Voice from Slums

Voice from Slums

S Konferensi Habitat III tahun 2016, kepada Presiden RI Susilo

enin pertama di bulan Oktober, ditetapkan PBB sebagai Hari

Habitat Dunia. Pada Tahun 2014, peringatan Hari Habitat

Bambang Yudhoyono.

mengambil tema Suara dari Pemukiman Kumuh. Tema tersebut Sebagai rangkaian agenda Hari Habitat Dunia Tahun 2014, pada diambil sebagai sebuah upaya untuk menyoroti kehidupan di daerah

2 Oktober 2014 diselenggarakan pertemuan Forum Habitat 2014 kumuh melalui suara masyarakat miskin perkotaan, serta untuk

yang berlokasi di Hotel Borobudur – Jakarta. Acara ini bertujuan mengangkat pengalaman dan ide-ide mereka mengenai cara untuk

untuk mempertemukan seluruh pemangku kepentingan dengan meningkatkan kondisi hidup mereka.

harapan dapat meningkatkan kesadaran mengenai kondisi Disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, dalam

lingkungan perkotaan, terutama di kawasan kumuh, serta berbagi pembukaan peringatan Hari Habitat, “Hari Habitat Dunia merupakan

pengalaman dalam penanganan kawasan kumuh perkotaan baik momentum untuk membahas kondisi terkini permukiman dunia

nasional maupun internasional, seperti India, Filipina, dan Korea dan memberikan penghargaan atas hunian layak bagi warga, serta

Selatan.

mengingatkan para pemangku kepentingan akan tanggung jawab bersama atas kehidupan hunian yang lebih baik”. Pada kesempatan

Menuju 100-0-100

itu pula, Djoko Kirmanto menyerahkan Buku Laporan Nasional Pertemuan Forum Habitat 2014 mengambil tema “ Challenges and Untuk Agenda Habitat III yang disusun dalam rangka penyiapan Lessons in Indonesia,” dengan mengusung konsep menuju 100-0-

100, yang artinya dengan target capaian berupa 100 persen akses air minum yang layak, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen akses sanitasi hingga Tahun 2019.

Untuk mendukung program menuju 100-0-100, telah dilaksanakan beberapa kegiatan seperti: perbaikan bantaran sungai; peningkatan layanan sanitasi, persampahan, layanan air bersih dan IPAL komunal; pembangunan jalan, jembatan, gorong-gorong, dan bank sampah. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong dengan didampingi fasilitator, salah satunya melalui pembentukan komunitas warga peduli sungai. Di samping itu, dilaksanakan pula program bedah warung; pengembangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kredit Mikro bagi masyarakat yang mempunyai usaha; serta pengembangan wisata air dan transportasi

Djoko Kirmanto membuka Pertemuan Forum Habitat 2014.

air sebagai salah satu aktivitas warga. Program ini diharapkan

Sumber: Dokumentasi Dit. TRP

mampu meningkatkan tingkat ekonomi warga miskin [ay].

.tataruangpertanahan.com www

24 buletin tata ruang & pertanahan

buletin tata ruang & pertanahan 25

Banyak hal menarik dalam buku ini yang dapat disadur khususnya berupa pembelajaran dari kota Bangkok. Pemerintah kota Bangkok merumuskan rencana pembangunan kota yang terbuka terhadap terobosan pendekatan, tidak legalistik, dan mengedepankan negosiasi dengan membangun jaringan, baik antarwarga miskin kota, antarkomunitas, dan antara komunitas dengan organisasi pembangunan lainnya. Adanya pengakuan hak komunitas miskin sebagai aktor yang memiliki andil besar bagi pengembangan kota didukung dengan penyediaan tunjangan sosial yang memadai dan fasilitasi untuk berkembangnya kualitas hidup masyarakat sesuai kebutuhan dasar, khususnya untuk masyarakat miskin. Komunitas miskin yang telah mengorganisir diri dan mendaftarkan komunitasnya pada pihak pemerintah kota Bangkok akan memperoleh status sebagai komunitas formal. Dengan status formal ini, komunitas akan mendapat fasilitas dalam bentuk dana bantuan bagi pengembangan komunitas. Selain itu, di kota Bangkok, komunitas miskin mendapat dukungan luas dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi dan kelompok profesi.

Dalam menangani persoalan komunitas miskin di Thailand, dibentuk Community Organizations and Development Institute (CODI) yang berada dibawah the Ministry of Social Development and Human Security. CODI beranggotakan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, LSM dan pemimpin lokal komunitas miskin. Statusnya sebagai organisasi publik adalah memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk kolaborasi antara berbagai komunitas dalam mencari bentuk pembiayaan informal yang cocok bagi warga miskin kota. Fokusnya bukan hanya mengatasi masalah kemiskinan tetapi juga bagaimana membuat komunitas miskin bisa menjadi subyek dalam pembangunan sesuai dengan aspirasi mereka melalui berbagai pendekatan berbasis komunitas yang disesuaikan dengan konteks masalahnya. CODI membantu masyarakat dengan memasilitasi mereka untuk mengidentiikasi sendiri permasalahan mereka dan meningkatkan batas kemampuan komunitas dalam memperbaiki kondisi hidup mereka. Salah satu contohnya adalah kegiatan simpan pinjam berbasis komunitas. Melalui kegiatan simpan pinjam, komunitas secara bertahap bisa belajar untuk meningkatkan kapasitas manajerial, kepercayaan diri dan proses pengembangan diri secara menyeluruh yang akan memperkuat komunitas dalam bekerja sama.

Contoh lainnya adalah program perbaikan permukiman kumuh melalui Baan Mankong (Rumah Aman), dengan harapan bahwa warga miskin kota dapat berpikir dan mengorganisir diri dalam melakukan sesuatu untuk mereka sendiri. Sebagai subyek pembangunan, komunitas miskin merancang sendiri rencana dan

melaksanakan pembangunan perumahan dan lingkungan secara kolektif dan partisipatif, dan peran pemerintah adalah memasilitasi dengan subsidi dan pinjaman lunak. Fasilitasi diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin untuk mengelola secara kolektif kebutuhan mereka melalui bantuan pinjaman lunak untuk perbaikan atau pembangunan rumah, bantuan dalam bentuk hibah dana untuk pembangunan infrastruktur (air, listrik, sanitasi, jalan, sarana kesehatan), dan dana hibah bagi pengembangan organisasi termasuk pengembangan koperasi simpan pinjam. Pemahaman masyarakat miskin tentang kebutuhan akan permukiman dan lingkungan yang baik dan aman tercermin dengan adanya ruang publik seperti balai pertemuan, lahan kosong untuk acara bersama, tempat bermain anak dalam pemukiman miskin yang padat, dan tersedianya alat pemadam kebakaran hampir di setiap rumah.

Cara lain yang dilakukan oleh pemerintah kota Bangkok sebagai salah satu solusi dalam mengatasi kaum miskin yang tinggal di suatu lahan secara ilegal (daerah kumuh) adalah melalui sistem land sharing agar kaum miskin dapat memperoleh akses atas ruang kota. Dalam land sharing, pemilik lahan yang resmi membagi lahan di daerah kumuh menjadi dua bagian. Sebagian dimanfaatkan pemilik lahan untuk peruntukan komersial dan sebagian lainnya disewakan pada kelompok miskin penghuni daerah kumuh tersebut. Melalui sistem ini, kaum miskin kota akan menempati lahan secara sah dan tidak terancam penggusuran, sementara pemilik lahan juga tidak akan berkonfrontasi dengan para kaum miskin yang menghuni sebelumnya. Sistem ini kemudian disertai dengan proyek perbaikan permukiman yang difasilitasi oleh National Housing Authority untuk mengformalkannya sehingga kaum miskin dapat tinggal di lahan tersebut dalam jangka waktu relatif panjang.

Dari segi masyarakat, penduduk kota Bangkok memiliki budaya yang berpengaruh terhadap cara mereka mempersepsikan ruang kota. Adanya kecenderungan untuk mensucikan ruang mengindikasikan tingginya perhargaan terhadap ruang. Gambaran tentang suatu tempat berasal dari makna dan pentingnya aktivitas yang ada di dalamnya dan bukan sekedar gambaran isik atau nama-nama jalan. Hampir semua persimpangan jalan di kota Bangkok memiliki nama yang mengacu pada komunitas - komunitas sekitarnya dan memberi makna pada tempat itu. Banyak tempat di kota Bangkok yang memiliki dua nama, satu diberikan pemerintah atau raja dan satunya lagi diberikan komunitas setempat yang terkait dengan kehidupan keseharian komunitas dan lokalitas dari tempat tersebut.

B uku ini disusun berdasarkan kajian dan penelitian tentang partisipasi publik dalam pengelolaan ruang kota dan hak masyarakat miskin atas kota yang dilakukan Institute for Ecosos Rights sepanjang bulan Oktober 2006 sampai Mei 2007. Bangkok dipilih sebagai pembanding dengan pertimbangan bahwa dalam banyak hal Bangkok menghadapi masalah serupa dengan Jakarta. Namun dalam banyak

hal pula Bangkok telah mengalami kemajuan, khususnya dalam mengatasi masalah komunitas miskinnya. Beberapa perbedaan signiikan, kota Bangkok memiliki banyak ruang publik yang memungkinkan persinggungan antarkelompok sosial ekonomi masyarakat yang berbeda, diperhitungkannya ruang bagi keberadaan masyarakat miskin kota, dan tersedianya ruang yang memungkinkan terjadinya negosiasi dalam mengelola dan memanfaatkan ruang kota.

Mendengarkan Kota:

Studi Perbandingan Kota dan Komunitas Miskin antara Jakarta – Bangkok Penulis: Tim Peneliti Ringkas Buku Institute for Ecosoc Rights

26 buletin tata ruang & pertanahan