Pengujian golongan terpenoid steroid Pengujian golongan saponin

terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula. Uji Non-gula Filtrat diuapkan di atas penangas air, sisa filtart dilarutkan dengan 5 tetes asam asetat anhidrat, ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, jika terbentuk warna biru hijau, menunjukkan adanya glikosida reaksi Liebermann Burchard

d. Pengujian golongan terpenoid steroid

Ekstrak diambil sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes perekasi Liebermann-Bouchard. Apabila terbentuk warna biru ungubiru hijau menunjukkan adanya terpenoidsteroid. Pengujian dengan CeSO 4 dilakukan dengan metode Thin Layer Cromatography TLC dengan cara ekstrak sampel diteteskan ke plat TLC kemudian disemprot dengan pereaksi CeSO 4 dan dipanaskan di atas hot plate. Perubahan warna yang terjadi di plat diamati dan dibandingkan dengan standar triterpenoid dan β-sitosterol yang terbentuk.

e. Pengujian golongan saponin

Setelah 24 jam ampas dari proses maserasi diambil dengan spatula sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml akuades. Tabung reaksi dikocok hingga muncul buih. Ekstrak diberi 1 tetes HCl 2 N, bila buih terbentuk ± 10 menit maka terdapat senyawa saponin. 23 Universitas Sumatera Utara Uji Toksisitas Biji Teratai Pengujian ini dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT. Kista A. salina ditetaskan dalam bejana yang sudah berisi air dengan salinitas 83 ppt dan dilengkapi dengan alat aerasi. Selanjutnya dibiarkan selama 48 jam hingga kista menetas dan tumbuh dewasa naupli. Larutan induk ekstrak biji teratai untuk setiap uji dibuat dengan melarutkan 20 mg dalam 2 ml pelarut DMSO. Larutan uji 1000 ppm dibuat dengan memipet larutan induk sebanyak 500 μl, sedangkan larutan uji 100 ppm dengan memipet 50 μl dan 10 ppm dibuat 5 μl dari larutan induk. Masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan air dengan salinitas 83 ppt 250 gram garam laut + 3 liter akuades hingga volumenya 5000 μl. Sebanyak 10 ekor larva udang A. salina dimasukkan ke dalam vial. Masing-masing konsentrasi dibuat ulang sebanyak 5 kali 5 vial dan 1 vial untuk kontrol. Kematian A. salina diamati setelah 24 jam. Proses pengujian toksisitas A. salina dapat dilihat pada Lampiran 3. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji Konsentrasi yang akan digunakan yaitu 0 Kontrol negatif; 50; 60; 70; 80; dibuat dengan cara menimbang ekstrak biji teratai sebanyak 0,8 gram dan dilarutkan dalam 1 ml larutan DMSO. Selanjutnya dilakukan pengenceran hingga diperoleh konsentrasi 50; 60; 70 Lampiran 4. Uji antibiotik kontrol positif untuk jamur menggunakan disk nistatin 20,6 µg dan bakteri disk kloramfenikol 10 µg. 24 Universitas Sumatera Utara Penyiapan Bakteri dan Jamur Uji Pembuatan media tumbuh bakteri dan jamur dapat dilihat pada Lampiran 5. Bakteri Aeromonas hydropila diinokulasi ke media TSA dan Streptococcus agalactiae ke media BHIA sedangkan jamur Saprolegnia sp. diinokulasikan ke media PDA. Analisis bakteri Aeromonas hydropila, Streptococcus agalactiae dan jamur Saprolegnia sp. Lampiran 6, Lampiran 7 dan Lampiran 8. Inokulum selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 ˗35 C selama 24 jam untuk bakteri Aeromonas hydropila, 48 jam untuk bakteri Streptococcus agalactiae dan 7 hari untuk jamur Saprolegnia sp. Stok kultur bakteri yang ada diambil biakannya dengan jarum ose steril dan suspensikan ke dalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl fisiologis 0,9. Kemudian dihomogenkan dengan vortex hingga diperoleh kekeruhan suspensi sebanding dengan kekeruhan larutan Mc Farland sama dengan 0,5 x 10 8 CFUml. Pembuatan larutan Mc Farland dapat dilihat pada Lampiran 9. Jamur dipotong 0,5 x 0,5 cm dengan menggunakan pisau steril kemudian diletakkan ke media PDA baru. Pengujian Ekstrak Biji Teratai Terhadap Bakteri dan Jamur Pengujian ekstrak biji teratai dilakukan dengan metode difusi disk menggunakan kertas cakram berdiamter 6 mm. Cakram dimasukkan ke dalam botol vial yang telah berisi larutan ekstrak dengan konsentrasi 50; 60; 70; 80, ditunggu ± 1 jam hingga larutan ekstrak meresap ke dalam cakram. Sebanyak 10 ml PDA, TSA dan BHIA masing-masing dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat. Pada suspensi bakteri dicelupkan lidi kapas steril dan diusapkan perlahan-lahan pada permukaan media secara merata dan ditunggu hingga mengering pada suhu kamar. Cakram yang telah Universitas Sumatera Utara ditetesi ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik diletakkan secara teratur pada permukaan media uji dengan menggunakan pinset steril Gambar 6a. Pada media tumbuh jamur yang berumur 2 hari diletakkan cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik secara teratur dengan menggunakan pinset steril dan diinkubasi selama 7 hari Gambar 6b. Proses pengujian mikroba dapat dilihat pada Lampiran 10. a b Gambar 6. Pola Media Uji; a. Bakteri, b. Jamur Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Pengamatan untuk bakteri dilakukan setelah masa inkubasi yaitu dengan melihat adanya zona hambatan daerah bening di sekitar cakram. Diameter zona hambat diukur dengan jangka sorong. Diameter zona hambat diukur dengan mengurangkan diameter zona hambat b dengan diameter kertas cakram a Gambar 7. Suspensi bakteri yang telah kering Jamur 2cm 2cm K Universitas Sumatera Utara 1 2 Gambar 7. Perhitungan zona hambat; 1 bakteri a: diameter cakram, b: diameter daerah yang tidak ditumbuhi bakteri, c: Daerah yang ditumbuhi bakteri. 2 jamur a: koloni jamur, b: zona hambat, c: cakram, d: titik tengah jamur, x: diameter koloni jamur yang terhambat pertumbuhannya, y: diameter koloni jamur normal. Pengamatan untuk jamur dilakukan selama 7 hari masa inkubasi yaitu dengan cara mengukur batas akhir pertumbuhan dari jamur pada sumbu x dan batas akhir pertumbuhan jamur normal pada sumbu y, kemudian mengurangkan �−� 2 Suryanto dkk., 2011 Analisis Data Pengujian Fitokimia Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam biji teratai. Pengamatan dilakukan langsung setelah pemberian bahan-bahan sesuai dengan senyawa fitokimia yang akan diuji. a b c a b c d y x 26 Universitas Sumatera Utara Pengujian Brine Shrimp Perlakuan yang diberikan yaitu P 0 kontrol, P 1 10 ppm, P 2 100 ppm dan P 3 1000 ppm. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan untuk setiap konsentrasi. Pengamatan A. salina dilakukan setelah 24 jam. Analisis data menggunakan analisis probit untuk menentukan LC 50 . Pengujian Daya Antimikroba Perlakuan yang diberikan yaitu ekstrak biji teratai yang berbeda yaitu perlakuan P 0 DMSO, P 1 50, P 2 60, P 3 70, P 4 80 dan P 5 antibiotik untuk uji antimikroba. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan untuk setiap konsentrasi. 27 Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Ekstraksi Biji Teratai Nymphaea pubenscens L. Ekstraksi biji teratai dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol. Hasil ekstraksi biji teratai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil ekstraksi pekat biji teratai n-heksana gram etil asetat gram metanol gram Ekstrak pekat 5,5969 4,1706 10,1379 Warna Kuning Hijau kekuningan Merah bata Uji Fitokimia Biji Teratai Ekstrak metanol mengandung senyawa alkaloid, fenolik, glikosida, saponin dan terpenoidsteroid. Ekstrak etil asetat mengandung senyawa alkaloid, glikosida dan terpenoidsteroid. Ekstrak n-heksana mengandung senyawa terpenoidsteroid. Hasil pengujian fitokimia biji teratai dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji fitokimia masing-masing ekstrak biji teratai Golongan Senyawa Pereaksi Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Alkaloid Fenolik Glikosida Saponin Terpenoidsteroid Bouchardat Dragendroff Mayer Wagner FeCl 3 Fehling Molish Liebermann-Bourchard Akuades-HCl Liebermann-Bourchard Cerium sulaft CeSO 4 Triterpenoid β-sitosterol - - - - - - - - - + + + - + + - - + + + - + + + - + + - + + + + + + + + Universitas Sumatera Utara Uji Toksisitas Biji Teratai Hasil pengujian ekstrak biji teratai terhadap larva A. salina menunjukkan bahwa ekstrak biji teratai bersifat toksik dengan kisaran LC 50 antara 250 ˗500µgml dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengamatan LC 50 dengan metode BSLT Pelarut Konsentrasi ppm Total Populasi Jumlah Kematian LC 50 ppm n-heksana 10 100 1000 50 50 50 50 3 15 21 26 257,709 etil asetat 10 100 1000 50 50 50 50 3 15 24 23 495,675 metanol 10 100 1000 50 50 50 50 3 15 21 24 495,675 Uji Antimikroba Ekstrak Biji Teratai Terhadap Mikroba Ekstrak biji teratai menunjukkan adanya zona hambat pada ketiga mikroba uji. Zona hambat terlihat pada bakteri A. hydrophila setelah pengamatan 24 jam hanya pada pelarut n-heksana. Zona hambat yang terlihat pada bakteri S. agalactiae setelah pengamatan 48 jam terdapat pada setiap pelarut. Zona hambat yang terlihat pada jamur Saprolegnia sp. Selama pengamatan 5 hari terdapat pada setiap pelarut. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5. Universitas Sumatera Utara Table 5. Hasil pengamatan antimikroba dengan metode difusi Mikroba Konsentrasi Diameter Zona Hambat mm n-heksana etil asetat metanol A. hydrophila 50 60 70 80 Kloramfenikol 10 µg 4,62 3,46 2,52 5,74 33,3 1,90 4,40 33,00 32,70 S. agalactiae 50 60 70 80 Kloramfenikol 10 µg 15,04 15,06 15,24 16,06 43,02 6,78 8,04 7,98 8,28 45,80 5,04 4,16 7,72 7,82 45,80 Saprolegnia sp. 50 60 70 80 Nistatin 20,6 µg 8,00 6,20 9,80 8,60 11,46 5,80 6,00 9,60 9,00 12,50 8,80 9,20 9,60 10,60 10,96 Hasil pengujian ekstrak biji teratai terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila menunjukkan adanya zona hambat pada ekstrak n-heksana. Besarnya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak terlihat dengan adanya zona hambat di sekitar cakram Gambar 8. 1 2 3 Gambar 8. Zona hambat ekstrak biji teratai dengan pelarut 1 n-heksana 2 etil asetat 3 metanol terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila Hasil pengujian ekstrak biji teratai terhadap pertumbuhan bakteri S. agalactiae menunjukkan adanya zona hambat pada setiap ekstrak. Besarnya 30 Universitas Sumatera Utara zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak terlihat dengan adanya zona hambat di sekitar cakram Gambar 9. 1 2 3 Gambar 9. Zona hambat ekstrak biji teratai dengan pelarut 1 n-heksana 2 etil asetat 3 metanol terhadap pertumbuhan bakteri S. agalactiae Hasil pengujian ekstrak biji teratai terhadap pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. menunjukkan adanya zona hambat pada setiap ekstrak. Besarnya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak terlihat dengan terhambatnya pertumbuhan jamur Gambar 10. 1 2 3 4 Gambar 10. Zona hambat ekstrak biji teratai dengan pelarut 1 n-heksana 2 etil asetat 3 metanol terhadap pertumbuhan jamur Saprolegnia sp. 4 kontrol positif dan negatif + Universitas Sumatera Utara Pembahasan Ekstraksi Biji Teratai Nymphaea pubenscens L. Ekstraksi biji teratai dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol diperoleh secara berturut-turut adalah 5,5969 gram, 4,1706 gram dan 10,1379 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen-komponen senyawa yang terkandung pada biji teratai lebih banyak terekstrak atau larut pada pelarut yang bersifat polar. Menurut Sari 2008 pelarut metanol adalah pelarut yang dapat melarutkan seluruh kandungan kimia dari sampel yang bersifat polar maupun non polar, karena komponen-komponen tersebut saling terkait satu dengan lainnya melalui gugus fungsional sehingga komponen kimia yang ada pada sampel tanaman obat dapat tersari secara sempurna. Uji Fitokimia Biji Teratai Hasil uji fitokimia alkaloid menunjukkan hasil negatif pada ekstrak n-heksana. Ekstrak etil asetat dan metanol negatif pada pereaksi Bouchardat dan Wagner serta positif pada perekasi Mayer dan Dragendroff ditandai dengan adanya endapan putih seperti yang terlihat pada Lampiran 11. Menurut Inayah dkk. 2012 endapan putih yang terbentuk diduga adalah kalium alkaloid. Pada pembuatan Pereaksi Dragendroff bismuth nitrat dilarutkan dalam HNO 3 pekat agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismuth mudah terhidrolisis. Menurut Harborne 1998 uji alkaloid dilakukan berdasarkan reaksi warna dengan pereaksi Dragendrof dan terbentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer, Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat sampai kuning, diperkirakan endapan tersebut adalah kalium alkaloid. 32 Universitas Sumatera Utara Hasil uji fitokimia fenolik menunjukkan hasil negatif pada pelarut n-heksana dan etil asetat serta positif pada pelarut metanol ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi biru hitam setelah diberi FeCl 3 seperti yang terlihat pada Lampiran 10. Menurut Sukarja 1992 ciri khas fenolik adalah terbentuk warna biru atau biru ungu dengan besi III klorida. Warna yang terbentuk diduga berupa besi III heksa fenolat sehingga uji ini memberikan indikasi gugus OH aromatik. Hasil uji fitokimia glikosida menunjukkan hasil negatif pada pelarut n-heksana. Hasil positif pada pelarut etil asetat dan metanol ditandai dengan adanya endapan merah ketika diberi pereaksi Fehling, terbentuk lapisan cincin ungu ketika diberi pereaksi Molisch dan berwarna ungu ketika diberi pereaksi Liebermann-Bouchard seperti telihat pada Lampiran 11. Hasil uji fitokimia saponin menunjukkan hasil negatif pada pelarut n-heksana dan etil asetat serta positif pada pelarut metanol ditandai dengan munculnya buih setelah diberi akuades kemudian dikocok dan diberi HCl 2 N 1 tetes selama ± 10 menit seperti yang terlihat pada Lampiran 11. Menurut Suparjo 2008 saponin merupakan metabolit sekunder yang mengandung gugus gula terutama glukosa, galaktosa, xylosa, rhamnosa atau methilpetosa yang berikatan dengan suatu aglikon hidrofobik sapognin berupa terpenoid, steroid alkaloid. Sehingga saponin bersifat polar dan dapat larut dalam air. Saponin juga bersifat non polar karena memiliki gugus hidrofob yaitu aglikon. Oleh karena itulah dapat terbentuk busa karena saponin terdirpersi diantara senyawa polar dan non polar. 33 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil skrining fitokimia biji teratai dari masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa setiap ekstrak mengandung steroidterpenoid. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna biru kehijauan pada pereaksi Liebermann-Boucard. Pengujian menggunakan TLC menunjukkan hasil positif pada pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol ditandai dengan adanya perubahan warna yang sama antara sampel dengan triterpenoida dan β-sitosterol setelah dipanaskan di atas hot plate dapat dilihat pada Lampiran 11. Uji Toksisitas Biji Teratai Uji toksisitas dilakukan untuk mendukung hasil uji antimikroba pada ekstrak biji teratai. Metode yang digunakan adalah Brine Shrimp Lethality Test BSLT dengan menggunakan A. salina. Uji ini merupakan uji yang paling sederhana sebagai langkah awal untuk menentukan sifat toksisitas dari bahan alami. Uji toksisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan 10 ekor larva A .salina yang ditetaskan selama 48 jam. Larva A. salina dimasukkan ke dalam botol vial yang telah berisi ekstrak dengan konsentrasi 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm dan ditambah air dengan kadar salinatas 83 ppt sampai 5 ml. Sebagai kontrol digunakan air dengan kadar salinitas 83 ppt tanpa pemberian ekstrak. Menurut Meyer dkk. 1982 kategori toksisitas suatu bahan berdasarkan nilai LC 50 terbagi menjadi 3 kategori, yaitu sangat toksik bila LC 50 30 µgml, toksik bila LC 50 30-1000 µgml dan tidak toksik bila LC 50 1000 µgml. Data awal kematian A. salina pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 12. Pengujian ekstrak biji teratai dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol terhadap A. salina menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki Universitas Sumatera Utara tingkat toksisitas lebih tinggi dengan nilai LC 50 257,709 µgml dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan metanol dengan nilai LC 50 keduanya 495,675 µgml. Menurut Lisdawati dkk. 2006 golongan metabolit sekunder alkaloid, terpenoid, saponin dan senyawa polifenol yang terdapat di dalam daun dan buah tanaman mahkota dewa memiliki aktivitas antikanker. Data hasil perhitungan LC 50 dapat dilihat pada Lampiran 13. Pengujian ekstrak biji teratai terhadap A. salina dengan pelarut n-heksana pada konsentrasi 10 µgml tingkat kematian 30 dengan nilai probit 4,61, konsentrasi 100 µgml tingkat kematian 42 dengan nilai probit 4,87 dan konsentrasi 1000 µgml tingkat kematian 52 dengan nilai probit 5,13. Grafik Log konsentrasi ekstrak biji teratai dengan pelarut n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 13. Aktivitas sitotoksik yang dimiliki ekstrak n-heksana dari beberapa tanaman seperti tanaman srikaya Annona squamosa yang memiliki LC 50 sebesar 0,587 µgml Tripiana dkk., 2013, ekstrak n-heksana tumbuhan akar PKI Mikania micrantha yang memiliki LC 50 sebesar 2,19 µgml Susanti dkk., 2011, ekstrak n-heksana rimpang temu putih Curcuma zedoaria Berg. Rosc yang memiliki LC 50 sebesar 33,10 µgml Widorini dkk., 2002 dan ekstrak n-heksana kulit batang kecapi Sandoricum koetjape Merr yang memiliki LC 50 sebesar 32,44 µgml Utama dkk., 2013. Pengujian ekstrak biji teratai terhadap A. salina dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 10 µgml tingkat kematian 30 dengan nilai probit 4,61, konsentrasi 100 µgml tingkat kematian 48 dengan nilai probit 4,87 dan konsentrasi 1000 µgml tingkat kematian 46 dengan nilai probit 4,87. Grafik Log konsentrasi ekstrak biji teratai dengan pelarut etil asetat dapat dilihat pada 35 Universitas Sumatera Utara Lampiran 13. Aktivitas sitotoksik yang dimiliki ekstrak n-heksana dari beberapa tanaman seperti daun pandan wangi Pandanus amaryllifoliur Roxb yang memiliki LC 50 sebesar 288,4 µgml Sukandar dkk., 2008, ekstrak etil asetat tumbuhan akar PKI Mikania micrantha yang memiliki LC 50 sebesar 13,49 µgml Susanti dkk., 2011, ekstrak etil asetat tumbuhan paku Christella arida yang memiliki LC 50 sebesar 13,301 µgml Aprealia and Suyatno, 2013 dan ekstrak etil asetat kulit batang kecapi Sandoricum koetjape Merr yang memiliki LC 50 sebesar 179,43 µgml Utama dkk., 2013. Pengujian ekstrak biji teratai terhadap A. salina dengan pelarut metanol pada konsentrasi 10 µgml tingkat kematian 30 dengan nilai probit 4,61, konsentrasi 100 µgml tingkat kematian 46 dengan nilai probit 4,87 dan konsentrasi 1000 µgml tingkat kematian 48 dengan nilai probit 4,87. Grafik Log konsentrasi ekstrak biji teratai dengan pelarut etil asetat dapat dilihat pada Lampiran 13. Aktivitas sitotoksik yang dimiliki ekstrak n-heksana dari beberapa tanaman seperti tanaman srikaya Annona squamosa yang memiliki LC 50 sebesar 0,857 µgml Tripiana dkk., 2013, ekstrak metanol tumbuhan akar PKI Mikania micrantha yang memiliki LC 50 sebesar 2,19 µgml Susanti, 2011 dan ekstrak metanol daging buah pare Momordica charantia L. yang memiliki LC 50 sebesar 74,99 µgml Bawa, 2009. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar jumlah A. salina yang mati. Kematian larva A. salina terbesar terdapat pada ekstrak n-heksana konsentrasi 1000 ppm yang menyebabkan kematian larva 52 sedangkan ekstrak etil asetat pada konsentrasi 36 Universitas Sumatera Utara yang sama menyebabkan kematian larva 46 dan ekstrak metanol menyebabkan kematian larva 48. Kematian larva disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak biji teratai yang dapat mengganggu proses pencernaan A. salina, Cahyadi 2009 menyatakan cara kerja senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan. Ekstrak yang dihasilkan dengan pelarut n-heksana mengandung senyawa non polar yang mudah untuk masuk ke dalam membran sel melalui proses difusi yang menyebabkan sel lebih cepat mengalami kerusakan atau mati. Ekstrak yang dihasilkan dengan pelarut etil asetat dan metanol mengandung senyawa semi polar dan polar. Senyawa semi polar dan polar tidak mudah berdifusi memasuki dinding sel atau membran, hal ini mengakibatkan senyawa semi polar dan polar lebih sulit untuk masuk ke dalam dinding sel sehingga nilai ketoksikan senyawa semi polar dan polar lebih rendah. Menurut Mukti dkk 2012, proses difusi pada sel terjadi akibat kecenderungan dari substansi yang bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang rendah. Pelarut non polar hanya dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar sehingga pelarut semi polar tidak dapat bercampur dengan pelarut non polar di dalam fhosfolipid bilayer. Pelarut molekul 37 Universitas Sumatera Utara semi polar tidak dapat memasuki membran sel lipid tanpa bantuan dari protein pembawa carrier. Tidak semua molekul dapat memasuki membran phospolipid termasuk gradient elektrokimia dan ukurannya. Molekul yang lebih kecil pada non polar dapat dengan mudah masuk ke dalam phospolipid bilayer lewat proses difusi karena kesamaan polaritasnya sedangkan pelarut semi polar tidak dapat masuk ke dalam membran plasma hanya dengan proses difusi melainkan dengan proses endositosis, difusi difasilitasi dan transport aktif. Uji Antimikroba Ekstrak Biji Teratai Terhadap Mikroba Pada pengujian aktivitas antibakteri digunakan bakteri gram negatif Aeromonas hydrophila, bakteri gram positif Streptococcus agalactiae dan jamur Saprolegnia sp. Penggunaan mikroba ini bertujuan untuk mengetahui spektrum dari senyawa antimikroba yang terdapat ekstrak biji teratai. Senyawa antimikroba dikatakan berspektrum luas apabila dapat menghambat pertumbuhan seluruh mikroba uji, berspektrum sempit apabila hanya menghambat pertumbuhan dari salah satu mikroba uji tersebut. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa ekstrak biji teratai berspektrum luas karena mampu menghambat pertumbuhan seluruh mikroba uji. Meskipun demikian pengujian pada bakteri menunjukkan bahwa ekstrak lebih menghambat pada bakteri Streptococcus agalactiae daripada Aeromonas hydrophila dan Saprolegnia sp. Metode difusi dilakukan dengan meletakkan kertas cakram yang telah diberi ekstrak dengan konsentrasi tertentu di atas media yang telah ditanami mikroba uji, adanya daerah bening disekitar cakram menunjukkan adanya zona hambat Pratiwi, 2008. Hasil pengujian 3 ekstrak biji teratai menunjukkan hasil yang bervariasi. Ekstrak n-heksana memberikan penghambatan terbesar terhadap Universitas Sumatera Utara mikroba uji. Data awal zona hambat untuk setiap mikroba uji dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 14. Pengujian aktivitas ekstrak n-heksana menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri S. agalactiae sebesar 16,06 mm pada konsentrasi 80, kemudian jamur Saprolegnia sp. sebesar 9,8 mm pada konsentrasi 70 dan bakteri A. hydrophila sebesar 5,74 mm pada konsentrasi 80. Kemampuan ekstrak n-heksana biji teratai dalam menghambat pertumbuhan mikroba mungkin disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak tersebut. Berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak n-heksana biji teratai mengandung steroidterpenoid Tabel 3. Menurut Harborne 1998 terpenoid dapat menyebabkan terjadinya lisis pada bakteri dengan mengikat protein, lipid dan atau korbohidrat yang terdapat pada membran sel. Pengujian aktivitas ekstrak etil asetat menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri S. agalactiae sebesar 8,28 mm pada konsentrasi 80, kemudian jamur Saprolegnia sp. sebesar 9,6 mm pada konsentrasi 70 dan bakteri A. hydrophila sebesar 0,88 mm pada konsentrasi 80. Kemampuan ekstrak etil asetat biji teratai dalam menghambat pertumbuhan mikroba mungkin disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak tersebut. Berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak etil asetat biji teratai mengandung alkaloid, glikosida dan steroidterpenoid Tabel 3. Menurut Juliantina dkk. 2008 alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak Universitas Sumatera Utara terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu menurut Harborne 1998 menyatakan ketersediaan alkaloid dapat mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dapat mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis. Pengujian aktivitas ekstrak metanol menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada jamur Saprolegnia sp. sebesar 10 mm pada konsentrasi 80, kemudian bakteri S. agalactiae sebesar 7,82 mm pada konsentrasi 80 dan tidak memberi pengaruh pada bakteri A. hydrophila. Kemampuan ekstrak metanol biji teratai dalam menghambat pertumbuhan mikroba mungkin disebabkan oleh senyawa yang terkandung pada ekstrak tersebut. Berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak metanol biji teratai mengandung alkaloid, fenolik, glikosida, saponin dan steroidterpenoid Tabel 3. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal dengan mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri serta aktif pada pH asam. Golongan ini juga merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar Pratiwi, 2008. Menurut Susanti 2008, fenol berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Dimana sebagian besar struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri mengandung protein dan lemak. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu, yang akan Universitas Sumatera Utara berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel, sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya dan terjadi lisis. Menurut Ayuningtyas 2008 saponin merupakan senyawa yang diduga sebagai senyawa antibakteri karena memiliki kemampuan dalam menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur. Davis dan Stout 1971 mengemukakan bahwa ketentuan antibakteri adalah sebagai berikut daerah hambatan sebesar 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 ˗ 20 mm kuat, daerah hambatan 5˗10 mm sedang dan kurang dari 5 mm lemah. Diameter zona hambat dari pengujian ketiga ekstrak biji teratai menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana mempunyai daya antimikroba yang kuat, ekstrak metanol mempunyai daya antimikroba sedang dan ekstrak etil asetat mempunyai daya antimikroba yang lemah. Menurut Lutfiyanti dkk. 2012 terpenoid, termasuk triterpenoid dan steroid merupakan senyawa bioaktif yang memiliki fungsi sebagai antijamur. Senyawa senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan jamur, baik melalui membran sitoplasma maupun mengganggu pertumbuhan dan perkembangan spora jamur. Ismaini 2011 mengungkapkan bahwa senyawa triterpenoid ikut berperan dalam menghasilkan zona hambat karena sifat toksik yang dimiliki oleh senyawa triterpenoid dalam ekstrak tersebut, sehingga ketika senyawa aktif terserap oleh jamur patogen dapat menimbulkan kerusakan pada organel-organel sel, menghambat kerja enzim di dalam sel, dan pada akhirnya akan terjadi penghambatan pertumbuhan jamur patogen. Universitas Sumatera Utara Ekstrak metanol dan etil asetat mengandung senyawa antimikroba yang lebih banyak dibandingkan dengan n-heksana tetapi zona hambat yang dihasilkan n-heksana lebih besar dibandingkan kedua pelarut tersebut. Menurut Marliani dkk. 2011 zona hambat yang dihasilkan metanol lebih lemah mungkin disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak metanol dalam peranannya sebagai antimikroba. Penelitian Ricki 2011 dari ekstrak kulit kayu manis Cinnamomum burmanii terhadap bakteri Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus mutan dan Staphylococcus aureus diperoleh bahwa ekstrak n-heksana memiliki zona hambat bakteri yang paling kuat sebesar 5,415 mm daripada ekstrak etil asetat sebesar 1,25 mm dan metanol sebesar 0,88 mm. Hasil pengamatan yang diperoleh menunjukkan bahwa diameter zona hambat bakteri S. agalactiae yang merupakan bakteri gram positif lebih besar bila dibandingkan dengan bakteri A. hydrophila dan jamur Saprolegnia sp. Penelitian yang dilakukan Marliani 2011 dari ekstrak buah labu air Lagenari siceraria Molina Standl terhadap bakteri gram positif Bacillus cereus lebih kuat sebesar 9,0023 mm dibandingkan bakteri gram negatif Salmonellatyphi sebesar 7,7403 mm. Dinding sel bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Proses perakitan dinding sel bakteri diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam Universitas Sumatera Utara pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel bakteri. Pelczar dan Chan 2005 mengatakan bahwa bakteri gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa peptidoglikan dan lapisan dalam lipopolisakarida. Mawaddah 2008 juga menjelaskan adanya perbedaan sensitifitas terhadap antibakteri dapat disebabkan oleh perbedaan susunan dinding sel. Dinding sel bakteri gram positif 90 terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat dan memiliki struktur lapis tunggal, sedangkan bakteri gram negatif komponen dinding selnya mengandung 20-50 peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein serta memiliki struktur multilapis multilayer. Selain itu, bakteri dalam bentuk sel vegetatif juga lebih rentan terhadap aktivitas antimikroba dalam rempah-rempah dibandingkan dalam bentuk sporanya. Pengujian kontrol negatif dengan perendaman cakram dengan pelarut DMSO tidak menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan. DMSO merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa polar maupun non polar. Cairan ini tidak berwarna merupakan pelarut senyawa polar dan non polar dan larut dalam berbagai pelarut organik maupun air. Menurut Widowati dan Harfia Universitas Sumatera Utara 2009 DMSO merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan sebagian ekstrak yang tidak dapat larut dalam air dan pada konsentrasi di bawah 3 biasanya DMSO tidak toksik kepada sel. Pengujian antibakteri digunakan kloramfenikol sebagai kontrol positif dimana menunjukkan aktivitas penghambatan yang sangat besar pada S. agalactiae sebesar 45,8 mm dan A. hydrophila sebesar 33 mm. Kloramfenikol merupakan metabolit sekunder dari Streptomyces venezuellae yang berukuran relatif kecil sehingga mudah berdifusi ke dalam tubuh Pratiwi, 2008. Menurut Wattimena dkk. 1998 kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein bakteri dan juga sel eukariosit. Antibiotik ini berpenetrasi mudah ke dalam sel bakteri, kemungkinan dengan proses difusi terfasilitasi. Antibiotik ini mengikat secara reversible unit ribosom 50 S yang akan mencengah ikatan antara asam amino yang mengandung ujung dari aminoasil t-RNA. Pada pengujian antijamur digunakan nistatin untuk kontrol positif pada jamur Saprolegnia sp. yang menunjukkan aktivitas penghambatan sebesar 12,5 mm. nistatin merupakan antibiotik yang dihasilkan dari Strptomyces noursei, dimana aktivitasnya tergantung pada ikatan nistatin dengan bagian sterol yang spesifik, khususnya ergosterol yang terdapat pada membran fungi. Nistatin membentuk suatu pori melalui pembentukan kompleksnya dengan sterol-sterol dari membran sel, dimana melalui pori ini molekul-molekul kecil dari sel dapat keluar. Hal ini menyebabkan kerusakan sel Wattimena dkk. 1998. Menurut Pratiwi 2008 nistatin memiliki struktur lingkar yang besar disebabkan adanya sejumlah ikatan ganda dan sering disebut sebagai antibiotik polien. Antibiotik ini bergabung dengan ergostretol yang terdapat pada membran sel fungi dengan Universitas Sumatera Utara menimbulkan gangguan dari kebocoran sitoplasma. Pelczar dan Chan 2005 mengemukakan cara kerja nistatin adalah merusak sel-sel khamir, juga sel cendawan lain, dengan cara bergabung dengan sterol yang terdapat dalam membran sel. Hal ini mengakibatkan kacaunya organisasi di dalam struktur molekuler membran, diikuti dengan gangguan pada fungsinya. 45 Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil uji fitokimia ekstrak biji teratai Nympaea pubescens L. dengan pelarut metanol mengandung senyawa alkaloid, fenolik, glikosida, saponin dan terpenoidsteroid, pelarut etil asetat mengandung senyawa alkaloid, glikosida dan terpenoidsteroid dan pelarut n-heksana mengandung senyawa terpenoidsteroid. 2. Ekstrak biji teratai memiliki aktivitas antimikroba yang bervariasi dan ekstrak biji tertai dengan pelarut n-heksana merupakan pelarut yang paling efektif. 3. Ekstrak biji teratai bersifat toksik dengan pelarut n-heksana memiliki nilai LC 50 257,709 µgml, etil asetat dan metanol memiliki nilai LC 50 495,656 µgml yang lebih kecil dari 1000 µgml. Saran Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut secara In vivo dengan langsung menguji terhadap ikan untuk lebih mengetahui ekstrak biji teratai dapat dijadikan sebagai obat alami. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Afrianto E dan Liviawaty E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanasius: Yogyakarta. Aprelia F dan Suyatno., 2013. Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Etil Asetat Tumbuhan Paku Christella arida dan Uji Pendahuluan Sebagai Antikanker. Journal of Chemistry. 2 3: 94-99. Aras T.R., 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scraba Terhadap Artemia salina. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin: Makassar. Ayuningtyas A. K., 2008. Efektivitas Campuran Meniran Phyllanthus niruri dan Bawang Putih Allium sativum untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias gariepenus. Skripsi. Prodi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Institut Pertanian Bogor: Bogor. Bachtiar S.Y., Wahyu. T dan Nanik S., 2012. Pengaruh Ekstrak Alga Coklat Sargassum sp. Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Journal of Marine and Coastal Science. 1 1: 53-60. Bawa I.G.A.G., 2009. Isolasi Identifikasi Golongan Senyawa Toksik dari Daging Buah Pare Momordika charantia L.. Jurnal Kimia. 3 2: 117-124. Belal S.K.M., Ahmed H. A. R., Doha S. M., Hosam E. H. O dan Nibal A. H., 2009. Protective Effect of Pomegranate Fruit Juice Against Aeromonas hydrophila induced Intestinal Histopatholigical Changes in Mice. World Applied Sciences Journal. 7 2: 245-254. Cahyadi R., 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare Momordica cahrantia L. Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro: Semarang. Darmawan. I., 2011. Bioaktivitas Minyak Atsiri Pohon Suren Toona Sinensis Roemor Berdasarkan Uji Brine Shrimp Lethality Test BSLT. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor. Fitrial Y., 2009. Analisis Potensi Biji dan Umbi Teratai Nymphaea pubescens Willd untuk Pangan Fungsional Prebiotik dan Antibakteri Escherichia coli Enteropatogenik K 1.1. Tesis. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Universitas Sumatera Utara Gardenia L., Isti K., Hambali S dan Tatik M., 2010. Aplikasi Deteksi Aeromonas hydrophila Penghasil Aerolysin dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction PCR. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Jakarta. Ghufran M dan Kordi K. 2004., Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta: Jakarta. Harborne. J.B., 1998. Phytochemical Methods. Chapman and Hall: London. Hatmanti. A., 2003. Penyakit Bakterial pada Budidaya Crustacea Serta Cara Penanganannya. Jurnal Oseana. 28 3: 1-10. Heinrich M., Joanne B., Simon G dan Elizabeth M. W., 2010. Farmakologi dan Fitoterapi. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Inayah N., Rachmawati N dan Tri K. A., 2012. Uji Toksisitas dan Identifikasi Awal Golongan Senyawa Aktif Ekstrak Etanol dan n-Heksana Teripang Pasir Holothuria scraba Kering Pantai Kenjeran Surabaya. 2 1: 92-100. Indiastuti D. N., Sri P dan Yuani S., 2008. Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 6 2: 81-85. Ismaini. L., 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Centella asiatica L. Urban Terhadap Fungi Patogen pada Daun Anggrek Bulbophyllum flavidiflorum Carr. Jurnal Penelitian Sains. 14 1 D. 47-50. Juliantina F., Dewa A.C.M., Bunga N., Titis N dan Endrawati T. B., 2008. Manfaat Sirih Merah Piper crocatum Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2011. Penerbit KKP: Jakarta. LIPI. 2009. Pengobatan Alternatif dengan Tanaman Obat. UPT-Balai Informasi Teknologi LIPI. Linggawati A., Muhdarina., Erman., Azman dan Midiarty. 2002. Pemanfaatan Tanin Limbah Kayu Industri Kayu Lapis untuk Modifikasi Resis Fenol Formaldehid. Jurnal Natur Indonesia. 5 1: 84-94. Lisdawati V., Sumali W., Broto. S dan Kardono. 2006. Bioasai In Vitro Antikanker Terhadap Sel Leukimia L1210 dari Berbagai Fraksi Ekstrak Daging Buah dan Kulit Biji Mahkota Dewa Phaleria macrocarpa. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 5 1. 303-309. Universitas Sumatera Utara Lutfiyanti R., Widodo F. M dan Eko N. D., 2012. Aktivitas Antijamur Senyawa Bioaktif Ekstrak Gelidium latifolium terhadap Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 11: 1-8. Marliana E dan Chairul. S., 2011. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Etanol, Fraksi n-Heksana, Etil Asetat dan Metanol dari Buah Labu Air Lagenari siceraria Molina Standi. Jurnal Kimia Mulawarwan. 8 2: 63-69. Maryati E., 2006. Karakteristik Senyawa Alkaloid Fraksi Etil Asetat Hasil Isolasi dari Daun Tumbuhan Pacah Piring Ervatamia coronaria Jacq Stapf. Jurnal Gradien. 2 2: 176-178. Mawaddah R., 2008. Kajian Hasil Riset Potensi Antimikroba Alami dan Aplikasi dalam Bahan Pangan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian Fateta IPB. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Meyer B. N., Ferrigni N. R., Putman J. E., Jacobsen L. B., Nichols D. E dan McLauglin J. L., 1982. Brine Shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med. 45: 34-35. Mukti K., Diana P., Delianis P dan Ocky K. R., 2012. Uji Fitokimia dan Toksisitas Kasar Gastropoda Telescopium telescopium Terhadap Larva Artemia salina. Jurnal of Marine Research. 1 2: 58-66. Muslim., Holtly M. P dan Widjajanti H., 2009. Penggunaan Ekstrak bawang Putih Allium sativum untuk Mengobati Benih Ikan Patin Siam Pangasius hypophthalmus yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla. Jurnal Akuakultur 81: 91-100. Nopianti S., Dwi A dan Sri D., 2008. Efektifitas Buah Belimbing Wuluh Averrhoa belimbi L. untuk Membunuh Larva Nyamuk Anopheles aconitus Instar III. Jurnal Kesehatan. 1 2: 103-114. Nuraini A.D., 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan Dari Biji Teratai Nymphaea pubescens Willd. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Pasink D.J., Joyce J.E dan Philip H.K., 2009. Fecal String Associated with Streptococcus agalactiae Infection in Nile Tilapia, Oreochromis niloticus. The Open Veterinary Science Journal. 3: 6-8. Pelczar M.J dan Chan E.C.S., 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi 1 dan 2. Penerjemah Ratna. S. H. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. Pratiwi S.I., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga: Jakarta. Universitas Sumatera Utara Ramadhani A.N., 2009. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sukun Artocapus altilis Terhadap Larva Artemia Saliva Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test BST. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro: Semarang. Ricki. 2011. Penentuan Komponen SenyawaMinyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etil Asetat dan Metanol Kulit kayu Manis Cinnamomum burmanii. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara: Medan. Sari D.K., 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari Xylocarpus granatum. Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Simbala H. E. I., 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif Fitokarma. Pacific Journal. 1 4: 489-498. v Sukandar. D., Hermanto. S dan Emi L., 2008. Uji Toksisitas Daun Pandan Wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta. Suparjo. 2008. Saponin Peran dan Pengaruhnya Bagi Ternak dan Manusia. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi: Jambi. Susanti. E., Kamalrullah dan Alfian. 2011. Uji Senyawa Sitotoksik dari Tumbuhan Akar PKI Mikania micrantha H.B.K. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi: Pekanbaru. Syamsuni H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta. Tripiana M., Teruna H. Y dan Balatif N., 2013. Isolasi Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Tanaman Srikaya Annona squamosa Linn. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau: Pekanbaru. Utama W. A., Mai E. dan Adlis S., 2013. Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Fraksi Aktif Kulit Batang Kecapi Sandoricum koetjape Merr dan Uji Bioaktifitas Brine Shrimps Lethality Bioassay. Jurnal Kimia Unand. 2 1: 1-5. Desfita V., 2011. Aktivitas Antimikroba Herba Meniran Phyllanthus niruri L. Terhadap Bakteri dan Khamir Patogen. Tesis. Program Magister Biologi. Universitas Sumatera Utara: Medan. Wattimena J. R., Nelly C. S., Mathilda B. W., Elin Y. S., Andreanus A. S dan Anna R. S., 1998. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada Universitasity Press: Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara Widorini A. S., Dian A., Anna R., Elisawati W dan Tri W., 2002. Uji Toksisitas Terhadap Larva Artemia salina Leach dari Fraksi n-heksana, Kloroform, Etil asetat dan Air Ekstrak etanol Rimpang Temu Putih Curcuma zedoaria Berg. Rosc.. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Surabaya: Surabaya. Widowati L dan Harfia M., 2009. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 50 Umbi Keladi Tikus Typhonium flagelliforme Lood Bi Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 In Vitro. Media Litbang Kesehatan. 19 1. 9-14. Wijayani C., 2008. Streptococcus agalactiae. Makalah. Fakultas Farmasi. Sanata Dharma: Yogyakarta. Yasita D dan Intan D. W., 2009. Optimasi Proses Ekstrak pada Pembuatan Karanginan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni untuk Mencapai Foodgrade. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro: Semarang. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu dengan cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas stensil kemudian di masukkan ke dalam oven dengan suhu 150 C selama 4 jam. Bahan atau media dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15psi per square inci selama 15 menit. Untuk alat yang tidak tahan panas tinggi disterilisasi dengan zat kimia berupa alkohol 70 . Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Pembuatan Ekstrak Biji Teratai Biji teratai yang telah kering dan simplisia Penimbangan dan penyiapan simplisia Proses penyaringan setelah maserasi dan Pemisahan ekstrak dengan pelarut menggunakan rotary evaporator Ekstrak setelah dilakukan pemisahan dan Proses pemekatan ekstrak dengan water bath Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Proses Pengujian Toksisitas A. salina Kista A. salina dan wadah penetasan Proses pemipetan larutan uji dengan mikropipet Proses pengukuran air 5ml Universitas Sumatera Utara Proses pemasukan A. salina dan botol vial dengan berbagai konsentrasi Setelah pengamatan 24 jam Universitas Sumatera Utara Lampiran 4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji Larutan induk adalah konsentrasi 80, yaitu dengan perbandingan 0,8 gram dalam 1 ml DMSO bv. Untuk membuat konsentrasi 70, 60 dan 50 dilakukan dengan pengenceran sebagai berikut: V 1 N 1 = V 2 N 2 a. Konsentrasi 70 1 x 70 = V 2 x 80 V 2 = 0,875 ml = 875µl b. Konsentrasi 60 1 x 60 = V 2 x 80 V 2 = 0,75 ml = 750 µl c. Konsentrasi 50 1 x 50 = V 2 x 80 V 2 = 0,625 ml = 625µl Universitas Sumatera Utara Lampiran 5. Pembuatan Media Bakteri dan Jamur Media Trypticase Soy Agar TSA Sebanyak 40 g bubuk TSA dilarutkan dalam 1000 ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer 1 liter dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk, kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 o C dengan tekanan uap 1atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, setelah memadat disimpan dalam lemari es dengan plastik steril. Media Potato Dextrose Agar PDA Sebanyak 39 g bubuk PDA dilarutkan dalam 1000 ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer 1liter dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk, kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 o C dengan tekanan uap 1atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, setelah memadat disimpan dalam lemari es dengan plastik steril. Media Brain-Heart Infusion Agar BHIA Sebanyak 52 g BHIA dilarutkan dalam 1000 ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen, kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 o C dengan tekanan uap 1atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, setelah memadat disimpan dalam lemari es dengan plastik steril. Universitas Sumatera Utara Lampiran 6. Analisis Kriteria Bakteri Aeromonas hydrophila Uji oksidase positif dan uji Rimmler-Shoots RS positif Uji Motilitas motil dan Uji OF positif Pewarnaan gram negatif berwarna merah dan berbentuk batang pendek Universitas Sumatera Utara Lampiran 7. Analisis Kriteria Bakteri Streptococcus agalctiae Uji motilitas non motil dan uji OF positif fermentatif Pewarnaan gram positif berwarna ungu dan berbentuk bulat Universitas Sumatera Utara Lampiran 8. Analisis Kriteria Bakteri Saprolegnia sp. Proses penanaman jamur Pengujian Jamur secara morfologi Hasil pengamatan mirkroskopis Universitas Sumatera Utara Lampiran 9. Pembuatan Larutan Baku McFarland 0.5 Larutan baku McFarland terdiri atas dua komponen, yaitu larutan BaCl 2 1 dan H 2 SO 4 1 . Sebanyak 0,05 mL larutan BaCl 2 1 dicampurkan dengan 9.95 mL larutan H 2 SO 4 1 dan dikocok hingga homogen. Kekeruhan larutan diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan menggunakan akuades sebagai blangkonya. Nilai absorban larutan baku harus berada di kisaran 0,08 sampai dengan 0.13. Larutan baku McFarland 0,5 ekuivalen dengan suspensi sel bakteri dengan konsentrasi 1.5 × 10 8 CFUmL. Universitas Sumatera Utara Lampiran 10. Proses Pengujian Antimikroba Pembuatan media dan sterilisasi dengan Autoclave Oven untuk sterilisasi petri dan lamina air flow Penghomogenan dengan vortex dan ketiga ekstrak setelah divortex Universitas Sumatera Utara Proses pemipetan untuk setiap konsentrasi larutan uji Konsentrasi larutan uji untuk setiap pelarut Universitas Sumatera Utara Proses penghomogenan bakteri dalam larutan NaCl dan Pembandingan dengan larutan Mcfarland Proses pengusapan suspensi bakteri Proses pemberian cakram yang telah diberi ekstrak dengan berbagai konsentrasi Universitas Sumatera Utara Bakteri dan jamur setelah masa pengamatan Proses pengukuran zona hambat Universitas Sumatera Utara Lampiran 11. Hasil Skrining Fitokimia Biji Teratai 1 2 3 Hasil pengujian alkaloid 1 pelarut etil asetat, 2 pelarut n-heksana, 3 pelarut metanol dengan pereaksi; a. Bouchardat, b. Mayer, c. Wagner, d. Dragendroff. Hasil pengujian fenolik; a. Pelarut metanol, b. Pelarut etil asetat, c. Pelarut n-heksana a c b a d b c d a b c d a b c Universitas Sumatera Utara 1 2 3 4 5 6 Hasil pengujian glikosida; 1 pelarut metanol dengan pereaksi Fehling, 2 pelarut metanol dengan pereaksi Molisch, 3 pelarut etil asetat dengan pereaksi Molisch, 4 pelarut n-heksana dengan pereaksi Molisch, 5 pelarut etil asetat dengan pereaksi Liebermann-Bouchard, 6 n-heksana dengan pereaksi Liebermann-Bouchard Hasil pengujian saponin; a. pelarut n-heksana, b. pelarut metanol, c. pelarut etil asetat a b c Universitas Sumatera Utara 1 2 3 Hasil pengujian terpenoidsteroid; 1 pelarit n-heksana,2 pelarut etil asetat, 3 pelarut metanol T T T S S S β β β Universitas Sumatera Utara Lampiran 12. Data Awal Kematian A. salina Pada Berbagai Konsentrasi Perlakuan Ulangan U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 Rata-rata Kontrol air laut 2 1 0,6 Kontrol DMSO 3 2 3 4 3 3 n-heksana 1000 ppm 6 6 6 3 5 5,2 100 ppm 5 6 2 3 5 4,2 10 ppm 5 5 2 3 3 Etil asetat 1000 ppm 4 5 7 4 3 4,6 100 ppm 7 5 4 5 3 4,8 10 ppm 3 6 1 5 3 Etanol 1000 ppm 6 4 6 5 3 4,8 100 ppm 3 6 3 5 6 4,6 10 ppm 2 5 1 5 2 3 Universitas Sumatera Utara Lampiran 13. Contoh Perhitungan Penentuan LC 50 Ekstrak Biji Teratai a. Ekstrak Biji Teratai dengan Pelarut n-heksana Pelarut Konsentrasi ppm Total Populasi Jumlah Kematian Persen Mortalitas Log Konsentrasi Probit LC 50 ppm n-heksana 50 3 6 - 3,36 257,709 10 50 15 30 1 4,61 100 50 21 42 2 4,87 1000 50 26 52 3 5,13 Pada ekstrak dengan konsentrasi 10 ppm Persen mortalitas = Jumlah Artemia Hidup Jumlah Populasi = 15 50 x 100 = 30 Nilai probit dilihat dari tabel probit ulangan untuk kolam dan persentase untuk baris. Untuk menentukan LC 50 dengan menggunakan persamaan regresi linier Y= a + bx No. Konsentrasi x Mortalitas y x 2 y 2 xy 1 3,36 11,2896 2 1 4,61 1 21,2521 4,61 3 2 4,87 4 23,7169 9,74 4 3 5,13 9 26,3169 15,39 Σ 6 17,97 14 82,5755 29,74 Rata-rata 1,5 4,4925 Maka: b = ����− ���� ��� 2 −�� 2 a = y – b x = 4�29,74−6�17,97 4�14 −6 2 = 4,4925 – 0,557x1,5 = 0,557 = 3,657 Universitas Sumatera Utara Sehingga y = 3,657+0,557x. LC 50 merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian 50 hewan uji, pada tabel probit y = 5 dan x = Log konsentrasi y = 3,657 + 0,557x 5 = 3,657 + 0,557x x = 5−3,657 0,557 x = 2,41113, LC 50 = anti Log x = 257,709 Koefisien korelasi menggunakan rumus r = ��� ��� 2 �� 2 r = 29,74 √14x82,5755 = 0,874706 Grafik kematian A. salina hubungan antara Log konsentrasi dengan mortalitas ekstrak n-heksana 3,36 4,61 4,87 4,87 1 2 3 4 5 6 1 2 3 M o rta lita s Pr o b it Log Konsentrasi y = 3,657+0,557x r = 0,8747 Universitas Sumatera Utara

b. Ekstrak Biji Teratai dengan Pelarut etil asetat

Dokumen yang terkait

Analisa Kualitas Udara dan Keluhan Saluran Pernapasan serta Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

1 58 103

Kejadian Retensio Urine Dan Infeksi Saluran Kemih Pasca Seksio Sesaria Dan Operasi Ginekologi Dengan Kateter Menetap 24 Jam Dan Tanpa Kateter

1 74 63

Pengaturan Perkawinan Babi (Studi Kasus) Pada Pt. Allegrindo Nusantara Di Desa Tiga Runggu, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera-Utara

0 22 56

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 2 18

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 1 6

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

2 12 24

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017 Chapter III VI

1 5 46

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

3 8 3

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

0 1 30