Miskonsepsi Berdasarkan Bentuk Konsep

2. Miskonsepsi Berdasarkan Bentuk Konsep

Selain miskonsepsi yang terjadi pada tiap-tiap konsep, miskonsepsi juga terjadi berdasarkan bentuk konsep. Diperoleh data bahwa sebanyak 19,0% siswa mengalami miskonsepsi sebagian dan 18,1% siswa mengalami miskonsepsi menyeluruh pada bentuk konsep klasifikasional. Bentuk konsep klasifikasional ini didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta ke dalam bagan-bagan yang terorganisir. Sebanyak 17,8% siswa mengalami miskonsepsi sebagian dan 18,8% siswa mengalami miskonsepsi menyeluruh pada bentuk konsep korelasional. Konsep ini dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan atau observasi- observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel. Sedangkan miskonsepsi pada bentuk konsep teoritik, sebanyak 20,1% siswa mengalami miskonsepsi sebagian dan 23,1% siswa mengalami miskonsepsi menyeluruh. Bentuk konsep ini mempermudah penjelasan terhadap fakta atau kejadian-kejadian dalam sistem

commit to user

diketahui sampai yang tidak diketahui. Antara hasil observasi pendahuluan, pemberian tes diagnostik, wawancara

jawaban angket siswa, dan hasil analisis dokumen saling berhubungan untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi dan mengungkap beberapa penyebab miskonsepsi. Penyebab terjadinya miskonsepsi yang dapat terungkap dalam penelitian ini hanya peneliti batasi pada 5 hal sebagai berikut.

1. Kondisi siswa Berdasarkan angket dan wawancara yang dilakukan terhadap siswa, ditemukan bahwa siswa memiliki motivasi pemahaman yang kurang terhadap konsep-konsep dalam pokok bahasan termokimia. Hal ini disebabkan oleh motivasi belajar yang kurang dan prakonsepsi yang kurang benar. Motivasi belajar yang kurang ditunjukkan dengan kurang memperhatikan penjelasan guru saat di kelas, tidak aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, dan kurang disiplin dalam mengerjakan tugas. Sementara prakonsepi yang kurang benar terjadi pada konsep mol dan persamaan kimia.

Motivasi belajar siswa menjadi salah satu faktor penting pemicu keberhasilan belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan berusaha lebih keras untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan memberikan nilai tambahan pada siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Tentu saja dengan melakukan pemberitahuan terlebih dulu tentang adanya nilai tambahan tersebut. Tugas yang diberikan terhadap siswa juga sebaiknya dibahas sehingga siswa yang masih salah dalam mengrjakan soal atau kurang paham dapat meningkatkan pemahamannya. Sebaiknya tugas memiliki porsi sendiri dalam penilaian prestasi belajar sehingga siswa berlomba-lomba untuk mengerjakan setiap tugas dengan baik agar mendapatkan nilai yang baik pula.

Prakonsepsi yang kurang benar dapat dideteksi dengan menanyakan konsep-konsep sebelumnya yang berhubungan dengan konsep yang akan diajarkan. Jika terdapat siswa yang lupa atau salah pada konsep-konsep sebelumnya, dapat diperbaiki sehingga didapatkan persamaan persepsi

commit to user

meminimalkan miskonsepsi yang terjadi pada konsep yang akan diajarkan selanjutnya.

2. Interaksi guru dan siswa Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, tampak bahwa interaksi antara guru dengan siswa selama proses belajar mengajar sangat kurang. Interaksi lebih sering berjalan searah, siswa hanya bersikap pasif. Walaupun guru telah memberikan kesempatan untuk bertanya tetapi mereka tidak memanfaatkannya dengan baik. Guru juga kurang bisa menguasai kelas sehingga tidak bisa membangun kondisi belajar yang kondusif bagi siswa.

Interaksi guru dan siswa yang baik selama proses belajar mengajar sangat berperan serta untuk membangun situasi belajar yang kondusif bagi siswa. Dengan situasi belajar yang baik, siswa akan lebih nyaman mengajukan pertanyaan maupun mengemukakan pendapat sehingga terjadinya miskonsepsi pada saat proses belajar mengajar dapat dideteksi, diperbaiki, dan diminimalkan.

Interaksi yang hanya berjalan satu arah dapat diperbaiki dengan mengadakan diskusi yang dibimbing oleh guru. Siswa diajak untuk tidak takut bertanya dan mengungkapkan kesulitan akan pokok bahasan yang sedang dipelajari. Guru menampung pertanyaan dari siswa dan merangsang siswa yang lain untuk ikut memberikan jawaban menurut pengetahuan yang telah mereka pelajari. Kemudian di akhir diskusi, guru memberikan kesimpulan dan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan selama diskusi.

3. Penggunaan buku pegangan Penjelasan pada buku pegangan dari guru sebenarnya cukup lengkap dan mudah dipahami. Akan tetapi, guru dan murid lebih sering menggunakan LKS. Padahal penjelasan dan pemaparan dari LKS cenderung ringkas dengan kalimat yang kurang bisa dimengerti. Proses perolehan konsep yang tidak lengkap atau terpotong akan menyebabkan siswa tidak bisa memahami hubungan antar konsep dan memicu terjadinya miskonsepsi. Oleh karena itu, guru sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih buku pegangan maupun LKS

commit to user

tersebut haruslah sistematis dan sesuai dengan silabus yang digunakan, tidak terdapat kesalahan penulisan, dan memiliki pemaparan yang lengkap.

Pemaparan pada LKS yang ringkas dan kurang detail harus diimbangi dengan penggunaan buku pegangan yang lebih lengkap sehingga proses perolehan konsep oleh siswa lengkap dan tidak terpotong untuk meminimalkan terjadinya miskonsepsi.

4. Metode pembelajaran Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama proses belajar mengajar adalah metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab. Metode ceramah efektif digunakan untuk melakukan transfer ilmu dengan waktu belajar yang relatif singkat. Akan tetapi, metode ini pada akhirnya hanya akan mengajak siswa untuk ‘belajar-menghafal’. Menghafal lalu menjadi keterampilan penting untuk mencapai prestasi belajar yang baik.

Pada sebagian besar siswa, hafalan tentang pelajaran tidak masuk ke dalam memori jangka panjang tetapi hanya masuk dalam memori jangka pendek yang dapat terlupa jika ditambah dengan hafalan yang lainnya atau bercampur dengan dengan hafalan yang lainnya sehingga dapat tertukar saat proses mengingat kembali hafalan. Berbeda halnya, jika siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru. Pemahaman tersebut akan masuk ke dalam memori jangka panjang dan bertahan lama.

Penggunaan metode ceramah pada pokok bahasan termokimia seharusnya dipadukan dengan penggunaan laboratorium atau demonstrasi oleh guru, misalnya pada saat menyampaikan konsep eksoterm dan endoterm maupun kalorimeter. Hal ini tentunya akan membuat siswa tidak hanya menghafal materi tetapi juga memahami materi. Hafalan yang didapat oleh siswa dari ceramah yang disampaikan guru dapat diperkuat menjadi pemahaman karena siswa mengalami atau menyaksikan proses yang terjadi pada saat praktikum atau menyaksikan demonstrasi oleh guru.

commit to user