Keadaan Geografis Embrio KeSultanan : Perebutan Tahta di KeSultanan Deli Tahun 1720

12 BAB 2 DESKRIPSI NEGARA KESULTANAN SERDANG

1. Keadaan Geografis

Luas wilayah Negara KeSultanan Serdang meliputi kira-kira sekitar 1.900 km² kilometer persegi atau luas seluruh daerah kabupaten Serdang Bedagai. 1 Wilayah Negara KeSultanan Serdang dibatasi oleh KeSultanan Deli dan Kerajaan Bedagai. Dalam tahun 1723-1820, wilayah Negara KeSultanan Serdang dibatasi Lubuk Pakam, Batang Kuis dan Percut Sei Tuan di selatan Sungai Ular sampai ke pantai selatan Selat Malaka dengan melalui Namu Rambe di Hulu.

2. Embrio KeSultanan : Perebutan Tahta di KeSultanan Deli Tahun 1720

Berdirinya Negara KeSultanan Serdang diawali dari perang suksesi dalam perebutan tahta di Deli disekitar tahun 1720, dimulai ketika terjadi perebutan tahta keSultanan Deli setelah Tuanku Panglima Paderap pendiri keSultanan Deli mangkat pada tahun 1723. Tuanku Gandar Wahid, anak kedua Tuanku Panglima Paderap mengambil alih tahta dengan tidak memperdulikan abangnya Tuanku Jalaludin dan adiknya Tuanku Umar. Tuanku Jalaludin tidak bisa berbuat banyak karena cacat fisik, sementara Tuanku Umar terpaksa mengungsi ke wilayah Serdang. Melihat hal ini beberapa petinggi wilayah yakni Datuk Sunggal Serbanyaman, Raja Urung Sinembah, Raja Ulung Tanjong Morawa dan Kejuruan Lumu sebagai wakil Aceh menabalkan Tuanku Umar Johan Pahlawan Alam Shah Kejuruan Junjungan sebagai Sultan Serdang pertama pada tahun 1728. Wilayah keSultanan ini berpusat di Kampung Besar tempat dimana ibunya, Tuanku Ampunan Sampali tinggal.Tuanku Umar atau Raja Osman akhirnya tewas saat pasukan kerajaan Siak ingin menaklukan kerajaan-kerajaan Melayu di pesisir Sumatera Timur di tahun 1782. Makam Tuanku Umar sampai kini masih ada di tengah-tengah perkebunan Sampali. Perang suksesi ini merupakan sebagai embrio terbentuknya bangsawan Melayu Serdang sekaligus telah mewujudkan Negara KeSultanan Serdang. Dua orang Datuk Urung yaitu Urung Sunggal Merga Surbakti dan Urung Senembah merga Barus beserta Raja Tanjong Morawa dari Merga Saragih Batak Timur dan utusan Aceh yaitu Uleebalang Lumu, segera membawa Tuanku Umar beserta ibundanya Permaisuri Puan Sampali ke muara sungai Serdang dan merajakan Tuanku Umar sebagai Sultan Serdang yang pertama 1723 M. Mereka membawa Sarakata dengan Cap Sikureung dari Sultan Aceh untuk pesan penobatan Tuanku Umar yaitu sebagai berikut: “Memerintah Negara Kesultanan Serdang dengan peringgannya, yang termadzkur dan menghukumkan atas sekalian rakyatnya, dan mengambil wadsil, dan adat serta derajat, seperti yang kanun oleh paduka mahkota alam Iskandar muda, dan hendaklah menjunjungkan yang titah Allah, dan sabda Rasul dan menyarankan sekalian Raja-raja dan menyarankan kami, serta menjauhkan larangannya Liqaulihi Ta‟ala Amarabil ma‟rufi, wanaha‟anilmunkari dan lagi firmanNya „athiaulaha wa‟athi aul Rasuli wa‟ulul amriminkum, dan hendaklah memeliharakan segala hamba Allah, jangan teraniaya, dan 1 Pemda DATI I Sumatera Utara. Sumatera Utara Membangun Medan : PEMDA DATI I Sumatera Utara, 1982, hal. 20. Lihat juga Sejarah Kabupaten Serdang Bedagai Sei Rampah : www.serdangbedagaikab.go.id ; 2000 13 mencurahkan sekalian rakyat pada perintah jalan syariah dini Muhammadin, karena firman Allah Ta‟ala wa‟aqimursalata wa‟atuzakata watsumu ramdhana watahiyul baita kanistatha illahi sabila, lagi pula hendaklah dikuatkan atas sekalian rakyat sembahyang Jum‟at pada tiap-tiap mesjid dan sembahyang berjamaah pada tiap- tiap waktu adanya. Waba‟dahu apabila memutuskan barang diperhukuman hendaklah dengan mau dengan periksanya sehabis- habis ijtihad, karena firman Allah Ta‟ala Innallaha ja‟murukum bil‟adil walihsin, dan lagi firmanNya, fahkum bainakum bima anzalallahu walatattabi‟ilhawa, dan lagi firmanNya yaadauda tahakamta binan nasi antahkumabil adli fihadizil kudsi, sebagai lagi wilayah nikah, fasah, fitrah anak yatim dan menerima harta baitalmal yang dalam daerah segala peringgannya. Maka barang siapa yang berkehendak kamu sekalian datanglah kepada kami.” Raja itu adalah zillullah fi‟l alam. Setelah dibacakan oleh utusan Aceh itu, dipukullah gendang dan naubat. Maka oleh Raja Urung Senembah dinyatakanlah bahwa: “Ada Raja Adat Berdiri, Tiada Raja Adat Mati.” “Raja Adil Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah”. Tidak durhaka tetapi, negeri ditinggalkan seperti di dalam hikayat lama, negeri itu akan lengang ibarat disambar garuda. Raja akan kehilangan daulatnya, menjadi miskin dan turunlah derajatnya. Oleh Kadhi Malikul Adil berbicara: Di dalam Surat an- Nisa’ Ayat 59 diterakan: “Wahai orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri orang yang berkuasa dari kalangan kamu”. Dari Anas ibn Malik r.a. bahwa Nabi bersabda: “Dengar oleh kamu kata raja kamu dan ikut oleh kamu akan dia, jikalau ada ia sahaya yang Habshi sekalipun.” Dar i Sheikh Abdullah dalam “Bayan al Asma”: “Raja itu ibarat zat, dan menteri itu ibarat sifat. Maka zat dan sifat itu tiada ia bercerai keduanya”. Dari kitab “Bustanussalatin” III: “Barangsiapa mati itu dan tiada diketahuinya dan tiada dikenalnya akan raja pada masanya itu maka ia akan mati dengan kematiannya yang durhaka.” Maka oleh Raja Urung Sunggal Serbanyaman dinyatakanlah petuah: “Dua sifat penting yang harus dimiliki oleh raja yakni sifat pemurah kepada rakyat dan berani. Sifat pemurah syarat penting kepada raja yang ingin melaksanakan keadilan. Keadilan jalan menuju taqwa. Raja ibarat kayu besar di tengah padang. Akarnya ialah rakyat, batangnya ialah Orang Besar, tempat berteduh di hari hujan tempat bernaung di hari panas. Akarnya tempat duduk, batangnya tempat bersandar”. Setelah berbagai ucapan taat setia yang tiada berubah dari utusan penghulu adat di kampung- kampung, maka diserukanlah 3x dipimpin oleh Raja Urung Sunggal: “Daulat Tuanku” Daulat hanya ada pada diri Raja. Sejak itu terjalinlah suasana harmonisasi diantara Sultan dan rakyat Serdang itu bukanlah merupakan tujuan semata –mata, melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita – cita bangsa dan tujuan negara yakni membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja adil raja disembah raja zalim raja disanggah. Dikenang oleh cerita rakyat akan Tuanku Umar Baginda Junjungan itu sebagai: “Raja yang memegang adat yang kanun adat pusaka turun-temurun adil, arif, bijak bersusun, pandai meneliti zaman beralun.” Masa pemerintahan Tuanku Umar Baginda Junjungan dipenuhi dengan pembangunan kampung-kampung di sepanjang arah ke hulu sungai Serdang dan Sungai Ular dan Denai. Pada tahun 1787 M, Baginda mangkat digantikan puteranya Tuanku Sultan Johan Alamshah. 14 Negara KeSultanan Serdang merupakan perkawinan antara kerajaan Perbaungan asal Minangkabau, Denai 21 , Lubuk Pakam, Batang Kuis, Percut Sei Tuan sampai Selatan, sampai kebatas Sungai Ular melalui Namu Rambe dari Hulu sampai ke pantai Selat Malaka. 32 Nama Negara KeSultanan Serdang berasal dari nama pohon Serdang sejenis Palm yang daunnya dapat dijadikan atap rumah. 4 Adapun arti daripada suksesi 1720 itu dalam garis –garis besarnya ialah : 1 Lahirnya bangsawan Melayu Serdang ; 2 Puncak perjuangan Tengku Umar Johan Perkasa Alamsyah untuk memperebutkan tahta kerajaan Deli namun gagal; 3 Titik tolak untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja adil raja disembah raja jalim raja disanggah. Semenjak suksesi 1720 itu sejarah bangsa Melayu Serdang merupakan daripada suatu bangsa yang merdeka dan bernegara; sejarah bangsa Melayu Serdang yang menyusun pemerintahannya.

3. Kondisi Ekonomi-Politik