Suspensi sel disiapkan dengan konsentrasi 2×10
5
selml dan dipindahkan pada 96 well plates sebanyak 1 ml setiap
well plate. Gambar 8 menunjukkan skema
percobaan sampel pengujian toksisitas. Serbuk BCP danACP dibubuhkan pada
well plates dan diinkubasi selama
1, 2, dan 3 hari pada setiap sampel sebagaimana skema yang ditunjukkan
pada Gambar 8. Tahap inkubasi dilanjutkan dengan pemberian larutan
MTT pada setiap well plate sebanyak 1 µl yang langsung diinkubasi kembali selama
3 jam. Serbuk MTT dilarutkan dengan menggunakan larutan NaCl. Tahap
selanjutnya adalah pemberian larutan isopropanol dan pengocokan dengan
menggunakan alat shaker selama 1 jam. Kode sampel A adalah sampel blank yang
hanya mengandung medium dasar, kode sampel B adalah sel dalam medium
kontrol, kode sampel C adalah sampel BCP yang dibubuhkan pada sel, kode
sampel D adalah sampel ACP yang dibubuhkan pada sel. Volum larutan sel
yang
dipersiapkan, yaitu
5 ml.
Konsentrasi sel yang diperoleh dari Persamaan 3 C
1
disetarakan dengan konsentrasi dan volum yang diinginkan
V
2
, C
2
menggunakan Persamaan 4 untuk memperoleh volume V
1
yang harus diambil dari 5 ml larutan sel.
Uji MTT assay menunjukkan nilai presentase perbandingan nilai absorbansi
dari sampel BCP dan ACP terhadap kontrol sebagai viabilitas fibroblas cell
line dengan menggunakan persamaan
In vitro Technologies sebagai berikut:
100 5
Jika presentase viabilitas sel jauh lebih kecil dari viabilitas sel kontrol,
maka material yang dipaparkan pada sel tersebut dinyatakan bersifat toksik.
24
3.3.3.3 Preparasi Sampel untuk
Karakterisasi SEM Prepapasi sampel ini diawali dengan
kultur sel
seperti pada
analisis sitotoksisitas. Untuk karakterisasi ini
sampel dipanen dari media kultur kemudian sampel dicuci dalam PBS, lalu
sampel difiksasi dengan menambahkan 2,5 glutaraldehid, setelah itu dibilas dua
kali dengan PBS dan dehidrasi etanol secara berurutan seri. Sampel kemudian
dikeringkan pada suhu kamar 27
o
C dan dilapisi dengan logam emas sebelum
analisis SEM.
3.3.4 Pengujian Sampel
3.3.4.1 Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD menggunakan Shimadzu
XRD610 diffractrometer
dengan sumber Co-60. Pola XRD ditunjukkan
oleh grafik
intensitas terhadap sudut 2θ, dengan kisaran 10
o
- 80° dengan laju 0,02
o
sekon.
3.3.4.2 Analisis Sitotoksisitas
dengan Metode MTT Assay Absorbansi
sel dianalisis
mengunakan visible spectrophotometer Bio-Rad Microplate Reader Benchmark
pada panjang gelombang 655 nm. Hasil akhir yang diperoleh dari nilai absorbansi
dapat
menggambarkan kemampuan
viabilitas sel terhadap sampel.
3.3.4.3 Karakterisasi SEM
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengamati interaksi sel dengan sempel
pada setiap periode kultur. Hasil dari preparasi sampel dengan perendaman in
vitro 1, 3, dan 14 hari. Morfologi sampel
yang diamati terlebih dahulu dilapisi oleh emas-paladium 80 Au dan 20 Pd.
Proses pelapisan menggunakan ion 1100 sputter
JFC - mesin. Setelah itu sampel dapat dilihat morfologinya dengan
menggunakan mikroskop elektron SEM- EDS, JEOL JCM-35C dengan perbesaran
5.000x, 10.000x, 20.000x, dan 40.000x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis BCP dan ACP
Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan
bahan dasar yang sama yaitu CaO dan NH
4 2
HPO
4
. CaO bersumber dari cangkang telur ayam yang telah
dikalsinasi 1000
o
C selama 5 jam berdasarkan penelitian Nurleila et al.
10
Proses kalsinasi
bertujuan untuk
menghilangkan fase karbonat CO
3
dalam cangkang telur yang memiliki kandungan CaCO
3
sebesar 94-97 sehingga menjadi CaO.
Penentuan fase pada pola XRD yang diperoleh dibandingkan dengan data
JCPDS Joint Committee on Powder Diffraction Standards
dengan nomor 09- 0432 untuk HA, nomor 09-0169 untuk
TCP, dan nomor 35-0180 untuk apatit karbonat tipe A AKA Lampiran 7.
Pendekatan HA dan TCP digunakan untuk penentuan fase sampel BCP karena BCP
mempunyai dua fase yaitu HA dan TCP sedangkan AKA untuk penentuan pola
XRD hasil dari sampel ACP.
Sintesis BCP menggunakan metode hidrotermal mengacu pada penelitian
Fajriyah
27
dengan perbandingan molaritas CaP 1,67, 1 M CaO dan 0,6 M
NH
4 2
HPO
4
. Hasil karakterisasi XRD pada sampel BCP menunjukkan kedua
fase dari HA dan TCP sudah terbentuk dengan derajat kristalinitas yang dimiliki
sampel BCP ini sebesar 77,90 Lampiran 13. Tabel 1 dan Tabel 2
merupakan nilai sudut 2θ yang dimiliki oleh fase BCP dan ACP berturut-turut
dengan pola XRD ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Tabel 1 Nilai 2θ pada fase BCP
Puncak fase TCP terletak pada 2θ
Puncak fase HA terletak pada 2θ
13,70 31,78
17,09 32,24
25,85 32,90
27,91 39,83
31,11 48,13
32,57 53,04
47,12 Tabel 2 Nilai 2θ pada fase ACP
Puncak fase AKA terletak pada 2θ
Puncak fase HA terletak pada 2θ
25,93 28,24
32,19 28,88
39,65 34,15
46,67 49,55
ACP merupakan fase amorf dari kristal apatit HA. Sintesis ACP
menggunakan metode presipitasi suhu rendah mengacu pada penelitian Laeny
28
dengan perbandingan CaP sebesar 1,67. Laeny
menggunakan beberapa
perbandingan molaritas yaitu 1:0,6, 0,5:0,3, dan 0,1:0,06. Perbandingan
molaritas yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,1 M CaO dan 0,06 M
NH
4 2
HPO
4
. Perbandingan molaritas ini digunakan karena pada penelitian Laeny
menghasilkan derajat kristalinitas yang paling rendah yaitu sebesar 14,39.
Hasil sintesis ACP yang diperoleh pada penelitian ini memiliki derajat
kristalinitas yang cukup tinggi yaitu sebesar 62,57 Lampiran 8. Pada
proses pengeringan sampel dengan metode
freeze drying,
Laeny menggunakan freeze drying dalam proses
pengeringan selama 1x24 jam sedangkan dalam penelitian ini freeze drying selama
2x24 jam.