Pernyataan Akad Sebagai Penyebab Timbulnya Akibat Hukum

D. Pernyataan Akad Sebagai Penyebab Timbulnya Akibat Hukum

Hakikat, maksud dan ruang lingkup suatu akad, dapat dilihat dari pernyataan yang diucapkan dalam akad, yang dapat

26 Pebedaan ulama yang timbul dalam hal ini dapat secara jelas dilihat pada Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah. Hlm 297 26 Pebedaan ulama yang timbul dalam hal ini dapat secara jelas dilihat pada Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah. Hlm 297

a. Ruang lingkup akad Pelaksanaan suatu akad merupakan aplikasi dari isi akad yang dilakukan dan hanya dengan memahami kandungan akad para pihak dapat mengetahui sejauh mana lingkup perjanjian. Untuk memahaminya membutuhkan pemahaman yang sempurna bagi para pihak terhadap hakikat pernyataan akad. Untuk meminimalisir kesalahan dalam mengartikan akad, sudah semestinya kedua belah pihak menggunakan bahasa, cara, serta waktu yang jelas dan tegas, sehingga dapat dipahami kedua belah pihak atas akad yang digunakan. Apakah akad itu jual beli, atau akad lain karena terciptanya akad yang jelas merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam upaya mewujudkan transaksi yang adil. Bagi pernyataan akad yang sudah cukup jelas, memudahkan dalam memahami lingkup akad yang dilakukan, tidak perlu dicarikan penafsirannya. Tetapi yang menjadi masalah ialah disaat pernyataan akad tidak jelas dan bahkan tersamarkan maka dalam hal ini, ada beberapa kaidah yang dapat digunakan para pihak untuk memahami yakni:

Pernyataan para pihak yang tidak jelas, ditafsirkan dengan memilih tafsir yang memungkinkan perjanjian dilakukan dengan memegangi makna hakikatnya. Jika tidak dimungkinkan untuk melakukan itu, maka dapat dipegangi makna majazi pernyataan dalam upaya untuk tetap melaksanakan perjanjian yang ada. Jika sampai tahapan mengambil makna mazaji Pernyataan para pihak yang tidak jelas, ditafsirkan dengan memilih tafsir yang memungkinkan perjanjian dilakukan dengan memegangi makna hakikatnya. Jika tidak dimungkinkan untuk melakukan itu, maka dapat dipegangi makna majazi pernyataan dalam upaya untuk tetap melaksanakan perjanjian yang ada. Jika sampai tahapan mengambil makna mazaji

maka pernyataan dapat diabaikan . 27

c. Cakupan perjanjian Cakupan isi perjanjian dalam suatu akad, bagi para pihak

merupakan akibat hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban, sebagaimana yang telah disebutkan dipembahasan sebelumnya. Untuk akibat hukum terbagi menjadi dua, yakni akibat hukum pokok dan akibat hukum tambahan. Akibat hukum pokok pada akad bernama, hakibat hukum telah ditetapkan disaat membuat perjanjian sedangkan untuk akad yang tidak bernama, akibat hukum pokoknya ditetapkan oleh para pihak sendiri dalam perjanjian. 28

Akibat hukum tambahan (hak-hak akad) sering dibedakan menjadi dua yaitu akibat hukum yang ditetapkan pembuat hukum syariat dan akibat hukum yang dibuat para pihak dalam klausul perjanjian, sebagai suatu yang harus dilaksanakan para

pihak sebagai salah satu akibat hukum yang timbul. 29 Dalam memahami cakupan isi perjanjian ada beberapa hal yang dapat dipedomani, yakni:

1. Ketentuan hukum syara yang melengkapi akad

2. Adat kebiasaan (al ‘urf) melengkapi perjanjian,

27 Yang perlu diperhatikan ialah bahwa dalam menafsirkan pernyataan akad, kaidah-kaidah hukum islam menjadi pegangan ialah kaidah-kaidah

yang melindungi kedudukan debitur atau pihak yang lemah dalam akad. Syamsul Anwar, hlm. 307

28 Akad dalam hukum Islam dari segi pemberian nama, terdapat akad yang telah diberi nama khusus oleh syariat Islam dan hukumnya pun telah

jelas, seperti akad bai’, ijarah, hibah, kafalah dan lainnya. Selain akad-akad tersebut syariat islam mengizinkan untuk membuka akadakad baru selama tidak melanggar asas syariat sehingga menimbulkan akad-akad yang tidak dibernama khusus dalam syariat tetapi diberinama oleh para fuqohah, seperti akad istisna, bai al wafa, dan lain-lain. (az-Zarqa I, hlm 569, Az Zuhaili hlm. 242) lihat juga M. Anwar Ibrahim, hlm. 46

29 Klausul-klausul itu mengikat para pihak berdasarkan kaidah yang bersumber pada hadis “al Muslim ‘ inda syurutihim”, Imam al Bukhari, Sahih Bukahari (Juz III), Bairut: Dar Fikr, 1401, 1981, hlm 52

3. Sifat perjanjian yang terkandung dalam perjanjian tersebut yang saling ikut mengikuti.23 Kewajiban untuk memenuhi Akad bagi para pihak Setelah akad memenuhi seluruh rukun dan syaratnya, dan dapat dipahami ruang lingkup isi perjanjian oleh para pihak, timbullah kewajiban untuk memenuhi akad sesuai tujuannya. Baik untuk akad yang menimbulkan hak milik, akad yang menimbulkan hak dan kewajiban bersama, akad yang menimbulkan jaminan, akad yang menimbulkan mandat dan perwalian, atau akad yang menimbulkan kewajiban untuk memelihara.

Kewajiban untuk melaksanakan akad sering berbenturan dengan terjadinya klausul akad baku, yang sangat memberatkan salah satu pihak dan pihak tersebut tidak dapat menolak atau memberikan tawar menawar, karena berada dalam posisi yang lemah sehingga akad tersebut harus dilakukan. Kondisi semacam ini sering terjadi dewasa ini, dimana secara ekonomi faktor-faktor ekonomi dikuasai oleh pihak tertentu yang cenderung tidak memperdulikan pihak yang lain. Jika terjadi yang sedemikian maka klausul akad baku tersebut telah menghilangkan syarat terciptanya akad yang sahih . Dengan menghalangi terciptanya keridaan kedua belah pihak atau sengaja untuk menghilangkannya, maka perjanjian tersebut batil dan hakim mempunyai kewenangan untuk merubah klausul tersebut demi terciptanya akad yang sahih. Disamping menghadapi akad baku, kewajiban melakukan akad juga sering menghadapi kondisi/keadaan memberatkan, diluar kemampuan para pihak dan terjadi diluar dugaan sebelumnya. Terutama pada akad yang bersifat terus menerus atau akad yang pelaksanaannya secara priodik beberapa waktu setelah terjadi akad. Sesuatu keadaan dianggap memberatkan jika memenuhi beberapa keriteria berikut:

1. Bila peristiwa terjadi setelah ditutupnya akad, bersifat umum dan tidak hanya menyangkut diri pribadi debitur.

2. Kejadian luar biasa yang tidak dapat diperhitungkan atau diperkirakan sebelumnya.

3. Kejadian tersebut menyebabkan pelaksanaan isi akad sangat memberatkan dan menimbulkan kerugian luar biasa. Apabila kejadian tersebut mengakibatkan perjanjian mustahil dilaksanakan, maka keadaan tersebut bukan keadan yang memberatkan, melainakan keadaan yang memaksa (darurat) dan mengakibatkan batalnya perjanjian karena tidak dapat diterapkan

Timbul Jika Terjadi Penyelewengan

E. Hukum-Hukum

yang

Jika terdapat penyelewengan pada sifat harga, seperti membeli sesuatu secara kredit lalu menjualnya secara murabahah dengan harga pertama tanpa menjelaskan bahwa ia membeli secara kredit, kemudian pembeli mengetahui, menurut ulama Hanafiyah, ia boleh memilih menerima atau manolak. Pendapat ini didasarkan pada amanah. Jika penyelewengan terdapat pada jumlah harga, menurut Abu Hanifah pihak pembeli boleh memilih menerima atau menolak.

Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000: 30 Pertama : Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian

barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, pembelian ini harus sah dan bebas riba.

30 (Himpunan Fatwa, edisi kedua, hal 25-29)

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Kedua : ketentuan murabahah kepada nasabah:

1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah harus menerima (membeli) nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karrena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangi kesepakatan awal pemesanan.

5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut

biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:

a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut ia tinggal membayar sisa harga.

b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : jaminan dalam murabahah:

1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Keempat : Hutang dalam murabahah:

1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.

3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan pembayaran dalam murabahah:

1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.

2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam : Bangkrut dalam murabahah Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Berkenaan dengan uang muka, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang uang muka dalam murabahah tertanggal 16 September

2000 sebagai berikut : 31

1. Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan syariah dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak sepakat.

2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.

3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada lembaga keuangan syariah dari uang muka tersebut.

4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, lembaga keuangan syariah dapat meminta tambahan kepada nasabah.

5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, lembaga keuangan syariah harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau

tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian setelah ada pemesanan dari nasabah.

31 (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 86)

Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran berbeda. Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah :

a. Mempercepat pembayaran cicilan; atau

b. Melunasi piutang murabah sebelum jatuh tempo Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga

jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapatkan potongan dari pemasok, maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22