atau tanpa pinjaman ikatan. Ikatan antara pemilik perahu payang dengan ABK pengurus kapal adalah ikatan yang didasarkan pada pinjaman. Pembagian pinjaman tergantung kesepakatan antara ABK pengurus kapal dengan pemilik armada penangkapan. Ketika tidak mendapatkan hasil tangkapan maka pinjaman tidak dapat dikembalikan dan pemilik perahu harus memberi pinjaman lagi ketika operasional berikutnya sehingga kadang-kadang jumlah pinjaman akan membesar ketika musim paceklik, bahkan tanpa ada kegiatan melautpun pemilik tetap memberikan pinjaman bagi ABKnya. 44 Pinjaman ikatan ini juga merupakan jaminan sosial ketika musim paceklik. Pemilik perahu payang yang kekurangan modal akan berhubungan dengan pemilik modal yang dalam hal ini adalah Bakul atau Eksportir. Dengan pola hubungan yang didasarkan pada pinjaman ini maka pemilik perahu payang harus menjual hasil tangkapannya kepada bakul dengan tingkat harga yang lebih rendah dari pasaran. Pola bagi hasil yang diterapkan pada kelompok kerja perahu payang dapat dilihat pada Tabel 10. Pola Bagi Hasil pada Armada Penangkapan Kapal Motor Pada armada penangkapan Kapal Motor, pola hubungan antara pemilik kapal dengan ABK maupun buruh nelayan tidak lagi berdasarkan pola hubungan yang didasarkan pada sistem bagi hasil akan tetapi sudah beralih dengan menggunakan sistem upah yang dibagi menjadi dua kategori yaitu sistem upah khusus untuk ABK yang memiliki keterampilan khusus dan upah biasa untuk nelayan buruh. Dalam pola hubungan produksi terdapat status pemilik kapal, tekong, motoris, ABK Khusus dan ABK biasa atau Buruh nelayan. Pola hubungan antara Tekong dan ABK khusus dengan pemilik kapal adalah pola hubungan yang didasarkan pada sistem upah khusus. Tekong biasanya akan mendapatkan bonus dari pemilik kapal apabila hasil tangkapan melimpah. Pola bagi hasil yang diterapkan pada kelompok kerja nelayan pada armada penangkapan Kapal Motor 100 GT dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10 Pola bagi hasil yang diterapkan pada armada penangkapan perahu payang PERHITUNGAN HASIL BERSIH POLA STATUS BAGIAN KETERANGAN Hasil penjualan - 5 retribusi - upah tekong - upah motoris - upah buruh = Hasil bersih Bagi lima Pemilik 4 bagian atau 80 dari hasil penjualan ikan Pemilik menanggung biaya operasional, upah khusus juru mudi, upah motoris, upah buruh nelayan, biaya kerusakan mesin, alat dan perahu. ABK Pengurus Perahu 1 bagian atau 20 dari hasil bersih Dibagi rata sesuai dengan jumlah ABK pengurus kapal Tekong Juru Mudi Upah Khusus Bonus Sesuai kesepakan antara tekong dengan pemilik perahu, apabila hasil tangkapan memuaskan Tekong mendapat bonus dari pemilik perahu. Motoris Bengkel Kapal Upah Khusus Sesuai kesepakan antara motoris dengan pemilik perahu Buruh Nelayan Upah Biasa Besarnya upah biasa : antara Rp.800.000 s.d 1.500.000Bulan 45 Perhitungan upah khusus untuk Tekong berdasarkan banyaknya pendapatan untuk setiap trip dan tergantung dari tingkat keterampilannya. Untuk ABK pengurus kapal diberlakukan upah khusus dengan besaran upah antara 1.500.000 sampai 2.500.000Bulan sedangkan untuk ABK biasa atau Buruh Nelayan diberlakukan sistem upah biasa dengan besaran upah antara Rp.900.000 sampai dengan 1.500.000Bulan. Ikhtisar Sebelum terjadinya perubahan moda produksi nelayan, pada era sebelum tahun 1970-an, masyarakat nelayan di wilayah perairan laut Bugis Sape masih menggunakan armada penangkapan yang masih sederhana yaitu menangkap ikan dengan menggunakan perahu Soma dan Lopi yang digerakkan dengan layar dan dayung dengan alat tangkap pancing atau kail yang oleh masyarakat setempat di sebut Hawi dan jaring tasik. Pada saat itu pola hubungan produksi nelayan masih sangat sederhana dan hanya ada status pemilik dan buruh nelayan yang homogen. Pola hubungan antara pemilik perahu dan buruh nelayan merupakan pola hubungan yang didasarkan pada ikatan kekeluargaan. Sedangkan pola hubungan antara penjual dengan pemilik perahu merupakan pola hubungan yang didasarkan pada sistem komisi. Seiring dengan peningkatan jumlah nelayan yang memamfaatkan wilayah penangkapan di wilayah perairan laut Bugis Sape, maka terjadi pula peningkatan persaingan pemanfaatan wilayah penangkapan, sehingga nelayan berusaha mengubah teknologi yang digunakan agar bisa mendapatkan hasil tangkapan yang lebih memuaskan, perubahan teknologi yang dilakukan berupa perubahan jenis perahu, alat tangkap dan tenaga penggerak perahu. Perubahan moda produksi nelayan berupa peralihan jenis dan spesifikasi armada penangkapan dari armada penangkapan tradisional Lopi dan Soma sampai pada pengunanaan armada Tabel 11 Pola bagi hasil yang diterapkan pada armada penangkapan kapal motor 100 GT SISTEM BAGI HASIL STATUS BAGIAN KETERANGAN Memakai mekanisme upah khusus dan upah biasa : - Upah khusus diberlakukan pada Tekong dan ABK penggurus Kapal, sedangkan - Upah biasa diberlakukan pada buruh nelayan biasa Pemilik Sisa dari keseluruhan biaya operasional dan upah seluruh ABK Pemilik menanggung biaya operasional, bonus khusus Tekong, upah ABK, upah buruh nelayan dan biaya kerusakan mesin. Tekong Juru Mudi Upah Khusus Bonus Sesuai kesepakan antara Tekong dengan pemilik kapal ABK Pengurus Kapal Upah Khusus Besarnya upah hhusus : antara 1.500.000 s.d 2.500.000Bulan Buruh Nelayan Upah Biasa Besarnya upah biasa : antara Rp.900.000 s.d 1.500.000Bulan