2. Axial Coding: Dalam axial coding, peneliti menyusun dan mengaitkan
data setelah proses yang dilakukan pada open coding. Susunan data ini dipresentasikan dengan menggunakan paradigma coding atau diagram
logika yang diidentifikasikan oleh peneliti sebagai central phenomenon, mengeksplorasi hubungan sebab akibat, menspesifikasikan strategi-
strategi, mengindentifikasikan konteks dan kondisi yang memperkeruh intervening conditions, dan mengurangi konsekuensi-konsekuensi dari
fenomena-fenomena yang diangkat. 3.
Selective Coding: Dalam selective coding, peneliti melakukan identifikasi alur cerita story line dan menulis cerita yang mengaitkan kategori-
kategori dalam model axial coding. Dalam tahap ini, dugaan atau hipotesis dipresentasikan secara spesifik.
4. Conditional Matrix: Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan
menggambarkan matriks kondisional yang mengaitkan kondisi sosial, sejarah, dan ekonomi yang memengaruhi central phenomenon.
1.8.5.2. Interpretasi Data
Dalam penelitian kritis, interpretasi data dilakukan melalui kegiatan reflektif peneliti terhadap berbagai temuan dalam análisis data. Proses interpretasi
semacam ini sebenarnya sudah dilakukan ketika peneliti berteori. Sebagaimana ditunjukan oleh Madison 2005: 12-13, dalam penelitian kritis teori digunakan
sebagai metoda análisis atau interpretatif. Teori dalam penelitian kritis digunakan pada beberapa level análisis dengan maksud untuk: 1 mengartikulasikan dan
mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan tersembunyi dan ambiguitas-ambiguitas yang beroperasi di bawah permukaan; 2 mengarahkan penilaian dan evaluasi
ketidakpuasan peneliti; 3 mengarahkan perhatian pada ekspresi kritis dalam komunitas-komunitas interpretif yang relatif berbeda pada keunikan sistem
simbol, kebiasaan dan kode mereka; 4 melakukan demistifikasi terhadap kekuatan kekuasaan yang ada dimana-mana; 5 memberikan pandangan dan
inspirasi untuk bertindak terhadap ketidakadilan; dan 6 memberi label dan menganalisa apa yang secara intuitif dirasakan.
Secara operasional interpretasi data dilakukan dengan cara: 1 melakukan identifikasi konteks; 2 menunjukkan kesamaan dan perbedaan dalam batasan
konteks; dan 3 menggunakan teori budaya dan sosial yang relevan Hodder dalam Denzin dan Lincoln, 1994. Secara gamblang, proses interpretasi ini
dilakukan melalui proses: 1 mengkerangkakan permasalahan penelitian; 2 dekonstruksi deconstruction yaitu melakukan análisis kritis terhadap konsep-
konsep dari gejala yang diteliti pada penelitian sebelumnya; 3 menangkap gejala capture yaitu menempatkan gejala yang diteliti dalam dunia alamiah melalui
bermacam-macam contoh pengalaman yang diperoleh dari lapangan; 4 mengurung gejala bracketing atau reduksi merupakan upaya untuk
mengisolasikan aspek-spek esensial atau kunci dari proses yang sedang diteliti, misalnya tahap, struktur, dan lain-lain; 5 konstruksi construction yaitu
menempatkan gejala yang diteliti kembali pada bagian-bagian, potongan- potongan, dan struktur-struktur yang esensial; dan 6 kontekstualisasi
contextualization yaitu menempatkan kembali gejala yang diteliti dalam dunia sosialnya Denzin, 1989.
Interpretasi ini harus mampu mengungkap struktur permukaan surface structure dan struktur dalam deep structure Alvesson dan Skoldberg, 2000.
Struktur permukaan mengacu pada dunia dimana individu-individu mengarahkan kehidupan sadar mereka, dimana segala sesuatu bersifat alamiah dan hadir, atau
dapat dibuat untuk menjadi, rasional dan dapat ditangani. Sedang struktur dalam mengacu pada keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang tidak dipertanyakan
dimana struktur permukaan mendasarkan dirinya. Tujuan interpretasi kemudian adalah untuk dapat mengidentifikasikan struktur dalam ini, dan secara khusus
mengidentifikasikan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai sebagai pembeku institusi-institusi sosial dan pengunci pikiran dan tindakan.
Interpretasi merujuk pada kesadaran dan keterbukaan peneliti untuk membahas bagaimana dapat menjalankan perannya sambil tetap menghargai dan
menghormati lapangan dan para partisipan. Dalam penulisan laporan, peneliti juga menyadari bahwa interpretasi yang dibuatnya dipengaruhi oleh latar belakang
budayanya sendiri sehingga interpretasi dan kesimpulannya bersifat tentatif sehingga tetap terbuka untuk didiskusikan kembali.
Sebuah interpretasi yang baik, dalam pandangan Alvesson dan Skoldberg, haruslah mampu membuat kita untuk berpikir dan berfikir kembali. Interpretasi
semacam ini haruslah dibangun pada konsepsi mengenai orang dan pada saat yang sama harus menantang dan mempersoalkannya. Dua prinsip dalam interpretasi
semacam ini meliputi: 1 upaya untuk menunjukkan sumber dari gagasan represif dan distortif structures dan processess; dan 2 meneliti isi dari gagasan yang
dipermasalahkan tersebut content of idea. Data empiris, baik yang diperoleh peneliti sendiri ataupun dari sumber-sumber lain, dalam penelitian kritis kurang
menjadi perhatian dibanding kajian kepustakaan. Fokus perhatian diberikan dari data dan pekerjaan empiris itu sendiri mengarah pada interpretasi dan penilaian
secara logis pada material empiris yang dilengkapi lebih jauh dengan observasi dan interpretasi pada konteks sosial yang mengelilinginya.
1.9. Kualitas Penelitian
Guba Lincoln dalam Hidayat 1999: 39-40 mengevaluasi sebuah penelitian kualitatif dari paradigma kritis bisa dilihat dari kriteria goodness atau quality.
Dalam paradigma kritis, kriteria yang digunakan adalah; pemberian konteks historis historical situadness; pengikisan kebodohanketidaktahuan kedunguan
atau salah pengertian erosion of ignorance and misapprehension; serta merangsang tindakan action stimulus. Dalam penelitian ini, untuk mengukur
goodness of quality maka diajukan historical situadness, yaitu tidak mengabaikan konteks historis, politik-ekonomi serta sosial-budaya yang melatarbelakangi
fenomena yang diteliti. Goodness Criteria yang mewakili kredibilitas penelitian ini adalah
penempatan historical situadness sebagai bagian dari upaya untuk menjelaskan struktur dominasi media pada independensi wartawan secara konteks historis di
Indonesia. Peneliti berupaya melihat sejauhmana kondisi regulasi dan pembatasan terhadap struktur dominasi media menggerus kredibilitas independensi wartawan
dalam konglomerasi media saat ini dan menempatkan pers sebagai industri bisnis