38
B. Analisis tanah sedimen
1. Suhu 2. pH
3. Redoks 4. C-Organik
5. Kalsium Ca Biologi
Bakteri SRB Sulfur Reducing Bacteria
o
C -
mv mgkg
MPN Thermometer
pH-meter Alat
Titrasi AAS
Inkubasi Laboratorium
Laboratorium Laboratorium
Laboratorium Laboratorium
Laboratorium Harian
Harian Harian
H-ke 0, 20, 40, 60 H-ke 0, 20, 40, 60
Awal dan akhir
Gambar 6. Denah lokasi stasiun pengambilan contoh di Waduk Cirata
3.4 Analisa Data
3.4.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau menjelaskan kondisi fluktuasi kualitas air dan parameter sedimen, populasi bakteri sedimen,
dan tingkat perombakan bahan organik secara anaerob.
•
Stasiun 1 inlet
•
Stasiun 2 tengah • Stasiun 3 outlet
107
ο
.16.49’ BT 06
ο
.43,58’ LS
107
ο
.16,40’ BT 06
ο
.45,57’ LS 107
ο
.19,50’ BT 06
ο
.42,50’ LS
39
3.4.2 Sebaran karakteristik Fisika-Kimia dan Sedimen
Untuk menentukan sebaran karakteristik fisika-kimia perairan dan sedimen antar stasiun pengamatan, digunakan pendekatan analisis statistik multivariabel
yang didasarkan pada analisis cluster Cluster Analysis Bengen, 2000.
p
d
2
i,i’ =
∑ Xij – Xi’
2
√
j=1
Dimana : d
2
i,i’ = 2 baris i i
= indeks untuk baris, dari baris ke-i sampai dengan ke-i’ j
= indeks untuk kolom Analisis cluster Cluster Analysis digunakan untuk mengelompokkan
pengamatan atau variabel menjadi beberapa kelompok pengamatan atau variabel yang jumlahnya lebih sedikit. Analisis cluster menggunakan MINITAB versi 14.0.
dan diinterpretasikan dalam bentuk Dendrogram Iriawan dan Astuti, 2009.
3.4.3 Evaluasi dengan metode STORET
Metode STORET ini dimaksudkan untuk mengetahui baik buruknya kualitas air pada suatu waduk atau badan air lainnya untuk peruntukan air tertentu.
Selain itu pada metode ini juga dapat diketahui parameter-parameter apa saja yang telah melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu Canter, 1977. Adapun
tahapan analisisnya : 1.
Menyajikan tabel analisis kualitas air yang memuat semua nilai hasil pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Kemudian
mencantumkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata dari hasil pengukuran masing-masing parameter.
2. Pada tabel yang sama, dicantumkan pula nilai baku mutu untuk masing-
masing parameter. 3.
Membandingkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata hasil pengukuran dari masing-masing parameter terhadap nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
40 4.
Memberikan skor terhadap masing-masing parameter di atas dengan ketentuan sebagai berikut Tabel 8:
a. Skor nol 0, jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran telah memenuhi
atau berada di bawah ≤ nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
b. Skor -1 sd -9, jika nilai minimal, maksimal, rata-rata parameter hasil
pengukuran telah melewati ≥ nilai baku mutu yang telah ditetapkan dan
jumlah contoh air yang dianalisis kurang dari 10. c.
Skor -2 sd -18, jika nilai-nilai minimal, maksimal, rata-rata parameter hasil pengukuran telah melewati
≥ nilai baku mutu yang ditetapkan dan jumlah contoh air yang dianalisis lebih dari atau sama dengan
≥ 10. Tabel 8. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan
berdasarkan metode IKA_STORET Canter, 1977 Jumlah contoh air
Nilai Parameter
Fisika Kimia
Biologi 10
Maksimum -1 -2
-3 Minimum
-1 -2
-3 Rata-rata -3 -6 -9
≥ 10 Maksimum -2
-4 -6
Minimum -2
-4 -6
Rata-rata -6 -12 -18 Sumber : Canter 1977; Kepmen. K LH No. 115 2003
5. Setelah masing-masing parameter memiliki skor, lalu nilai-nilai skor dari
seluruh parameter fisika, kimia dan biologi dijumlahkan dan jumlah tersebut dibandingkan terhadap Klasifikasi Mutu Air berdasarkan US-EPA sebagai
berikut : a.
Kelas A, jumlah total skor = 0 kualitas air tergolong sangat baik b.
Kelas B, jumlah total skor –1 sd –10 kualitas air tergolong baik c.
Kelas C, jumlah total skor –11 sd –30 kualitas air tergolong sedang d.
Kelas D, jumlah total skor ≤ –30 kualitas air tergolong buruk
41
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen
Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota yang hidup
dalam ekosistem perairan tersebut. Hasil pengamatan nilai fisika kimia air dan sedimen selama 60 hari
penelitian dapat di lihat pada Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7, yang meliputi : suhu, pH, potensial redoks, oksigen terlarut DO. Pada Lampiran 8 memaparkan data
peubah kualitas air dan sedimen media penelitian berdasarkan stasiun I, II, III pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 yang meliputi karbondioksida CO
2
, H
2
S, amonia NH
3
, nitrit NO
2
, dan nitrat NO
3
, fenol, BOD, COD, sulfide, total fosfat, orto fosfat PO
4
, alkalinitas, kesadahan, kalsium Ca air dan sedimen, dan C-organik. Semua data hasil pengamatan harian dan berdasarkan pengamatan antar stasiun I,
II dan III diinterpretasikan juga dalam bentuk grafik Lampiran 9,10 dan 11 Untuk melihat pola dinamika perombakan bahan organik sedimen Waduk
Cirata secara keseluruhan dapat di lihat pada Tabel 10. Hasil yang terpapar pada Tabel 10 merupakan nilai rerata dari hasil pengukuran pada stasiun I, II dan III.
Pada Tabel 10 menunjukkan hasil pengamatan nilai rerata fisika kimia air dan sedimen selama penelitian hari ke-0, 20, 40 dan 60 yang meliputi : suhu, pH,
potensial redoks, oksigen terlarut DO, karbondioksida CO
2
, H
2
S, amonia NH
3
, nitrit NO
2
, dan nitrat NO
3
, fenol, BOD, COD, sulfide, total fosfat, orto fosfat PO
4
, alkalinitas, kesadahan, kalsium Ca, dan nilai rerata kimia sedimen meliputi oksigen terlarut DO, kalsium Ca dan C-organik Lampiran 8.
Pola dinamika BOD, amonia NH
3
, nitrit NO
2
, dan nitrat NO
3
ditunjukkan pada Gambar 7, C-organik Gambar 8, oksigen terlarut DO Gambar 9, potensial redoks Gambar 10, pH Gambar 11, karbondioksida
CO
2
, alkalinitas, kesadahan Gambar 12, kalsium air Ca Gambar 13, kalsium sedimen Ca Gambar 14, COD Gambar 15 , total fosfat dan orto
fosfat PO
4
Gambar 16, suhu Gambar 17. Dalam suatu sistem budidaya sedimen dengan air memiliki hubungan yang
sangat erat. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
42 manusia dan mahluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak
akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya Effendi, 2007 dan Achmad, 2009. Sedimen merupakan bahanmateri yang mengendap di dasar cairan atau bahan
yang diendapkan oleh angin dan air Neufeldt dalam Haeruddin, 2006. Selanjutnya Chamber 1972 dalam Selley 1988 mendefinisikan sedimen
sebagai sesuatu yang terdapat di dasar perairan, kerukan atau defosit. Taurusman 1999 menegaskan, sedimen adalah material yang terkontaminasi di dalam suatu
massa air, baik berupa bahan organik maupun an organik. Tabel 9. Kisaran nilai rerata fisika kimia air dan sedimen pada hari ke 0, 20, 40
dan 60 selama penelitian.
Parameter Rerata
0 20 40 60 Fisika Air
Suhu C
27,1 27,1 27,8 26,5 pH
7,13 6,69 6,99 6,85
Kimia Air
Oksigen terlarut DO mgL 0,47
0,13 0,03
0,06 Karbondioksida CO
2
mgL 12,54 50,16 31,02 29,70
Sulfide mgL 0,02
0,02 0,02
0,02 Amonia NH
3
mgL 0,07 3,51 3,14 1,48
Nitrit NO
2
mgL 0,03 5,12 0,31 0,26
Nitrat NO
3
mgL 0,22 1,67 1,77 1,77
Fenol mgL 0,05
0,05 0,05
0,05 BOD
mgL 1,63 5,78 2,40 1,44
COD mgL
14,23 13,23 5,50 5,33
Total fosfat
mgL 1,31 1,70 0,81 0,80
Orto fosfat PO
4
mgL 0,62 1,39 0,62 0,63
Alkalinitas mgL
72,97 114,27 165,77 150,96 Kesadahan
mgL 47,05 116,41 157,52 130,84
Kalsium Ca mgL 8,29
19,71 18,04
18,71
Fisika sedimen
Suhu C
27,1 27,0 27,7 26,3 pH
6,95 6,56 6,76 6,77 Potensial redoks mV
-7 -20
-9 -3
Kimia Sedimen
Oksigen terlarut DO mgL 0,23
0,04 0,01
0,02 Kalsium Ca mgkg
2,48 3,88
5,43 5,83
C-Organik 5,10 1,74 2,51 1,95
43 Tabel 10. Hasil analisis bakteri pada media selama penelitian
Sampel Jenis kelompok
Jumlah
Awal SRB Sulfur Reducing Bacteria
kelompok Desulfobacter 4,4 x 10
2
MPN Akhir
1,1 x 10
4
MPN
Gambar 7. Kisaran nilai BOD, amonia, nitrit dan nitrat mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
Gambar 8. Kisaran nilai C-organik pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
44 Gambar 9. Kisaran nilai DO mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama
penelitian
Gambar 10. Kisaran nilai potensial redoks mV pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
Gambar 11. Kisaran nilai pH air dan sedimen pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
45 Gambar 12. Kisaran nilai CO
2
, alkalinitas dan kesadahan mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
Gambar 13. Kisaran nilai kalsium air mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
Gambar 14. Kisaran nilai kalsium sedimen mgkg pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
46 Gambar 15. Kisaran nilai COD mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama
penelitian
Gambar 16. Kisaran nilai total fosfat dan ortofosfat mgL pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
Gambar 17. Kisaran nilai suhu air dan sedimen
o
C pada hari ke 0, 20, 40 dan 60 selama penelitian
47 Dari Tabel 10 dan Gambar 7, dapat dilihat bahwa kisaran nilai BOD,
amonia, nitrit, dan nitrat pada hari ke-0 relatif masih dalam tahap transisi dan pada hari ke-20 adalah puncak nilai tertinggi, setelah itu grafiknya sampai hari ke-60
terus menurun. Tingginya nilai BOD, amonia, nitrit, dan nitrat pada hari ke-20 ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas organisme dalam menguraikan bahan
organik. Tingginya nilai BOD pada hari ke-20 masih berbanding lurus dengan kandungan oksigen yang tersedia pada media. Setelah hari ke-20 nilai BOD terus
menurun, artinya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme semakin sedikit, hal ini berhubungan dengan ketersediaan oksigen terlarut pada air maupun
sedimen yang terus menurun. Penurunan nilai oksigen terlarut ini menggambarkan adanya perubahan bakteri pengurai yang ada dalam sedimen mengindikasikan
termasuk pada kelompok bakteri anaerob. Kondisi ini juga ditunjukan oleh nilai amonia dan nitrit setelah hari ke-20
grafiknya terus menurun. Penurunan nilai amonia ini disebabkan oleh tidak adanya sumber utama yang masuk pada media yang ditreatmen. Penurunan
amonia ini juga berakibat pada penurunan nitrit, karena nitrit adalah konversi amonia oleh bakteri nitrifikasi yang berlebihan.
Sedangkan nilai nitrat grafiknya pada hari ke-40 dan hari ke-60, menunjukkan grafik yang terus naik dan berada pada nilai yang stabil dikarenakan
masih ada tersedianya oksigen pada perairan walaupun sedikit. Walaupun menurut Boyd 1982 menyebutkan nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh
bakteri dalam kondisi anaerobik di dalam air, tetapi karena sifat dari nitrit yang tidak stabil, sehingga nilainya terus menurun, hal ini dipengaruhi oleh kandungan
oksigen yang terus menurun sehingga proses nitrifikasi tidak berjalan dengan sempurna. Hal lain yang menyebabkan nitrit terus menurun adalah nilai pH yang
terukur selama pengamatan 7, nilai ini masih di bawa nilai pH standar untuk proses nitrifikasi 8-9 Novonty dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2007.
Penurunan nilai nitrit disebabkan oleh sumber utama untuk proses nitrifikasi yaitu nitrogen dalam perairan semakin berkurang, karena nitrat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Dalam keadaan oksigen semakin menurun, ion nitrat dapat sebagai
penerima elektron dalam reaksi-reaksi dengan mikro organisme sebagai perantara.
48 Kemampuan ion nitrat sebagai penerima elektron digunakan dalam proses
perombakan untuk menghilangkan elektron dengan membiarkan ion nitrat mengoksidasi methanol melalui reaksi bermedia bakteri dalam kondisi anaerob.
Pemanfaatan nitrat dalam proses dekomposisi anaerobik akan menghasilkan amonia NH
3
yang bersifat toksik bagi organisme perairan. Metcalf dan Edy 1991 menyatakan, senyawa amonia dalam kondisi aerob akan teroksidasi
menjadi nitrit oleh bakteri autotrof melalui proses mikrobiologi. Menurut Effendi, 2007 reduksi nitrat denitrifikasi oleh aktivitas bakteri pada kondisi anaerob,
penurunan nitrat ini berpengaruh kepada penurunan kandungan C-organik dalam perairan dan sedimen, karena penurunan nitrat menggambarkan pada perairan
tersebut tidak ada nutrien utama untuk pertumbuhan. Gambar 8 menunjukkan nilai C-organik cenderung menurun hingga hari
ke-20 dan meningkat kembali pada hari ke-40, hal ini karena hasil dari dekomposisi yang mengendap di dasar perairan terus meningkat dan umumnya
kandungan c-organik di sedimen berkisar antara ~ 1–5 Chester, 1990 dalam Taberima 1999 tetapi pada hari ke-60 kembali menurun. Sehingga kondisi air
dan sedimen yang diamati selama pengamatan sudah tidak menggambarkan adanya proses dekomposisi secara aerob, maka proses dekomposisi yang terjadi
pada sedimen termasuk dalam kategori anaerobik. Kondisi anaerobik ini juga digambarkan oleh nilai total fosfat dan
ortofosfat Gambar 16. Pada hari ke-40 nilai kedua parameter ini sudah mengalami penurunan. Penurunan nilai fosfat dan ortofosfat menggambarkan
bahwa tidak ada lagi praksi fosfat yang dapat langsung dimanfaatkan fitoplankton. Konsentrasi total fosfat dan ortofosfat menentukan terhadap kesetabilan
pertumbuhan plankton, sehingga pada hari ke-20 sudah bisa dikategorikan media air dan sedimen sudah anaerob.
Keadaan reduksi anaerobik ini mencerminkan bahwa reaksi kimia yang terjadi pada sedimen mengalami penambahan elektron akibat anaerob. Tebbut
1992 mengatakan, suatu reaksi pada kondisi anaerob memiliki nilai Oxidation- Reduction Potensil ORP 50 mV. Selanjutnya Boyd 1988 menyatakan, pada
lumpur dasar perairan yang memiliki kondisi anaerob, nilai ORP dapat mencapai - 0,1 mV. Menurut Abdunnur et al. 2004 dalam Suwoyo 2009 bahwa proses
49 dekomposisi bahan organik dapat terjadi baik dalam kondisi reduksi maupun
oksidasi. Hal ini membuktikan bahwa proses dekomposisi bahan organik yang terjadi berjalan secara anaerobik, hal ini dikuatkan dengan nilai potensial redoks
hasil pengamatan yang masuk dalam kondisi anaerobik yaitu -3 mV. Lebih lanjut Emiryati 2004 dan Suwoyo 2009 mengemukakan bahwa kandungan
oksigen dalam sedimen berpengaruh besar terhadap nilai potensial redoks dan pH sedimen. Banyaknya bahan organik, jumlah bakteri yang hidup dalam substrat dan
kurangnya sirkulasi air menyebabkan kadar oksigen dalam substrat menurun. Keadaan ini dapat mengubah kondisi substrat kedalam lingkungan reduksi. Maka
dari itu potensial redoks Gambar 10 terus menunjukkan kondisi reduktif. Konsentrasi fenol selama penelitian ditampilkan pada Tabel 10,
menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan kisaran nilai 0,05 mgL. Di duga kisaran nilai ini dipengaruhi oleh potensial redoks. Menurut Haerudin 2006,
nilai fenol akan semakin rendah dengan semakin meningkatnya potensial redoks. Hal lain yang menguatkan proses dekomposisi yang terjadi sudah termasuk
anaerobik adalah kelimpahan bakteri yang teridentifikasi pada sedimen media penelitian berkisar dari 4,4 x 10
2
MPN sampai pada 1,1 x 10
4
MPN Tabel 10 termasuk pada bakteri pereduksi sulfur SRB. Bakteri SRB adalah bakteri obligat
anaerob yang menggunakan sulfat sebagai akseptor terminal elektron Moriaty dan Paullin, 1987.
Dengan meningkatnya aktivitas organisme anaerob melakukan penguraian dan dekomposisi bahan organik, di duga akan meningkatkan pula nilai CO
2
pada perairan Gambar 12 sampai hari ke-20. Karena dekomposisi karbohidrat oleh
bakteri anaerob pada bagian dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir. Jeffries dan Mills 1996 menegaskan, pada saat proses
dekomposisi berlangsung mikroorganisme melepaskan karbondioksida ke perairan. Dengan mikroorganisme melepaskan CO
2
keperairan, ini merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan nilai pH baik dalam air maupun sedimen
sampai ukuran analitik Gambar 11 sebagai akibat dari proses penguraian atau dekomposisi bahan organik. Menurut Boyd 1982 pada konsentrasi CO
2
yang lebih besar, pH akan lebih kecil, jumlah 30 mgL CO
2
akan menghasilkan pH 4,8, tetapi CO
2
tidak akan menyebabkan pH turun di bawah 4,5. Nilai ini sangat sesuai
50 dengan hasil pengamatan terhadap nilai pH air selama penelitian yaitu grafiknya
terus menurun dari mulai 7,21 tetapi tidak sampai kurang dari 6,46, begtiu juga dengan nilai pH sedimen mengalami penurunan dari nulai 7,05 tetapi tidak sampai
kurang dari 6,41. Tetapi setelah hari ke-20 nilai CO
2
terus menurun, ini sejalan dengan nilai pH, alkalinitas, dan kesadahan yang mengalami kenaikan sampai hari
ke-40 Gambar 12. Setelah hari ke-40 nilai alkalinitas dan kesadahan mulai turun diduga
karena persaingan pemanfaatan bahan organik yang terus meningkat tetapi tidak ada penambahan lagi sumber bahan organik yang dimasukan pada media
penelitian. Pendapat ini didukung oleh Mc Kereth et.al. 1980 dalam Effendi 2007, pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, dimana semakin
tinggi nilai pH, maka akan semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Naiknya nilai pH maka akan menaikan nilai
alkaninitas dan menurunkan nilai kesadahan. Salah satu faktor yang mengakibatkan perubahan alkalinitas dan kesadahan adalah anion karbonat,
karbonat, hidroksida, dan kalsium karbonat. Karena faktor ini baik di air maupu sedimen mengalami perubahan maka akan berdampak pada perubahan nilai
kalsium. Pada Gambar 13 kadar kalsium air hari ke-20 meningkat dan pada Gambar
15 kadar kalsium sedimen terus meningkat hingga hari ke-60. Meningkatnya kadar kalsium ini di duga akibat terbentuknya senyawa-senyawa kalsium karbonat
sehingga terbentuknya endapan pada dasar perairan. Karena kesadahan kalsium karbonat merupakan kesadahan yang sifatnya sementara Boyd, 1982.
Karena kondisinya sudah anaerob, maka konsentrasi sulfida air selama penelitian Tabel 10, menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan kisaran nilai
0,02 mgL dan mengeluarkan bau busuk dari media penelitian. Dengan konsentrasi H
2
S 0,02 mgL di duga pada pH 8 kesetimbangan bergeser pada pembentukan H
2
S yang terionisasi. Apabila diperairan tidak terdapat oksigen maka sulfat berperan sebagai sumber oksigen dalam proses oksidasi yang
dilakukan oleh bakteri anaerob. Karena pada kondisi ini, ion sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion hidrogen untuk
membentuk hidrogen sulfida. Maka dari itu konsentrasi sulfida pada penelitian ini
51 bearada pada nilai 0,02 mgL. Selanjutnya Effendi 2007 menyatakan, pada pH
5, sekitar 99 sulfur terdapat dalam bentuk H
2
S. Pada kondisi ini, tekanan parsial H
2
S dapat menimbulkan permasalahan bau yang cukup serius. H
2
S bersifat mudah larut, toksik, dan H
2
S menimbulkan bau seperti telur busuk. Dan bau busuk yang dikeluarkan, karena telah terjadi reduksi pengurangan oksigen dan penambahan
hidrogen, anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob yang dilakukan oleh bakteri SRB Sulfur Reducing Bacteria selama proses
dekomposisi bahan organik Effendi, 2007.
4.2 Sebaran karakteristik Fisika-Kimia dan Sedimen
Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan diperoleh adanya dua pengelompokkan untuk kualitas air dan sedimen. Pengelompokan tersebut
dikonfirmasikan dengan dendogram klasifikasi hirarki berdasarkan 14 parameter kualitas air Lampiran 12 dan 6 parameter sedimen Lampiran 13.
Dari hasil analisis cluster Cluster Analysis Gambar 18 terlihat bahwa pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia air secara keseluruhan
menunjukkan bahwa pada derajat kesamaan 99,5 terdapat dua kelompok besar dan parameter fisika kimia sedimen juga menunjukkan bahwa pada derajat
kesamaan 99,6 juga membentuk dua kelompok besar. Kelompok 1 terdiri dari stasiun 1 dan 2 dan kelompok 2 terdiri dari stasiun 3. Dikelompokkannya stasiun
1 dan 2 karena memiliki alkalinitas, kesadahan dan kalsium yang relatif sama. Stasiun 3 membentuk kelompok sendiri karena memiliki nilai nitrit yang tinggi.
Tingginya nilai nitrit pada stasiun 3 ini dimungkinkan terjadinya akumulasi karena secara umum bahan oragnik dari sisa pakan yang tidak tercerna terbawa
oleh arus dari kegiatan KJA yang terdapat pada stasiun 2 sehingga merupakan tempat mengendap dan menumpuknya bahan-bahan organik yang berasal dari
bagian in let dan bagian pertengahan. Odum 1971 menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan.